LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
DISUSUN OLEH : Nama
: Fika Bawesty Pradina
NIM
: 1606067020
Golongan/Kelompok
: A/4
Dosen Pembimbing
: Erma Yunita, M.Sc.,Apt
LABORATORIUM FITOKIMIA AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA 2018/2019
PERCOBAAN I PEMBUATAN SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
A. Tujuan Praktikum Mahasiswa dapat melakukan pembuatan simplisia serta prosedur penapisan fitokimia untuk mengidentifikasi kandungan zat aktif kimia simplisia.
B. Dasar Teori Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan. Terdapat 3 jenis simplisia yaitu: a. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanamn utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. b. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni. c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni. Proses pembuatan simplisia 1. Pengumpulan bahan baku Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tahapan ini adalah masa panen. Panen daun atau herba dilakukan pada sat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. 2. Sortasi basah Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tabanab masih segar. Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan dan bagian tanaman lain yang rusak (dimakan ulat dan sebagainya). 3. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. 4. Pengubahan bentuk Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk untuk rimpang, daun dan herba adalah dengan perajangan. 5. Pengeringan Proses pengeringan simplisia terutama bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri serta memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama dan sebagainya). Pengeringan dapat dilakukan lewat sinar matahari langsung maupun tidak langsung juga dapat dilakukan dalam oven dengan suhu maksimum 60° C 6. Sortasi kering Sortasi kering adalah pemilahan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan (misalnya dikeringkan di tepi jalan raya) atau dibersihkan dari kotoran hewan. 7. Pengepakan dan penyimpanan Setelah tahap pengeringan da sortasi kering selesai dilakukan maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya (Anonim, 2000) Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tannin, minyak untuk industri, seperti gum, dan lain-lain. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavinoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid (Teyler V.E,1988).
C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Tabung reaksi
e. Pengaduk
b. Beaker glass
f. Pemanas
c. Pipet tetes
g. Corong
d. Spatula
h. Penjepit
2. Bahan a. Daun
ketela
segar,
g. Molish
simplisia lada, simplisia
h. Asam Sulfat pekat
temu kunci, sereh segar
i. HCL 2N
b. Aquadest
j. Pereaksi Meyer
c. Timbal (II) asetat
k. Pereaksi Bouchardat
d. Kloroform
l. Pereaksi Dragendorff
e. Isopropanol
m. Serbuk Mg
f. Natrium
Sulfat
Anhidrida
D. CARA KERJA 1. Identifikasi alkaloid Simplisia segar dirajang halus dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan HCl sebanyak 1 ml dan aquades sebanyak 9ml dipanaskan diatas waterbath. Filtrat yang diperoleh didinginkan dan disaring. a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning. b. Filtratsebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, akan terbentuk warna merah atau jingga. 2. Identifikasi flavonoid Sebanyak 10g serbuk simplisia ditambahkan air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 filtrat ditambahka 0,1 serbuk magnesium dan 1 ml HCl dan 2ml amilalkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika berwarna merah, kuning, jingga pada lapisan amilalkohol (Farnworth, 1996). 3. Identifikasi saponin
Sebanyak 0,5 serbuk simplisia, dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang menetap setinggi 1 hingga 10cm, tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida maka posiif mengandung saponin (Depkes, 1989) 4. Identifikasi Tanin Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml aquadest, didihkan selama 15 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring, kemudian filtrat ditambahkan ferri(III) klorida 1%. Terbentuknya warna biru tua atau biru kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan Tannin. (Depkes, 1989) 5. Identifikasi kuinon Sebanyak 5ml larutan percobaan yang diperoleh dari identifikasi flavonoid terhadap ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon (Djamil dan Anelia, 2009)
E. HASIL Tabel hasil pengamatan skrining fitokimia Daun Ketela Pohon Tabel 1 NO Jenis Uji 1
Hasil
Keterangan
Terbentuk endapan putih
+
Terbentuk larutan berwarna jingga
+
Alkaloid a. Pereaksi Meyer b. Pereaksi Dragendorf
2
Flavonoid
Tidak
terbentuk
merah/kuning/jingga
pada
warna lapisan
amilalkohol 3
Saponin
Tidak terbentuk buih setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit
4
Tanin
Terbentuk warna ungu kehitaman
+
5
Kuinon
Tidak terbentuk warna merah
-
F. PEMBAHASAN Uji skrining fitokimia dilakukan terhadap daun ketela pohon. Pada praktikum kali ini dilakukan 5 uji yaitu uji identifikasi terhadap alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan kuinon. Berdasarkan tabel hasil uji skrining fitokimia yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa simplisia daun ketela pohon positif mengandung alkaloid dan tanin. Alkaloid adalah yang bersifat basa, mengandung atom nitrogen berasal dari tumbuhan dan hewan (Harborne dan Turner, 1984). Poitif mengandung alkaloid ini dibuktikan dengan ditetesi menggunakan pereaksi Meyer dan pereaksi Dragendorff. Filtrat yang telah dibuat yaitu dengan cara daun ketela pohon segar diberi HCl 1 ml dan aquades sebanyak 9 ml kemudian dipanaskan diatas waterbath. Filtrat yang ditetesi dengan pereaksi Meyer menghasilkan endapan berwarna putih, hal ini menunjukkan bahwa daun ketela pohon positif mengandung alkaloid, slain menggunakan pereaksi Meyer digunakan pula pereaksi Dragendorff, filtrat yang ditetesi pereaksi Dragendorff menghasilkan larutan yang berwarna jingga.
Pada skrining fitokimia yang kedua adalah daun ketela pohon positif mengandung Tanin. Tanin adalah senyawa fenol yang memiliki berat molekul 5003000 daltons (Da). Tanin diklasifikasikan atas 2 kelompok yaitu atas dasar tipe struktur dan aktivitasnya terhadap senyawa hidrolitik yaitu senyawa tanin terkondensi dan tanin terhidrolisis (Hagerman, 2002). Pada skrining ini simplisia kering ditambahkan aquades kemudian didihkan, didinginkan, disaring dan ditambahkan larutan ferri(III) klorida 1%. Filtrat yang dihasilkan berwarna biru kehitaman hasil ini menunjukkan bahwa simplisia positif mengandung tanin Menurut Nurdiana, pada simplisia daun ketela pohon terdapat berbagai kandungan zat aktif yaitu flavonoid, triterpenoid, saponin, tanin, dan vitamin c. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan daun sngkong hanya positif mengandung alkaloid dan tanin. Uji fitokimia yang dilakukan ini merupakan pemeriksaan secara kualitatif terhadap metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia daun ketela pohon. Pada sumber dikatakan bahwa daun ketela pohon positif mengandung saponin. Hal ini dpat disimpulkan jika pada penelitian, daun singkong mengandung saponin tetapi dalam jumlah yang sedikit. Perbedaan kandungan fitokimia dalam daun ketela pohon diduga karena perbedaan pelarut, kesuburan tanah tempat tumbuh, faktor stres lingkungan umur tanaman dan gen.
G. KESIMPULAN Pada praktikum yang telah dilakukan didapat kandungan zat aktif dalam simplisia daun ketela pohon berdasarkan metode yang telah dilakukan adalah Alkaloid dan Tanin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Djamil, R dan Anelia, T., 2009, Penapisan Fitokimia, Uji BSLT dan uji Antioksidan Ekstrak Metanol beberapa jenis Papilionaceae, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 7 No. 2 Hal 65-71 Farnworth, N., dkk., 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Bandug: Penerbit ITB Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry, Depertement of Chemistry and Biochemistry. Miamy University. Oxford Harborne,J.B;Turner,B.L.,1984.Plantchemosystematic.London Academic Press Hilda R, Ade H, dan Diana W. Identifikasi Senyawa Bioaktif dalam Singkong Karet (Manihot glaziovii) dan Uji Sitotoksik Terhadap Sel Murni Leukimia. Bogor: Universitas Pakuan. Iftita, Azjka, Faya. 2016. Uji Efektivitas rendaman Daun Singkong (Manihot utilissima) Sebagai Insektisida terhadap Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Elektrik Cair. Semarang: Universitas Diponegoro. Nurdiana AR. 2013. Uji ekstrak daun singkong (Manihot esculenta) terhadap jumlah neutrofil pada prosespenyembuhan luka tikus (Rattus norvegiccus). Jember: Universitas Jember . Teyler.V.E., dkk, 1988, Pharmacognosy 9th Edition, 187-188, Phiadelphia: Lea & Febiger