ISOLASI SPERMA DAN ANALISIS KUALITAS SPERMA PADA MENCIT
LAPORAN PRAKTIKUM Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Reproduksi Yang dibina oleh Ibu Dr. Umie Lestari, M. Si dan Dra. Hj. Nursasi Handayani, M.Si.
Oleh: Kelompok 2/Offering GHK 2016 Faris Nizarghazi
(160342606288)
Dymas Ambarwati
(160342606289)
Fatiyatur Rosyidah
(160342606212)
Ratri Arum Apsari
(160342606243)
Sinta Dewi Misbahol Kurnia
(160342606214)
Sumardi
(160342606238)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI BIOLOGI Oktober 2018
I.
TANGGAL KEGIATAN : 12 Oktober 2018
II.
TUJUAN a. Mengetahui morfologi sperma mencit b. Mengetahui perbedaan sperma normal dan abnormal pada mencit c. Mengetahui kualitas sperma mencit
III.
DASAR TEORI
a. Mencit (Mus musculus) Mencit (Mus musculus) merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai hewan model untuk percobaan laboratorium dengan kisaran 40-80% (Arrington, 1972). Hal ini disebabkan karena mencit sangat produktif dan mudah dikelola (Inglis, 1980). Hewan ini termasuk filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Rodentia, famili Muridae, genus Mus dan spesies Mus musculus (Arrington, 1972). Malole dan Pramono (1989) menyatakan mencit adalah hewan pengerat (Rodentia) yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Mencit juga merupakan hewan prolifik (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987). Menurut Malole dan Pramono (1989), mencit digunakan dalam berbagai penelitian dan diagnosis dalam bidang obat-obatan dan kosmetik seperti penelitian tentang ketuaan, virologi, anemia, kegemukan, kekerdilan, diabetes mellitus, penyakit ginjal dan tingkah laku (behaviour). Pemanfaatan hewan percobaan untuk penelitian adalah yang mendasarkan pengamatan aktivitas biologis. Arrington (1972) menambahkan bahwa alasan digunakannya hewan laboratorium sebagai objek penelitian dalam bidang peternakan, diantaranya karena biaya yang dibutuhkan tidak begitu mahal, efisien dalam waktu, kemampuan reproduksi yang tinggi dalam waktu singkat dan sifat genetik dapat dibuat seseragam mungkin dalam waktu yang lebih pendek dibanding ternak yang lebih besar. b. Organ Reproduksi Mencit Jantan Sistem reproduksi pada jantan terdiri atas sepasang testis yang terdapat dalam skrotum, sepasang kelenjar asesori dan organ kopulasi.
Testis
Testis berjumlah dua buah, terdapat di dalam kantong luar yang disebut skrotum. Pada semua spesies testis berkembang di dekat ginjal, yakni di daerah krista genitalis primitif.
Kelenjar Asesoris
Kelenjar asesoris rodentia dan mamalia pada umumnya terdiri atas epididimis, vas deferens, sepasang vesikula seminalis, prostat dan sepasang glandula Cowper (bulbourethralis).
Alat kelamin luar atau organ kopulatoris
Organ kopulatoris mencit jantan adalah penis yang mempunyai tugas ganda yaitu sebagai alat pengeluaran urin dan penyaluran semen ke dalam saluran reproduksi mencit betina (Akbar, 2010). c. Spermatogenesis
Gambar 1. Proses Spermatogenesis Pada Mencit Sumber: (Junquiera dan Carneiro, 2007) Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa yang terjadi di dalam tubulus seminiferus. Menurut Campbell (2006), tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu : 1. Spermatocytogenesis Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer. Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid
(2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak yaitu spermatosit sekunder. 2. Tahapan Meiois Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II. Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yanglengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesama lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memilikiinti yang gelap. 3. Tahapan Spermiogenesis Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatudengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akandipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari:
Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan untuk motilitas.
Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas deferen dan ductus ejakulotorius
d. Uji Kualitas Sperma Uji kualitas sperma adalah pemeriksaan untuk menilai ciri dan mutu spermatozoa dalam air mani, agar dapat dinilai apakah terdapat ketidaknormalan yang dapat mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan (The Fertility Institute, 2009). Sperma yang kurang baik tidak akan mampu membuahi sel telur yang letaknya cukup jauh dari vagina. Ejakulasi yang kuat saja tidak cukup, sebab kemampuan membuahi tergantung pada kualitas dan kuantitas sperma (Praptomo, 2011). Menurut Lutjen (2001) kelainan pada sperma dapat terbagi menjadi tiga yaitu:
Oligospermia: jumlah sperma lebih kecil dari normal, normalnya jumlah spermaadalah lebih dari 40 juta/ ejakulasi
Asthenozoospermia: motilitas sperma kurang dari normal, motilitas sperma yang normal menurut World Health Orgaization (WHO) adalah lebih dari 50%
Teratozoozpermia: sperma normal kurang dari 14% Pergerakan sperma atau sperm motility mempelajari jumlah sperma yang bergerak dan
terlihat dalam spesimen ejakulat. Motilitas sperma adalah salah satu fungsi sperma yang tergantung pada suhu, sehingga setiap perlakuan yang dilakukan dalam analisis kualitas sperma sangat penting untuk diperhatikan. Sehingga sangat disarankan untuk melakukan analisis sesegera mungkin setelah sperma dikeluarkan atau proses pengeluaran dilakukan di dalam laboratorium dimana dapat diatur kondisinya. Sperma diketahui tidak akan dapat hidup dalam jangka waktu yang lamadalam semen, dan di luar semen, sperma akan secara cepat meninggalkan semen untuk memasuki mukus serviks. Motilitas normal sperma yaitu sebesar 60% atau lebih. Namun ada pula yang menganggap bahwa nilai motilitas sperma sebesar 40% masihdianggap normal (Lutjen, 2001). Beberapa kelainan yang berkaitan dengan motilitas sperma antara lainasthenozoospermia dan necrozoospermia. Asthenozoospermia adalah penurunanmotilitas sperma. Jika ditemukan, maka dapat diakibatkan oleh adanya kondisilaboratorium yang tidak mendukung, adanya abnormalitas spermatogenesis, masalahdalam maturasi sperma dalam epididimis, abnormalitas transport, dan adanyavaricocele., sedangkan necrozoospermia adalah tidak adanya gerakan sperma samasekali. Namun, pada dasarnya sperma yang mengalami necrozoospermia termasuk sperma yang normal dalam hal materi genetiknya (Lutjen, 2001) e. Penilaian Kualitas Sperma Penilaian kualitas spermatozoa meliputi konsentrasi, motilitas, viabilitas, abnormalitas dan gerakan massa spermatozoa. Menurut Toelihere (1985), penentuan kualitas pada motilitas spermatozoa dilakukan berdasarkan pemberian nilai 0-5. Nilai 0 diberikan bila spermatozoa imotil atau tidak bergerak; Nilai 1 bila gerakan berputar di tempat; Nilai 2 bila gerakan spermatozoa berayun atau melingkar (kurang dari 50% bergerak progresif dan tidak ada gelombang); Nilai 3 bila spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa (50 80%); Nilai 4 bila gerakan progresif, gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90% sperma motil; Nilai 5 bila gerakan spermatozoa terjadi sangat progresif, gelombang sangat cepat
dan spermatozoa menunjukkan 100% motil aktif. Perhitungan motilitas dapat juga dilakukan dengan menaksir spermatozoa yang bergerak progresif (maju) dari keseluruhan lapangan pandang yaitu dengan cara mengalikan daerah taksir dengan 100% (Partodiharjo, 1980) IV.
ALAT DAN BAHAN
1) Alat:
Mikroskop
Cawan petri
Pipet tetes
Set bedah
2) Bahan
V.
Sampel sperma mencit
Larutan NaCl 0,9 %
Larutan PBS
Plastik
PROSEDUR KERJA
Sperma mencit — Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktikum — Diambil 1 ml NaCl ke dalam cawan petri — Diambil sampel sperma dari epididimis mencit — Diletakkan sampel sperma yang telah diambil kedalam cawan petri — Dicacah sperma menggunakan alat bedah hingga merata — Diambil sperma menggunakan pipet untuk kemudian diletakkan pada kaca benda — Ditutup menggunakan kaca penutup — Diamati dibawah mikroskop — Diamati morfologi dari sperma mencit — Diamati perbedaan sperma normal dan abnormal — Diamati kualitas dari sperma mencit — Hasil
VI.
DATA PENGAMATAN
No. 1.
Gambar
Keterangan
Sebelum Pewarnaan Gambar Sperma Normal dan berikut bagian-bagiannya : A. Kepala B. Leher C. Ekor
A B C Perbesaran 40 x 10 2.
Setelah Pewarnaan Sperma tidak normal yang
1. Kelainan pada bagian leher
telah mati yang terlihat A
setelah diberi pewarna.
B
Berikut bagian-bagiannya:
C
A. Kepala B. Leher C. Ekor
2. Kelainan pada bagian kepala A B C
3. Kelainan tidak terbentuknya bagian kepala
B C
VII.
ANALISIS DATA Pada pengamatan isolasi sperma dan analisis kualitas sperma digunakan sperma mencit
sebagai sampel praktikum. Uji kualitas sperma adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengamati ciri dan mutu spermatozoa, agar dapat dinilai apakah terdapat ketidaknormalan sperma yang nantinya dapat mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan pada mencit. Percobaan pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah menyiapkan mencit yang akan diambil sperma pada epididimisnya. Sebelumnya mencit didislokasi terlebih dahulu dengan tujuan sperma yang terdapat didalam epididimis tidak mati. Kemudian, meletakkan sperma kedalam cawan petri yang sudah diberi NaCl 0,9% sebagai larutan fisiologis. Hasil dari pengamatan mikroskop didapatkan sperma normal dan tidak normal. Pada praktikum ini digunakan pewarna eosin sebagai reagen untuk menunjukan adanya sperma yang tidak normal. Hasil sperma tidak normal ini menunjukan bahwa sperma tersebut telah mati. Sperma tidak normal yang didapatkan terletak pada beberapa bagian tubuhnya yang tidak terbentuk secara sempurna, seperti: kelainan pada bagian kepala, kelainan pada bagian leher, dan kelainan pada bagian ekor. Sedangkan sperma yang tidak menggunakan pewarna didapatkan banyak sperma
normal yang dihasilkan. Bagian-bagian dari sperma seperti kepala, leher dan ekor juga terlihat jelas. VIII.
PEMBAHASAN 1) Morfologi Sperma Mencit Semen terdiri atas dua komponen, yaitu plasma semen dan spermatozoa. Plasma semen
adalah cairan yang berfungsi sebagai medium bagi spermatozoa, diproduksi oleh kelenjar– kelenjartambahan yaitu kelenjar bulbourethralis (kelenjar cowper), kelenjar prostat dan kelenjar vesikularis. Spermatozoa adalah sel kelamin (gamet) yang diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis, yang bersama–sama dengan plasma semen akan dikeluarkan melalui saluran kelamin jantan untuk membuahi sel telur (Soeharso, 1985). Spermatozoa adalah sel kelamin yang memegang peranan penting dalam proses pembuahan. Cikal bakal spermatozoa sudah ada sejak embrio berupa sel–sel gonosit yang sudah aktif mengadakan pembelahan, sehingga menghasilkan spermatogonia (Hafez, 1987). Dijelaskan lebih lanjut bahwa pada masa pubertas, spermatogonia akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi Spermatosit I yang kemudian memasuki fase miosis, sehingga membentuk spermatid yang mempunyai jumlah kromosom separuh dari jumlah kromosom sel sebelum miosis (haploid). Spermatid kemudian akan mengalami proses perubahan bentuk melalui tahap–tahap yang panjang yang disebut dengan proses spermiogenesis dan pada akhir spermiogenesis ini akan dihasilkan spermatozoa yang mempunyai struktur spesifik sesuai dengan fungsinya untuk membuahi sel telur. Spermatozoa terdiri atas bagian kepala, leher dan ekor spermatozoa (Hafez, 1987). Soeharso (1985) melaporkan bahwa kepala spermatozoa berasal dari kondensasi nukleus spermatid. Kondensasi tersebut meliputi perubahan-perubahan kromatid menjadi lebih ringkas, pemantapan membran luar menjadi kuat dan pembentukan tudung depan (akrosom). Akrosom merupakan suatu kantung kecil yang mengandung enzim–enzim yang sangat penting untuk menembus dinding sel telur pada saat pembuahan. Enzim hialuronidaseberfungsi membuka dinding luar telur. Bagian leher spermatozoa merupakan bagian yang menghubungkan kepala dan ekor. Bagian ekor spermatozoa terdiri dari dua bagian ujung (end piece). Pada bagian pangkal (middle piece) terdapat mitokondria yang telah memanjang dengan susunan teratur
membentuk spiral yang berfungsi dalam kegiatan metabolisme spermatozoa dalam menghasilkan energi berupa ATP (Adenosin Tri Phosphate) melalui proses respirasi. Gadjahnata (1989) menyatakan bahwa bagian ujung (end piece) berfungsi sebagai alat mekanik untuk pergerakan spermatozoa.
Mencit memiliki keuikan sendiri di bagian kepala yang seperti mata kail sama seperti pada tikus. Sama dengan spermatozoa pada umumnya, bagian-bagian dari spermatozoa mencit adalah kepala, leher dan ekor. Dimana pada mikroskop banyak sekali ditemukan ribuan spermatozoa dari mencit yang hidup dan dapat bergerak aktif. Namun disamping itu juga terdapat beberapa spermatozoa yang mengalami abnormalitas seperti bentuk kepala yang tidak sempurna, bagian kepala yang tidak terbentuk sampai bagian leher yang melengkung atau bengkok. 2) Perbedaan Sperma Normal dan Abnormal pada Mencit Dalam pembentukan spermatozoa, peran testosteron sangat dibutuhkan. Bila suplai testosteron terganggu, maka akan berakibat pada fungsi epididimis sebagai tempat pemantangan spermatozoa. Spermatozoa tidak mempunyai kemampuan untuk fertilisasi dan menyerap kembali cairan pada kauda epididimis (De Larminant et al., 1978). Testosteron yang merupakan hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis bila ketersediaannya sedikit akan menyebabkan proses itu terganggu dan dapat mengakibatkan abnormalitas primer yaitu abnormalitas yang terjadi karena kelainan-kelainan pada spermatogenesis seperti kepala terlalu besar, kepala terlalu kecil, ekor ganda dan lainnya (Toelihere, 1985). Selain itu, keutuhan membran plasma juga harus diperhatikan. Keutuhan membran plasma adalah salah satu indikator yang menunjukkan kemampuan spermatozoa dalam melakukan penetrasi terhadap oosit saat fertilisasi. Kerusakan pada membran plasma spermatozoa akan mengakibatkan terganggunya transfer aktif zat-zat yang menjadi sumber bagi spermatozoa seperti glukosa, asam amino dan asam lemak. Akibat terganggunya mekanisme ini, maka spermatozoa akan kekurangan energi sehingga daya hidupnya akan menurun, demikian
juga dengan motilitasnya. Rusaknya mebran plasma juga akan mengganggu keseimbangan ionion yang esensial bagi spermatozoa (Correa dan Zavos, 1994). Abnormalitas yang terjadi pada spermatozoa hasil penelitian diantaranya adalah spermatozoa tanpa ekor ataupun sebaliknya, satu kepala spermatozoa dengan dua ekor ataupun sebaliknya, ekor yang bengkok atau patah dan kepala spermatozoa yang terlalu kecil. Hal tersebut sama dengan yang dipaparkan oleh Toelihere (1985). Abnormalitas spermatozoa yang terjadi disebabkan oleh kesalahan pada saat pengambilan (secara teknis), gangguan patologis, aplikasi panas dan dingin pada testis atau defisiensi makanan. Beberapa abnormalitas spermatozoa bersifat genetik (Toelihere, 1985). 3) Kualitas Sperma Mencit Motilitas merupakan suatu kemampuan spermatozoa untuk bergerak secara progresif dan dapat dijadikan patokan yang sederhana dalam penilaian semen untuk inseminasi buatan pada ternak-ternak besar. Motilitas spermatozoa ini berasal dari gerakan mendorong spermatozoa pada bagian ekor yang menyerupai gerakan cambuk. Spermatozoa yang hidup berhubungan erat dengan motilitas sperma karena spermatozoa hidup merupakan syarat mutlak bagi spermatozoa untuk dapat menghasilkan energi dan melakukan pergerakan. Semen mamalia yang mempunyai fertilitas tinggi ditunjukkan dengan persentase spermatozoa hidup yang tinggi dengan morfologi normal (Martinez et al., 1996). Motilitas akan berlangsung dengan baik jika ditopang oleh banyak hal diantaranya adalah morfologi dari spermatozoa itu sendiri. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi motilitas sperma yaitu faktor endogen dan faktor eksogen (Hafez, 1993). Ketersediaan sumber energi merupakan faktor endogen yang sangat penting. Sumber energi yang digunakan dalam motilitas sperma adalah Adenosin Tri Phosphat (ATP). Proses pembentukan ATP sebagai sumber energi dapat terjadi pada keadaan tanpa oksigen (anaerob) atau dengan oksigen melalui siklus krebs (Toelihere, 1985). IX.
KESIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN Akbar, B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press. Arrrington, LR. 1972. Introductory Laboratory Animal Sciene, The Breeding, Care and Management of Experimental Animal. The Interstate Printers and Publishers. Inc. Danville. Campbell, A. 2006. Biologi. Jakarta: Erlangga. Gadjahnata, K.H.O. 1989. Biologi Kedokteran I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi-Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Hafez, E.S.E. 1987. Semen Evaluation. InHafez, E.S.E (Ed.). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia. Junqueira, L. C., J. Carneiro, R. O. Kelley. 2007. Histologi Dasar. 5th. Penerjemah: Tambayang J., Terjemahan dari Basic Histology. EGC. Jakarta. Lutjen. 2001. Biologi. Jakarta: Erlangga. Malole, M. B. M & C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Percobaan di Laboratorium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Partodiharjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Penerbit Mutiara. Praptomo. 2011. Sains Biologi. Jakarta: Erlangga. Soeharso, P. 1985. Beberapa Aspek Biokimia Plasma Semen dan Spermatozoa dalam Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia. The Fertility Institute. 2009. Analisis Kehamilan. Bandung: ITB. Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: Penerbit Angkasa.