Resume Buku Berjudul “LOGIKA KOMUNIKASI” oleh Zainul Maarif Mata Kuliah Filsafat Komunikasi
Disusun Oleh: Muhammad Fahri
210310170037
Muhammad Fikri Ghazy Rabbani 210310170103 Nadya Annahl Vasha
210310170091
Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran 2019
Logika berasal dari kata logos, logike, logica, logique, dan logic. Kata logis dan logike berasal dari Bahasa Yunani. Logos berarti kata, ide, atau akal. Sementara logike, logica, logique, dan logic berarti seni berfikir. Kata logica berasal dari Bahasa Latin, Logique berasal dari Bahasa Prancis, dan Logic berasal dari Bahasa Inggris. Dari pengertian dan pengucapannya, Logika dalam Bahasa Indonesia lebih dekat ke Bahasa Latin yaitu Logica. Tesaurus bahasa Indonesia mensinonimkan logika dengan ilmu mantik (cara berfikir yang berdasarkan pikiran belaka) dan akal sehat. Sementara KBBI mendefnisikan logikalogika menjadi dua: (1) pengetahuan tentang kaidah berpikir; dan (2) jalan pikiran yang masuk akal. Logika merupakan metode berpikir yang sekaligus meninjau proses suatu pemikiran. Terdapat tahap-tahap dalam logika yakni tahap berpikir secara konstruktif dan secara dekonstruktif. Tahapan-tahapan tersebut kemudian terbentuk menjadi suatu pola secara formal. Dalam literature logika, logika semacam itu disebut dengan logika formal. Logika formal bergerak dari yang umum menuju yang khusus, dan menguji konsistensi pernyataan dengan pernyataan lain yang terkait dengannya. Logika formal juga menyediakan sarana sistematis untuk menentukan apakah sebuah kesimpulan sesuai dengan premis-premisnya atau tidak, apakah suatu argument sahih atau tidak. Selain logika formal, terdapat pula logika material. Meski kedua orientasi logika itu berbeda, namun kedua orientasi tersebut saling melengkapi. Di masa modern, logika Aristoteles mengutamakan deduksi. Logika deduktif adalah logika yang bertolak belakang dari pengetahuan lama bersifat umum menuju pengetahuan baru bersifat khusus secara silogistik. Sebaliknya, logika induktif adalah logika yang beranjak dari pengetahuan lama bersifat khusus menuju pengetahuan baru bersifat umum melalui observasi empiris. Kebutuhan ujaran dan tulisan pada pikiran tertib dapat dipenuhi oleh logika. Logika merupakan metode membuat dan mengurai pemikiran secara sahih dan benar. Ujaran dan tulisan yang semacam itu sangat diperlukan oleh komunikasi, terutama komunikasi verbal. Filsafat identik dengan pemikiran, poetika dengan sastra, dan retorika dengan wicara. Komunikasi, khususnya yang non verbal, berporos pada ujaran dan tulisan yang tidak akan jelas
tanpa pemikiran yang jelas. Logika, di pihak lain, mengarahkan pikiran menjadi jelas. Di titik itu, logika memang dibutuhkan oleh komunikasi. Sebelum komunikasi terlepas dari filsafat, para filsuf jaman dahuku sudah menyinggung hal-hal yang kini menjadi bahasan bidang komunikasi. Seperti teori-teori tentang pikiran, bahasa, komunitas, dan wacana. Bahkan filsuf jaman Yunani dan Romawi juga membahas mengenai halhal yang kini menjadi bahasan komunikasi dalam domain retorika. Aristoteles juga mendefinisikan retorika sebagai Kemampuan meninjau sarana yang dapat digunakan untuk membujuk dalam berbagai keadaan. Kemampuan ini dapat dimiliki melalui proses belajar, baik sengaja maupu tidak sengaja. Tingkat keberhasilan membujuk orang lain itu dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal komunikator. Secara teknis, membujuk dapat berhasil dengan cara merekayasa tiga hal, karakter pembicara, emosi pendengar, dan perkataan yang disampaikan. Tiga hal ini juga dikenal dengan istilah ethos, pathos, dan logos. Di poin logos, etika bertemu dengan retorika. Sebab Aristoteles menyatakan enthymeme adalah substansi persuasi retoris. Enthymeme adalah silogisme tidak sempurna karena berisi satu atau dua premis tanpa kesimpulan, atau sebaliknya, berisi kesimpulan tanpa premis. Sementara silogisme adalah gabungan atas beberapa kalimat yang membentuk suatu argumen. Akan tetapi, enthymeme justru lebih sering dipakai dalam komunikasi. Orang jarang secara lengkap dan runut mengatakan suatu kalimat dengan premis yang lengkap untuk mendukung argumennya. Dengan kata lain, orang lebih sering berkomunikasi menggunakan enthymeme daripada silogisme. Yang harus disadari adalah enthymeme tidak bisa ditentukan kesahihan dan kebenarannya dengan mengurai silogisme. Oleh karena itu, enthymeme sangat membutuhkan silogisme. Kebutuhan enthymeme pada silogisme itu menandai betapa komunikasi sangat membutuhkan logika. Arti penting logika pada komunikasi tidak hanya terletak pada faktor teoritis, tapi juga faktor praktis. Secara teoritis, logika membahas secara mendalam mengenai hal yang diperlukan dalam komunikasi, sementara secara praktis, logika membatu seseorang berbicara dan menulis secara rapih dan runut. Tidak ada seseorang yang berbicara dengan tertib tanpa proses berpikir tertib. Tidak ada seseorang yang menulis sistematis tanpa pikiran sistematis. Kebutuhan ujaran dan menulis tertib itu dapat dipenuhi oleh logika.
Logika merupakan metode memnuat dan mengurai pemikiran secara sahih dan benar. Pemikiran sahih diindentifikasi dari sudut koherensinya: konsistensi antarunsur pembentuknya. Pemikiran benar ditandai oleh korespondensinya: keselarasan pemikiran itu dengan fakta. Dengan modal koherensi dan korespondensi pemikiran, ujaran dan tulisan dapat tertib, masuk akal, dan faktual. Ujaran dan tulisan semacam itu adalah hal yang sangat diperlukan dalam komunikasi, terutama komunikasi verbal. Komunikator verbal dituntut untuk berbicara rasional dan faktual. Tuntutan itu dapat dipenuhi jika komunikator berpikiran koheren dan koresponden. Logika membentuk koherensi pemikiran melalui logika formal dan membentuk korespondensi pemikiran melalui logika material. Inilah titik penting logika bagi komunikasi.