Pembahasan Laprak Bab 5.docx

  • Uploaded by: erina
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan Laprak Bab 5.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 709
  • Pages: 3
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Pada praktikum, digunakan fase diamnya yaitu silica gel 𝐺𝐹254 , dipilihnya fase diam tersebut karena umumnya untuk mengetahui banyak zat memang digunakan silica gel 𝐺𝐹254 . Untuk fase geraknya digunakan n-heksana (non – polar) : etil asetat (semi polar) dengan perbandingan 4:1 (bisa diubah sesuai sampel), namun perbandingannya diubah ke 9:1 karena saat menggunakan 4:1 dalam perhitungan Rf masih terlalu tinggi dan jarak noda di plat klt juga masih lebih dari ¾ bagian plat KLT. Hal pertama yang dilakukan adalah menjenuhkan fase gerak dengan membiarkannya di dalam chamber, cara mengetahuinya adalah dengan menaruh kertas saring di dalam chamber berisi fase gerak dan membiarkan fase gerak membasahi kertas saring sampai noda basah pada kertas saring tidak naik lagi, jika sudah seperti ini maka sudah bisa dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh. Chamber harus ditutup rapat agar udara tidak bisa masuk, karena jika ada udara maka fase gerak tidak bisa naik dengan sempurna, kemudian noda sampel juga tidak boleh terendam fase gerak karena dikhawatirkan sampel akan larut dalam fase gerak. Setelah itu masukkan 2 plat KLT yang sudah ditotolkan oleh sampel ke dalam chamber yang berisi fase gerak yang sudah dijenuhkan, jika noda yang timbul terlalu tinggi (melebihi ¾ ) maka perlu ditambah larutan n-heksana lebih dalam chamber karena fase gerak terlalu polar dibandingkan sampelnya, jika noda yang timbul kurang dari ¾ maka perlu ditambah larutan etil asetat lebih karena fase gerak terlalu non – polar dibandingkan dengan sampelnya. Setelah itu dilihat dengan sinar UV, dan beri tanda spotnya menggunakan pensil (harus menggunakan pensil karena goresan yang diberikan oleh pensil tidak menghasilkan reaksi dengan sampel dan fase gerak yang ada pada plat KLT). Jika menggunakan pulpen hanya akan meninggalkan noda yang bisa bereaksi dengan fase gerak ataupun sampel tersebut.

Kemudian beri pereaksi dragendorf dan godin pada sampel (berbeda sampel, 1 plat KLT diberi godin dan plat lainnya diberi dragendorf), dragendorf adalah pereaksi untuk mengetahui sampel mengandung alkaloid atau tidak, jika plat berubah menjadi coklat maka sampel mengandung alkaloid, pada sampel yang digunakan saat itu, tidak mengandung alkaloid. Kemudian pereaksi godin adalah untuk mengetahui kandungan sampel berdasarkan warna yang ditimbulkan noda pada plat KLT. Pemberian pereaksi merata ke semua KLT dengan menggunakan pipet, bukan menenggelamkannya dalam pereaksi. Plat KLT dipanaskan karena dikhawatirkan sampel tidak bisa menggunakan UV ataupun pereaksi, plat KLT yang dipanaskan adalah plat KLT yang diberi pereaksi godin, namun sebelum dipanaskan, plat KLT harus sudah dipastikan tidak basah oleh pereaksi godin, karena jika masih basah maka hanya akan menghancurkan plat KLT karena setelah dipanaskan, plat KLT akan mudah rapuh saat disentuh. Sampel yang kami pakai adalah daun jeruk purut, yang nama latinnya adalah (Citrus hystrix D. C.) dan nama simplisianya adalah Citri Hystricis Folium. Menurut literatur, daun jeruk purut mengandung tanin 1,8 %, steroid, triterpenoid, dan minyak atsiri 1 – 1,5 %. Dan juga memiliki efek farmakologis sebagai antiseptik dan antioksidan. (Miftahendrawati, 2014) Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 – 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya. Rf yang didapat dengan perbandingan eluen n-heksana:etil asetat 4:1 adalah 0,95cm yang artinya Rf tersebut tidak bagus, selanjutnya dilakukan percobaan ulang dengan eluen yang sama namun berbeda perbandingan yaitu 9:1 yaitu 0,50cm (sebelum dipanaskan) dan 0,63cm (setelah dipanaskan), Rf tersebut adalah Rf dengan pereaksi godin. Sedangkan untuk pereaksi dragendorf menghasilkan Rf 0,77cm dengan eluen yang sama dan perbandingan 4:1. (HMK UB, 2013) Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. (HMK UB, 2013). Maka senyawa yang dimiliki sampel yang digunakan adalah termasuk senyawa semi polar karena memiliki Rf sekitar 0,5 – 0,7cm.

DAFTAR PUSTAKA Himpunan Mahasiswa Kimia Universitas Brawijaya. 2013. Kromatografi Lapis Tipis (online). (http://hmk.mipa.ub.ac.id/?s=Kromatografi diakses 18 Maret 2018) Miftahendrawati. (2014). Efek Antibakteri Ekstrak Daun Jeruk Purut (Citrus Hystrix) Terhadap Bakteri Streptococcus Mutans (In Vitro). Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Hasanudin. Makasar.

Related Documents


More Documents from "Elsyfhaa"