Lapsus Ckd 1.doc

  • Uploaded by: Anetta Lesmana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Ckd 1.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,126
  • Pages: 26
BAB II. LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PENDERITA Nama

: Tn. A.B.

Umur

: 50 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Pensiunan

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Perum Tegal Besar A-6 Jember

Tanggal MRS

: 30 November 2010

Tanggal KRS

: 13 Desember 2010

Tanggal Pemeriksaan

: 8 Desember 2010

No. RM

: 19.47.21

II. ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan pada penderita tanggal 8 Desember 2010. A. Riwayat Penyakit 1. Keluhan Utama Sesak nafas 2. Riwayat Penyakit Sekarang Kurang lebih 4 tahun SMRS pasien sering mengeluh sesak dan terasa sakit di pinggang sebelah kiri dan menjalar ke belakang, nyeri hilang timbul kurang lebih 10 kali dalam sehari dengan lama nyeri kurang lebih 5-10 menit. Nyeri timbul jika pasien terlalu capek, dan agak berkurang jika dibuat istirahat. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak pusing, dan tidak sesak, BAK sedikit dan terasa tidak tuntas, tidak terasa nyeri, bewarna kuning, BAB sedikit, pasien tidak pernah terbentur atau terpukul di daerah pinggang

1

sebelumnya.Oleh pasien tidak diberi obat apapun dikarenakan nyeri akan hilang dengan sendirinya. Kemudian pasien memeriksakan kesehatan ke RSD dr. Soebandi Jember. Lalu dikatakan bahwa pasien menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah. Pasien selama ini rutin menjalani cuci darah di poli Haemodialisa RSD dr. Soebandi Jember tiap 3 hari sekali. Pasien sudah tidak pernah BAK. Tapi masih bisa BAB normal. 2 hari SMRS pasien cuci darah ke RSD. dr. Soebandi, kemudian karena pasien mengeluhkan sesak nafas, badan terasa lemas, nyeri sendi dan disertai adanya batuk. Dua hari yang lalu pasien cuci darah, pasien mengeluhkan sesak nafas, sakit di kedua pinggang dan menjalar ke belakang, nyeri dirasakan terus menerus. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak BAK, BAB normal. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat hipertensi, memiliki riwayat batu ginjal, tidak ada riwayat kencing manis, dan ada riwayat asam urat yang tinggi sebelumnya serta didapatkan adanya benjolan pada tangan dan kaki pasien. 4. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien. 5. Riwayat Pengobatan Rutin menjalani haemodialisa seminggu 2 kali dari Poli Haemodialisa RSD. dr. Soebandi sejak 4 tahun yang lalu. 6. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal serumah dengan istri dan 2 anak pasien. Penghasilan pasien perbulan tidak menentu dikarenakan pasien pensiun dini dikarenakan sakit yang diderita. Rumah pasien berukuran 6 m x 12 m, berlantai semen, bertembok batu bata, dengan 3 kamar dan setiap kamar ada jendela. Kamar mandi dan jamban ada di dalam rumah. Sumber air

2

untuk memasak, minum dan mencuci dari sumur yang berjarak + 5 m dari rumah. Kesan : Riwayat sosial ekonomi kurang 7. Riwayat gizi Nafsu makan pasien diakui berkurang karena sering merasa mual. Pasien sehari-hari lebih sering mengkonsumsi tahu tempe serta sayursayuran dan kacang-kacangan. Untuk minum sehari-hari berasal dari air sumur yang dimasak terlebih dahulu. Pasien sering mengkonsumsi minuman suplemen yang menurut pasien untuk menambah tenaga. B.

Anamnesis sistem 

Sistem serebrospinal

: pusing (-), demam (-)



Sistem kardiovaskular

: berdebar-debar (-), hipertensi (+)



Sistem pernafasan

: sesak



Sistem gastrointestinal

: cegukan (-), mual (+), muntah (-)



Sistem urogenital

: BAK (-).



Sistem integumen

: tidak ada keluhan



Sistem musculoskeletal

: nyeri pinggang (+), lemas (+), agak pucat (+)

III.

PEMERIKSAAN FISIK A. Pemeriksaan Umum 1. Keadaan Umum : Lemah 2. Kesadaran

: Compos Mentis

3. Vital Sign

: Tensi = 130/90 mmHg Nadi

= 96 x/mnt

RR

= 40 x/mnt

Suhu

= 36,2 0C

4. Pernapasan

: sesak (+), orthopnea (+)

5. Kulit

: Turgor kulit normal, tidak ada ikterus

6. Kelenjar Limfe

: Limfonodi leher, aksila, dan inguinal tidak

3

terdapat pembesaran. 7. Otot

: Konsistensi padat kenyal, atrofi (-), massa (-)

8. Tulang

: Tidak ada deformitas, krepitasi, didapatkan gangguan pergerakan, nyeri kedua pinggang (+), nyeri sendi (+)

9. Berat Badan

: 60 Kilogram

10. Tinggi Badan

: 170 Sentimeter

11. Status gizi

: IMT = 60

= 20.76 (IMT dalam batas normal)

(1,7)2 12.

Status Lokalis : regio metacarpal D/S, genu D/S, pedis D/S didapatkan adanya massa(+), konsistensi kistik,multiple dengan ukuran 1-2 cm. Kesan : Didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran

composmentis, T = 130/90 mmHg, Nadi = 96 x/menit, RR = 40 x/mnt, sesak(+), orthopnea (+), nyeri pinggang (+), nyeri sendi (+), didapatkan adanya massa di regio metacarpal D/S, genu D/S, pedis D/S. B. Pemeriksaan Khusus 1. Kepala 

Bentuk : Bulat lonjong, simetris



Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut



Mata

: Konjungtiva anemis -/Sklera ikterus -/Odem palpebra -/Pupil isokor Φ 3mm/3 mm, Reflek cahaya +/+



Hidung

: Sekret (-), perdarahan (-), pernafasan cuping hidung (-)



Telinga 

Mulut

: Sekret (-), bau (-), perdarahan (-) : Sianosis (-), bau (-), mukosa mulut pucat (-), lidah pucat (-)

2. Leher : 

KGB

: tidak ada pembesaran.

4



Tiroid

: tidak ada pembesaran



Kaku kuduk

: (-)



Peningkatan JVP : (-)

3. Thorax 

Cor : I = Ictus cordis tidak tampak P = Ictus cordis tidak teraba P = Redup di ICS IV PSL dextra s/d di ICS V AAL sinistra A = S1S2 tunggal (+), reguler



Pulmo : Anterior

Posterior

Inspeksi :

Inspeksi :

 Simetris +/+

 Simetris +/+

 Retraksi +/+

 Retraksi +/+

 Ketertinggalan gerak -/-

 Ketertinggalan gerak -/-

P: Palpasi :

P: Palpasi :

 Fremitus raba +/+ normal P: Perkusi :

 Fremitus raba +/+ normal Perkusi :

 Sonor +/+

 Sonor +/+

Auskultasi :

Auskultasi :

 Vesikuler +/+, rh -/-, wh-/-

 Vesikuler +/+, rh -/-, wh-/-

4. Abdomen : 

Inspeksi



Auskultasi = BU (+) N



Palpasi

= cembung, lingkar abdomen 83,5 cm

= Soepel, hepar/lien/ren tidak teraba, nyeri tekan +

5



Perkusi

= hipertimpani, pekak hepar +, nyeri ketok ginjal

+/+ 5. Genital : dalam batas normal 6. Ekstremitas : Superior

= Akral hangat +/+ , Odema +/+ (piting oedem)

Inferior

= Akral hangat +/+ , Odema +/+ (piting oedem)

Pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan : (1) Cor : redup di ICS IV PSL dextra s/d di ICS V AAL sinistra, S1S2 tunggal (+); (2) Abdomen : nyeri ketok ginjal +/+; (3) Ekstremitas : piting oedem +/+ pada superior dan inferior IV.

Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan Laboratorium 30 / November / 2010

HEMATOLOGI Hemoglobin Laju Endap Darah Leukosit Hitung Jenis Hematokrit Trombosit SEROLOGI / IMUNOLOGI HBs-Ag Anti HCV-Ab URINE LENGKAP Warna pH BJ Protein Glukosa Urobilin Bilirubin Nitrit Eritrosit Leukosit Epitel Skuamos Epitel Renal Kristal

8 / Desember / 2010

13,9 100/130 15,8 -/-/-/84/16/39,0 506 -

6

Silinder Bakteri/Yeast/Trichomonas FAAL HATI Bilirubin Direk Bilirubin Total SGOT SGPT GAMA GT Total Protein Albumin Globulin FAAL GINJAL Kreatinin Serum BUN Urea Asam Urat LEMAK Kolesterol Total KADAR GULA DARAH Sewaktu ELEKTROLIT Natrium Kalium Chlorida Calsium Magnesium Fosfor

0.44 0.96 50 102 2.5 7.7 52 112 5.9

6,8 44 94 5,2

134,4 3,72 99,8 2,29 1,15 1,71

134,7 3,95 101,6 2,62 1,16 1,67

B. Pemeriksaan thorax foto Tanggal 6/12/2010

Hasil thorax foto : Cor membesar, cephalisasi (+) Efusi pleura bilateral kardiomegali

7

RESUME Seorang laki-laki umur 50 tahun datang dengan keluhan sesak yang sudah dirasakan pasien kurang lebih 4 tahun yang lalu. Pasien sering mengeluh sesak dan terasa sakit di pinggang sebelah kiri dan menjalar ke belakang, nyeri hilang timbul kurang lebih 10 kali dalam sehari dengan lama nyeri kurang lebih 5-10 menit. Nyeri timbul jika pasien terlalu capek, dan agak berkurang jika dibuat istirahat. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak

8

muntah, tidak pusing, dan tidak sesak, BAK sedikit dan terasa tidak tuntas, tidak terasa nyeri, bewarna kuning, BAB sedikit, pasien tidak pernah terbentur atau terpukul di daerah pinggang sebelumnya.Oleh pasien tidak diberi obat apapun dikarenakan

nyeri

akan

hilang

dengan

sendirinya.

Kemudian

pasien

memeriksakan kesehatan ke RSD dr. Soebandi Jember. Lalu dikatakan bahwa pasien menderita gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah. Pasien selama ini rutin menjalani cuci darah di poli Haemodialisa RSD dr. Soebandi Jember tiap 3 hari sekali. Pasien sudah tidak pernah BAK. Tapi masih bisa BAB normal. 2 hari SMRS pasien cuci darah ke RSD. dr. Soebandi, kemudian karena pasien mengeluhkan sesak nafas, badan terasa lemas, nyeri sendi dan disertai adanya batuk. Dua hari yang lalu pasien cuci darah, pasien mengeluhkan sesak nafas, sakit di kedua pinggang dan menjalar ke belakang, nyeri dirasakan terus menerus. Pasien tidak mengeluh demam, pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak BAK, BAB normal. Dari RPD, Pasien memiliki riwayat hipertensi, memiliki riwayat batu ginjal, tidak ada riwayat kencing manis, dan ada riwayat asam urat yang tinggi sebelumnya serta didapatkan adanya benjolan pada tangan dan kaki pasien. Dari RPO sejak 4 tahun yang lalu telah menjalani cuci darah di poli haemodialisa RSD. dr. Soebandi. Riwayat sosial ekonomi kesan kurang. Riwayat gizi nafsu makan pasien terkesan berkurang sejak sakit karena sering merasa mual, pasien lebih sering mengkonsumsi

tahu

tempe

serta

kacang-kacangan,

pasien

juga

sering

mengkonsumsi minuman suplemen. Dari anamnesis sistem tubuh didapatkan : (1) Sistem serebrospinal: pusing tidak ada keluhan; (2) Sistem kardiovaskular: tidak ada keluhan; (3) Sistem pernafasan: sesak (+), orthopnea(+); (4) Sistem gastrointestinal: mual (+); (5) Sistem urogenital: BAK (-); (5) Sistem integumen : tidak ada keluhan; (6) Sistem musculoskeletal, nyeri pinggang (+), lemas (+), agak pucat (+); (7). Status lokalis: didapatkan adanya massa di regio metacarpal D/S, genu D/S, pedis D/S.

9

Pada pemeriksaan fisik secara umum, didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran composmentis, T = 130/90 mmHg, Nadi = 96 x/menit, RR = 40 x/mnt, sesak (+), nyeri pinggang (+). Pada pemeriksaan fisik khusus didapatkan : (1) Kepala : tidak ada anomali; (2) Cor : redup di ICS IV PSL dextra s/d di ICS V AAL sinistra, S1S2 tunggal (+), reguler ; (3) Abdomen : nyeri ketok ginjal +/+ Pada pemeriksaan laboratorium faal ginjal didapatkan kenaikan pada kreatinin serum (7.7), BUN (52), Urea (112), Asam Urat (5.9). Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan hiponatremia, peningkatan magnesium dan fosfor. Hasil thorax foto didapatkan gambaran Cor membesar, cephalisasi (+),Efusi pleura bilateral serta kardiomegali. V.

Diagnosis Kerja Chronic Kidney Disease stage V.

VI.

Penatalaksanaan o

Diet : Garam 40 – 120 meq, rendah protein (0.6-0.8 gr/kgBB/hari) tinggi kalori (35 kCal/kgBB/hari), diet rendah kalium (hindari pisang, jeruk, tomat dan sayuran berlebih)

VII.

o

Infus NaCl 0,9% + meylon 7 tpm

o

Cefotaxim inj 3x1 g

o

Kalnex 3x 1 ampul

o

lasix 2 x1 ampul

o

Adona 3x 1 ampul

o

allopurinol 3 x 1 tablet

Prognosis Ad Malam

10

BAB III. PEMBAHASAN 3.1

Penyakit Ginjal Kronik

3.1.1

Diagnosis Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease

Outcome Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut :

11

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi ≥ 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan manifestasi : kelainan patologi dan petanda kerusakan ginjal. 2. GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. a.

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 (dua) hal yaitu atas

dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR. Pedoman KDOQI merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Goult sebagai berikut : GFR (ml/menit/1,73 m2) =

(140-umur) x berat badan 72 x kreatinin serum (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85 Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronik Stadium 1

Deskripsi Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau

GFR (ml/menit/1,73 m2) ≥ 90

meningkat 2

Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan

60-89

3

Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang

30-59

4

Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat

15-29

5

Gagal ginjal <15 atau dialisis Berdasarkan anamnesis, dapat diperkirakan perjalanan klinis yang

menggambarkan terjadinya renal damage pada penderita > 3 bulan. Selain itu, dari perhitungan GFR diperoleh : GFR (tanggal 30 November 2010) = 9,74 Sehingga tergolong ke dalam Gagal Ginjal Kronik Stadium 5 Tabel 2. Penyebab Terbanyak Terjadinya PGK (Current Medical Diagnosis and Treatment, 2008). Glomerulopathies

12

Primary glomerular diseases: Focal and segmental glomerulosclerosis Membranoproliferative glomerulonephritis IgA nephropathy Membranous nephropathy Secondary glomerular diseases: Diabetic nephropathy Amyloidosis Postinfectious glomerulonephritis HIV-associated nephropathy Collagen-vascular diseases Sickle cell nephropathy HIV-associated membranoproliferative glomerulonephritis Tubulointerstitial nephritis Drug hypersensitivity Heavy metals Analgesic nephropathy Reflux/chronic pyelonephritis Idiopathic Hereditary diseases Polycystic kidney disease Medullary cystic disease Alport's syndrome Obstructive nephropathies Prostatic disease Nephrolithiasis Retroperitoneal fibrosis/tumor Congenital Vascular diseases Hypertensive nephrosclerosis Renal artery stenosis

13

Oleh karena pasien telah diketahui menderita GGK, dilakukan pemeriksaan tambahan berupa foto thorax untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada jantung dan paru. Hasil thorax foto : Cor membesar, cephalisasi (+) Efusi pleura bilateral kardiomegali 3.1.2

Pendekatan Diagnostik

a.

Gambaran Klinis 1)

Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes, obstruksi, infeksi traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia,

SLE dan lain

sebagainya. Pada penderita diperoleh gambaran klinis (gejala/keluhan) berupa nyeri pada kedua pinggang dan menjalar ke belakang serta hilang timbul, disuri. 2)

Kegagalan fungsi ekskresi sehingga terjadi sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang sampai koma. Juga terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit serta asam basa tubuh.

Tabel 3. Gejala dan Tanda Klinis Uremia (Current Medical Diagnosis and Treatment, 2008). Organ System

Symptoms

Signs

General

Fatigue, weakness

Sallow-appearing, chronically ill

Skin

Pruritus, easy bruisability

Pallor, ecchymoses, excoriations, edema, xerosis

ENT

Metallic taste in mouth, epistaxis

Urinous breath

Eye Pulmonary

Pale conjunctiva Shortness of breath

Rales, pleural effusion

14

Organ System

Symptoms

Signs

Cardiovascular Dyspnea on exertion, retrosternal pain on inspiration (pericarditis)

Hypertension, cardiomegaly, friction rub

Gastrointestinal Anorexia, nausea, vomiting, hiccups Genitourinary

Nocturia, polyuria, simpotence

Isosthenuria, hematuria

Neuromuscular Restless legs, numbness and cramps in legs Neurologic

Generalized irritability and Stupor, asterixis, myoclonus, inability to concentrate, decreased peripheral neuropathy libido

Pada penderita diperoleh (tabel 4) : Tabel 4. Gejala dan Tanda Klinis Uremia Pada Penderita Organ System

Symptoms

General

Lemah

Skin

-

ENT

-

Eye

Konjungtiva terlihat anemis

Pulmonary

Efusi pleura, sesak

Cardiovascular

kardiomegali

Gastrointestinal

Mual, Muntah

Genitourinary

Disuria

Neuromuscular

-

Neurologic

-

3)

Kegagalan fungsi hormonal : penurunan eritropoetin, penurunan vitamin D3 aktif, gangguan sekresi renin. a. Penurunan produksi eritropoetin : pada penderita ditemukan konjungtiva anemis namun tidak disertai penurunan kadar Hb dan hematokrit sebagai tanda bahwa penderita mengalami anemia dikarenakan penurunan produksi eritropoetin. b. Penurunan vitamin D3 aktif. c. Gangguan sekresi renin.

15

4)

Gejala komplikasinya: hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (Na, K, Cl). Komplikasi yang terjadi yang dialami penderita berupa anemia, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Keluhan dan gejala klinis yang

timbul pada PGK hampir

mengenai seluruh sistem, seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Manifestasi Klinik dari Penyakit Ginjal Kronik b.

Gambaran Laboratoris 1) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. 2) Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan GFR (menurut rumus Cockroft-Goult). 3) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik. 4) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, cast, isostenuria. Pada penderita diperoleh GFR 9.74; kadar Hb 13.9; hematokrit 39.0; kadar kreatinin 7,7; kadar BUN 82; Urea 112; Asam Urat 5.9; kadar Na 134,7; kadar Mg 1,15; kadar P 1,71

c.

Gambaran Radiologis

16

Pemeriksaan radiologis PGK meliputi :a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak; b) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi; c) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan; d) Pielografi antegrad atau retrigrad dilakukan sesuai indikasi; e) Renografi bila ada indikasi. Pada pasien hanya dilakukan foto thorax. Hasil thorax foto : Cor membesar, cephalisasi (+), Efusi pleura bilateral,kardiomegali 3.1.3

Evaluasi dan Tatalaksana Beberapa individu bisa termasuk dalam kelompok yang mempunyai

peningkatan resiko untuk menjadi PGK walaupun tanpa kerusakan ginjal dan GFR masih dalam batas normal atau meningkat. Tabel 5. Faktor Resiko Potensial Terhadap Timbulnya PGK Diabetes

Faktor-faktor Klinis

Faktor-faktor Sosiodemografis Usia lanjut

Hipertensi

Status minoritas

Penyakit otoimun

Terpapar

Infeksi sistemik

lingkungan

Infeksi saluran kemih

Pendidikan/pendapatan rendah

kondisi

kimiawi

dan

Batu saluran kemih Obstruksi saluran kemih bawah Keganasan Riwayat keluarga dengan PGK Sembuh dari GGA Penurunan massa ginjal Terpapar terhadap obat tertentu Berat badan lahir rendah

17

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan radiologis yang telah dilakukan, faktor resiko potensial timbulnya GGK pada penderita adalah karena adanya batu pada ureter. Pada pasien yang sudah ditetapkan menderita PGK, harus dikembangkan suatu clinical action plan berdasarkan stadium dari PGK (Tabel 5). Tabel 6. Stadium PGK serta Clinical Action Plan

Penatalaksanaan PGK meliputi : a.

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Pengobatan terhadap penyakit dasar yang masih dapat dikoreksi mutlak

harus dilakukan. Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan GFR, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Termasuk disini adalah pengendalian tekanan darah, regulasi gula darah pada pasien DM, koreksi jika ada obstruksi saluran kencing. Sebaliknya, bila GFR sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat. Pada penderita terapi spesifik yang diperlukan berupa penghancuran batu (karena sebelumnya didapatkan riwayat adanya batu). Tetapi jika dilihat dari nilai GFR penderita, clinical action plan yang sesuai : terapi pengganti ginjal. b.

Pengendalian keseimbangan air dan garam Pemberian cairan disesuaikan dengan produksi urine, yaitu produksi urine

24 jam ditambah 500 ml. Asupan garam tergantung evaluasi elektrolit, umumnya dibatasi 40-120 mEq (920-2760 mg). Furosemide dosis tinggi masih dapat dipakai

18

pada awal PGK. Penimbangan berat badan, pemantauan produksi urine serta pencatatan keseimbangan cairan Pada penderita diberikan Infus NaCl 7 tpm dan minum ~ produksi urin c.

Menghambat perburukan fungsi ginjal Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus antara lain : 1)

Diet rendah protein, tinggi kalori. Pembatasan protein mulai dilakukan pada GFR ≤60 ml/menit, di atas nilai tersebut, pembatasan tidak selalu dianjurkan. Kelebihan protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Sehingga pada PGK diet tinggi protein dapat mengakibatkan uremia. Masalah penting lain, protein overload akan mengakibatkan intraglomerulus hyperfiltration. Kebutuhan kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBb/hari. Pembatasan fosfat untuk mencegah hiperfosfatemia.

Tabel 7. Pembatasan Asupan Proten dan Fosfat

Pada penderita diberikan Diet Tinggi Kalori Rendah Protein .

19

2)

Terapi farmakologis, pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat

untuk

memperkecil

resiko

kardiovaskular,

juga

memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. ACE inhibitor mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. d.

Pengendalian gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa Utamanya hiperkalemia dan asidosis. Pencegahan hiperkalemia meliputi :

1) diet rendah K, dengan menghindari buah pisang, jeruk, tomat serta sayuran berlebih; 2) menghindari pemakaian diuretika K-sparing. Pengobatan hiperkalemia tergantung derajat kegawatannya : 1) Gawat : i. Glukonas calcicus intravena (10-20 ml 10% Ca glukonas) ii. Glukosa intravena (25-50 ml glukoa 50%) iii. Insulin-Dextrose iv dengan dosis 2-4 unit actrapid tiap 10 gram glukosa iv. Natrium bikarboonat iv (25-100 ml 8,4% NaHCO3) 2) Meningkatkan ekskresi K i. Furosemid ii. K exchange resin iii. Dialisis Asidosis menyebabkan keluhan mual, lemah, airhunger dan drowsiness. Pengobatab intravena dengan NaHCO3 hanya diberikan pada keadaan asidosis berat, jika tidak gawat dapat diberikan secara per oral. Pada penderita diberikan Diet Rendah Kalium (buah dan sayur). e.

Pencegahan dan pengobatan osteodistrofi renal (ODR) 1) Pengendalian

hiperphosphatemia,

juga

dapat

menghambat

progresivitas penurunan faal ginjal. Dapat diberika kalsium karbonat 500-3000 mg bersama makan sebagai asupan kalsium juga koreksi hipokalsemia. Hindari makanan yang mengandung phospor.

20

2) Suplemen vitamin D3 aktif, kalsitriol hanya diberikan jika kadar P normal. Batasan pemberian jika Ca x P < 65. Dosis : 0,25 mikrogram/hari. 3) f.

Paratiroidektomi, jika proses ODR terus berlanjut.

Pengobatan gejala uremi spesifik 1)

Mual dan muntah : diet rendah protein.

2)

Anemia : eritropoetin, asam folat, Fe, dan vitamin B12. Pada penderita diberikan Diet Rendah Protein dan Asam folat 3x1.

g.

Deteksi dini dan pengobatan infeksi Disebabkan imun yang rendah, gejala klinis terkadang tidak muncul. Pada penderita diberikan Injeksi Cefotaxim 3x1 gram

h.

Penyesuaian pemberian obat Menghindari obat nefrotoksik, antara lain : aminoglikosida, co-

trimoksazole, amphotericin. Menghindari diuretik K sparing. i.

Deteksi dan pengobatan komplikasi Komplikasi yang merupakan indikasi untuk tindakan hemodialisis: 1)

ensefalopati uremik; 2) perikarditis atau pleuritis; 3) neuropati perifer prgresif; 4) ODR progresif; 5)hiperkalemia; 6)sindrom overload; 7)infeksi yang mengancam jiwa j.

Persiapan dialisis dan transplantasi Terapi pengganti (TP) ginjal dilakukan pada PGK stadium 5, yaitu GFR <

15 ml/menit. Pada Gagal Ginjal Terminal (GGT) dengan GFR < 5 ml/menit1,73 m2 , apapun etiologinya, memerlukan TP. Setelah menetapkan bahwa TP dibutuhkan, perlu pemantauan yang ketat sehingga dapat ditentukan dengan tepat kapan TP tesebut dimulai. Tabel 8. Berbagai Jenis Terapi Pengganti

21

3.2

Batu Saluran Kemih Batu saluran kemih menurut tempatnya digolongkan menjadi batu ginjal

dan batu kandung kemih. Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal, dan mengandung komponen kristal serta matriks organik. Lokasi batu ginjal dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di ureter atau kandung kemih. 3.2.1. Patogenesis Batu saluran kemih biasanya timbul akibat gangguan keseimbangan pengolahan air dan ekskresi material di ginjal. Ada 2 teori pembentukan batu saluran kemih : a.

Fisik - Kimiawi 1)

Supersaturasi Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urin seperti kalssium, asam urat, sistin akan mempermudah terbentuknya batu.

2)

Nukleasi 1.

Homogen Nukleasi Pada kondisi urin yang sangat tersaturasi oleh asam oksalat. Ion-ion membentuk kelompok kecil yang merupakan pecahan kelompok besar yang tidak stabil

2.

Heterogen Nukleasi Urin yang tersaturasi bila ditaburi benih kristal dimana strukturnya menyerupai ion kalsium oksalat maka larutan urin dan kalsium oksalat akan menyatu pada permukaan kristal tersebut.

b.

Anatomi 1)

Gangguan drainase

22

2)

Kalsifikasi jaringan ginjal

3.2.2

Jenis-Jenis Batu

a.

Batu Kalsium (78-85%) Penyebabnya herediter. Sering pada laki-laki dekade ketiga. Dapat

dijumpai pada hiper kalsiuria idiopatik, hiperparatiroidi primer, renal tubular acidosis, sarkoidosis, sindroma cushing, imobilisasi, ekskresi vitamin D, hipertiroid. b.

Batu Struvit (10-15%) Secara potensial berbahaya, terutama ditemukan pada wanita akibat

infeksi saluran kencing oleh bakteri yang menghasilkan urease. Bersifat radioopak. Terbentuk pada pH urin yang sangat alkali = 8 disamping kadar amonium tinggi. c.

Batu Asam Urat (5-8%) Pada

kondisi

hiperurikosuria

akan

menyebabkan

urin

menjadi

supersaturated sehingga terbentuk kristal dan batu. Batu asam urat di urine berwarna merah-oranya karena menyerap pigmen urisin. Batu asam urat bersifat radiolusen. Dapat timbul akibat diet tinggi purin (daging, ikan, unggas), gout, kurang minum, paska ileostomi. Umumnya terbentuk pada pH urin yang asam dan mudah larut pada pH alkali. 3.2.3

Manifestasi Klinik

a.

Nyeri, bersifat menetap ataupun menjalar. Umumnya terasa pada daerah

pinggang dan menjalar ke perut. Nyeri dapat hilang timbul dengan sakit yang luar biasa. b.

Hematuria, terjadi akibat robeknya mukosa oleh permukaan batu, sehingga

kencing berwarna merah ataupun darah segar. c.

Kencing terasa panas dan nyeri

d.

Kencing keluar batu/pasir

3.2.4

Diagnosis Batu saluran kemih dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang cermat. Riwayat makanan, pekerjaan, sifat nyeri, dan dengan pemeriksaan seperti :

23

a.

Pemeriksaan Laboratorium 1)

Urin sedimen disertai analisis jenis batu.

2)

Darah, fungsi ginjal dapat menurun bila terjadi obstruksi.

Pemeriksaan darah lengkap juga dapat berguna untuk mengetahui adanya infeksi atau tidak b.

Pemeriksaan Radiologi 1)

BOF Melihat anatomi ginjal dan lokasi batu

2)

USG Dapat melihat bayangan batu di ginjal ataupun di buli-buli.

c.

Pielografi Intravena (syarat : BUN dan Kreatinin Serum normal) Dapat melihat besarnya batu, letaknya dan tanda obstruksi, terutama untuk

batu yang bersifat tidak tembus sinar, juga berguna untuk menilai fungsi ekskresi ginjal. 3.2.5

Komplikasi

a.

Gagal ginjal akut

b.

Infeksi saluran kencing

c.

Urosepsis

3.2.6

Penatalaksanaan Kombinasi medikamentosa dan bedah. Terapi spesifik tergantung pada

lokasi batu, luasnya obstruksi, fungsi ginjal, ada tidaknya infeksi. a.

Pengobatan batu saluran kemih jenis batu kalsium 1)

Diuretika golongan tiazid Untuk menurunkan kalsium urin dan mencegah pembentukan batu.

2) Pada kondisi hiperoksaluria dapay diberikan kolestiramin 8-16 gr/hari dan kalsium laktat 8-14gr/hari untuk mengendapkan oksalat di usus.

c.

3)

Na fosfat 3 x 500 mg

4)

Allopurinol 300 mg/hari

5)

Sirup selulose fosfat 150-250 mg/hari.

Pengobatan batu saluran kemih jenis batu struvit 1)

Metenamin mandelat untuk menurunkan pH urin

24

2)

Renacidin, larutan penghancur struvit.

3)

Infeksi sering kali sulit diatasi. Mikroorganisme penyebab yang tersering : psudomonas, proteus, klebsiella.

4)

Antibiotik

:

nitrofurantoin,

nalidixic

acid,

trimetroprim-

sulfametoksasol. d.

Pengobatan batu saluran kemih jenis batu asam urat 1)

Intake cairan cukup

2)

Restriksi diet purin

3)

Allopurinol 2 x 100 mg untuk eksresi asam urat.

4)

Nabic untuk meningkatkan pH urin, dosis 1-3 mmol/kgBB/hari 3-4 kali agar pH urin > 6.5.

Pembedahan dilakukan jika dijumpai obstruksi persisten, nyeri persisten, infeksi ginjal berat, perdarahan terus menerus, dan batu besar > 1 cm. Pada batu kecil diameter < 0.5 cm dapat diusahakan terapi konservatif berupa spasmolitik, analgetika, diuretik, dan minum 1.5-2 L/hari dengan catatan tidak boleh disertai infeksi dan tidak uremia. 3.2.7

Prognosis

Tergantung dari : a.

Besar batu.

b.

Letak batu.

c.

Adanya infeksi.

d.

Adanya obstruksi.

e.

Ada tidaknya uremia yang menyertai.

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan

25

Berdasarkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa diagnosis kasus tersebut adalah Chronic Kidney Disease stage V 4.2

Saran

a.

Penderita dengan Chronic Kidney Disease stage V, yang mana nilai GFRnya < 15 ml/menit, perlu dipikirkan terapi pengganti ginjal.

26

Related Documents

Lapsus Ckd 1.doc
December 2019 5
Ckd
April 2020 22
Benchmarking 1doc
June 2020 45
Homework.1doc
October 2019 76
Ckd Lp.docx
April 2020 17
Ckd Sesak.docx
November 2019 31

More Documents from "Wahyudi Santosa"