Laporan Sperma Makro & Mikro Perbaikan (1).docx

  • Uploaded by: efendirahim
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Sperma Makro & Mikro Perbaikan (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,208
  • Pages: 29
LEMBAR PENGESAHAN Laporan praktikum Kimia Klinik dengan judul percobaan Pemeriksaan Sperma Metode Makroskopis dan Mikroskopis yang disusun oleh :

Kelompok

: Empat (IV)

Prodi

: D-III Analis Kesehatan

Pada hari ini ................... tanggal ........... bulan ............................... tahun ........... telah diperiksa dan disetujui oleh asisten, maka dengan ini dinyatakan diterima dan dapat mengikuti percobaan berikutnya.

Gorontalo, .............................. 20 ....../20...... Asisten

Inton Lahay, Amd. AK

LEMBAR ASISTENSI KELOMPOK

: EMPAT (IV)

PRODI

: D-III ANALIS KESEHATAN

MATA KULIAH

: KIMIA KLINIK

N O

HARI/TANGGAL

KOREKSI

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PARAF

Puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan hanya limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan laporan Kimia Klinik II ini yaitu

“Pemeriksaan Sperma Metode Makroskopis dan

Mikroskopis“. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah membawakan ajaran Islam yang dengannya dapat menghantarkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Semoga dengan disusunnya laporan ini, penulis dapat membagi ilmu dan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca. Walaupun laporan ini masih banyak memiliki kekurangan maupun kesalahan baik dari segi penulisan kalimat dan rangkaian kata dan dengan rendah hati agar kiranya rekan-rekan sekalian dapat untuk memberikan saran dan kritikan yang membangun. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2 1.3 Tujuan Praktikum.........................................................................................2 1.4 Manfaat Praktikum.......................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3 2.1 Spermatozoa...........................................................................................3 2.2 Tahap Pembentukan Sperma..................................................................4 2.3 Struktur Spermatozoa.............................................................................6 2.4 Faktor Motilitas Semen..........................................................................9 2.5 Pemeriksaan Makroskopis...................................................................10 2.6 Pemeriksaan Mikroskopis....................................................................11 BAB III METODE PRAKTIKUM...............................................................14 3.1 Waktu dan Tempat......................................................................................14 3.2 Pra Analitik................................................................................................14 3.3 Analitik......................................................................................................14 3.4 Pasca Analitik.............................................................................................16 BAB IV HASIL PEMBAHASAN.......................................................................18 4.1 Hasil...........................................................................................................18 4.2 Pembahasan................................................................................................19 BAB V PENUTUP .........................................................................................24 5.1 Kesimpulan................................................................................................24 5.1 Saran..........................................................................................................24 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan seorang manusia diawali dengan pembuahan , yaitu suatu proses dimana spermatozoa dari pria dan oosit dari wanita bergabung membentuk suatu organisme baru yaitu zigot. Spermatogenesis disebut juga sebagai tahap poliferasi atau perbanyakan. Proses pembentukan gamet (sel kelamin) disebut gametogenesis. Proses pembentukan spermatozoa (sel kelamin jantan) berlangsung di dalam testis yang terdapat di scrotum Semen, yang diejakulasikan selama aktivitas seksual pria, terdiri atas cairan dan sperma yang berasal dari vas deferens (kira-kira 10% dari keseluruhan semen), cairan dari vesikula seminalis (kira-kira 60%), cairan dari kelenjar prostat (kira-kira 30%), dan sejumlah kecil cairan dari kelenjar mukosa, terutama kelenjar bulbouretralis. Jadi, bagian terbesar semen adalah cairan vesikula seminalis, yangmerupakan cairan terakhir yang diejakulasikan dan berfungsi untuk mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan uretra. pH rata-rata dari campuran semen mendekati 7,5 cairan prostat yang bersifat basa menetralkan keasaman yang ringan dari bagian semen lainnya. Cairan prostat membuat semen terlihat seperti susu, sementara cairan dari vesikula seminalis dan dari kelenjar mukosa membuat semen menjadi agak kental. Sehingga, untuk mengetahui apakah seseorang pria infertil ataupun fertil peranan analisa semen sangatlah penting. Semen yang akan dipergunakan

dalam analisa semen diambil setelah abstinensia minimal 48 jam sampai maksimal 7 hari dengan cara masturbasi. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada praktikum kali ini ialah bagaimana cara pemeriksaan sperma menggunakan metode mikroskopis dan makroskopis? 1.3 Tujuan Praktikum Adapun tujuan pada praktikum kali ini ialah untuk mengetahui pemeriksaan sperma menggunakan metode mikroskopis dan makroskopis. 1.4 Manfaat Praktikum Adapun manfaat pada praktikum kali ini ialah agar mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan sperma menggunakan metode mikroskopis dan makroskopis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Spermatozoa Spermatozoa merupakan sel yang dihasilkan oleh fungsi reproduksi pria. Sel tersebut mempunyai bentuk khas yaitu mempunyai kepala, leher dan ekor. Spermatozoa merupakan sel hasil maturasi dari sel epitel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak dalam dua sampai tiga lapisan sepanjang batas luar epitel tubulus. Proses perkembangan spermatogonia menjadi spermatozoa disebut spermatogenesis. (Fajar, 2014) Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal dari gonosit yang menjadi spermatogonium, spermatosit primer dan

sekunder dan

selanjutnya berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang penting yaitu kepala dan ekor. (Ahmad, 2014) Spermatozoa memiliki antioksidan dalam jumlah terbatas sesuai dengan volume

sitoplasma

yang

sedikit.

Kondisi

tersebut

mengakibatkan

spermatozoa menjadi rentan terhadap stress oksidatif yang disebabkan reactive oxygen species (ROS). Selain itu, plasma membran spermatozoa yang kaya asam lemak tak jenuh untuk menjaga fluiditas membran mengakibatkan spermatozoa mudah berikatan dengan ROS. Mekanisme tersebut menimbulkan stres oksidatif sebagai hasil peroksidasi plasma membran sehingga menyebabkan kerusakan spermatozoa dan mekanisme pertahanannya. (Silvia dan triana, 2015)

2.2 Tahap Pembentukan Sperma

Gambar 2.2.1 tahap pembentukan sperma Proses pembentukannya disebut spermatogenesis. Spermatogenesis adalah suatu proses pembentukan spermatozoa (sel gamet jantan) yang terjadi di tubuli seminiferi yang terletak di testis, testis 90% tersusun oleh tubuli seminiferi, sedangkan yang 10% sel intertitiel dan jaringan ikat. Spermatozoa yang dihasilkan oleh tubuli seminiferi dikeluarkan kesaluran reproduksi jantan yang terdapat silia dan muskulernya yang dapat menggerakan spermatozoa dalam proses transportasi, saluran reproduksi jantan tersebut adalah reteteste, vas defferens epididimis, vas efferens dan terakhir di uretra. (Trinil, 2011) Proses spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif. Hal ini sebagai akibat dari rangsangan oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dan dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlansung sepanjang hidup. Pada tahap pertama dari

spermatogenesis, spermatogonia primitif berkumpul tepat ditepi membrane basal dari epitl germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini, spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara selsel Sertoli. Sel-sel Sertoli mempunyai membran yang sangat kuat berlekatan satu sama lain pada bagian dasar dan bagian sisi, sehingga dapat membentuk suatu lapisan pertahanan yang mencegah dari peneterasi dari kapiler-kapiler yang mengelilingi tubulus. Namun spermatogonia yang sudah dipersiapkan untuk menjadi spermatozoa dapat menembus lapisan pertahanan tersebut. (Fajar, 2014) Proses berikutnya ialah pembelahan secara meiosis. Dalam waktu 24 hari, setiap spermatogonium yang masuk ke dalam lapisan sel-sel Sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk suatu spermatosit primer. Pada akhir hari ke-24, setiap spermatosit terbelah menjadi dua spermatosit sekunder. Pembelahan ini disebut sebagai pembelahan meisosis pertama. Pada tahap awal pembelahan meiosis ini, semua DNA dalam 46 kromosom bereplikasi. Dalam proses ini, masing-masing 46 kromosom menjadi dua kromatid yang tetap berikatan bersama pada sentromer, kedua kromatid memiliki gen-gen duplikat dari kromosom tersebut. Pada waktu ini, spermatosit primer membelah menjadi dua spermatosit sekunder, yang setiap kromosom berpisah sehingga ke-23 kromosom, yang masing-masing memiliki dua kromatid, pergi ke salah satu spermatosit sekunder sementara 23 kromosom yang lain pergi ke spermatosit sekuder lainnya. Dalam dua sampai tiga hari, pembelahan meiosis kedua

terjadi, di mana kedua kromatid dari 23 kromosom berpisah pada sentromer, membentuk dua pasang 23 kromosom, satu pasang terdapat dalam satu spermatid dan satu pasang yang lain terdapat pada spermatid kedua. Manfaat pembelahan secara meiosis adalah bahwa setiap spermatid hanya terdapat 23 kromosom, sehingga spermatozoa yang akhirnya membuahi ovum wanita akan menyediakan setengah dari bahan genetic ke ovum yang dibuahi dan ovum akan menyediakan setengah bagian berikutnya. (Fajar, 2014) 2.3 Struktur Spermatozoa a. Kepala Spermatozoa Bagian kepala spermatozoa didominasi oleh inti sel yang mengandung materi genetik (DNA dan RNA). Inti bersifat seperti gram positif, mengandung DNA, RNA, lipid, mucoprotein, magnesium, ferum, Cu, K, fosfat dan vakuola yang mengandung kalium. Inti spermatozoa bisa diwarnai oleh metil hijau, toluidin blue dan brilian kresil blue. (Hengki, 2016) Bentuk kepala spermatozoa bermacam-macam, pada spermatozoa manusia berbentuk oval, sedangkan leher sangat pendek yang berfungsi sebagai penghubung bagian kepala dengan ekor. Dua pertiga bagian depan inti semua spermatozoa ditutupi oleh akrosom. Akrosom terletak di bagian ujung kepala di antara membran inti dan membran sel. Membran luar akrosom berhadapan dengan membran sel dan membran dalam akrosom melapisi membran inti sel. Di antara kedua membran ini terdapat matriks akrosom. Terbentuknya kompleks akrosom, berasal dari vesikel yang ada di sitoplasma yang dibentuk oleh kompleks golgi, terakumulasi di tepi inti

dan bergabung membentuk vesikel pro-akrosom. Bentuk awal vesikel adalah pipih, berkembang menjadi vesikel pro-akrosom berbentuk granula di bagian luar inti. Vesikel akrosomal dibentuk dari korteks dan matriks elektronik. Mangkok sub- akrosomal kemudian berkembang, melingkar dan merata. Di bagian atas inti dan mangkok sub-akrosom terdapat daerah epinuklear. Perforatorium adalah bagian kecil yang terdapat antara akrosom dan inti yang dikelilingi oleh mangkok sub- akrosomal. Sebagian dari perforatorium dan vesikel akrosom diidentifikasikan sebagai daerah sub-akrosomal. (Hengki, 2016) b. Leher Spermatozoa Bagian leher spermatozoa (connecting piece) merupakan bagian yang menghubungkan kepala dengan ekor spermatozoa. Leher terdiri dari susunan lipid, kalium, kalsium, besi, Cu, fosfat dan sulfhidril serta disulfida dan kolesterol. Pada bagian leher terdapat mitokondria terletak pada bagian ini tersusun secara spiral dan dilindungi dari bagian luar oleh membran sel. Mitokondria merupakan tempat untuk sintesis energi (adenosine triphosphate, ATP) yang digunakan untuk pergerakan spermatozoa. Pergerakan terjadi dengan mengubah energi kimia menjadi energi kinetik. Struktur spermatozoa berturut-turut dari luar adalah membran sel, mitokondria, serabut tebal, dan serabut halus (mikrotubulus). (Hengki, 2016)

c. Ekor Spermatozoa

Ekor spermatozoa terdiri atas bagian tengah (middle piece), bagian utama (principle piece), dan bagian akhir (end piece). Pembagian tersebut berdasar letak, struktur dan fungsinya, terdiri dari susunan lipid, kalium, kalsium, besi, Cu, fosfat dan sulfhidril serta disulfida dan kolesterol. (Hengki, 2016) Organel sel yang ada di ekor spermatozoa, selain mitokondria, serabut (mikrofibril), juga sitoplasma tetapi jumlahnya sangat sedikit. Sebagian besar sitoplasma penyusun spermatozoa telah diabsorpsi oleh sel sertoli di tubulus seminiferus saat spermiogenesis. Ekor atau flagella spermatozoa bagian middle piece tersusun oleh membran sel, mitokondria, dan serabut tebal penyusun aksonema (9+2 mikrotubulus). Makna aksonema 9+2 adalah jumlah serabut penyusunnya, yaitu 9 pasang mikrotubulus yang terletak di bagian tepi (perifer) dan 2 mikrotubulus yang terletak di bagian sentral. Setiap organel tersebut mempunyai peran dalam menjalankan fungsi spermatozoa. Serabut tebal dan serabut halus merupakan organel penyusun aksonema yang berperan sebagai motor penggerak terjadinya motilitas spermatozoa. Struktur middle piece dapat dilihat lebih jelas melalui potongan membujurnya. Aksonema yang terdapat di sepanjang ekor spermatozoa membantu penggerak ekornya. (Hengki, 2016) 2.4 Faktor Motilitas Semen Gangguan motilitas dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya energi yang dihasilkan oleh mitokondria, terlalu banyak zat koagulasi dalam semen sehingga menghalangi gerakan spermatozoa, dan kerusakan struktur normal terutama pada ekor (flagel) yang merupakan satu-

satunya alat gerak spermatozoa. Kerusakan pada ekor yang dimaksud dapat berupa kerusakan tingkat ultrastruktural seperti kerusakan membran pembungkus ekor spermatozoa dan kerusakan aksonem. (Fajar, 2014) Sebagian kecil dari sperma motil pada semen dapat diukur baik dengan cara penghitungan manual atau menggunakan computer assisted semen analysis (CASA). Motilitas dapat diperkirakan pada waktu likuifaksi dan antara 1 sampai 3 jam untuk mendeteksi asthenozoospermia. Cara penghitungan manual meliputi pemeriksaan motilitas kuantitatif dan kualitatif. Motilitas kuantitatif ditentukan dengan menghitung spermatozoa motil dan imotil pada sekurang-kurangnya 10 lapangan pandangan yang terpisah dan dilakukan secara acak (tetapi tidak boleh yang dekat pojok gelas penutup). Persentase spermatozoa motil dihitung dari rata-rata persentase motilitas untuk semua lapangan pandangan yang dihitung. Nilai yang diperoleh dibulatkan mendekati nilai yang dapat dibagi 5% (contohnya 73% menjadi 75%; atau 68% menjadi 70%). Motilitas kualitatif ditentukan secara subjektif berdasarkan pergerakan spermatozoa yang bergerak lurus kedepan dengan baik dan pergerakan spermatozoa yang bergerak lambat dan sulit maju lurus. Pembagiaannya adalah : kemudian diberi kode : x Gerakan cepat dan maju lurus (derajat a), x Gerakan lambat dan sulit maju lurus (derajat b), x Tidak bergerak maju (derajat c), x Tidak bergerak (derajat d). Semen yang normal menunjukkan 60% spermatozoa motil atau lebih dengan sebagian besar menunjukkan pergerakan baik sampai sangat baik dalam waktu setengah sampai tiga jam sesudah ejakulasi. Bila terdapat motilitas yang abnormal, misalnya pergerakan sirkuler, maka perlu dicatat (Fajar, 2014)

2.5 Pemeriksaan Makroskopis Sifat makroskopik dari sampel semen meliputi volume, warna, pencairan, dan viskositas. Volume (normal> 2 mL) dari ejakulasi merupakan indikator akurat dari berbagai kelainan. Tidak adanya volume ejakulat setelah orgasme, diistilahkan aspermia dimana kemungkinan terjadi pada pasien dengan neuropati diabetes, mengkonsumsi asupan obat simpatolitik dan pernah mengalami prosedur bedah yang merusak pleksus saraf simpatik atau reseksi prostat. Dalam beberapa kasus ini, mungkin ada aliran semen retrograde ke dalam kandung kemih, sehingga pemeriksaan urin post ejaculatory harus dilakukan. Hypospermia (ejakulat volume <0,5 ml), bisa karena hilangnya sebagian dari ejakulasi selama pengumpulan, periode pantang (abstinensia) pendek atau orgasme tidak lengkap. Hypospermia dengan pH kurang dari 7,4 mengindikasikan obstruksi duktus ejakulasi sebagian / lengkap atau tidak ada vesikula seminalis. Jika hypospermia dikaitkan dengan pH lebih dari 7,8, itu bisa menunjukkan penurunan fungsi kelenjar aksesori seperti dalam kasus hipogonadisme, peradangan atau asupan narkotika . Warna ejakulat menjadi pertanda bagi kondisi klinis yang terkait, seperti pada kondisi berlebihan eritrosit, yaitu hematospermia (warna merah). Sampel ejakulat yang normal biasanya menggumpal segera setelah ejakulasi dan kemudian mencair dalam waktu 15-30 menit. Kegagalan koagulasi menunjukkan kurangnya sekresi dari vesikula seminalis, yang mungkin karena obstruksi atau tidak adanya vesikula seminalis. (Hengki, 2016) 2.6 Pemeriksaan Mikroskopis

Mikroskopis semen analisis rutin meliputi konsentrasi sperma, motilitas, viabilitas, morfologi serta komponen seluler nonsperm dalam bentuk konsentrasi leukosit dan sel-sel germinal belum matang. Titik cut off dari 20 juta spermatozoa / mL disarankan sebagai nilai normal untuk konsentrasi spermatozoa. Pengamatan konsentrasi sperma rendah, oligozoospermia, ditunjukkan ketika konsentrasi spermatozoa di bawah 5-10 × 106 / mL. Ini mungkin disebabkan oleh hilangnya sebagian dari ejakulat, obstruksi parsial saluran ejakulasi, obat atau kelainan genetik. faktor lain termasuk obat seperti nitrofurantoin dan paparan panas yang berlebihan. Di samping itu, azoospermia, mungkin karena obstruksi pada saluran yang berhubungan dengan transportasi spermatozoa, hipogonadisme, dan penyebab iatrogenik , seperti kemoterapi atau faktor idiopatik, yang paling mungkin berasal dari genetik jika azoospermia terdeteksi, analisis semen harus diulang untuk mengkonfirmasi . azoospermia adalah salah satu kondisi, di mana analisis kimia dari seminal plasma mungkin penting. Fruktosa, biasanya hadir dalam seminal plasma , berasal terutama dari vesikula seminalis. Tidak adanya fruktosa dalam pasien azoospermia mungkin menunjukkan obstruksi saluran ejakulasi. (Hengki, 2016) Kehadiran spermatozoa dengan motilitas progresif dalam ejakulat sangat penting untuk memastikan transportasi spermatozoa yang memadai. Kehadiran motilitas spermatozoa yang rendah, asthenozoospermia, bisa terjadi sebagai akibat dari waktu yang terlalu lama untuk mengumpulkan sampel. Kontainer sampel mungkin sebagai paparan racun bagi spermatozoa, dan sampel yang suhu nya ekstrim atau sinar matahari dapat menyebabkan

menurun nya motilitas spermatozoa. Penyebab lain asthenozoospermia termasuk kelainan pada axonemal sperma, leukosit yang berlebihan, dan idiopatik. Asthenozoospermia juga paling sering terlihat dengan antibodi antisperma dari ovum. Kegagalan fertilisasi salah satunya disebabkan oleh persentase rendahnya acrosomes. Satu studi mengidentifikasi korelasi erat antara kelainan kepala sperma dan penurunan respon terhadap reaksi akrosom. Dengan sederhana, evaluasi morfologi akrosom, dapat memprediksi kemampuan fisiologis sperma untuk fertilisasi . Sejumlah investigasi telah menemukan hubungan positif antara kelainan kepala sperma dan kelainan DNA. Sebuah studi tertentu, kepala sperma dibandingkan dengan kelainan DNA, dan menemukan tingkat signifikan lebih tinggi dari gangguan genetik dipasien teratozoospermia, menunjukkan bahwa kelainan kepala sperma mungkin sebagian disebabkan oleh pengurangan kondensasi kromatin, itu dimungkinkan ada pengaruh terhadap DNA oksidatif stres dan fluktuasi suhu yang berbahaya, sehingga akhirnya menyebabkan kegagalan fertilisasi. Oleh karena itu, selama penilaian morfologi sperma penting untuk memilih teknik pewarnaan yang paling akurat menunjukkan potensi kesuburan pria. Spermatozoa normal yang dicari dalam ejakulat adalah spermatozoa yang secara biologis dipilih yang dimana mampu mencapai lendir endoserviks , pada penelitian yang pernah ada, spermatozoa ini diperiksa denga pewarnaan metode papaniculaou dan kemudian diamati kelainan kepala atau ekor dan didapati kesimpulan bahwa sebuah populasi yang normal morfologis spermatozoanya adalah mereka yang erat terikat pada zona pelusida. (Hengki, 2016)

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat pratikum Pelaksanaan praktikum kimia klinik dilaksanakan pada hari rabu, tanggal 06 & 13 maret 2019. Bertempat dilaboratorium Fitokimia & Kimia STIKES Bina Mandiri Gorontalo 3.2 Pra Analitik 3.2.1 Makroskopik Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum percobaan sperma yaitu pot sampel, kertas label, gelas ukur, kertas indikator, mikroskop, objek glass, cairan sperma segar 3.2.2 Mikroskopik Adapun alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum percobaan sperma yaitu pot sampel, kertas label, cover glass, mikroskop, objek glass, kamar hitung, pipet leukosit, cairan sperma segar, eosin 0,5 %, giemsa, aquadest, metil alkohol, oil emersi. 3.3 Analitik 3.3.1 Makroskopik a. Siapkan alat dan bahan. b. Memindahkan sperma ke gelas ukur 5 atau 10 ml kemudian hitung (ukur) volume sperma. c. Catat volume, warna dan kekeruhan air mani. d. Celupkan kertas indikator kedalam wadah yang berisi air mani kemudian cocokan dengan sakala warna pH. e. Catat hasil 3.3.2 Mikroskopik

1. Uji Motilitas a. Teteskan air mani sebanyak 1 tetes diatas objek glass dan tutup dengan cover glass. b. Periksa dibwah mikroskopik dengan pembesaran 40x. c. Amati berapa % spermatozoa yang bergerak aktif dan hitung waktu yang berlalu setelah ejakulasi. d. Campurkan

sedikit

air

mani

dengan

eosin

0,5%

untuk

membedakan spermatozoa yang bergerak dan telah mati. 2. Jumlah spermatozoa a. Isi pipet leukosit sampai tanda 0,5 dengan sperma yang sudah mencair. b. Pipet aquadest hingga tanda II. c. Hitung jumlah spermatozoa dalam kotak leukosit. d. Hasil yang diperoleh dikalikan 200.000 V. 3. Pemeriksaan morfologi a. Buat apusan air mani seperti membuat apusan darah tepi. b. Fiksasi dengan metanol selama 5 menit. c. Warnai dengan giemsa selama 3-5 menit. d. Periksa morfologi sperma dengan pembesaran 100x. e. Hitung % kelainan bentuk kepala dan ekor.

4. Jumlah leukosit

Hitung leuosit yang dktemukan pada kamar hitung dan catat jumlah leukosit 3.4 Pasca Analitik 3.4.1 Makroskopis 1. Warna a. Norma

: Warna putih kelabu.

b. Abnormal

: Jernih menandakan jumlah sperma sangat

sedikit. c. Merah kecoklatan : Adanya sel darah merah. d. Kuning

: Adanya infeksi.

2. Bau a. Normal

: Bau khas seperti bunga akasia, bau pondan, klorin

atau kaporit. b. Abnormal : Bau busuk / infeksi. 3. Pengukuran Ph a. Normal

: pH 7,2 – 7,8

b. Abnormal : pH > 7,8 (infeksi) 4. Pengukuran Volume a. Normal

: > 2 ml

b. Abnormal : < 2 ml 5. Pengukuran Konsentrasi a. Normal

: Benang yang terbentuk > 2 ml

b. Abnormal : Benang yang terbentuk < 2 ml 3.4.2 Mikroskopis

Mikroskopis 1. Uji motilitas a. Pergerakan aktif b. Pergerakan lemah c. Tidak bergerak 2. Jumlah sperma 3. Morfologi

Hasil 70 20 10 65.650.000

spermatozoa a. Normal 1. Kepala 2. Ekor b. Abnormal 1. Kepala 2. Ekor 4. Jumlah leukosit

70 65 30 35 85

Nilai normal > 50 < 30 < 20 60-150 juta

Satuan % % % Ml

% > 60 < 40

%

100

UI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan sperma metode makroskopis dan mikroskopis antara lain: Tabel 1. Pemeriksaan Sperma Metode Makroskopis N Pemeriksaan o

Hasil

Nilai Normal

Khas (pandan, 1.

Bau

Khas (pandan)

bunga akasia, dan

2.

Warna

Putih ke abu-

kaporit) Putih ke abu-abuan

abuan 7,8 Kental 20 menit 1,6 ml

7,2 - 7,8 Kental 10 – 20 menit 2 – 5 ml

3. 4. 5. 6.

pH Kekentalan Pencairan Volume

Tabel 2. Pemeriksaan Sperma Metode Mikroskopis Mikroskopis 5. Uji motilitas d. Pergerakan aktif e. Pergerakan lemah f. Tidak bergerak 6. Jumlah sperma 7. Morfologi spermatozoa c. Normal 3. Kepala 4. Ekor d. Abnormal 3. Kepala 4. Ekor 8. Jumlah leukosit

Hasil 70 20 10 65.650.000 70 65 30 35 85

Nilai normal > 50 < 30 < 20 60-150 juta

Satuan % % % Ml %

> 60 < 40

%

100

UI

4.2 Pembahasan Pemeriksaan makroskopik sperma di dapatkan hasil

sperma normal

tampak berwarna putih jernih dan berbau seperti daun pandan. Sperma yang berbau busuk diduga disebabkan oleh suatu infeksi. Dalam keadaan normal, semen mencair dalam waktu 15 menit pada suhu kamar. Dalam beberapa kasus pencairan tidak terjadi secara sempurna dalam 15 menit. Apabila lewat 20 menit sperma belum mencair merupakan keadaan yang perlu dilaporkan. pencairan terjadi karena daya kerja dari enzim-enzim yang diproduksi oleh

kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Bila sperma yang diterima langsung encer, ini disebabkan karena tidak mempunyai coagulum yang disebabkan karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu atau memang tidak mempunyai kelenjar vesica seminalis. Setelah diamati penampilannya, dilanjutkan dengan pengukuran volume sperma. Volume sperma diukur dengan gelas ukur atau dengan cara menghisap seluruh sperma ke dalam pipet pasteur. Nilai normal >/2,0 ml. Jika volume sperma terlalu sedikit maka tidaklah cukup untuk menetralkan keasaman suasana rahim. Dengan demikian, sperma yang berada di rongga rahim akan segera mati sehingga kehamilan tidak terjadi. Volume dianggap abnormal jika sperma < 2,0 ml. Volume yang melebihi batas normal disebut hyperspermia yang disebabkan oleh kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat, dan dapat juga disebabkan karena minum obat hormone laki-laki. Sedangkan untuk volume sperma yang kurang dari batas normal disebut hypospermia, dapat disebabkan karena ejakulasi yang berturut-turut, vesica seminalis kecil (buntu cabstuksi), dan penampung sperma yang tidak sempurna. Volume sperma yang diperoleh yaitu 2 ml artinya volume sperma normal karena memenuhi nilai normal. Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan melihat konsistensinya. Konsistensi juga diukur dengan cara memasukkan tangkai kaca ke dalam sperma, kemudian mengamati benang yang terbentuk pada saat tangkai kaca tersebut dikeluarkan. Panjang benang > 2 cm dikatakan abnormal. Semen yang terlalu encer maupun terlalu kental kurang baik bagi sperma. Pada semen yang mempunyai konsitensi tinggi, kecepatan gerak sperma akan

terhambat. Dengan demikian, akan mengurangi kesuburan pria tersebut. Sebaliknya, semen yang terlalu encer biasanya mengandung jumlah sperma yang rendah sehingga kesuburan juga berkurang. Pemeriksaan makroskopik yang lain adalah pemeriksaan pH semen tersebut. Cara mengukur pH semen relatif mudah. Setetes semen disebarkan secara merata di atas kertas pH. Setelah 40 detik, warna daerah yang dibasahi akan merata, kemudian dibandingkan dengan kertas kaliberasi untuk dibaca pH-nya. pH semen normal yang diukur dalam waktu satu jam setelah ejakulasi berada dalam kisaran 7,2 sampai 7,8. Jika pH lebih besar dari 7,8 maka dicurigai adanya infeksi. Sebaliknya, jika pH kurang dari 7 pada sperma azoospermia. Hasil pH yang diperoleh pH 7,4. Artinya pH sperma dalam keadaan yang normal. Pada pemeriksaan mikroskopik, uji motilitas Untuk melihat jumlah persentase spermatozoa yang bergerak aktif dan tidak aktif. Motilitas sperma (baik sperma bergerak dengan baik atau tidak) merupakan kemampuan sperma untuk bergerak. Sperma terdiri dari dua jenis – sperma yang berenang, dan sperma yang tidak berenang. dimana mereka yang berenang maju cepat dalam garis lurus - seperti peluru kendali. GradeB (lambat progresif) sperma berenang ke depan, tetapi baik dalam garis melengkung atau bengkok, atau perlahan. Sperma diperiksa motilitas. Cara yang biasa dipakai adalah bahan sperma satu tetes dibubuhkan pada slide. Pemeriksaan dilakukan dengan mikroskop perbesaran 40X. Diperoleh banyak sperma yang hidup dengan motilitas pergerakan yang cepat.

Selanjutnya untuk pemeriksaan mikroskopis tentang morfologi sperma. Sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus panjang

di

tengahnya.

Sperma

yang

bentuknya

tidak

normal

disebut teratozoospermia seperti kepala bulat, kepala pipih, kepala terlalu besar, kepala ganda, tidak berekor, dan lain-lain, adalah sperma abnormal dan tidak dapat membuahi telur. Hanya sperma yang bentuknya sempurna yang disebut normal. Pria normal memproduksipaling tidak 30% sperma berbentuk normal. Bentuk – bentuk morfologi abnormal adalah kepala makro, kepala mikro, kepala taper, kepala piri, kepala double, kepala amorf, kepala round, kepala pin, midpiece abnormal, sitoplasma droplet, ekor double, ekor koil, ekor bent. Kriteria morfologi normal bila pada pemeriksaan didapatkan bentuk spermatozoa normal ≥ 30 %. Kemudian pada pemeriksaan mikroskopis tentang jumlah spermatozoa pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta/ml atau 40 juta secara keseluruhan. Jumlah di bawah 20 juta/cc dikatakan konsentrasi sperma rendah dan di bawah 10 juta/cc digolongkan sangat rendah. Istilah kedokteran untuk konsentrasi sperma rendah adalah oligospermia. Bila sama sekali tidak ada sperma disebut azoospermia. Semen pria yang tidak memiliki sperma secara kasat mata terlihat sama dengan semen pria lainnya, hanya pengamatan melalui mikroskoplah yang dapat membedakannya. Dengan meneteskan satu tetes (10 µl) semen pada tiap kamar hitung haemocytometer, lalu dihitung jumlah spermatozoa yang ada. Jika sampel kurang dari 10 spermatozoa per lpb, maka menghitung seluruh kotak besar yang berjumlah 25. Jika 10 - 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup

menghitung 10 kotak besar. Jika sampel > 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung 5 kotak besar. Selanjutnya bila telah menghitung 25, 10 atau 5 kotak besar pada Haemocytometer maka dibagi dalam faktor konversi sesuai kotak besar yang telah dihitung, yang hasilnya adalah konsentrasi spermatozoa dalam juta per milliliter. Konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 20 juta/ml. Kemudian pada pemeriksaan mikroskopis jumlah leukosit. Sebagian besar semen mengandung sejumlah sel darah putih, tetapi pada batas yang masih dianggap normal. Elemen bukan sperma yang terdapat dalam semen tersebut hanya sedikit, yaitu 3 sel di antara 100 spermatozoa. Berarti keberadaan sel tersebut masih dalam kadar normal. Sel darah merah bisa terdapat dalam semen apabila terjadi luka pada saluran reproduksi. Jumlah sel darah putih yang meningkat dalam semen juga dapat dijadikan suatu indikator terjadinya infeksi.

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan sperma menggunakan metode makroskopis yang menjadi parameter pemeriksaannya yakni volume, pH, warna, kekentalan, bau, dan pencairan. Sedang untuk pemeriksaan mikroskopis yang menjadi parameter pemeriksaannya yakni uji motilitas, jumlah sperma, morfologi sperma, dan jumlah leukosit. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat disampaikan pada praktikum kali ini ialah agar mahasiswa lebih memperhatikan prosedur kerja pemeriksaan sperma agar hasil yang diperoleh lebih akurat atau maksimal.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Sauqy. 2014. Evaluasi Kromatin Sperma Sebagai Indikator Kualitas Sperma. MKS, Th. 46, No. 3, Juli 2014, Hlm 2. Fajar, Taufiq. 2009. Hubungan Antara Jumlah Leukosit Dengan Motilitas Sperma Pada Hasil Analisa Sperma Pasien Infertilitas Di Rsup Dr Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro Hengki, Lukas. 2016. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Morfologi Spermatozoa Manusia Menggunakan Metode Pewarnaan Papanicolaou, Diff-Quik dan Safranin-Kristal Violet di RSUD dr. Soetomo Surabaya.

Program

Pendidikan Dokter Spesialis Andrologi. Fakultas Kedokteran. UNAIR. Silvia dan Triyana. 2015. Fragmentasi DNA Spermatozoa: Penyebab, Deteksi, dan Implikasinya pada Infertilitas Laki-Laki. Vol. 3, No. 2, Agustus 2015. Hlm 4. Trinil, Susilawati M.S. 2011. Spermatology. Malang : Universitas Brawijaya Press (UB Press).

LAMPIRAN PEMERIKSAAN SPERMA MAKROSKOPIS dan MIKROSKOPIS

Alat dan bahan yang digunakan Pemeriksaan makroskopis

Pemeriksaan pH sperma

Related Documents


More Documents from "Desy"