Nama : Gea Azoya Apriarani NIM
: 1606802
Judul Praktikum V.
Tanggal Praktikum : 3 April 2017 Tanggal Laporan
: 24 April 2017
: Pembuatan Vinegar
Pembahasan Praktikum pembuatan vinegar dari buah ini bertujuan untuk mengetahui cara
pembuatan vinegar, jenis, dan karakteristik mikroorganisme yang digunakan untuk membuat vinegar. Cuka atau vinegar adalah suatu bahan penyedap kodimen yang dihasilkan dengan cara fermentasi dari bahan dasar yang mengandung gula atau pati. Bahan penyusun utama dari cuka atau vinegar adalah asam cuka (asam asetat). Sedangkan bahan penyusun cuka yang lain sangat bervariasi, bergantung dari bahan dasar pembuatnya. Karena kandungan bahan-bahan tersebut, meskipun dalam jumlah yang cukup kecil, cuka dari berjenis-jenis bahan baku memiliki aroma yang berbeda-beda. Anggur dapat menghasilkan cuka dengan kualitas yang paling baik (Tjokroadikoesoemo, 1993 dalam Ananda, 2010). Dalam praktikum pembuatan vinegar ini, digunakan sampel dari buah-buahan yang memiliki kandungan glukosa tinggi, seperti nanas, jeruk, salak, pepaya, pisang, dan jambu biji. Masing-masing sampel tersebut diblender dan dimasukkan ke dalam botol kaca gelap, mengalami fermentasi alkohol dan fermentasi asam asetat. Cuka merupakan produksi asam asetat yang telah banyak dikenal. Cuka adalah produk yang dihasilkan dari konversi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari genus Acetobacter dan Gluconobacter (Block et al., 1994 dalam Ananda, 2010). Menurut Prescott and Dunn (1959) dalam Ananda, 2010, cuka merupakan penyedap makanan yang dibuat dari bahan bergula atau mengandung pati melalui proses fermentasi alkoholik diikuti fermentasi asam asetat yang mengubah alkohol menjadi asam asetat. Dalam keadaan yang sangat baik jumlah asam asetat yang dihasilkan berkisar 50% dari jumlah alkohol. Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan (Buckle, K.A., 1985 dalam
Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam system biologi yang menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain. (Fardiaz, Winarno, 1984 dalam Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Menurut Salle, A.J., (1974) dalam Kwartiningsih dan Mulyati (2005), pada pengolahan vinegar, terjadi 2 kali fermentasi yaitu : 1. Fermentasi pembentukan alcohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae. Pada fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 dengan reaksi sebagai berikut : C6H12O6 2CH3CH2OH + CO2. Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi tersebut di atas, di samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam asetat. Etanol yang diperoleh maksimal hanya sekitar 15%. Untuk memperoleh etanol 95% dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat pembunuh kuman, bahan bakar dan pelarut. 2. Fermentasi perubahan alcohol menjadi asam asetat dan air dengan bakteri Acetobacter aceti. Reaksi pembentukan asam asetat dituliskan sebagai berikut: CH3CH2OH + O2 CH3COOH + H2O. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob. Pada fermentasi pembentukan asam asetat tersebut terjadi perubahan etanol menjadi asam asetat melalui pembentukan asetaldehid dengan reaksi sebagai berikut : CH3CH2OH + ½ O2 CH3CHO + H2O = Etanol asetaldehid CH3CHO + ½ O2 CH3COOH = Asetaldehid asam asetat Pada pembuatan vinegar yang kami laksanakan, ditambahkan 30% gula dari sari buah, dan Saccharomyces cereviceae 10% dari sari buah. Setiap kelompok dalam praktikum ini membuat vinegar dari satu sampel. Kelompok kami membuat vinegar dari buah pisang yang sarinya didapat 565 mL, sehingga banyaknya gula yang ditambahkan yaitu 169,5 gram dan s. cereviceae sebanyak 56,5 gram. Dan semua campuran tersebut disimpan didalam botol kaca gelap dan di ruang minim cahaya matahari pula. Hal ini dikarenakan bila vinegar terpapar matahari selama penyimpanan maka kemungkinan kerja bakteri yang nantinya akan membuat fermentasi dan akhirnya menjadikan bahan itu menjadi alkohol tidak bekerja dan
kemungkinan yang terjadi yakni kebusukan, sehingga fermentasi yang terjadi akan gagal dan tidak akan dapat dijadikan vinegar. Dimana fermentasi alkohol ini akan membebaskan gelembung CO2 dalam cairan yang difermentasikan, setelah sampel ditutup dengan tabung leher angsa pada setiap botolnya. Jika gas tersebut dibebaskan maka gas yang terperangkap di dalam cairan akan menghasilkan karbonasi alami. Hal ini disebabkan oleh S. cerevisiae yang ditambahkan dan telah diaktifkan dengan air aquades sebelum akhirnya sampel ditutup dengan labu angsa, sehingga khamir S. cerevisiae tersebut akan mengubah karbohidrat menjadi gula dan alkohol. Fermentasinya adalah sebagai berikut : C6H12O6 2C2H2OH + 2CO2. Akibatnya akan muncul gelembung-gelembung pada saluran tutup leher angsa. Penutupan dengan labu leher angsa ini bertujuan untuk menghalangi debu dan udara yang masuk kedalam botol tersebut. Untuk membuat vinegar wadah atau tempat yang digunakan hendaklah yang terbuat dari kaca atau keramik. Hal disebabkan karena ketika proses fermentasi akan berubah asam dan asam disana adalah asam asetat. Karena sifat asam tersebut kemungkinan kandungan plastic yaitu dioksin akan dapat keluar sehingga vinegar yang nantinya akan dikonsumsi tidak baik untuk kesehatan karena dioksin yang ada dalam plastic memang berbahaya untuik kesehatan. Berdasarkan literature yang ada dari Najwa (2010), menyatakan bahwa dioksin adalah senyawa yang tergolong karsinogenik. Dampak keracunan dioksin untuk jangka panjang adalah kanker dan aterosklerosis sehingga menaikkan angka kematian sampai 46 % pada beberapa kasus. Dioksin merupakan senyawa yang mampu mengacaukan sistem hormon, yaitu dengan cara bergabung dengan kaseptor hormon, sehingga mengubah fungsi dan mekanisme genetis dari sel, dan mengakibatkan pengaruh yang sangat luas, yaitu kanker, menurunkan daya tahan tubuh,
mengacaukan
sistem
saraf,
keguguran
kandungan,
dan
dapat
mengakibatkan cacat kelahiran (birth deformity). Praktikum ini dilaksanakan selama 2 minggu, namun setiap 7 hari sekali atau 168 jam sekali, kami melakukan uji kadar asam tartarat dan kadar asam asetat, serta melakukan perhitungan dari kedua uji tersebut dengan menggunakan fenolftalein yang dilarutkan dengan menggunakan sari buah dari masing-masing
sampel dengan aquades sebagai penetral. Juga dilakukan uji kadar alkohol, pH, dan uji organoleptik dari vinegar yang dibuat. Dari hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa semua vinegar mengalami pertambahan kadar asam tartarat dan asam asetat, dengan kadar tertinggi untuk asam asetat yaitu pisang 7,4556% pada minggu pertama dan nanas 28,215% untuk minggu kedua. Sedangkan kadar tertinggi untuk asam tartarat pisang 9,3195% pada minggu pertama dan nanas 35,275% pada minggu kedua. Kadar asam tartarat selalu lebih besar daripada kadar asam asetat. Faktor yang mempengaruhi perubahan pengukuran uji ini adalah lamanya waktu dan kecepatan waktu yang dibutuhkan untuk larutan mengalami perubahan warna sewaktu titrasi. Kadar alkohol setiap sampel pada setiap minggu berbeda-beda, namun terdapat kenaikan dari minggu pertama ke minggu kedua pada sampel nanas, pisang, dan jambu biji. Kadar alkohol bisa mempengaruhi adanya penyerapan panas yang lebih cepat direspon, sehingga hanya membutuhkan suhu yang rendah ataupun suhu yang tinggi untuk mendidihkannya. Menurut Wignyanto (2001), konsentrasi gula reduksi, lama fermentasi dan interaksi kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi etanol, sedangkan konsentrasi inokulum tidak memberikan pengaruh yang nyata. konsentrasi gula reduksi awal yang paling sesuai bagi Saccharomyces cerevisiae di antara keempat konsentrasi tersebut adalah 10% sedangkan konsentrasi gula reduksi 12% dan 14% terlalu pekat atau terlalu tinggi bagi Saccharomyces cerevisiae sehingga aktivitas sel Saccharomyces cerevisiae terhambat. Menurut Judoamidjoyo, dkk (1990) dalam Wignyanto (2001), jika konsentrasi gula terlalu tinggi atau jika konsentrasi media terlalu pekat berakibat mengganggu metabolisme sehingga menghambat pembelahan sel selanjutnya berpengaruh terhadap etanol yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi asam asetat adalah : a. Suhu Suhu optimum 15 – 34C atau 25 – 30C. b. pH Bakteri as. asetat dapat tumbuh secara optimal pada pH antara 5,4–6,3. c. Kecepatan aerasi Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting untuk pertumbuhan sel mikroba dalam menghasilkan asam asetat. Kecepatan aerasi diperlukan untuk mengatur konsentrasi oksigen terlarut pada medium
fermentasi. Udara pada tekanan 1 atm merupakan sumber oksigen baik, tetapi konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi akan meracuni bakteri, begitu pula bila terlalu rendah. d. Besarnya aerasi yang digunakan oleh peneliti berbeda-beda, antara lain : 0,08 vvm dan 0,06 – 1,2 vvm dengan diameter sekitar 1 mm. e. Konsentrasi alkohol Konsentrasi alkohol yang digunakan sebesar 5–7%. f. Jumlah inokulum Seleksi terhadap jenis dan jumlah inokulum yang akan ditambahkan akan menentukan kualitas hasil fermentasi . g. Kriteria penting bagi kultur mikroba agar dapat digunakan sebagai inokulum yaitu sehat dan berada dalam keadaan aktif, tersedia dalam jumlah yang cukup, berada dalam bentuk morfologi yang sesuai, bebas dari kontaminan dan kemampuannya dalam membentuk produk. h. Lama fermentasi Lama fermentasi akan mempengaruhi produk fermentasi yang dihasilkan. Waktu fermentasi yang terlalu pendek akan menghasilkan produk yang sedikit karena substrat tidak seluruhnya terdegradasi sedang waktu fermentasi yang lama, asam asetat akan teroksidasi menjadi karbondioksida dan air. VI.
Kesimpulan Vinegar berasal dari kata vinaigre (bahasa Perancis) yang artinya anggur yang
telah asam, merupakan suatu produk yang dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula atau pati menjadi alkohol, yang kemudian difermentasi lebih lanjut menjadi vinegar yang mempunyai kandungan asam asetat minimal 4 gram/100mL (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Cuka adalah produk yang dihasilkan dari konversi etil alkohol (etanol) menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat dari genus Acetobacter dan Gluconobacter (Block et al., 1994 dalam Ananda, 2010). Pada pengolahan vinegar, terjadi 2 kali fermentasi yaitu : 1. Fermentasi pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae. Pada fermentasi ini terjadi perombakan glukosa menjadi alkohol dan gas CO2 dengan reaksi sebagai berikut : C6H12O6 2CH3CH2OH + CO2. Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi tersebut di atas, di
samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam asetat. Etanol yang diperoleh maksimal hanya sekitar 15%. Untuk memperoleh etanol 95% dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat pembunuh kuman, bahan bakar dan pelarut. 2. Fermentasi perubahan alcohol menjadi asam asetat dan air dengan bakteri Acetobacter aceti. Reaksi pembentukan asam asetat dituliskan sebagai berikut: CH3CH2OH + O2 CH3COOH + H2O. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob. Pada fermentasi pembentukan asam asetat tersebut terjadi perubahan etanol menjadi asam asetat melalui pembentukan asetaldehid dengan reaksi sebagai berikut : CH3CH2OH + ½ O2 CH3CHO + H2O = Etanol asetaldehid CH3CHO + ½ O2 CH3COOH = Asetaldehid asam asetat
DAFTAR PUSTAKA Ananda, 2010. Cuka. [Online]. Tersedia : http://anandagagan.blogspot.com/2010/03/cuka.html diakses pada 24 April 2017. Kwartiningsih dan Mulyati. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas menjadi Vinegar. Kuilibrium. Vol. 4. No. 1. 8 Juni 2005. Hal. 812. Najwa, 2010. Tissue dan Pembalut penyebab kanker. [Online]. Tersedia: http://najwa-choey.abatasa.com/post/detail/10050/waspadai-zat-penyebabkanker-dalam-tissue-dan-pembalut-anda/ diakses pada 24 April 2017. Wignyanto, Suharjono, dan Novita. (2001). Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas dan Inokulum Saccharomyces cereviceae pada Fermentasi Etanol. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 1. April 2001: 6877.