KELOMPOK 18 • Nadya Paramitha R. (17010100) • Queen Sahara H.A (17010150) • Radita (17010100)
Menurut Dinkes Tangsel (2013) bahwa rekapitulasi yang dilakukan oleh Dinkes Tangsel 20 besar penyakit di tangsel dari Januari sampai April tahun 2013 terdapat 16 penyakit akut dan 4 penyakit kronis . Rematoid Artrithis merupakan penyakit kronis ke2 sebesar 18% setelah hipertensi essensial 55.4% kemudian ketiga adalah Diabetes Melitus sebesar 15.2% yang ke-4 adalah Gout/ Asam Urat sebesar 11.4%. sedangkan rekapitulasi 10 penyakit terbanyak pada lansia yaitu rematik merupakan penyakit terbanyak ke 3 sebesar 4.43% setelah hipertensi 7.05% kemuadian Dermatitis 5.26% dari 3.871 kunjungan dipuskesmas Pisangan tahun 2012.
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi di artroidial.
Rheumatoid arthritis secara global menyerang semua etnis dan usia, dengan angka kejadian yang berbeda-beda sebesar 0,3-5 persen. Tapi gangguan itu cenderung meningkat pada usia dewasa muda atau usia pertengahan dan usia produktif. Wanita 3-4 kali lebih berisiko terkena, serta lebih banyak terjadi di negara berkembang. Prevalensi penyakit RA di Indonesia saat ini belum diketahui secara pasti. Dalam penelitiannya, Darmawan et al., pada tahun 1993 menyebutkan prevalensi RA di Indonesia 0,2% untuk penduduk di daerah pedesaan dan 0,3% untuk penduduk di daerah kota. Di Indonesia, diperkirakan, pada kelompok dewasa di atas 18 tahun ada 0,1-0,3 persen penderita. Sedangkan pada anak-anak dan remaja yang kurang dari 18 tahun ada 1 dari 100 ribu penduduk. Kini diperkirakan ada sekitar 360 ribu pasien rheumatoid arthritis dewasa di Indonesia. Kendati prevalensinya rendah, penyakit ini sangat progresif dan paling sering menyebabkan kecacatan. Kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada enam bulan pertama setelah terserang penyakit ini, sedangkan kecacatan terjadi 2-3 tahun kemudian bila tidak diobati (Widowati, 2010).
• A.
Klasifikasi Struktural Persendian
• A.Persendian fibrosa (Sinartosis) tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa, merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Misal : pada tengkorak. • B.Persendian kartilago(amfaiartrosis) tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan jaringan kartilago, merupakan sendi yang tidak dapat bergerak • C.Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul dan ligamen artikular yang membungkusnnya.
Jenis sendi yang memiliki sinovial memiliki karakterisktik yang sama. Karakteristik tersebuut ntara lain : 1. Kartilago hialin : untuk bantalan 2 tulang 2. Ligamen kapsuler : jaringan fibrosa yang membungkus kartilago 3. Membran sinovial : melapisi kapsul dan menutup bagian yang tidak ditutupi kartilago 4. Cairan sinovial : jernih, berwarna kuning muda, Leukosit , 200/mm3. Pada Reumatoid Artriis viskositasnya menurun dan retikulositnya meningkat hingga 15.00020.000/mm3 sehingga cairan sinovial menjadi tidak jernih 5. Struktur ekstra kapsuler Otot/tendon : untuk menggerakan sendi 4. Ligament Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibros yang tebal dimana merupakan akhir dari suatu otot dan dan berfungsi mengikat suatu tulang.
•
Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang lain. Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
•
Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
•
Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid aksis.
•
Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
•
Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
•
Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam ini disebut sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan persendian antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal.
Keadaan Normal
Keadaan terkena RA
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu: Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
• Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism Association ( ARA ) adalah: • 1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ). 2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi. 3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terusmenerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu. 4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain. 5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris. 6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor. 7. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
Hormon Genetik Sex berupa hubungan dengan gen HLADRB1 dan faktor ini memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
Faktor Infeksi
Heat Shock Protein (HSP)
Faktor Lingkungan
beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009).
merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).
salah satu contohnya adalah merokok (Longo, 2012)
Pola Makan Adanya kebiasaan mengomsumsi makanan yaitu yang dapat memicu terjadinya kekambuhan karena makanan merupakan faktor penting dalam memicu kekambuhan penyakit rematik seperti, menghindari produk susu, buah jeruk, tomat, jeroan, dan makanan tertentu lainnya
Jenis kelamin Jenis kelamin tampaknya memainkan peran utama dalam kerentanan seseorang untuk rheumatoid arthritis. Wanita sekitar tiga kali lebih mungkin dibandingkan pria untuk mengembangkan rheumatoid arthritis.
Autoimun
Tingkat pengetahuan, pekerjaan / aktivitas
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II. autoimun terjadi karena adanya gangguan pada fungsi normal dari sistem imun, sehingga sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri.
Sesorang yang memiliki pengethauan yang baik lebih banyak mendertita penyakit ini dibanding yang kurang baik pengetahuannya karena adanya faktor lain seperti sikap pasien yang cenderung lebih acuh tak acuh dengan penyakitnya karena terlalu sibuk bekerja.
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
• • • • • • • • • • •
Nyeri persendian Bengkak (Rheumatoid nodule) Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari Terbatasnya pergerakan Sendi-sendi terasa panas Demam (pireksia) Anemia Berat badan menurun Kekuatan berkurang Tampak warna kemerahan di sekitar sendi Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
• • • • •
Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti : Gerakan menjadi terbatas Adanya nyeri tekan Deformitas bertambah pembengkakan Kelemahan
Keterbatasan fungsi sendi dapat terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak. Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare, 2002). Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.
• Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
• Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
Sistem imun merupakan bagian pertahanan tubuh yang dapat membedakan komponen self dan non-self. Kasus rheumatoid
arthritis
sistem imun tidak mampu lagi membedakan keduanya dan menyerang jaringan sinovial serta jaringan penyokong lain. Inflamasi berlebihan merupakan manifestasi utama yang tampak pada kasus
rheumatoid arthritis. Inflamasi terjadi karena adanya paparan antigen.
Antigen dapat berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen (Schuna, 2005).
Paparan antigen
Pembentukan antibodi di sel B
Antibodi rheumatoid factor
Mengaktifkan komplemen
Kemotaksis,fagositosis dan pelepasan sitotokin
Sel mononuklir
Mempresentasikan antigen terhadap cell T cd 4+
Pelepasan sitokin pro inflamasi
Sel sel mengalami inflamasi
Makrogaf melepaskan prostaglandin dan sitotoksin
Makrofag melapas protein vasoaktif Limfosit dan fibroblast menstimulasi angiogenesis
Meningkatkan vakularisasi pada senovial Inflamasi kronis ,poliferasi membran senovial
Pannus
Menginvasi kartilago dan tulang
Erosi tulang dan kerusakan sendi
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu : Stadium sinovitis Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
Stadium destruksi Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
Pemeriksaan cairan synovial
• Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih. • Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%). • Rheumatoid faktor positif, kadarnya lebih tinggi dari serum dan berbanding terbalik dengan cairan sinovium
Pemeriksaan kadar seroimunologi
• Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis. • Anti CCP antibody positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini.
Pemeriksaan darah tepi
• • • • • •
Leukosit : normal atau meningkat sedikit Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis. Trombosit meningkat. Kadar albumin serum turun dan globulin naik. Protein C-reaktif biasanya positif. LED meningkat.
Kecacatan
sikap pasien yang cenderung lebih acuh tak acuh dengan penyakitnya karena terlalu sibuk bekerja. Sehingga tanpa disadari dan lambat mendapat penanganan sendi sudah semakin rusak.
Sembuh
Sembuh dengan cara pasien melakukan terapi baik secara farmakologi dan non farmakologi
Mengefek ke Penyakit lain 1). Anemia 2). Infeksi Pasien dengan RA memiliki risiko lebih besar untuk infeksi. Obat imunosupresif akan lebih meningkatkan risiko. 3). Masalah gastrointestinal Pasien dengan RA mungkin mengalami gangguan perut dan usus.Kanker perut dan kolorektal dalam tingkat yang rendah telah dilaporkan pada pasien RA. 4). Osteoporosis Kondisi ini lebih umum daripada rata-rata pada wanita postmenopause dengan RA, pinggul yang sangat terpengaruh. Risiko osteoporosis tampaknya lebih tinggi daripada rata-rata pada pria dengan RA yang lebih tua dari 60 tahun.
5). Penyakit paru-paru Sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan paru dan fibrosis pada pasien yang baru didiagnosis RA, namun temuan ini dapat dikaitkan dengan merokok. 6). Penyakit jantung RA dapat mempengaruhi pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung iskemik koroner. 8). Sindrom Felty Kondisi ini ditandai dengan splenomegali, leukopenia dan infeksi bakteri berulang. Ini mungkin merupakan respon diseasemodifying antirheumatic drugs (DMARDs). 9). Limfoma dan kanker lainnya RA terkait perubahan sistem kekebalan tubuh mungkin memainkan peran. Pengobatan yang agresif untuk RA dapat membantu mencegah kanker tersebut.
(1). Latihan Tiga jenis olahraga yang disarankan adalah latihan rentang gerak, latihan penguatan dan latihan daya tahan (aerobik). Aerobik air adalah pilihan yang sangat baik karena dapat meningkatkan jangkauan gerak dan daya tahan, juga dapat menjaga berat badan dari sendisendi tubuh bagian bawah (Shiel,2011). (2). Istirahat Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi nonfarmakologi RA. Istirahat dapat menyembuhkan stres dari sendi yang mengalami peradangan dan mencegah kerusakan sendi yang lebih parah. Tetapi terlalu banyak istirahat (berdiam diri) juga dapat menyebabkan imobilitas, sehingga dapat menurunkan rentang gerak dan menimbulkan atrofi otot. Pasien hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam diri terlalu lama. Dalam kondisi yang mengharuskan pasien duduk lama, pasien mungkin dapat beristirahat sejenak setiap jam, berjalan-jalan
(3). Pengurangan berat badan Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada sendi dan dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal juga dapat mencegah kondisi medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan diabetes. Pasien hendaknya mengkonsumsi makanan yang bervariasi, dengan memperbanyak buah dan sayuran,protein tanpa lemak dan produk susu rendah lemak.Berhenti merokok akan mengurangi risiko komplikasi rheumatoid arthritis (Shiel, 2011). (4) Makanan yang dapat mempengaruhi kekambuhan Rematik seperti, produk kacangkacangan seperti susu kacang, kacang buncis, organ dalam hewan seperti; usus, hati, limpa, paru, otak, dan jantung, makanan kaleng seperti, sarden, kornet sapi, makanan yang dimasak menggunakan santan kelapa, beberapa jenis buah-buahan seperti durian, air kelapa muda dan produk olahan melinjho,
(5). Pembedahan Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat kerusakan sendi, tindakan pembedahan mungkin dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki sendi yang rusak. Pembedahan dapat membantu mengembalikan kemampuan penggunaan sendi, mengurangi rasa sakit dan mengurangi kecacatan. Pembedahan yang dilakukan antara lain sebagai berikut (Harms, 2009): (a). Artoplasti (penggantian total sendi). Bagian sendi yang rusak akan diganti dengan prostesis yang terbuat dari logam dan plastik. (b). Perbaikan tendon. Peradangan dan kerusakan sendi dapat menyebabkan tendon di sekitar sendi menjadi longgar atau pecah. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan tendon di sekitar sendi. (c). Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi). Lapisan sendi yang meradang dan menyebabkan nyeri dapat dihilangkan. (d). Artrodesis (fusi sendi). Fusi sendi mungkin direkomendasikan untuk menstabilkan atau menyetel kembali sendi dan dapat mengurangi nyeri ketika penggantian sendi tidak menjadi suatu pilihan. Pembedahan berisiko menyebabkan perdarahan, infeksi dan nyeri, sehingga sebelum dilakukan tindakan, harus diperhitungkan dulu manfaat dan risikonya.
Ada dua kelas obat yang digunakan untuk mengobati RA, yaitu • obat fast acting • obat slow acting Obat fast acting digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan, seperti aspirin dan kortikosteroid Obat slow acting adalah obat antirematik yang dapat memodifikasi penyakit (DMARD), seperti garam emas, metotreksat dan hidroksiklorokuin yang digunakan untuk remisi penyakit dan mencegah kerusakan sendi progresif, tetapi tidak memberikan efek anti-inflamasi (Shiel, 2011).