LAPORAN PRAKTIKUM PENYIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI SAMPEL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan)
KELOMPOK 2 PUTRI ALIFYANI N011 17 1307
SEMESTER AKHIR 2018/2019 LABORATORIUM FITOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019
BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan dikenal sebagai salah satu negara “megabiodiversity” . Selain itu Indonesia terkenal memiliki keragaman jenis suku/etnis bangsa dari sabang sampai merauke dengan pengetahuan tradisional dan budaya yang berbeda dalam pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam menunjang kebutuhan seharihari. Terdapat kurang lebih 40.000 jenis tumbuhan dan dari jumlah tersebut sekitar
1.300
diantaranya
digunakan
sebagai
obat
tradisional
(1).
Keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia, menghasilkan sumber daya alam yang banyak memberikan manfaat dalam dunia kesehatan, salah satu diantaranya adalah Kayu Secang. Secang merupakan jenis tumbuhan herbal yang digunakan oleh masyarakat sebagai campuran air minum sehari-hari. Tanaman secang memiliki kandungan senyawa flavonoid dan terpenoid yang dimanfaatkan sebagai antioksidan, pengobatan penyakit kronis,dan generatif (2). Untuk tahap awal dilakukan penyiapan sampel yang di mana proses penyiapan sampel dilakukan analisis yang bertujuan untuk memisahkan atau penyingkiran pengotor atau zat yang tidak diinginkan sehingga dapat hasil yang valid (3).
Setelah penyiapan sampel, dilakukan pembuatan ekstrak. Pembuatan ektrak (ekstraksi) merupakan suatu proses yang dimana proses penyarian suatu senyawa aktif dari suatu bahan atau simplisia nabati maupun hewani dengan menggunakan pelarut tertentu yang cocok. Pembuatan ekstrak (ekstraksi) bias dilakukan dengan metode, sesuai dengan sifat dan tujuannya (4). Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami caracara dalam penyiapan simplisia Kayu Secang (Caesalpinia sappan) mulai dari tahap awal yaitu pengambilan sampel, sortasi basah, pencucian, perajangan, sortasi kering, penyiapan simplisia, hingga proses ektraksi (5).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1
Deskripsi Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.)
II.1.1 Klasifikasi Tanaman Regnum
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Family
: Caesalpiniaceae
Genus
: Caesalpinia
Species
: Caesalpinia sappan L. (2)
Gambar 1. Tanaman Secang (2)
II.1.2 Morfologi Tumbuhan secang dapat ditemukan pada daerah tropis, tumbuh pada ketinggian 500 - 1000 m dpl. Habitus berupa tumbuhan semak atau perdu, tingginya 5 - 10 m. Batang berkayu, bulat dan berwarna hijau kecokelatan. Pada batang dan percabangannya, terdapat duri-duri tempel yang bentuknya bengkok dan letaknya tersebar, cabang memiliki lentisel. Akar tunggang berwarna cokelat, sedangkan daunnya bentuk majemuk menyirip ganda dengan panjang daun 25 - 40 cm, jumlah anak daun 10 - 20 pasang yang
letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuk lonjong, panjang 10 - 25 mm, dan lebar 3 - 11 mm (2). Bunga secang tergolong bunga majemuk dengan bentuk malai, bunganya keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10 - 40 cm, panjang gagang bunga 15 - 20 cm, pinggir kelopak berambut, panjang daun kelopak yang terbawah ±10 mm, lebar ±4 mm, tajuk memencar berwarna kuning, helaian bendera membundar bergaris tengah 4 - 6 mm, empat helai daun tajuk lainnya juga membundar dan bergaris tengah ±10 mm, panjang benang sari ±15 mm dan putik ±18 mm (2). Buah tergolong buah polong, berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 8 - 10 cm, lebar 3 - 4 cm, ujung seperti paruh berisi 3 - 4 biji, jika masak berwarna hitam. Biji bulat memanjang dengan panjang 15 - 18 mm, lebar 8 - 11 mm, tebal 5 - 7 mm, dan berwarna kuning kecokelatan (2). II.1.3 Kandungan Kimia Kandungan kimia yang terdapat pada kayu secang, yaitu asam galat, tanin, resin, resorsin, brazilin, brazilein, d-α-phellandrene, oscimene, dan minyak atsiri. Uji fitokimia menunjukkan bahwa kayu secang mengandung senyawa kimia dari kelompok alkaloid, flavonoid, dan saponin. Senyawa fitokimia yang berperan sebagai antioksidan pada kayu secang adalah brazilin dan flavonoid. Ekstrak kayu secang juga mengandung terpenoid yang tinggi. Aktivitas antioksidan yang tinggi dari ekstrak kayu secang juga diduga karena kandungan terpenoid, seperti monoterpen dan diterpen (2).
Komposit brazilin merupakan senyawa subtipe brazilin yang terdapat dalam kayu secang. Senyawa-senyawa yang termasuk ke dalam komposit ini, yaitu brazilin, brazilein, dan 3-O-metilbrazilin dengan brazilin sebagai konstituen utama dari ekstrak kayu secang (2). Berdasarkan
aktivitas antioksidannya,
brazilin
mempunyai efek
melindungi tubuh dari keracunan akibat radikal kimia. Ekstrak kayu secang juga mempunyai kemampuan antioksidan yang paling baik dibandingkan vitamin C dan vitamin E, serta mampu meningkatkan nilai Satuan Antioksidan Total (SAT) dalam tubuh. Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang memiliki sejumlah kemampuan untuk meredam atau menghambat pembentukan radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal alkoksil, singlet oksigen, dan hidrogen peroksida (2). II.1.6 Kegunaan Air secang merupakan minuman favorit bagi sebagian besar masyarakat di Sulawesi Selatan, khususnya Suku Bugis-Soppeng yang berada di pedesaan. Bahkan masyarakat pada waktu itu beramai-ramai membudidayakan tumbuhan secang sehingga dikenallah sebuah daerah di Kecamatan Marioriwawo dengan nama Ale’ Seppang yang berati ‘Hutan Secang’. Secang menjadi primadona karena air minum terlihat lebih segar ketika ditambahkan dengan serpihan kayu secang, walaupun pada waktu itu khasiat yang terkandung dalam kayu ini belum diketahui. Masyarakat menggunakan serpihan kayu secang sebagai campuran air minuman sehari-
hari dengan cara memasukkan serpihan kayu ke dalam teko atau tempat air minum. Air minum yang telah dicampur dengan serpihan kayu secang akan berwarna kemerahan sehingga air menjadi tampak segar dan jernih (2). Secang merupakan tumbuhan semak atau perdu yang kayunya dapat mulai dipanen sejak umur 1-2 tahun. Pada tahun 1902, Chevreul telah mengisolasi zat warna yang terdapat di dalam kayu Brazil dan diberi nama Brazilin. Ekstrak kayu secang berkhasiat untuk mengobati diare, sifilis, darah kotor, berak darah, malaria, dan tumor. Selanjutnya dapat digunakan sebagai penawar racun, pengobatan sesudah persalinan, katarak, maag, masuk angin, dan kelelahan. Selain itu, ekstrak cair kayu secang dapat dibalurkan pada bagian tubuh yang luka, serta dapat mengobati penyakit tulang keropos (osteoporosis) (2). Ekstrak etanol kayu secang mampu menstimulasi sel osteoblast dan juga dapat menghambat pembentukan sel osteoclast. Ekstrak kayu secang juga bersifat antibakteri, yaitu dapat menghambat aktivitas bakteri dalam saluran pencernaan, karena diduga mengandung asam galat di dalam ekstrak kayu secang. Selanjutnya ekstrak kayu secang yang mengandung brazilin > 200 mg/g yang diformulasi menjadi krim, dapat digunakan sebagai obat anti jerawat (2). Kandungan brazilin pada kayu secang dapat menghambat protein inhibitor apoptosis survivin dan terlibat dalam aktivasi caspase 3 dan caspase 9, sehingga dapat mengobati penyakit kanker. Ekstrak metanol, n-butanol
serta kloroform dari kayu secang dapat membunuh sel kanker. Hal ini didukung oleh hasil penelitian lain bahwa ekstrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas antikanker dengan menurunkan viabilitas pada beberapa sel kanker payudara, kanker kolon, kanker serviks, namun tetap selektif terhadap sel normal. Ekstrak zat warna kayu secang hasil maserasi dengan pelarut air dan alkohol dapat digunakan sebagai indikator alami dalam titrasi asam-basa. Selain itu, senyawa-senyawa aktif lain yang terkandung dalam kayu secang, seperti Sappanchalcone dan Caesalpin P., terbukti memiliki khasiat untuk terapi antiinflamasi, diabetes dan gout secara in vitro (2). II.3
Simplisia
II.3.1 Pengertian Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga atau yang baru mengalami proses setengah jadi, seperti pengeringan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican atau mineral (6). II.3.2 Pengolongan Simplisia Simplisia terbagi atas tiga golongan, yaitu (6): 1. Simplisia Nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu di pisahkan dari tanamannya. 2. Simplisia Hewani Simplisia Hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh , bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia Pelikan atau Mineral Simplisia pelikan atau Mineral adalah simplisia yang berasal dari bahan pelikan atau mineral yang belum di olah atau telah diolah dengan cara yang yang sederhana. II.3.3 Tahap penyiapan simplisia Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya,
makan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal dan
untuk memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa factor yang mempengaruhi, antara lain (7): 1. Pengumpulan bahan baku Pada senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain tergantug pada bagian tanaman yang akan digunakan, umur tanaman, bagian tanaman saat panen, waktu panen, dan lingkungan sekitar tempat tumbuh dari simplisia. Pada pengumpulan bahan baku bias dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Pengambilan Sampel dengan Cara Mekanik Pengambilan sampel dengan tangan dapat dilakukan apabila pengambilan menggunakan alat bantu. Kelebihannya ialah tidak memerlukan alat bantu sedangkan kekurangannya ialah sarung tangan yang digunakan mungkin dapat membahayakan simplisia. b. Pengambilan Sampel dengan Cara Manual Tujuan pengambilan sampel menggunakan alat bantu (Manual) diantaranya
adalah
untuk
menghindari
kerusakan
tanaman.
Pengambilan sampel dengan alat bantu tujuannya agar menjaga kesehatan tanaman.Beberapa alat bantu yang digunakan dalam pengambilan sampel antara lain tongkat (stick), sampling trier, spears, thieves, Nobbe trier. 2. Pencucian Pencucian pengotoranlainnya
dilakukan
untuk
yangmelekat
pada
menghilangkan bahan
tanah
dan
simplisia. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air bersih dari mata air atau air sumur maupun PDAM. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. 3. Sortasi Basah Sortasi
basah
dilakukan
untuk memisahkan
kotoran-kotoran
ataubahan-bahanasing lainnya dari bahan simplisia, misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, baan-bahan asing
seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Tanah mengandung bermacammacam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. 4. Perajangan Perajangan padabahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan lagsung dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehinggamempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. 5. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan cara: a. Pengeringan Alamiah Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan, yakni: a) Sinar matahari langsung Cara ini dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang stabil. Pengeringan dengan sinar matahari banyak dipraktekkan di Indonesia, yang mana merupakan salah satu cara dan upaya yang murah dan praktis. Pengeringan ini dilakuan dengan cara membiarkan bahan yang dipotong di udara terbuka, tanpa kondisi yang terkontrol, seperti suhu kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat tergantung pada keadaan iklim. b) Diangin-anginkan Cara ini merupakan cara utama yang digunakan untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan lain sebagainya serta mengandung senyawa aktif yang mudah menguap metode ini bertujuan untuk melakukan proses pengeringan secara alami.
b. Pengeringan Buatan Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan pengering yang suhu kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah udara dipansakan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor, listrik, atau mesin diesel, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau lemari yang berisi bahan-bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan diatas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang mudah, murah, sederhana dan praktis dengan hasil yang cukup baik. Cara yang lain misalnya dengan menempatkan bahan-bahan yang akan dikeringkan diatas pita atau ban berjalan dan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya. 6.
Sortasi Kering Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahapan akhirdari
pembutan simplisia. Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoranpengotoran lain yang yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Seperti
halnya
dengan
sortasi
awal,
sortasi
disini
dapat
dilakukandengan cara mekanik. Pada simplisia berbentuk rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Dengan demikian pula adanya partikel-partikel
pasir, besi dan benda-benda tanah lainnya yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia disimpan. 7. Penyimpanan Tujuan pengepakan dan penyimpan adalah untuk melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar, seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, kotoran atau serangga.Jika penyimpanan perlu dilakukan, sebaiknya simplisia disimpan di tempat yang kering, tidak lembap, dan terhindar dari sinar matahari langsung. Selama penyimpanan kemungkinan bisa terjadi kerusakan pada simplisia, kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga simplisia yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, pada penyimpanan simplisia perlu diperhatikan hal yang dapat menyebabkan
kerusakan
pada
simplisia,
yaitu
cara
pengepakan,
pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu serta cara pengawetannya. II.4
Susut Pengeringan dan Kadar Air Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperature 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai (%). Tujuannya untuk memberikan batas maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10% (8). Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya kandungan air yang berada dalam bahan. Nilai untuk kadar air sesuai dengan yang tertera dalam monografi (8). II.5
Ekstraksi
II.5.1 Pengertian Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair (9). II.5.2 Prinsip Ekstraksi Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarutpolar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk simplisiadiekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya. Proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan daribahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yangdiinginkan larut (10). II.5.3 Jenis-jenis Metode Ekstraksi II.5.3.1 Ekstraksi Cara Dingin Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang
dimaksud rusak karena pemanasanan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi (9). 1. Metode Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dengan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (9).
Gambar 3. Alat maserasi; A) bejana/wadah sampel; B) penutup wadah;C) pengaduk mekanik (9)
2. Metode Perkolasi Perkolasi
adalah
proses
penyarian
simplisia
dengan
jalan
melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu percolator. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi) (9).
Gambar 4.Alat Perkolasi (9)
II.5.3.2 Ekstraksi Cara Panas Metodae ini pastinya melibatkan panas dalam prosesnya. Dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses penyarian dibandingkan cara dingin. Metodenya adalah refluks dan ekstraksi dengan alat soxhlet (9). 1. Metode Refluks Salah satu metode sintesis senyawa anorganik adalah refluks, metode ini digunakan apabila dalam sintesis tersebut menggunakan pelarut yang volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut
akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah (9).
Gambar 5. Alat Refluks (9)
2. Metode Soklet Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontinyu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali ke dalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut (9).
Gambar 6. Alat Sokletasi (9)
II.5.4. Metode Pemilihan Pelarut Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor yang penting dalam proses ekstraksi. Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi mempengaruhi jenis komponen aktif bahan yang terekstrak karena masingmasing pelarut mempunyai selektifitas yang berbeda untuk melarutkan komponen aktif dalam bahan. Berbagai syarat pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu sebagai berikut (10): a. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut harus dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin dan sesedikit mungkin melarutkan bahan pengotor b. Bersifat inert terhadap bahan baku, sehingga tidak bereaksi dengan komponen yang akan diekstrak c. Reaktivitas. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen bahan ekstraksi d. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi
e. Tidak korosif f. Tidak beracun g. Tidak mudah terbakar h. Stabil secara kimia dan termal i.
Tidak berbahaya bagi lingkungan
j.
Murah dan mudah didapat, serta tersedia dalam jumlah yang besar
k. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan l. II.6
Memiliki tegangan permukaan yang cukup rendah Konstanta Dielektrik Pelarut Setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbedaan kelarutan
yang berbeda dalam setiap pelarut, sehingga untuk mendapatkan sebanyak mungkin komponen yang diinginkan, maka ekstraksi dilakukan dengan menggunakan suatu pelarut yang secara selektif dapat melarutkan komponen tersebut. Komponen yang terkandung dalam bahan akan dapat larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya. Kriteria kepolaran suatu pelarut dapat ditinjau dari konstanta dielektrik dan momen dipol.Pelarut polar memiliki konstanta dielektrik yang besar, sedangkan non-polar memiliki konstanta dielektrik yang kecil. Semakin besar nilai konstanta dielektriknya, maka semakin polar senyawa tersebut.Berikut ialah nilai konstanta dielektrik pelarut (11).
Tabel 1. Nilai Konstanta Dielektrik Pelarut Organik pada 200C (12) Pelarut Heksana Benzena Kloroform Dietil eter Etil asetat Piridin Aseton Etanol Metanol Asetonitril Air
Konstanta dielektrik 2,0 2,3 4,8 4,3 6,0 12 21 30 33 38 80
BAB III METODE KERJA III.1
Alat dan bahan
III.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah baskomstainless steel, gunting, nampan, pisau, timbangan, dan oven simplisia III.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air, Kayu secang (Caesalpinia sappan),kertas koran, sak simplisia dan tissue. III.2 Cara kerja III.2.1 Penyiapan Sampel Sampel kayu Secang disortasi basah untuk menghilangkan kotoran atau bagian yang tidak diinginkan, kemudian dibersihkan menggunakan tissue kemudian dirajang dan dikeringkan menggunakan oven simplisia dengan suhu 40°C dan disortasi kering lalu dikemas menggunakan sak simplisia III.2.2 Ekstraksi Disiapkan alat dan bahan, lalu Sappan lignum sebanyak 16 g dimasukkan kedalam labu alas bulat, kemudian diberi etanol sebanyak 450 ml sebagai
pelarut. Simplisia tersebut kemudian direfluks selama 45 menit. Hasil dari refluks tersebut kemudian dimasukkan kedalam toples yang ditutupi alumunium foil untuk mencegah agak hasil tidak menguap karena mengandung etanol yang sangat mudah menguap.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Berdasarkan praktikum penyiapan sampel yang dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 2 Hasil praktikum penyiapan sampel Nama simplisia
Bobot awal (g)
Bobot akhir (g)
Sappan lignum
-
500
Susut pengeringan (%) -
IV.2 Pembahasan Simplisia adalah bahan baku alamiah yang digunakan untuk membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali pengeringan (5). Sebelum dijadikan simplisia, tanaman harus melewati tahap penyiapan sampel terlebih dahulu. Untuk tahap awal dilakukan penyiapan sampel yang di mana proses penyiapan sampel dilakukan analisis yang bertujuan untuk memisahkan atau penyingkiran pengotor atau zat yang tidak diinginkan sehingga dapat hasil yang valid (3) Pada praktikum penyiapan sampel, digunakan sampel kayu secang (Caesalpinia sappan L.).pengambilan sampel dilakukan pada hari minggu sore sekitar pukul 17.00 WITA. Bagian tanaman yang diambil yaitu batang.
Namun, sampel yang diambil tidak dilanjutkan ke proses selanjutnya dikarenakan peralatan yang ada tidak sesuai persyaratan yaitu berkarat. Untuk menghindari terhambatnya praktikum, maka sampel yang digunakan adalah sampel kayu secang yang tersedia di laboratorium dengan kondisi telah berbentuk simplisia, dengan kata lain telah mengalami proses sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan pengepakan. Sehingga, hanya dilakukan penimbangan sampel sebanyak 500 g dan mengganti kemasannya. Pada tahap ekstraksi bertujuan untuk menarik kandungan kimia pada simplisia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dalam pelarutnya. Metode ekstraksi pada kayu secang (Sappan lignum) menggunakan cara panas yaitu metode refluks. Ekstraksi dengan cara ini dilakukan dengan bahan yang akan diekstraksi direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap,uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam (10). Namun, pada praktikum yang dilakukan, refluks hanya berlangsung selama 45 menit. Pada proses ekstraksi tersebut, digunakan 450 ml etanol 95% untuk dijadikan pelarut 16 g Sappan lignum. Selama proses ekstraksi, warna pelarut etanol yang digunakan berubah menjadi merah kekuningan.
Hal tersebut sesuai menurut Materia Medika Indonesia monografi Simplisia kayu secang (Sappan lignum), dinyatakan bahwa Sappan lignum berwarna merah, merah jingga atau kuning (13). Dan pada pustaka lain dinyatakan bahwa jika cairan yang telah dicampur dengan serpihan kayu secang akan berwarna kemerahan (2).
BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum dan tinjauan pustaka yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa 1. Sappan
lignum
pengeringannya
yang karena
tersedia tidak
tidak
dapat
mengalami
dihitung
nilai
pengeringan
susut namun
pemeriannya sama dengan pemerian yang tercantum pada monografi Sappan lignum pada materia medika Indonesia. 2. Sappan lignum diekstraksi menggunakan metode refluks dengan pelarut etanol 95% dan memberikan perubahan warna merah kekuningan pada pelarut yang disebabkan oleh adanya senyawa brazilin. V.2 Saran Saran untuk laboratorium agar menambah dan memperbaharui alatalat dan bahan-bahan di dalam lab, agar praktikum berjalan efisien tanpa adanya halangan akibat kekurangan alat maupun bahan. Sedangkan untuk asisten penanggung jawab, sebaiknya lebih memperhatikan efisiensi praktikum terhadap waktu yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Kurniawan,Erwin dan Nurul Jadid. Nilai Guna Spesies Tanaman sebagai Obat Tradisional oleh Masyarakat Tengger di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo – Jawa Timur . Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2015 2. Sari,Ramdana dan Suhartati. Secang (Caesalpinia sappan L.) : Tumbuhan Herbal Kaya Antioksidan. Makassar : Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar. 2016 3. Depkes RI. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Depkes RI. 1985 4. Zulharmita. Pembuatan dan Karakterisasi Ekstrak Kering Daun Jambu Biji (Psidiumguajava). Padang: STIFARM. 2013 5. Suharmiati, dan Hesti,M. Khasiat & Manfaat Daun Dewa dan Sambung Nyawa. Tangerang: PT. AgroMedia Pustaka.2003 6. Ramadani, Selvi. Uji Cemaran Mikroba Pada Serbuk Obat Tradisional. Medan: Universitas Sumatera Utara.2015. 7. Prasetyo.Pembuatan Simplisia.Bengkulu: UNIB. 2013. 8. Sukarjo, Inoriah.Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan Simplisia).Bengkulu: UIN. 2010 9. Aditya, Hanggoro Tri. Ekstraksi Daun Mimba (Azadirachta Indica A. Juss) dan Daun Mindi (Melia azedarach) untuk Uji Kandungan azadirachtin Menggunakan Spektrofotometer, Semarang: Undip. 2015. 10. Pradipta, Aditya. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sansevieria trifasciata Prain terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginos.UAJY. 2011. 11. Widiati, Sylvia.Daya Hambat Ekstrak Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis L.) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus epidermidis. UAJY. 2011. 12. Gandjar,Ibnu Gholib. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja Kayu Secang -
Diambil dari habitatnya Dilakukan sortasi kering Dikemas dalam sak obat
Simplisia kayu secang (Sappan lignum) -
Etanol 95%
Ditimbang 16 g
-
-
Diukur 450 ml
Dicampur dalam labu alas bulat Alat refluks dirangkai
Refluks -
Suhu mantel heat diatur pada skala 7 selama 45 menit
Ekstrak cair Sappan lignum
Lampiran 2. Gambar Hasil Praktikum
Gambar 7. Penimbangan Kayu secang
Gambar 8. penimbanganSappan lignum
Gambar 9. Etanol 90% 450 ml
Gambar 10. Penimbangan Simplisia Sappan lignum
Gambar 11. Proses refluks
Gambar 12. Penyaringan hasil refluks
Gambar 13. Ekstrak cair Sappan lignum