Lembaga Korupsi

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lembaga Korupsi as PDF for free.

More details

  • Words: 2,456
  • Pages: 7
“KEGIATAN LEMBAGA KORUPSI”

NAMA

:) *LITHA WULANDARI (094390) *NURUL WISNA AFIANTY( 094429) *ISMHA SURIANY (094381) *KHALIDAH YAHYA (094388)

KELAS

:) 1A

A. Lembaga Paling Korup PESIMISME bahwa korupsi tidak dapat diberantas di negeri ini semakin hari semakin mendapatkan pembenaran. Korupsi tidak berkurang, tetapi semakin mengganas. Mengganas

karena lembaga yang seharusnya memberantas korupsi justru kian bergairah melakukan korupsi. Itulah kesimpulan pahit yang dapat diambil dari hasil survei Global Corruption Barometer, yang dilakukan di 62 negara, termasuk Indonesia. Survei itu melibatkan 62 ribu responden atau seribu responden di setiap negara. Survei itu menunjukkan DPR, peradilan (pengadilan dan kejaksaan), kepolisian, dan partai politik merupakan lembaga terkorup di Indonesia pada 2006. Lebih menyedihkan lagi, indeks korupsi DPR, peradilan dan polisi tahun ini justru meningkat dibanding tahun lalu. Bahkan, dalam skala 1-5, indeks korupsi peradilan melompat paling besar, dari 3,8 menjadi 4,2. Yang terjadi ialah DPR, peradilan (pengadilan dan kejaksaan), dan polisi seakan adu hebat korupsi. Indeks korupsi semua lembaga itu meningkat dan semuanya mencapai indeks 4,2. Hasil survei itu memperlihatkan paradoks yang menyedihkan. DPR yang seharusnya bertugas mengawasi eksekutif justru semakin korup. Demikian pula dengan pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian, yang semestinya merupakan insan-insan penegak hukum, ternyata justru semakin menjadi sarang korupsi. Perkembangan yang paradoks juga terjadi pada lembaga perizinan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berkali-kali mencanangkan perihal memperpendek jalur birokrasi agar investasi meningkat, tetapi hasil survei berbicara lain. Indeks korupsi lembaga perizinan juga naik tahun ini. Yang menurun adalah indeks korupsi partai politik dari 4,2 menjadi 4,1. Tapi indeks partai politik ini tetap masih tinggi. Oleh karena itu, penting mengingatkan kembali untuk mengontrol menteri yang berasal dari partai, yang juga membawa orang-orang partainya menduduki jabatan penting di jajaran birokrasi. Harus diwaspadai korupsi untuk kepentingan partai. Menilik tingginya indeks korupsi DPR, pengadilan, kejaksaan, kepolisian dan partai politik, agaknya orang bukan semakin takut korupsi, melainkan semakin berani. Dan itulah keberanian yang dahsyat karena menimpa lembaga yang mestinya terdepan dalam memberantas korupsi. Hasil survei Global Corruption Barometer yang dilakukan di 62 negara itu hendaknya semakin memacu pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk lebih gigih melakukan gerakan pemberantasan korupsi. Harus ada ketegaran dan konsistensi, terutama menyentuh jajaran penegak hukum dan sektor pelayanan publik. Hasil survei itu juga mestinya membuat DPR dan partai politik lebih mawas diri, tepatnya lebih tahu diri, sehingga tidak memercik air di dulang tepercik muka sendiri.

Masyarakat Turut Mendorong Terjadinya Korupsi

Selama ini, sebagian besar masyarakat memahami bahwa korupsi selalu dilakukan "pelat merah". Padahal, secara langsung atau tidak langsung, mereka turut andil dalam menyuburkan praktik itu. "Inilah yang menjadi penghambat reformasi birokrasi," kata Kepala Pusat Pengkajian Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Prof Dr Taliziduhu Ndraha.

Taliziduhu mencontohkan, ketika masyarakat ditilang polisi, biasanya mereka mengeluarkan sejumlah jurus maut merayu aparat penegak hukum agar bisa lolos dari jeratan hukum. Begitu disemprit, mereka buru-buru memberi uang Rp 50 ribu. Di sinilah sebenarnya awal praktik korupsi itu. Karena itu, kata dia, masyarakat harus diberikan pendidikan kewarganegaraan. Di sini media punya peran strategis dalam mencerdaskan dan menciptakan masyarakat bertanggung jawab. Di samping itu, buku-buku sekolah yang diberikan kepada siswa harus mencerahkan. Selain masyarakat, kata dia, faktor penghambat reformasi birokrasi lainnya adalah politik dan ilmu pengetahuan. Di bidang politik, pemerintah pernah mengatakan zero growth of bureaucracy. Tapi, apa yang terjadi? Setelah ada UU No 22 dan 32, masyarakat kita mengalami fragmentasi. Sejak ada politik kebijakan otonomi daerah, 80 persen Dana Alokasi Umum (DAU) habis untuk anggaran birokrasi. Selanjutnya adalah ilmu pengetahuan. Selama ini, ilmu pengetahuan bukan untuk mencari kebenaran, tapi hanya menjadi alat pembenar atau justifikasi. Tidak sedikit akademisi atau peneliti yang melakukan profesinya itu atas dasar pesanan. "Media massa lagi-lagi harus berani membongkar kajian-kajian akademik pesanan yang bentuknya proyek. Terutama, Bappeda yang selama ini melakukan 'selingkuh akademis' dengan perguruan tinggi," tegasnya. Media massa, kata dia, harus bisa membangun birokrat pembelajar dan mampu mendorong reformasi politik demi menuju reformasi birokrasi.

Koalisi Cinta Indonesia Cinta KPK (Cicak) berharap fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi di Indonesia harus tetap dipertahankan. Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Cicak, Rabu (15/7), di Jakarta mendatangi dan mengadakan pertemuan dengan beberapa pimpinan KPK karena merasa prihatin atas isu

penggembosan fungsi KPK akhir-akhir ini. Tokoh-tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain, pengacara senior Todung Mulyo Lubis, Patra M. Zen dari LBH Jakarta, dan Teten Masduki dari Transparency International Indonesia. Teten Masduki usai pertemuan mengatakan serangan terhadap pemberantasan korupsi tampaknya belum berhenti. KPK masih dilihat sebagai musuh yang mengganggu kepentingan kelompok koruptif di Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari penindakan KPK yang telah menyeret sejumlah koruptor di wilayah politik, bisnis, dan penegak hukum. Setidaknya 16 anggota DPR yang diproses komisi ini dan bukan tidak berbekal kasus yang ada, sekitar 55-70 orang lainnya akan terjerat dengan tuduhan korupsi. Ia mengatakan mungkin karena hal tersebut banyak pihak merasa dirugikan dengan keberadaan KPK sehingga upaya-upaya delegitimasi dan pembusukan terhadap institusi ini terus terkonsolidasi dan mencuat ke ranah publik. Menurut catatan Indonesian Corruption Watch (ICW) paling tidak ada 11 simpul besar upaya pelemahan KPK, antara lain mulai dari membajak proses hukum di lembaga Mahkamah Konstitusi melalui pengajuan Judicial Review UU No. 30 tahun 2002 tentang KPK. Wacana pembubaran KPK yang mencuat dari pernyataan salah satu anggota DPR dari Fraksi Demokrat, penolakan pengajuan anggaran KPK, desakan politis agar KPK "cuti" setelah Ketua KPK (non-aktif) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri. Penarikan tiga penyidik dan 25 auditor di KPK oleh Polri dan BPKP, rencana BPKP mengaudit KPK dengan alasan diperintah presiden, dan upaya untuk memotong kewenangan penyadapan KPK. Teten mengatakan usai pertemuan Presiden dengan sejumlah pimpinan lembaga negara yang terkait penegakan hukum di Istana Negara (13/7), sebenarnya masyarakat berharap Presiden bisa memperkuat fungsi dan peran KPK untuk memproses kasus korupsi yang terjadi di institusi mana pun. Namun, katanya, kesan yang muncul ke publik justru sebaliknya. Penggunaan frase seperti KPK jangan jebak koruptor, sebaiknya prioritaskan pada pencegahan korupsi, dan jangan sampai ada rivalitas antarpenegak hukum menimbulkan kekhawatiran baru. Menurut dia, Cicak meminta KPK tetap kuat melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia dengan memprioritaskan strategi penindakan, mengharap KPK juga memprioritaskan membongkar kasus korupsi di lembaga penegak hukum. "Presiden, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK," katanya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta seluruh aparat penegak hukum dan pihak terkait untuk memperkuat sinergi dalam upaya pemberantasan korupsi. "Dengan demikian tak perlu ada gesekan antara lembaga itu," ujar Presiden dalam rapat koordinasi yang dihadiri Wapres, Menko Polhukam, Menkum dan HAM, Meneg PAN dan lembaga terkait mulai MA, MK, BPK, BPKP, Jaksa Agung, Kapolri dan KPK di kantor presiden, kemarin. Mensesneg Hatta Rajasa dalam jumpa pers setelah acara itu mengatakan dalam rapat tersebut Presiden meminta pihak terkait itu untuk terus meningkatkan upaya menegakkan pemberantasan

korupsi. Kepala Negara juga mengharapkan adanya sinergi antara penegak hukum sehingga saling memperkuat dalam upaya pemberantasan korupsi. "Pemberantasan korupsi harus tetap dilakukan dengan payung UUD 1945 dan UU terkait lainnya sehingga tak perlu ada gesekan antara lembaga penegak hukum," ujar Hatta mengutip pernyataan Presiden. Dalam perkembangan terakhir, gesekan antara KPK dan Polri semakin menguat sampai puncaknya kemarin muncul Gerakan Cintai Indonesia Cintai KPK (Cicak) guna memberikan dukungan moril kepada KPK untuk terus melakukan pemberantasan korupsi. Namun, keterangan pers seusai rapat koordinasi tersebut hanya disampaikan oleh Mensesneg tanpa didampingi pejabat dari kedua institusi yang disebut-sebut sedang mengalami gesekan, yaitu kepolisian dan KPK. Dalam rapat koordinasi tersebut dibahas juga perkembangan dua RUU, yaitu RUU Pengadilan Tipikor dan RUU Tipikor. Presiden mengharapkan penyelesaian kedua RUU tersebut yang saat ini berada di DPR. "Presiden berharap RUU Pengadilan Tipikor dapat diselesaikan sampai sebelum masa jabatan DPR periode ini berakhir," ujarnya. Apabila RUU Pengadilan Tipikor tidak selesai sampai masa sidang DPR periode ini berakhir, maka dimungkinkan bagi Presiden untuk mengeluarkan Perpu. Dengan catatan, bahwa sedapat mungkin RUU yang saat ini dibahas bersama dewan diselesaikan dengan kerja keras. Menkum dan HAM Andi Matalatta sampai saat ini masih berharap DPR akan menyelesaikan pembahasan RUU Pengadilan Tipikor dalam masa sidang kali ini, terlebih karena RUU tersebut masuk ke dalam Prolegnas. Namun, dia mengingatkan proses pembentukan Pengadilan Tipikor akan membutuhkan persiapan yang sangat serius karena nantinya Pengadilan Tipikor tidak hanya berada di Jakarta, tetapi akan ada di setiap pengadilan negeri. Salah satu perdebatan yang menyebabkan berkepanjangannya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor adalah komposisi antara hakim karier dan hakim ad hoc dalam Pengadilan Tipikor. Sumber : Bisnis Indonesia, 14 Juli 2009 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama-sama dengan 7 Lembaga Anti Korupsi dari negaranegara Asia Tenggara antara lain CPIB Singapura, MACC Malaysia, NACC Thailand, ACB Brunei, Anti-Corruption Unit (ACU) Kerajaan Kamboja, Ombudsman & Anti-Corruption Office Philipina dan Inspektorat General Pemerintah Vietnam beserta 1 lembaga anti korupsi pengamat dari Laos, membahas situasi terakhir perkembangan pemberantasan korupsi di masing-masing negara dalam acara "5th Meeting of Parties to the Memorandum of Understanding on Preventing & Combating Corruption" atau dikenal dengan nama Pertemuan tahunan SEA-PAC (South East Asia Parties Against Corruption).

Acara yang berlangsung 29 September hingga 1 Oktober 2009 ini dibuka oleh Deputi Perdana Menteri Vietnam Truong Vinh Trong dan dihadiri oleh Duta Besar RI Pitono Purnomo, Minister Konselor RI Syamsudin Sidabutar, Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK Dedie A. Rachim dan Kepala Kerjasama Internasional KPK, Giri Suprapdiono, merupakan kegiatan lanjutan dalam membahas implementasi kerjasama antar Lembaga Pemberantasan Korupsi di kawasan Asia Tenggara dan menyikapi dinamika dan perkembangan terakhir pemberantasan korupsi yang terjadi di masing-masing negara.

Dalam pertemuan ini dibahas rencana aksi bersama diantara Lembaga Anti Korupsi yang disebut SEA-PAC dengan meluncurkan Slogan "Together Against Corruption" yang akan diaplikasikan dalam berbagai bentuk kegiatan penting berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Asia Tenggara. Dengan slogan ini beserta sepakat untuk menjadi satu ikatan keluarga yang dapat saling memperkuat satu sama lain. Beberapa capaian penting dalam pertemuan di Hotel Melia Hanoi, Vietnam adalah adanya keinginan untuk saling memperkuat kapasitas kelembagaan, berbagi pengalaman masing-masing lembaga dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi termasuk program pengaduan dan perlindungan terhadap saksi pelapor, manajemen sumberdaya manusia, kampanye dan pendidikan anti korupsi, serta kegiatan kerjasama investigasi melalui MLA dan bantuan informal lainnya. KPK Kiblat Pemberantasan Korupsi Dunia Menyikapi situasi terakhir yang berkembang di KPK, secara terbuka para anggota Delegasi menyampaikan keprihatinan dan tetap mendorong KPK untuk meneruskan upaya penting dan keberhasilan pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK telah menjadi salah satu menjadi kiblat pemberantasan korupsi di dunia, sehingga adalah penting untuk tetap mempertahankan pencapaian yang telah diraih, sekalipun dalam situasi sulit saat ini. Secara khusus wakil dari Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) Abdul Razak Bin Hamzah menyatakan dukungan dan akan berusaha memberikan dukungan serta memberikan bantuan teknis yang diperlukan sebagai bentuk persaudaraan sesama anggota SEAPAC dan sebagai kawan seperjuangan dalam melawan korupsi. Sementara itu Ang Swee Kiang, Direktur Anti Corruption Berau (ACB) Brunei Darussalam menyatakan akan meneruskan kerjasama dengan KPK dan mempelajari keberhasilan KPK meskipun tantangan yang dihadapi KPK semakin besar. Keinginan ini akan ditindaklanjuti dengan mengirimkan delegasi Brunei ke KPK untuk magang pada program pendidikan dan pelayanan masyarakat yang dikelola KPK. Wakil Ombudsman Philipina, Atty. Evelyne Baliton juga menyampaikan keprihatian serupa terhadap kondisi KPK dan apresiasi kepada KPK atas prestasi yang telah dicapainya dan memberikan usulan agar ada penguatan perundang-undangan melalui mekanisme yang ada, sehingga independensi KPK tetap terjaga. Dalam pertemuan ini pula 8 Anggota menyetujui masuknya Laos dan Myanmar sebagai bagian dari SEA-PAC (South East Asia - Parties Against Corruption). Pertemuan selanjutnya akan dilaksanakan di Siem Reap Kamboja pada tahun 2010 yang akan difasilitasi oleh Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.

1. Lesunya Perekonomian : 1. Lesunya Perekonomian Korupsi memperlemah investasi dan pertumbuhan ekonomi Korupsi merintangi akses masyarakat terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas Korupsi memperlemah aktivitas ekonomi, memunculkan inefisiensi, dan nepotisme Korupsi menyebabkan lumpuhnya keuangan atau ekonomi suatu negara Meluasnya praktek korupsi di suatu negara mengakibatkan berkurangnya dukungan negara donor, karena korupsi menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing 2. Meningkatnya Kemiskinan : 2. Meningkatnya Kemiskinan Efek penghancuran yang hebat terhadap orang miskin: Dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin Dampak tidak langsung terhadap orang miskin Dua kategori penduduk miskin di Indonesia: Kemiskinan kronis (chronic poverty) Kemiskinan sementara (transient poverty) Empat risiko tinggi korupsi: Ongkos finansial (financial costs) Modal manusia (human capital) Kehancuran moral(moral decay) Hancurnya modal sosial (loss of capital social) 3. Tingginya angka kriminalitas : 3. Tingginya angka kriminalitas Korupsi menyuburkan berbagai jenis kejahatan yang lain dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan. Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat, maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika agka korusi berhasil

dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum (law enforcement juga meningkat. Dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain. Tingginya angka kriminalitas Idealnya, angka kejahatan akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan kesejahteraan masyarakat sudah memadahi (sufficient). Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum di suatu negara selain tergantung dari hukum itu sendiri, profesionalisme aparat, sarana dan prasarana, juga tergantung pada kesadaran hukum masyarakat. Kesejahteraan yang memadahi mengandung arti bahwa kejahatan tidak terjadi oleh karena kesulitan ekonomi. 4. Demoralisasi : 4. Demoralisasi Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan masyarakat umum akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah. Praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan warga masyarakat. Menurut Bank Dunia, korupsi merupakan ancaman dan duri bagi pembangunan. Korupsi mengabaikan aturan hukum dan juga menghancurkan pertumbuhan ekonomi. Lembaga internasional menolak mebantu negaranegara korup. Sun Yan Said: korupsi menimbulkan demoralisasi, keresahan sosial, dan keterasingan politik. 5. Kehancuran birokrasi : 5. Kehancuran birokrasi Birokrasi pemerintah merupakan garda depan yang behubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh de dalam birokrasi. Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum: yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri. Transparency International membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Kehancuran birokrasI Menuruti Indria Samego, korupsi menimbulkan empat kerusakan di tubuh birokrasi militer Indonesia: Secara formal, material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan bersenjata sangat terbatas, padahal pada kenyataannya, TNI memiliki sumber dana lain di luar APBN. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan pengusaha menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara keseluruhan. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer pada gilirannya juga menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagian perwira militer yang mengenyam kenikmatan berbisnis, baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. 6. Terganggunya Sistem Politik dan Fungsi Pemerintahan : 6. Terganggunya Sistem Politik dan Fungsi Pemerintahan Dampak negatif terhadap suatu sistem politik : Korupsi Mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindakan korupsi. Contohnya : lembaga tinggi DPR yang sudah mulai kehilangan kepercayaan dari Masyarakat Lembaga Politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok.

Related Documents

Lembaga Korupsi
June 2020 38
Korupsi
June 2020 36
Korupsi
June 2020 37
Korupsi Transaktif.docx
December 2019 37
Inpres_05_2004 Korupsi
April 2020 34