MAKALAH TEKNIK RADIOGRAFI 2 PHARYNX, LARYNX, DAN TRAKEA
Disusun Oleh : 1. Amalina Nur Yulisa
6. M. Athallah R
2. Triana Wilujeng
7. Dio Rizki R
3. Kadek Aditya M.Oka
8. Paramitha Rachma S
4. Ariel Razim N
9. Wahyuning Ajeng D.H
5. Shafa AZ Zahra
10. Dimas Pramuja
DIV TEKNIK RADIOLOGI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2018/2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah teknik radiografi 2 ini yang berjudul “Teknik Radiografi 2 tentang Pharynx, Larynx, dan Trakea” Makalah teknik radiografi 2 ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah teknik radiografi 2 ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah teknik radiografi 2 ini dapat memberikan manfaat dan menambah bagi ilmu pembaca.
Semarang, 20 Januari 2019
Penyusun
2
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Pernafasan bagian atas, meliputi hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrane mukosa bersilia. Ketika masuk ronga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mucus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang kasar disaring oleh rambutrambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mucus. Gerakan silia mendorong lapisan mucus ke posterior didalam rongga hidung, dank e superior didalam sistem pernafasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Lapisan mucus memberikan air untuk kelembaban, dan banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa, sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk segitiga diantara pita suara (yaitu glotis) bermuara kedalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan laring, faring,dan trakea 2. Bagaimana anatomi laring, faring,dan trakea 3. Bagaimana patofisiologi paada laring, faring,dan trakea 4. Bagaimana cara pemeriksaan pada laring, faring dan trakea 5. Bagaimana contoh kasus laring, faring dan trakea beserta proyeksinya
1.3
Tujuan
1. Mengetahui persiapan pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan trakea 2. Mengetahui patologis pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan trakea 3. Mengetahui kegunaan pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan trakea 4. Mengetahui proyeksi dalam pemeriksaan teknik radiografi laring, faring, dan trakea 1.4
Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut : 1. Menjadi lebih mampu memilih jenis pemeriksaan radiologi yang tepat pada pasien
3
2. Menjadi lebih mampu menegakkan diagnosis dokter 3. Menjadi lebih mampu memberikan terapi pada pasien secara tepat dan cepat sesuai dengan penyebab
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Faring, laring, dan trakea merupakan sebagian organ dari sistem pernafasan yang memiliki fungsinya sendiri. Faring merupakan organ berbentuk corong sepanjang 15 cm yang tersusun atas jaringan fibromuscular yang berfungsi sebagai saluran pencernaan dan juga sebagai saluran pernapasan. Faring terdiri atas nasofaring, orofaring, dan faringofaring. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atasdan terletak setinggi vertebra cervicalis IV - VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar dari bagian bawah. Trakea hanya merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana bentuknya seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial.
Seluruh organ sistem pernafasan harus bekerja sesuai fungsinya masing-masing sehingga akan mendukung proses kerja sistem itu sendiri. Jika kerja suatu sistem tersebut terhambat maka kemungkinan adanya ketidaknormalan pada satu atau beberapa organ, ketidaknormalan ini dapat berupa penyakit. Laring, faring, dan trakea merupakan organ yang berada di dalam tubuh yang tidak bisa dilihat langsung, oleh karena itu jika terdapat kelainan pada organ tersebut maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografi. Beberapa jenis pemeriksaan yang digunakan adalah teknik pemeriksaan AP faring dan laring, Lateral faring dan laring, AP trakea, dan lateral trakea.
Teknik pemeriksaan tersebut dilakukan dengan mengatur objek sedemikian rupa sehingga dapat membantu diagnosa penyakit yang diderita oleh pasien. Alat, bahan,dan pemosisian pasien serta objek yang diperiksa menjadi hal yang penting untuk mendukung kualitas radiograf yang dihasilkan, sehingga radiografer perlu memahami setiap prosedur pemeriksaan yang ada.
5
BAB 3 PEMBAHASAN A.
Anatomi Larynx, Pharinx, dan Trakea
1. Laring Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh Sembilan kartilago; tiga berpasang dan tiga tidak berpasangan. Intrinsic muscles of Larynx Posterior View (Interactive Atlas of Human Anatomy v.3)
1
5
2
6 7 3
8 9
44
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Keterangan: Epiglotis Cenueform tubercle Aryepiglottic muscle Posterior cricoarytenoid muscle Aryepiglottic fold Corniculate tubercle Oblique arytenoid muscle Transverse arytenoid muscle Cricoid cartilage
Cartilages of Larynx Anterior view (Interactive Atlas of Human Anatomy v.3) 5 1
6 2
3 4
7 8 9 10 0
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Keterangan Epiglottis Thyrohyoid membrane Superior thyroid notch Cricoid cartilage Hyoid bone Superior horn of thyroid cartilage Thyroid cartilage lamina Median cricothyroid ligament Inferior horn of thyroid cartilage trachea
6
asaassa
1
2 3 4
8 5 9
6
10
7
11 asaassa 1 6 2 7
3
8
9 4
10 11
5
Keterangan 1. epiglottis 2. Hyoid bone 3. T 4. 2 5. 2 6. 2 7. 2 8. 2 9. 2 10. 2 11. 123 Keterangan 1. 2 2. 0 3. 2 4. 2 5. 2 6. 2 7. 2 8. 2 9. 2 10. 0 11. 0
a. Kartilago tidak berpasangan 1) Kartilago tirooid (jakun) terletak dibagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormone yang disekresi saat pubertas. 2) Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak dibawah kartilago tiroid. 3) Epiiglotis adalah katup kartilago elastis yang meelekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan. b. Kartilago berpasangan 1) Karilago arytenoid terletak di atas dan di kedia sisi kartiilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu liputan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat. 2) Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago arytenoid. 3) Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak. c. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring. 1) Pasangan bagian atas adalah lipatan ventricular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara.
7
2) Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago arytenoid serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adalah glottis. a)) Saat bernapas, pita suara terabduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan glotis berbentuk triangular. b)) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glotis membentuk celah sempit. c)) Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glotis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara. 2. Faring Faring adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai esophagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringolaring
a. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah roongga nasal melalui dua naris internal (koana). 1) Dua tuba Eustachius (auditorik)menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. 2) Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan lifatik yang terletak didekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara. b. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang. 1) Uvula (“anggur kecil”) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengahh tepi bawah palatum lenak. 2) Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior. c. Laringolaring mengililingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk system respiratorik selanjutnya.
8
3. Trakea Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks keenam samapai area vertebra thoraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama. a. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentukC. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esophagus. b. Trakea dilapisi epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet.
B. Patofisiologi 1. Laringitis Laringitis adalah Radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara. Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum alcohol, atau banyak bicara.
Patologi laringitis dan CT-Scan laringitis
9
2. Faringitis Radang pada faring akibat infeksi oleh bakteri Streptococcus. Tenggorokan sakit dan tampak berwarna merah, rasa haus dan kering pada tenggorokan, kadang bersamaan dengan pembesaran tonsil. Penderita hendaknya istirahat dan diberi antibiotik.
Patologi faringitis dan citra radiograf faringitis
3. Kanker Laring Kanker Laring adalah keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan. Kanker di laring hampir selalu merupakan karsinoma sel skuamosa. Ia kanker yang biasa terjadi pada perokok.
4. Epliglotitis Epligotitis adalah suatu infeksi epiglottis, yang bisa menybabkan penyumbatan saluran pernafasan.
Citra radiograf epligotitis
10
5. Retropharyngeal Abses Retropharyngeal abses adalah infeksi tenggorokan seperti radang tenggorokan dan tonsil yang disebabkan oleh serangan bakteri pada jaringan tenggorokan, sehingga dapat mengganggu jalannya system pernafasan.
Citra radiograf retropharyngeal abses
C. Proyeksi 1. Proyeksi AP Laring Faring
a. Posisi pasien: Supine di meja pemeriksaan dan tangan rileks di samping tubuh b. Posisi objek: 1) Tempatkan MSP tubuh pada pertengahan bucky 2) Mengatur kedua bahu simetris 3) Mengatur tepi atas kaset setinggi auricle 4) Meletakkan pertengahan kaset setinggi C4 atau jakun 5) Kepala ekstensi dan pandangan lurus kedepan, agar tidak superposisi antara mandibula dengan area laryngeal c. CR : Vertical tegak lurus terhadap kaset d. CR : C4 atau jakun e. FFD : 100 cm f. Faktor eksposi : 55-60 kVp, 16-20 mAs (pada saat eksposi, melakukan ponasi “E” (Merril’s Atlas)) g. Soft tissue teknik h. Kriteria Proyeksi AP Larynx dan Pharynx 1) Kolimasi meliputi sebagian os occipitale sampai vertebrae cervical ke-7
11
2) 3) 4) 5)
Semua bagian laring dan faring terlihat jelas Tidak overlap pada laring dengan mandibula Leher tidak rotasi Atur densitas radiografi pada gambaran dari struktur pharyngolaryngeal
2. Proyeksi Lateral Faring Laring
a. PP b.
c. d. e. f. g. h.
: Berdiri menyamping pada salah satu sisi yang diperiksa dekat dengan kaset PO : 1) Mengatur MCP tubuh pada pertengahan bucky 2) Tepi atas kaset setinggi dengan auricle 3) Tekan bahu dan letakkan tangan pada posterior tubuh 4) Pandangan lurus kedepan CR : Horizontal tegak lurus kaset CP : Pada C4 atau jakun FFD : 120 cm FE : 60-65 kVp, 16-20 mAs Soft tissue teknik Kriteria Proyeksi Lateral Faring dan Laring 1) Terlihat soft tissue pada structur pharyngelaryngeal 2) Tidak ada superposisi trakea terhadap bahu 3) Tidak terjadi superposisi bahu dengan laring 4) Superimpose bayangan mandibular
12
5) Gambaran udara pada faring dan laring
3. Proyeksi AP Trakea
a. Posisi pasien: Erect dan bahu sejajar terhadap kaset b. Posisi objek
c. d. e. f. g.
1) MSP pada pertengahan kaset 2) Istirahatkan dagu dengan acanthiomeatal perpendicular dengan kaset 3) Batas atas kaset 3-4 cm di bawah MAE CP : Pada Sternal Notch CR : Perpendicular dengan kaset FFD : 102 cm Faktor eksposi: 60-65 kVp, 16-20 mAs Kriteria Radiograf 1) Tampak udara pada larynx dan tracea dari cervical 3 – thoracal 4 2) Terlihat vertebra cervicalis sampai vertebra thoracalis
13
4. Proyeksi Lateral Trakea
a. Posisi pasien: Duduk / erect tegak bila memungkinkan b. Posisi objek 1) Letakkan anterior larynx dan trachea sejajar pada cervikal dan vertebra thorakal 2) Rotasikan shoulder ke posterior dengan kedua lengan tangan ke bawah, letakkan tangan dibelakang tubuh CP : C6 atau C7 (diantara pertengahan prominent di tiroid dan jugular notch) CR : Tegak lurus dengan kaset FFD : 108 cm Ekspose: Inspirasi pelan-pelan
c. d. e. f. g. Kriteria radiograf
1) Terlihat laring, faring, dan trakea 2) Tampak udara pada laring dan tracea dari cervical 3 – thoracal 4 tervisualisasi pada cervical 5 3) Terlihat vertebra cervicalis sampai vertebra thoracalis 4) Tidak ada rotasi pada sternum
14
15
D. Kasus 1. Kasus Laring (RSUP M. Djamil, 25 Oktober 2012) Pasien sesak nafas sejak 1 bulan terakhir dan bertambah berat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Suara serak sejak 1 tahun terakhir dan sebulan terakhir suara semakin serak dan mulai menghilang. Riwayat merokok kretek 1 bungkus per hari selama ± 30 tahun dan berhenti merokok sejak 1 bulan terakhir. Dicurigai tumor glotis.
2. Kasus Faring (RS Soedarso, 16 April 2014) Tuan AP usia 33 tahun dating ke rumah sakit karena keluhan benjolan di leher kiri kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu disertai penurunan penglihatan terutama pada mata kanan dengan keadaan umu terlihat lemas. Gejala lain yang menyertai antara lain: a. b. c. d.
Sering sakit kepala Terasa ada yang mengganjal saat menelan Pendengaran menurun terutama pada telinga kiri Bicara menjadi tidak jelas dan susah kurang lebih 2 bulan terakhir
Pasien memiliki riwayat merokok sejak SD, sehari 1 bungkus, alcohol, suka makan ikan asin. Diagnosa sementara karsinoma nasofaring.
3. Kasus Trakea Seorang penderita anak laki-laki berusia 10 tahun dikonsulkan dari ruang rawat inap Departemen Pediatri ke Unit Rawat Jalan (URJ) THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya tanggal 4 Mei 2015 dengan keluhan sesak napas disertai nafas bunyi , nyeri tenggorokan dan suara parau sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas bertambah berat pada hari ke-3 rawat inap. Penderita dapat makan dan minum dengan lancar. Saat datang penderita telah dilakukan trakeotomi 4 hari yang lalu dan dipasang kanul trakea. Penderita didiagnosa sementara stenosis trakea 4. Penyelesaian Kasus Untuk penyelesaian studi kasus pada organ laring, faring, trakea bisa menggunakan pemeriksaan radiologi konvensional dengan menggunakan media kontras menggunakan proyeksi AP dan proyeksi lateral. Selain itu, bisa menggunakan pemeriksaan CT Scan dan MRI untuk melihat objek pemeriksaan secara lebih optimal. Bisa pula menggunakan laringoskopi untuk melihat objek secara asli dan lebih jelas
16
BAB 4 PENUTUP A. 1.
2. 3.
B. 1.
2.
3.
4.
Kesimpulan Hasil radiograf sudah memenuhi standar teknik pemeriksaan, hanya saja perlu selalu mengingat untuk mengekstensikan kepala pasien pada poroyeksi AP dan lateral dan menarik shoulder pasien kebelakan pada proyeksi lateral. Perlunya meningkatkan faktor eksposi untuk menghasilkan kontras dan densitas yang cukup pada proyeksi AP trakea maupun laring dan faring. Kasus medis yang didapatkan sudah sesuai dengan jenis-jenis patologi yang sudah dipaparkan penulis, yaitu patologi laringitis dan eppiglotitis (diagnosa awal). Penegakan diagnose pada kasus sudah sama dengan teknik pemeriksaan faring dan laring yang telah dipraktekkan yaitu proyeksi lateral untuk memperlihatkan patologi laringitis dan epiglotitis.
Saran Proyeksi AP Trakea Mencoba menggunakan modalitas lain agar mendapatkan kontras dan densitas yang maksimal dengan faktor eksposi yang sama pula. Dan jangan lupa untuk meletakkan marker pada bagian kaset yang masuk dalam lapangan penyinaran, sehingga marker tidak terpotong. Proyeksi Lateral Trakea Jangan lupa untuk mengekstensikan kepala pasien dan menarik shoulder pasien ke belakang pada pasien yang sesungguhnya agar mandibula tidak superposisi dengan vertebrae cervikal dan shoulder tidak menutupi rongga trakea. Proyeksi AP Faring dan Laring Jangan lupa untuk mengekstensikan kepala pasien pada pasien yang sesungguhnya agar mandibula tidak superposisi dengan objek. Dan jangan lupa untuk mengatur kaset dengan baik agar seluruh bagian objek seperti nasofaring dapat masuk terproyeksikan pula. Proyeksi Lateral Faring dan Laring Jangan lupa untuk mengekstensikan kepala pasien pada pasien yang sesungguhnya agar mandibula tidak superposisi dengan vertebrae servikal. Dan mengatur luas kolimasi dengan baik agar bagian objek tidak terpotong.
17
DAFTAR PUSTAKA Interactive Atlas of Human Anatomy v.3 Merrill's Atlas of Radiographic Positioning and Procedures 13th Edition
Modul Praktikum Laboratorium Teknik Radiografi II Laporan kasus Karsinoma Nasofaring stase telinga hidung dan tenggorokan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tanjungpura Pontianak Jurnal Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Ganas Laring Dolly Irfandy, Sukri Rahman Fakultas Kesehatan UNAND
18