LATAR BELAKANG PENELITIAN
DISUSUN OLEH : ADHALMA CIPTANING .A.A INDRI LARASATI F. RANIEDHA AMALIA
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS I PUSKESMAS PURWAHARJA II KOTA BANJAR TAHUN 2019
KEBERHASILAN PROGRAM PENGENDALIAN TB 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya hingga kematian. Menurut World Health Organization (WHO) Global TB Report 2018 memperkirakan insiden TB di Indonesia mencapai 842.000 kasus dengan mortalitas 107.000 kasus. Dengan adanya data tersebut, Indonesia adalah negara dengan kejadian TB tertinggi ke tiga di dunia, setelah India dan Cina. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus terbaru TB tahun 2017 pada lakilaki 1,4 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Bahkan berdasarkan survei prevalensi tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada risiko TB misalnya merokok dan ketidak patuhan minum obat. Sasaran strategi nasional pengendalian TB hingga 2014 mengacu pada rencana strategis Kementrian Kesehatan 2009-2014 yaitu menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk. Saat ini diperkirakan ada 1 dari setiap 3 kasus TB yang masih belum terdeteksi program. Menurut pusat data informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 Angka kesembuhan cenderung mempunyai gap dengan angka keberhasilan pengobatan, sehingga kontribusi pasien yang sembuh terhadap angka keberhasilan pengobatan menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dalam upaya pengendalian penyakit, fenomena menurunnya angka kesembuhan ini perlu mendapat perhatian besar karena akan mempengaruhi penularan penyakit TBC. Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara internasional, disebut DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009b): (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung
pengobatan; (4) Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian kinerja keseluruhan program. Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB. Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun.. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna untuk
kepentingan
perencanaan
program
dan
perbaikan
kebijakan
program
penanggulangan TB. Angka kesembuhan (Cure Rate) pada pasien TBC merupakan angka yang menunjukkan presentase pasien TBC paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan diantara pasien TBC Paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung tersendiri untuk pasien baru TBC Paru BTA positif yang mendapat pengobatan kategori 1 atau pasien TBC Paru BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, angka ini dihitung untuk mengetahui keberhasilan program dan masalah potensial, angka indikator kesembuhan menurut program secara nasional adalah ≥ 85%. Berdasarkan profil kesehatan Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2016 di dapatkan data dari 30.047 BTA + yang diobati yang dinyatakan sembuh sebanyak 25.974 kasus ( 76,24%) angka ini masih dibawah target 85%, dan jika dibandingkan dengan tahun 2015 turun 5,51 point yang pada saat itu ada dalam angka 81,75%. Dari 27 kabupaten/kota terdapat 17 kabupaten/kota yang belum mencapai ≥ 85%, yaitu Kota Banjar, Kota Sukabumi, Kab Bandung Barat, Kab Bekasi, Kab Purwakarta, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kab Ciamis, Kab Pangandaran, Kota Bekasi, Kab Cianjur, Kab Cirebon, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kota Depok, Kab Garut, dan Kab Bandung, cakupan . Tertinggi dicapai oleh Kab. Majalengka (99,08%) dan terendah Kota Banjar (23,71%).
Gambar : Angka Kesembuhan (Cure Rate) TBC Paru Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
Referensi : 1.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tuberkulosis. Jakarta. 2018.
2.
World Health Organization. Tuberculosis: Report of a WHO Study Group. WHO. Geneva. 2018.
3.
Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2016.