LEGENDA MASYARAKAT MINANG KABAU LEGENDA & CERITA RAKYAT MINANGKABAU LEGENDA BATU MALIN KUNDANG Kisah ini menceritakan tentang hukuman yang diterima oleh seorang anak yang durhaka terhadap orang tuanya. Inti ceritanya adalah sebagai berikut: Dahulu kala ada seorang ibu dengan seorang anak laki-lakinya bernama Malin Kundang hidup dalam keadaan yang sangat miskin. Setelah dewasa, si anak pergi merantau ke negeri orang untuk merubah hidupnya. Setelah sekian lama dalam perantauan, si pemuda berhasil menjadi seorang saudagar yang kaya-raya dan memperisteri seorang gadis cantik yang berasal dari keturunan orang kaya juga. Suatu ketika, si pemuda yang telah menjadi saudagar tersebut berlayar ke kampung halamannya dikarenakan suatu urusan dagang. Ketika berlabuh dan turun dari kapal layar besarnya, orang-orang kampung mengenalinya sebagai Malin Kundang yang dulu ketika pergi merantau masih dalam keadaan miskin. Orangpun memanggilkan ibunya yang sudah tua bahwa anaknya ada di pelabuhan. Si ibu segera berangkat untuk menemui anaknya. Namun, ketika bertemu bukan kebahagian yang dia dapatkan tetapi cacian dan makian dari si Malin Kundang. Malin Kundang yang telah kaya itu merasa malu kepada orang lain, terutama kepada istrinya bahwa dia berasal dari kalangan orang miskin. Karena itu dia tidak mengakui bahwa perempuan tua itu adalah ibu kandungnya. Bahkan dengan tega dia meludahi ibu kandungnya sendiri dan mengusir dari kapalnya. Si ibu yang merasa sedih dengan kelakuan anaknya apalagi sampai tidak mengakui dia sebagai ibunya, akhirnya berdoa kepada Tuhan untuk memberi hukuman pada anaknya. Tuhan mengabulkan do'anya. Datanglah badai dan ombak besar menghantam kapal layar yang berukuran besar tersebut dan menghempaskannya ke pinggir pantai. Si Malin Kundang yang merasa bersalah akhirnya memohon ampun pada ibunya. Tetapi semuanya sudah terlambat ketika hukuman dari Yang Maha Kuasa sudah datang. Akhirnya Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Sampai sekarang, anda dapat menyaksikan batu-batu berbentuk kapal ditepi Pantai Aie Manieh. LEGENDA LEMBAH HARAU Legenda ini menceritakan, dahulunya Lembah Harau adalah lautan. Apalagi berdasarkan hasil survey team geologi dari Jerman (Barat) pada tahun 1980, dikatakan bahwa batuan perbukitan yang terdapat di Lembah Harau adalah batuan Breksi dan Konglomerat. Batuan jenis ini umumnya terdapat di dasar laut. Menurut legenda, Raja Hindustan berlayar bersama istri dan anaknya, Putri Sari Banilai. Perjalanan ini dalam rangka selamatan atas pertunangan putrinya dengan seorang pemuda Hindustan bernama Bujang Juaro. Sebelum berangkat, Sari Banilai bersumpah dengan tunangannya, apabila ia ingkar janji maka ia akan berubah menjadi batu dan apabila Bujang Juaro yang ingkar janji, maka ia akan berubah menjadi Ular. Namun sayangnya, dalam perjalanan kapal tersebut terbawa oleh gelombang dan terdampar pada sebuah selat (tempat tersebut sekarang dinamakan Lembah Harau). Kapal tersebut tersekat oleh akar yang membelintang pada dua buah bukit hingga akhirnya rusak.
Agar tidak karam, kapal itu ditambatkan pada sebuah batu besar yang terdapat di pinggiran bukit (bukit tersebut sekarang dinamakan Bukit Jambu). Batu tempat tambatan kapal itu sekarang dinamakan Batu Tambatan Perahu. Setelah terdampar, Raja Hindustan bersama dengan keluarganya disambut oleh Raja yang memerintah Harau pada waktu itu. Lama kelamaan, karena hubungan baik yang terjalin, Raja Hindustan ingin menikahkan putrinya dengan pemuda setempat bernama Rambun Paneh. Satu hal lagi, untuk kembali ke negeri Hindustan juga tidak memungkinkan. Ia tidak tahu sumpah yang telah diucapkan Sari Banilai dengan tunangannya, Bujang Juaro. Tidak berapa lama kemudian, Rambun Paneh menikah dengan Sari Banilai. Waktu terus berjalan, dan dari perkawinan itu lahirlah seorang putra. Suatu hari, sang kakek, si Raja Hindustan, membuatkan mainan untuk cucunya. Sewaktu asyik bermain, mainan tersebut jatuh ke dalam laut. Anak tersebut menangis sejadijadinya. Ibunya, Putri Sari Banilai tanpa pikir panjang langsung terjun ke laut untuk mengambilkan mainan tersebut. Sungguh malang, ombak datang menghempaskan dan menjempit tubuhnya pada dua batu besar. Sari Banilai sadar, bahwa ia telah ingkar janji pada tunangannya dahulu, Bujang Juaro. Dalam keadaan pasrah, ia berdoa pada Yang Maha Kuasa, supaya air laut jadi surut. Doanya dikabulkan, tidak berapa lama kemudian air laut menjadi surut. Ia juga berdoa agar peralatan rumah tangganya didekatkan padanya. Dan ia berdoa, seandainya ia membuat kesalahan ia rela dimakan sumpah menjadi batu. Tidak lama berselang, perlahan-lahan tubuh Putri Sari Banilai berubah menjadi batu. LEGENDA LUHAK Luhak atau daerah asal di Minangkabau ada tiga daerah, yaitu Luhak Tanah Data, Luhak Agam dan Luhak Limo Puluah Koto. Berdasarkan Tambo Alam Minangkabau, luhak dihubungkan dengan pengertian kurang. Luhak Tanah Data sebagai luhak tertua memiliki arti sebagai daerah kurang tanah yang datar. Sebagai luhak tertua, maka dari sinilah adat dan penduduk berpindah. Untuk Luhak Agam, menurut cerita dahulunya ada seorang guru agama di Batipuh Padang Panjang yang bernama Tuanku Batuang. Murid-muridnya berasal dari Kubuang Tigo Baleh. Setelah tamat belajar, murid-muridnya membawa kitab-kitab pelajaran ke negeri masing-masing. Melihat hal tersebut, murid-murid dari Bukittinggi mengatakan sudah Luhak Agama kita, yang akhirnya menjadi Luhak Agam. Penduduk Luhak Limo Puluah Koto berasal dari Pariangan Padang Panjang. Sebanyak 50 orang berangkat mencari tempat pemukiman baru. Disebuah padang (daerah luas dengan rumput atau ilalang) dekat daerah Piladang sekarang, hari sudah malam dan mereka memutuskan untuk beristirahat di daerah tersebut. Keesokan harinya, ketika mereka menghitung anggota rombongan, sudah berkurang lima orang. Setelah saling bertanya, semuanya mengatakan "antah". Tempat itu sendiri sekarang dinamakan Padang Siantah. 45 orang lainnya itu merupakan penduduk asal dari Luhak Limo Puluah Koto. from Mulyadi, http://asia.geocities.com/mo3ly4d1/hlegenda.htm