1
Daftar Isi
Daftar Isi .............................................................................................................. .. 2 Laporan Kasus…………………………………………………………………… 3
Bab I
Pendahuluan ................................................................................ 16
Bab II
Tinjauan Pustaka Definisi ........................................................................................ 17 Epidemiologi ............................................................................... 17 Etiologi ........................................................................................ 18 Patofisiologi ................................................................................ 19 Faktor Predis Posisi ..................................................................... 19 Manifestasi Klinis ....................................................................... 20 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 22 Diagnosis ..................................................................................... 23 Diagnosis Banding ...................................................................... 23 Penatalaksanaan .......................................................................... 26 Komplikasi .................................................................................. 28 Pronosis ....................................................................................... 30
Bab III
Pembahasan ................................................................................. 31
Daftar Pustaka
2
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama
: Ny. SR
Usia
: 28 th
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Agama
: Islam
Alamat
: Teluk Mesjid
Tanggal Masuk
: 9 November 2018
ANAMNESIS Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 7 Agustus 2018
Jam : 19.10 WIB
Keluhan utama : Nyeri Menelan sejak 2 hari terakhir
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh nyeri menelan sejak 2 hari yang terakhir. Pasien merasakan ditenggorokannya seperti ada yang mengganjal. Sebelumnya pasien juga mengeluhkan Demam. Demam sejak 4 hari yang lalu tidak mendadak. Awalnya demam tidak terlalu tinggi kemudian demam dirasakan sangat tinggi sampai pasien merasa badannya pegal pegal dan sakit kepala. Setelah itu pasien ada Batuk dan filek sampai pasien merasakan keluhan nyeri menelan. Saat ini Pasien mengeluh nafsu makan berkurang. Keluhan mual dan muntah disangkal. BAB dan BAK dikatakan masih baik seperti biasa. Satu hari sejak masuk RS pasien mulai merasakan nyeri menelannya berkurang dan sudah tidak demam, namun Pasien masih merasakan tenggorokannya mengganjal . Nafsu makan pasien mulai membaik seidkit sedikit.
Penyakit Dahulu 3
(+) Cacar
(-) Malaria
(-) Batu ginjal/Sal.kemih
(-) Cacar Air
(-) Disentri
(-) Burut (Hemia)
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Penyakit prostate
(-) Batuk Rejan
(-) Tifus Abdominalis
(-) Wasir
(-) Campak
(-) Diabetes
(+) Influenza
(-) Sifilis
(-) Alergi
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(-) Hipertensi
(-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut
(-) Ulkus Ventrikuli
(-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia
(-) Ulkus Duodeni
(-) Psikosis
(-) Gastritis
(-) Rhematoid Arthritis
Lain-lain :
(-) Operasi (-) Kecelakaan
Riwayat Keluarga Hubungan
Umur (Tahun)
Jenis Kelamin
Keadaan Kesehatan
Penyebab Meninggal
Kakek (ayah)
-
Laki-laki
Meninggal
-
Nenek (ayah)
-
Perempuan
Meninggal
-
Kakek (ibu)
-
Laki-laki
Meninggal
-
Nenek (ibu)
-
Perempuan
Hidup
-
Ayah
-
Laki-laki
Hidup
-
Ibu
-
Perempuan
Hidup
-
Adakah Kerabat yang Menderita ? Penyakit
Ya
Tidak
Hubungan
Alergi
-
√
-
Asma
-
√
-
Tuberkulosis
-
√
-
Artritis
-
√
-
Hipertensi
-
√
-
Jantung
-
√
-
Ginjal
-
√
-
ANAMNESIS SISTEM 4
Kulit (-) Bisul
(-) Rambut
(-) Keringat Malam
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
(-) Lain-lain
Kepala (-) Trauma
(+) Sakit Kepala
(-) Sinkop
(-) Nyeri pada Sinus
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sekret
(-) Gangguan Penglihatan
(-) Kuning/Ikterus
(-) Ketajaman Penglihatan menurun
Mata (-) Berkunang-kunang
Telinga (-) Nyeri (-) Sekret
(-) Gangguan Pendengaran
(-) Tinitus
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung (-) Trauma
(-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri
(-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret
(+) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut (-) Bibir kering
(+) Lidah kotor
(-) Gusi berdarah
(-) Gangguan pengecapan
(-) Selaput
(-) Stomatitis
Tenggorokan (+) Nyeri Tenggorokan
(-) Perubahan Suara
(-) Nyeri Leher
(-) Benjolan
Leher Dada ( Jantung / Paru – paru ) (-) Nyeri dada
(-) Sesak Napas
(-) Berdebar-debar
(-) Batuk Darah
(-) Ortopnoe
(-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus ) (-) Rasa Kembung
(-) Wasir
(+) Mual
(-) Mencret
(-) Muntah
(-) Tinja Darah
(-) Perut Membesar
5
(-) Muntah Darah
(-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Sukar Menelan
(-) Tinja Berwarna Ter
(-) Nyeri Perut
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin (-) Disuria
(-) Kencing Nanah
(-) Stranguria
(-) Kolik
(-) Poliuria
(-) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Hematuria
(-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu
(-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit Prostat Saraf dan Otot (-) Anestesi
(-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Otot Lemah
(-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang
(-) Pingsan
(-) Afasia
(-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia
(-) Pusing (Vertigo) (-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas (-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Nyeri sendi
(-) Sianosis
PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum Tinggi Badan
: 163 cm
Berat Badan
: 58 kg
IMT
: 21,8 kg/m2 (normal)
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
: 120/80mmHg
Suhu
: 36,4°C
Nadi
: 96 x/menit, teraba kuat angkat
Pernafasaan
: 22x/menit 6
Keadaan gizi
: baik
Sianosis
: tidak ada
Edema umum
: extremitas -/-
Habitus
: piknikus
Cara berjalan
: normal
Umur menurut taksiran pemeriksa
: sesuai umur
Kulit Warna
: sawo matang
Effloresensi
: tidak ada
Jaringan Parut
: tidak ada
Pigmentasi
: tidak ada
Pertumbuhan rambut : rata, hitam
Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran
Suhu Raba
: sama dengan pemeriksa
Lembab/Kering : kering
Keringat
: umum (+)
Turgor
Ikterus
: tidak ada
Lapisan Lemak Edema
: baik
: merata :-
Lain-lain
: tidak ada
Kelenjar Getah Bening Submandibula
: tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula
: tidak teraba membesar
Ketiak : tidak teraba membesar
Lipat paha
: tidak teraba membesar
Kepala Ekspresi wajah
: tampak lemah
Simetri muka
: simetris
Rambut
: hitam , tidak rapuh, distribusi merata
Bekas luka
: tidak ada
Mata Exophthalamus
: tidak ada
Enopthalamus
: tidak ada
Kelopak
: oedem (-)
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: anemis (-)
Visus
: normal
Sklera
: ikterik (-)
Gerakan Mata
: aktif 7
Lapangan penglihatan
: normal
Nistagmus
: tidak ada
Tekanan bola mata
: normal
Telinga Tuli
: tidak ada
Selaput pendengaran : utuh, intak
Lubang
: lapang
Penyumbatan
: tidak ada
Serumen
: tidak ada
Pendarahan
: tidak ada
Cairan
: tidak ada
Mulut dan Tenggorokan
Bibir
Mukosa bibir kering, pecah pecah
Mulut
Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi
Warna kuning gading, caries (+), gangren(-)
Ginggiva
Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah
Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal
Uvula
Bentuk normal, hiperemi (+), edema (-)
Palatum mole
Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring
Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-)
Tonsila palatine
Kanan
Kiri
Ukuran
T3
T3
Warna
Hiperemis (+)
Hiperemis (+)
Tidak rata
Tidak rata
Melebar
Melebar
(+)
(+)
Abses (-)
Abses (-)
hiperemi (+)
hiperemi (+)
Permukaan Kripte Detritus Peri Tonsil Fossa Tonsillaris dan Arkus Faringeus
Leher 8
Kelenjar Tiroid
: tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe
: tidak teraba membesar
Dada Bentuk
: simetris, sela iga normal
Pembuluh darah : spider nevi (-), tidak terdapat lesi kulit Paru – Paru Depan Inspeksi
Palpasi
Kiri
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Kanan
Simetris saat statis dan dinamis
Simetris saat statis dan dinamis
Kiri
Tidak ada benjolan
Tidak ada benjolan
Fremitus taktil simetris
Fremitus taktil simetris
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Tidak ada benjolan
Tidak ada benjolan
Fremitus taktil simetris
Fremitus taktil simetris
Nyeri tekan (-)
Nyeri tekan (-)
Kiri
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Kanan
Sonor di seluruh lapang paru
Sonor di seluruh lapang paru
Suara vesikuler
Suara vesikuler
Wheezing (-) Rhonki (-)
Wheezing (-) Rhonki (-)
Suara vesikuler
Suara vesikuler
Wheezing (-) Rhonki (-)
Wheezing (-) Rhonki (-)
Kanan
Perkusi
Belakang
Auskultasi Kiri
Kanan
Jantung Inspeksi
: garis midklavikula kiri
Palpasi
: Iktus kordis teraba di ICS V, garis midklavikula kiri
Perkusi
: Batas atas
: ICS II linea parasternal kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan Batas kiri : ICS V 1 cm lateral linea midklavikula kiri Auskultasi : BJ1-BJ2 murni regular, murmur (-), gallop (-)
Perut Inspeksi
: datar , pembuluh darah (-), caput medusa (-), spider nevi (-), dilatasi vena (-) 9
Palpasi
: Dinding perut: tidak ada rigit, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), defans muskular (-) , massa (-)
Perkusi
Hati
: tidak teraba
Limpa
: tidak teraba
Ginjal
: ballotemen (-), bimanual (-)
Lain-lain
: tidak ada
: timpani, nyeri ketok CVA (-)
Auskultasi : BU(+) normoperistaltik
Colok Dubur (atas indikasi) Tidak dilakukan karena tidak ada indikasi
Anggota Gerak Lengan
Kanan
Kiri
Otot Tonus
:
Normotonus
Normotonus
Massa
:
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
:
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
Gerakan
:
aktif
aktif
Kekuatan
:
+4
+4
Lain-lain
:
ptekie (-), oedem (-)
ptekie (-), oedem (-)
Kanan
Kiri
Tungkai dan Kaki Luka
:
tidak ada
tidak ada
Varises
:
tidak ada
tidak ada
Otot (tonus)
:
normotonus
normotonus
Massa
:
eutrofi
eutrofi
Sendi
:
normal
normal
Gerakan
:
aktif
aktif
Kekuatan
:
+4
+4
Oedem
:
tidak ada
tidak ada
Lain-lain
:
tidak ada
tidak ada
Reflex 10
Kanan
Kiri
Refleks Tendon
Positif
Positif
Bisep
Positif
Positif
Trisep
Positif
Positif
Patela
Positif
Positif
Achiles
Positif
Positif
Kremaster
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks kulit
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Negatif
Negatif
Refleks patologis Hasil Laboratorium Awal
11
RINGKASAN Pasien wanita 28 tahun datang ke IGD dengan keluhan Nyeri menelan sejak 2 hari yang lalu disertai rasa mengganjal di tenggorokan. Keluhan demam dirasakn sejak 4 hari Sebelum masuk rumah sakit disertai sakit kepala, batuk, filek dan badan pegal pegal diseluruh tubuh. Pasien merasa nafsu makan berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: KU Tampak sakit sedang, TD 120/80 mmHg, nadi 96 Kuat angkat, suhu 36,40 C, frekuensi napas 22. Bibir tampak kering dan pecah pecah, akral teraba hangat. tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat detritus. Pada pemeriksaan Laboratorium yang diperiksa pada tanggal 09-11-2018 pukul 11.39 didapati Leukositosis. Rencana Selanjutnya akan dilakukan Swab Tenggorokan namun saat itu Analis laboratorium tidak bisa Melakukan pengambilan Sample
Diagnosis Kerja Tonsilitis Kronik Eksesarbasi Akut
Diagnosis Banding Difteri Faringitis Akut Demam Dengue Tatalaksana Medika Mentosa : IVFD RL 20tpm Injeksi Ranitidin 1 amp / 12jam Injeksi Ceftriaxon 1 amp / 12jam (skin test) Injeksi Norages 1 amp / 8jam Injeksi Metylpednisolon 62,5mg / 12jam Non Medika Mentosa Observasi TTV Kumur Nacl 0,9% 3x1 gurgle 12
KIE pasien tentang penyakit, penyebab dan rencana terapi selanjutnya Rawat Sementara R.Isolasi sampai ada hasil pemeriksaan Swab tenggorokan Prognosis Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad malam
Ad sanationam
: dubia ad malam
13
FOLLOW UP Tangal : 10-11-2018
Tanggal : 11-11-2018
S : nyeri menelan berkurang. Tenggorokan S : nyeri menelan berkurang. Tenggorokan masih terasa mengganjal. Tidur ngorok. Nafsu masih terasa mengganjal. Tidur ngorok. Nafsu makan pasien masih belum ada.
makan pasien mulai ada sedikit sedikit
O : Ku tampak lemah
O : Ku tampak sakit ringan
Td : 130/80
TD : 110/80
HR :82
HR : 105
RR : 22
RR : 20
T : 36,7
T : 36,3
Uvula ditengah
Uvula ditengah
Tonsil T3-T2 hiperemis
Tonsil T3-T2 hiperemis
kripta melebar, detritus (+)
kripta melebar, detritus (-)
Hasil Swab Tenggorokan / Pewarnaan Gram Tanggal 10-11-2018 Ditemukan Cooccus Gram Positif tersusun seperti rantai yang pendek (3-5koloni/rantai) mengarah ke Streptococcus Sp
A : Tonsilitis Kronik Eksesarbasi Akut
A : Tonsilitis Kronik Eksesarbasi Akut
P : IVFD RL 20tpm
P : IVFD RL 20tpm
Injeksi Ranitidin 1 amp / 12jam
Injeksi Ranitidin 1 amp / 12jam
Injeksi Ceftriaxon 1 amp / 12jam (skin test)
Injeksi Ceftriaxon 1 amp / 12jam (skin test)
Injeksi Norages 1 amp / 8jam
Injeksi Norages 1 amp / 8jam
Injeksi Metylpednisolon 62,5mg / 12jam
Injeksi Metylpednisolon 62,5mg / 12jam
Kumur Nacl 0,9% / 8jam
Kumur Nacl 0,9% / 8jam
14
Tangal : 12-11-2018 S :tidak ada keluhan lagi. Tidur ngorok. Pasien makan dan minum O : CM, Tampak sakit ringan Td : 110/80 HR :82 RR : 20 T : 36,1 Uvula ditengah Tonsil T3-T2 hiperemis (-) kripta melebar, detritus (-)
A : Tonsilitis Kronik Eksesarbasi Akut Perbaikan P : BLPL Cefadroxil 3x500mg Paracetamol 3x500 Metylprednisolon 2x4mg Ranitidine 2x16mg Kumur Nacl 0,9% 3x1
15
BAB I PENDAHULUAN
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2 Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang tenggorokan.3 Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Terdapat referensi yang menghubungkan antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan kejadian tonsilitis kronik.5 Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan limfadenopati servikal dan submandibula.6 Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.1
BAB II 16
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejalagejala akut kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman, 2001). Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.10
Epidemiologi Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis.2 Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita.9 Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan September tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%., prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua setelah nasofaringitis akut (4,6%). Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar jumlah kunjungan baru dengan tonsillitis kronik mulai Juni 2008–Mei 2009 sebanyak 63 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7% dari seluruh jumlah kunjungan baru.11 Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda.2,12 Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit Tonsilitis Kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu 17
penelitian prevalensi karier Group A Streptokokus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6 % usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita Tonsilitis Kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50 % . Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita Tonsilitis Kronis terbanyak sebesar 294 (62 %) pada kelompok usia 5-14 tahun.9 Etiologi Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk bersama makanan9. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.8 Dari hasil penelitian Suyitno dan Sadeli (1995) kultur apusan tenggorok didapatkan bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis Kronis yaitu Streptokokus alfa kemudian diikuti Staphylococcus aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, Staphylococcus epidermidis dan kuman gram negatif berupa Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli.9 Infeksi virus biasanya ringan dan dapat tidak memerlukan pengobatan yang khusus karena dapat ditangani sendiri oleh ketahanan tubuh. Penyebab penting dari infeksi virus adalah adenovirus, influenza A, dan herpes simpleks (pada remaja). Selain itu infeksi virus juga termasuk infeksi dengan coxackievirus A, yang menyebabkan timbulnya vesikel dan ulserasi pada tonsil. Epstein-Barr yang menyebabkan infeksi mononukleosis, dapat menyebabkan pembesaran tonsil secara cepat sehingga mengakibatkan obstruksi jalan napas yang akut. Infeksi jamur seperti Candida sp tidak jarang terjadi khususnya di kalangan bayi atau pada anak-anak dengan immunocompromised.
18
Patofisiologi Tonsillitis berawal dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel. Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun.9 Bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submadibularis.1 Faktor Predisposisi Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi penyakit Tonsilitis Kronis. Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu:1 1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan 2. Higiene mulut yang buruk 3. Pengaruh cuaca 4. Kelelahan fisik 5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat
19
Manifestasi Klinis Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri tenggorokan yang berulang atau menetap dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan napas yang berbau.1 Pada tonsillitis kronik juga sering disertai halitosis dan pembesaran nodul servikal.2 Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat yang purulent. (b) tonsil tetap kecil, bisanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam dalam “tonsil bed” dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak eksudat yang purulent.8
Gambar 1. Tonsillitis kronik Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :10 T0 : Tonsil masuk di dalam fossa T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
20
Gambar 2. Rasio Perbandingan Tonsil Dengan Orofaring
Gambar 3. (A) Tonsillar hypertrophy grade-I tonsils. (B) Grade-II tonsils. (C) GradeIIItonsils. (D) Grade-IV tonsils (“kissing tonsils”)
21
Tabel 1. Perbedaan tonsilitis (Nurjanna, 2011) Tonsilitis Akut
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis Kronis
Eksaserbasi akut Hiperemis dan edema
Hiperemis dan edema
Memebesar/ mengecil tapi tidak hiperemis
Kripte tak melebar
Kripte melebar
Kripte melebar
Detritus (+ / -)
Detritus (+)
Detritus (+)
Perlengketan (-)
Perlengketan (+)
Perlengketan (+)
Antibiotika,
Sembuhkan radangnya, Jika perlu Bila mengganggu lakukan
analgetika,
lakukan tonsilektomi 2 – 6 minggu
obat kumur
setelah peradangan tenang
Tonsilektomi
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita Tonsilitis Kronis: Mikrobiologi Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat (Hammouda et al, 2009). Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam tonsil. Berdasarkan penelitian Kurien di India terhadap 40 penderita Tonsilitis Kronis yang dilakukan tonsilektomi, didapatkan kesimpulan bahwa kultur yang dilakukan dengan swab permukaan tonsil untuk menentukan diagnosis yang akurat terhadap flora bakteri Tonsilitis Kronis tidak dapat dipercaya dan juga valid. Bakteri penyebab tonsilitis tersering adalah Grup A streptococcus B hemolitikus. Daerah tenggorokan banyak mengandung flora normal. Permukaan tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan bakteri patogen yang sebenarnya, sehingga pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan swab jaringan inti tonsil. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil ini dilakukan
22
sesaat setelah tonsilektomi atau dengan aspirasi jarum halus dengan pasien diberikan narkose lokal terlebih dahulu. Histopatologi Penelitian yang dilakukan Ugras dan Kutluhan tahun 2008 di Turkey terhadap 480 spesimen tonsil, menunjukkan bahwa diagnosa Tonsilitis Kronis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan tiga kriteria histopatologi yaitu ditemukan ringan- sedang infiltrasi limfosit, adanya Ugra’s abses dan infitrasi limfosit yang difus. Kombinasi ketiga hal tersebut ditambah temuan histopatologi lainnya dapat dengan jelas menegakkan diagnosa Tonsilitis Kronis. Diagnosis Diagnosis untuk tonsillitis kronik dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis secara tepat dan cermat serta pemeriksaan fisis yang dilakukan secara menyeluruh untuk menyingkirkan kondisi sistemik atau kondisi yang berkaitan yang dapat membingungkan diagnosis. Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsillitis berulang berupa nyeri tenggorokan berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok, ada rasa kering di tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorokan, dan obstruksi pada saluran cerna dan saluran napas, yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejalagejala konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak mencolok. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelanjar limfa submandibular.1 Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh dimasukkan kedalam kategori tonsillitis kronik. Pada Biakan tonsil dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa organisme yang virulensinya relative rendah dan pada kenyataannya jarang menunjukkan streptokokus beta hemolitikus.8, Diagnosis Banding 1. Tonsillitis difteri Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc drah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi 23
tertinggi pada usia -5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3 golongan yaitu: umum, local, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membrane semu (pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.1
Gambar 4. Tonsila Difteri
2. Faringitis Merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin.Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibody.Gejala klinis secara umum pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.1
24
Gambar 5. Faringitis
3. Faringitis Leutika Gambaran klinik tergantung pada stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini tampak adanya bercak keputihan pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding posterior faring. Bila infeksi terus berlangsung maka akan timbul ulkus pada daerah faring yang tidak nyeri. Selain itu juga ditemukan adanya pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.1
4. Faringitis Tuberkulosis Merupakan proses sekunder dari tuberculosis paru. Gejala klinik pada faringitis tuberculosis berupa kedaan umum pasien yang buruk karena anoresia dan odinofagia.Pasien mengeluh nyeri hebat ditenggorok, nyeri ditelinga atau otalgia serta pembesaran kelanjar limfa servikal.1 Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringanatau kultur, X-ray dan biopsy.
25
Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif. 1. Medikamentosa Terapi ini ditujukan pada hygiene mulut dengan cara berkumur atau obat isap, pemberian antibiotic, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau oral.
1,8
Pemberian antibiotika
sesuai kultur. Pemberian antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih murah. Namun, pada anak dibawah 12 tahun, golongan sefalosporin menjadi pilihan utama karena lebih efektif terhadap streptococcus.Golongan makrolida dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap penisilin, hal ini disebabkan efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih banyak. 9 2. Operatif Untuk terapi pembedahan dilakukan dengan mengangkat tonsil (tonsilektomi). Tonsilektomi dilakukan bila terapi konservatif gagal. Indikasi Tonsilektomi Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi. Indikasi absolut: a) Hiperplasia tonsil yang menyebabkan gangguan tidur (sleep apneu) yang terkait dengan cor pulmonal. b) curiga keganasan (hipertropi tonsil yang unilateral). c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam (yang memerlukan tonsilektomi Quincy). d) perdarahan tonsil yang persisten dan rekuren. Indikasi Relatif: a) Tonsillitis akut yang berulang (Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun). b) abses peritonsilar. c). tonsillitis kronik dengan sakit tenggorkan yang persisten, halitosis, atau adenitis cervical. d). sulit menelan. 26
e). tonsillolithiasis. f). gangguan pada orofacial atau gigi (mengakibatkan saluran bagian atas sempit). g). Carrier streptococcus tidak berespon terhadap terapi. h). otitis media recuren atau kronik.8,9,10
Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium 1995 adalah: 1 a. Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi yang adekuat b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan pertumbuhan orofacial c. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleepapneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale. d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang dengam pengobatan e. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A Streptokokus beta hemolitikus g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan h. Otitis media efusa/otitis media supuratif
Kontraindikasi Tonsilektomi Terdapat beberapa keadaan yang disebut sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Keadaan tersebut yakni: gangguan perdarahan, risiko anestesi yang besar atau penyakit berat, anemia, dan infeksi akut yang berat. 9
Persiapan Pasien Tonsilektomi Ketika dicapai keputusan untuk melakukan tonsilektomi harus disadari bahwa mungkin tindakan ini merupakan prosedur pembedahan yang pertama kali bagi pasien. Riwayat penyakit yang komplit dan pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan perhatian khusus terhadap adanya gangguan yang bersifat diturunkan terutama kecenderungan terjadinya pendarahan. 27
Disamping itu riwayat saudara pasien yang mungkin mengalami kesulitan dengan anastesi umum sebaiknya diketahui untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hipertermia maligna. Pemeriksaan Lab seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protrombin, jumlah trombosit, pemeriksaan hitung darah komplit dan urinalisa sebaiknya dilakukan. Selain itu pemeriksaan antistreptolisin titer O (ASO) dilakukan untuk mengetahui tingkat infeksi serta sebagai salah satu indikasi tonsilektomi. Antisteptolisin meningkat pada minggu pertama dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga sampai keenam setelah infeksi. Pemeriksaan dikatakan positif bila konsentrasi ASO dalam serum darah lebih dari 200 IU/ml. Selain itu pemeriksaan ragiologi dada dan elektrokardiogram sebaiknya dilakukan sebelum pembedahan.5,6,8
Komplikasi Tonsilektomi Komplikasi tonsilektomi dapat berupa : 10 •
Immediate and Delayed Hemorrhage
•
Postoperative Airway Compromise :Jarang terjadi, biasanya disebabkan oleh terlepasnya bekuan-bekuan, terlepasnya jaringan adenotonsillar, post operasi edema oropharingeal, atau hematom retropharyngeal.
•
Dehidrasi
•
Pulmonary Edema : Disebabkan oleh pembebasan secara tiba-tiba jalan napas yang obstruksi karena hipertropi adenotonsillar yang lama, mengakibatkan penurunan mendadak tekanan intratoracal, peningkatan volume darah paru, dan peningkatan tekanan hidrostatik yang dapat terjadi segera atau beberapa jam setelah pembebasan jalan napas.
•
Nasopharyngeal Stenosis : komplikasi yang jarang dari jaringan parut
•
Eustachian Tube Dysfunction
•
Aspiration Pneumonia : jarang terjadi, biasanya akibat aspirasi dari bekuan darah.
Komplikasi Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara percontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis, uvetis iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.1 Beberapa literature menyebutkan komplikasi tonsillitis kronis antara lain:9 28
a) Abses peritonsil. Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
Gambar.6 Abses peritonsil b) Abses parafaring. Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus mandibula, demam tinggi dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal.
c) Abses intratonsilar. Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi . d) Tonsilolith (kalkulus tonsil). Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan. 29
e) Kista tonsilar. Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran kekuningan diatas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat dengan mudah didrainasi.
f) Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonephritis. Dalam penelitiannya Xie melaporkan bahwa anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini megindikasikan kemungkinan infeksi
tonsil menjadi
patogenesa
terjadinya
penyakit
Glomerulonefritis.
Prognosis Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotika diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang, Tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau pneumonia.9
BAB III 30
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3 (sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang menandakan adanya eksaserbasi akut.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI Jakarta. 2007, p212-25. 2. Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. T Ped Clin NA. 2003. p445-58 3. Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. U Med Phar Cra. 2004 4. Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ECG. Jakarta. 2006, p795-801. 5. Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. ECG. Jakarta. 1997, p263-340 6.
Nurjanna Z,. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. 2011 7. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2006. 8. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu Kesehatan Anak. ECG. Jakarta. 2000, p1463-4 9. Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. FKUI. Jakarta. 2007, p930-33. 10. Pasha R. Pharyngeal And Adenotonsillar Disorder. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2008, p158-165 11. Andrews BT, Hoffman HT, Trask DK. Pharyngitis or Tonsillitis. Head and Neck Manifestations of Systemic Disease. USA. 2007, p493-508 12. Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. Current Otolaryngology. McGraw Hill. 2007
32