Laporan Sampling Darah Dan Toleransi Osmotik.docx

  • Uploaded by: Mudjaijah dra
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Sampling Darah Dan Toleransi Osmotik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,467
  • Pages: 20
Sampling Darah dan Toleransi Osmotik Laporan Praktikum Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia Yang dibina oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si

Oleh : Kelompok 5 / OfferingA 1. Adelia Dwinta P.

170341615071

2. Fadilah Eka Wulandari

170341615061

3. Ike Safitri

170341615072

4. Izjaachwatul Diah

170341615004

5. Rahmat Aditya K.

170341615055

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

November 2018 A. Tanggal kegiatan Kamis, 22 November 2018 B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk: 1. Terampil dalam melakukan sampling darah. 2. Mengetahui komponen-komponen darah. 3. Mengetahui kecepatan terjadinya hemolisis dan krenasi eritrosit pada medium berbeda-beda. 4. Mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada medium yang berbeda-beda. C. Dasar Teori Mencit merupakan hewan dengan klasifikasi Kelas Mamalia yang sering digunakan sebagai hewan coba di laboratorium. Penggunaan mencit sebagai hewan percobaan karena mempunyai umur yang relative pendek, dapat melahirkan anak yang banyak, dan lain-lain. Berikut merupakan pengklasifikasian dari mencit. (Kram, et al, 2001) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Subkelas : Sciurognatha Famili : Muridae Subfamili : Murinae Genus : Mus Spesies: Mus musculus

Penggunaan mencit sebagai hewan percobaan juga harus menggunakan etika agar tidak menyiksa hewan percobaan yang digunakan. Sampling darah merupakan suatu metode pengambilan darah yang digunakan dalam penelitian. Darah merupakan suatu jaringan cair yang tersusun dari sel darah merah yang terdapat pada plasma darah. Sel darah terdiri atas sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah. Sel darah merah/ eritrosit dibatasi oleh selaput membran semipermeabel sehingga dapat melakukan difusi dan osmosis. Tekanan osmosis eritrosit homoiotherm sama dengan larutan NaCl 0,9%. Apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipotonis, maka air akan masuk ke dalam eritrosit sehingga akan menggelembung. Apabila batas toleransi sudah berada di batas ambang maka akan terjadi pecahnya eritrosit sehingga biasa disebut hemolisis. Kebalikan dari hemolisis yaitu krenasi. Krenasi dapat terjadi jika eritrosit diletakkan pada medium hipertonis. (Sirois, M. 2005) Penggunaan darah mencit untuk percobaan sampling darah dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu: 1. Pengambilan darah pada plexus retroorbitalis Cara pengambilan darah darah pada plexus retroorbitalis dimulai dengan adanya penyesuaian mencit terlebih dahulu agar dapat mengambil darah mencit serta membuat mencit dapat diperlakukan. Setelah itu dipegang tengkuk mencit dengan jari tangan. Kemudian Mikrohematikrit digoreskan pada medial canthus mata di bawah bola mata kearah foramen opticus. Kemudian mikrohematikrit diputar sampai melukai plexus. Jika pemutaran dilakukan 5X maka harus dikembalikan 5X. darah ditampung pada Eppendorf yang sebelumnya diberi EDTA untuk pengambilan plasma darah dan tanpa EDTA untuk pengambilan serumnya atau dapat juga dengan penambahan zat antikoagulan. (Malole, M.B.M. and Pramono, C.S.U.2001) 2. Pengambilan darah pada vena ekor

Pengambilan darah pada vena ekor dapat dilakukan dengan cara membungkus tubuh mencit yang ditenangkan dengan kain lap. Kemudian memotong sedikit ekor mencit dan darah yang keluar untuk pertama kali di bagian ekor. Kemudian diurut ekor mencit dan darah ditampung pada eppendorf dan diletakkan miring hingga mengendap lalu di sentrifuge. 3. Pengambilan darah pada supena kaki Pengambilan darah pada supena kaki dapat dilakukan dengan cara memegang mencit pada posisi setengah tegak, kemudian menginjeksikan jarum pada paha belakang sebelah dalam. Agar tidak terjadi perubahan posisi jarum, maka perlu untuk memegang kaki mencit dan menampung darah yang akan dikeluarkan. 4. Pengambilan darah melalui jantung Pengambilan darah melalui jantung dilakukan dengan pembedahan mencit. Kemudian menusukkan syringe ke jantung dan langsung menyedot darah di jantung. (Yokozawa, et al,2002)

D. Alat dan Bahan Alat: 

Mikroskop cahaya



Kaca benda



Kaca penutup



Mikropipet



Pipet tetes



Papan dan alat seksi



Gelas piala



Syringe 1 ml



Pipa mikrohematokrit

Bahan: 

Larutan garam fisiologis untuk mencit (nacl 0,9%)



Aquadest



Berbagai larutan garam dapur dengan konsentrasi 3%, 2%, 1%, 0%, 0,9%, 0,7%, 0,5%, 0,3%, 0,1%



Antikoagulan (heparin atau campuran kalium oksalat dengan amonium oksalat)



Mencit.

E. Prosedur Kerja 1. Prosedur koleksi darah a. Vena Lateral

Dibasuh ekor dengan air hangat untuk menghilangkan debris dan menyebabkan vasodilatasi

Diluruskan ekor, kemudian pada bagian paling ujung ekor (0.5-1 mm untuk mencit dan sekitar 2 mm untuk tikus), kemudian potonglah menggunakan pisau skalpel

Tampunglah darah yang menetes ke dalam tabung 1,5 mL.

Dihapus darah pertama yang keluar dari ekor, kemudian urutlah ekor secara perlahan mulai dari bagian pangkal sampai ujung

b. Jantung

Dilakukan dislokasi pada leher mencit atau bius dengan menggunakan anesthesia.

Dibuka bagian abdomen, dan perlahan gunting diafragma secara hati-hati

Ditampung darah dalam tube 1,5 mL.

Bila sudah terlihat jantung, tusuk sedikit dengan menggunakan syringe, apabila darah terlihat sudah memasuki syringe, tariklah secara perlahan hingga darah tersedot

2. Memisahkan komponen darah

Dibagi darah dalam dua tabung 1,5 mL (tabung satunya untuk pengamatan hemolisis dan krenasi).

Dimiringkan darah dan diamkan selama kurang lebih 30 menit

Diamati bagian-bagian yang terbentuk pada tabung.

Disentrifuge darah pada kecepatan 2500 selama 15 menit

3. Menghitung persentase hemolisis Dilakukan dislokasi mencit, kemudian dibedah sehingga nampak jantung dan pembuluh darah besar.Tusuk salah satu pembuluh darah besar dengan menggunakan syringe, sehingga darahnya keluar

Ditampung ± 2-5 ml sampel darah dalam tube 1,5 mL yang telah diberi anti koagulan.

Ditambahkan kepada darah sampel pada tabung reaksi tersebut dengan larutan NaCl: tabung 1 dengan 2 ml 0,7% NaCl, tabung 2 dengan 2 ml 0,5% NaCl, tabung 3 dengan 2 ml 0,3% NaCl, tabung 4 dengan 2 ml 0,1% NaCl dan tabung 5 dengan 2 ml aquadest

Disiapkan 10 tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan 0,1 ml sampel darah, beri nomor/label pada tabung reaksi.

Didiamkan darah dalam tabung reaksi sekitar 10 menit, setelah itu pusingkan selama 5 menit dengan kecepatan 3.000 rpm

Diamati warna dan volume supernatan, serta endapan eritrosit. Supernatan yang berwarna bening (tanpa warna merah) dengan endapan eritrosit paling banyak berarti pada larutan NaCl tersebut tidak terjadi hemolisis sama sekali.

Apabila supernatan berwarna merah, tanpa endapan eritrosit sama sekali, berarti pada larutan NaCl ini terjadi hemolisis sempurna, maka ini merupakan batas atas toleransi osmotis membran eritrosit

Apabila supernatan sudah ada yang berwarna merah, dan endapan eritrosit sudah berkurang, berarti pada larutan NaCl ini sudah mulai terjadi hemolisis, maka ini merupakan batas bawah toleransi osmotis membran eritrosit

F. Hasil Pengamatan 1. Sampling DarahHematokrit Supernatan

Endapan

Perbandingan

Tinggi

0,6 cm

1,4 cm

3:7

Volume

0,27 ml

0,26 ml

0,27:0,26

2. Kecepatan Hemolisis dan Krenasi Konsentrasi Pelarut

Waktu (s)

Keterangan (Hemolisis/Krenasi)

31

Hemolisis

NaCl 0,1%

35,59

Hemolisis

NaCl 0,3%

37,79

Hemolisis

NaCl 0,5%

42,34

Hemolisis

NaCl 0,7%

47,23

Hemolisis

NaCl 0,9%

-

Isotonik

NaCl 1%

50,52

Krenasi

NaCl 2%

40

Krenasi

NaCl 3%

33,75

Krenasi

Aquades 0%

3. Presentase Hemolisis

Larutan Darah

Warna

Volume

Supernatan

Endapan

Supernatan (ml)

Endapan (ml)

Aquadest 0%

Merah terang

Merah pekat

0,4

0,1

NaCl 0,1 %

Merah terang

Merah pekat

0,7

0,5

NaCl 0,3%

Merah bening

Merah pekat

0,5

0,2

NaCl 0,5%

Merah

Merah pekat

1

0,8

NaCl 0,7%

Merah cerah

Merah pekat

1

0,5

NaCl 0,9%

Merah

Merah pekat

1

0,5

NaCl 1%

Merah terang

Merah pekat

0,7

0,5

NaCl 2%

Merah terang

Merah pekat

0,8

0,2

NaCl 3%

Merah terang

Merah pekat

0,975

0,25

G. Analisis Data 1. Menghitung perbandingan hermatokrit darah No

Perlakuan

Jumlah denyut

Irama Berirama

Tidak berirama

1

Jantung di dalam

62



62



54

√ √

tubuh 2

Jantung di luar tubuh

3

Setelah sinus venosus dipisah

4

Atrium (dipisah)

54

5

Ventrikel(dipisah)

0



Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa dalam 0,53 ml darah mencit ketika dimasukan kedalam sentrifuge selama 10 menit menunjukkan volume supernatant sebesar 0,27 ml dan volume endapan sebesar 0,26 ml. Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh perbandingan antara supernatant dan endapan sebesar 0,27:0,26. Supernatant merupakan plasma darah dan endapan merupakan komponen darah yang terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit, sehingga dapat dikatakan bahwa perbandingan antara plasma darah dan komponen darah sebesar 0,27:0,26. Sedangkan untuk tinggi dari supernatant sebesar 0,6 cm dan untuk endapan sebesar 1,4 cm dengan perbandingan 3:7.

2. Menghitung kecepatan hemolisis dan krenasi Pada praktikum menghitung kecepatan hemolisis dan krenasi digunakan darah mencit yang belum tercampur dengan anti koagulan. Darah mencit diteteskan di setiap kaca benda yang masing-masing kaca benda tersebut telah ditetesi larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu aquades 0% , NaCl 0,1%, NaCl 0,3 %, NaCl 0,5%, NaCl 0,7%, NaCl 0,9%, NaCl 1%, NaCl 2%, dan NaCl 3%.

Berdasarkan perlakuan dengan menggunakan aquades dengan konsentrasi 0% terdapat eritrosit yang mengalami hemolisis pada waktu 31 detik. Pada perlakuan dengan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 0,1% terdapat eritrosit yang mengalami hemolisis pada waktu 35,59 detik. Pada perlakuan dengan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 0,3% terdapat eritrosit yang mengalami hemolisis pada waktu 37,79 detik. Pada perlakuan dengan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 0,7% terdapat eritrosit yang mengalami hemolisis pada waktu 47,23 detik. Pada hasil pengamatan yang telah dilakukan, pada konsentrasi NaCl 0.9% tidak menunjukkan adanya darah yang lisis atau krenasi karena NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonis dengan sel darah mencit. Ketika sel darah berada di larutan yang konsentrasinya dibawah 0.9% maka darah akan mengalami hemolisis karena berada dilarutan yang bersifat hipotonis sehingga terjadi proses masuknya air ke dalam eritrosit yang menyebabkan eritrosit menjadi menggembung dan kemudian akan terjadi hemolisis, serta waktu dan kecepatan hemolisis berbanding lurus, yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan maka waktu yang diperlukan untuk terjadinya hemolisis juga semakin lama atau semakin tinggi. Maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa semakin encer larutan NaCl maka semakin cepat pula terjadinya proses hemolisis.

Hemolisis 50 40 30

20 10 0 0%

0.10%

0.30%

0.50%

0.70%

Hemolisis

Grafik 1. Hubungan kecepatan hemolisis dan konsentrasi larutan

Pada perlakuan dengan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 1% terdapat eritrosit yang mengalami krenasi pada waktu 50,52 detik. Pada perlakuan dengan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 2% terdapat eritrosit yang mengalami krenasi pada waktu 40 detik. Pada perlakuan dengan menggunakan NaCl dengan konsentrasi 3% terdapat eritrosit yang mengalami krenasi pada waktu 33.75 detik. Ketika sel darah berada di larutan yang konsentrasinya di atas 0.9% maka darah akan mengalami krenasi karena berada dilarutan yang bersifat hipertonis sehingga terjadi proses keluarnya air dari dalam eritrosit yang menyebabkan eritrosit menjadi mengkerut dan kemudian akan terjadi krenasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa waktu dan kecepatan krenasi berbanding terbalik, semakin tinggi konsentrasi larutan maka waktu yang diperlukan untuk terjadinya konsentrasi akan semakin cepat. Semakin pekat larutan NaCl maka semakin cepat pula terjadinya proses krenasi.

Krenasi 60 50 40 30 20 10 0 1%

2.00%

3.00%

Krenasi

Grafik 2. Hubungan kecepatan krenasi dan konsentrasi larutan

3. Menghitung persentase hemolisis Pada percobaan kali ini digunakan sampel darah mencit yang telah diberi anti koagulan yang kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diberi label. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada

0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0% (aquades) setelah dimasukkan dalam sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3000rpm menunjukan plasma dengan volume 0,4 ml berwana merah terang dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,1 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0,1% , menunjukan plasma dengan volume 0,7 ml berwana merah terang dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,5 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0,3% , menunjukan plasma dengan volume 0,5 ml berwana merah bening dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,2 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0,5% , menunjukan plasma dengan volume 1 ml berwana merah dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,8 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0,7% , menunjukan plasma dengan volume 1 ml berwana merah cerah dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,5 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0,9% , menunjukan plasma dengan volume 1 ml berwana merah dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,5 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 1% , menunjukan plasma dengan volume 0,7 ml berwana merah cerah dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,5 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 2% , menunjukan plasma dengan volume 0.8 ml berwana merah cerah dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,2 ml berwarna merah pekat. Pada 0,1 ml darah mencit yang ditambah dengan 0.2 ml NaCl 0,3% , menunjukan plasma dengan volume 9 ml berwana merah cerah dan volume endapan (komponen darah) sebesar 0,2 ml berwarna merah pekat.

H. Pembahasan 1. Pembahasan Sampling Darah ( Hematokrit )

Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid (Tim Pembina MK Fisiologi Hewan, 2012 ). Berdasarkan hasil praktikum diperoleh data volume supernatan 0,27 ml dan volume endapan sebanyak 0,26 ml. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan supernatan dan volume yang di dapat hampir sama yang mengindikasikan bahwa mencit tidak mengalami gangguan atau dalam kata lain tikus tersebut dalam kondisi normal.

2. Pembahasan Kecepatan Hemolisis dan Krenasi Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa darah menunjukkan reaksi yang dan kecepatan reaksi yang berbeda- beda pada setiap konsentrasi NaCl yang berbeda. Pada akuades 0%, larutan NaCl 0,1 %, 03%, 0,5%, dan larutan NaCl 0,7 % sel darah mengalami hemolisis dengan kecepatan yng berbeda- beda. Peristiwa itu terjadi akibat masuknya air ke dalam sel yang mengakibatkatkan sel darah menjadi menggelembung sehingga hemoglobin yang berada didalam eritrosit keluar menuju ke cairan yang bersifat hipotonis disekelilingnya. Perbedaan kecepetan reaksi sel darah tersebut dipengaruhi oleh membran eritrosit yang memiliki sifat toleransi osmotik, yaitu pada batas konsentrasi medium tertentu sel darah belum mengalami lisis. Hal ini sesuai dengan pendapat dari (Sonjaya, 2013) bahwa ketika medium yang berada disekitar eritrosit menjadi hipotonis karena adanya penambahan larutan NaCl maka medium tersebut ( plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermeabel dan menyebabkan eritrosit menggebung. Oleh karena membran tidak kuat menahan

tekanan yang berada didalam sel eritrosit tersebut, akhirnya sel mengalami lilis dan hemoglobin akan keluar menuju medium disekelilingnya. Pada larutan NaCl dengan konsentrasi 0,9 % sel darah tidak nampak mengalami lisis ataupun krenasi. Hal tersebut dikarenakan sampel darah yang digunakan merupakan sampel darah dari hewan Homoioterm yang akan mengalami lisis apabila eritrosit hewan homoioterm dimasukkan ke dalam larutan NaCl yang memiliki konsentrasi dibawah 0,9 %. Sebaliknya eritrosit hewan homoioterm akan mengalami krenasi atau pengkerutan ukuran ketika dimasukkan dalam larutan NaCl yang konsentrasinya lebih pekat dari 0,9%. Selain itu larutan NaCl 0,9 % bersifat isotonik karena ekanan osmotik yang ada pada larutan seimbang yang mengakibatkan kadar air yang hilang dan kadar air yang diterima oleh darah jumlahnya sama sehingga volume darah cenderung konstan (Soewolo, 2000). Pada larutan NaCl dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% sel darah juga menunjukkan adanya perubahan berupa penyusutan ukuran volume sel darah. Peristiwa penyusutan ukuran ini dikenal dengan istilah krenasi, yaitu peristiwa dimana membran sel mengalami penyusutan ukuran akibat air yang keluar dari dalam sel. Hal tersebut dapat terjadi karena larutan NaCl dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% bersifat hipertonis sehingga menyebabkan eritrosit keluar dari darah menuju medium yang berada disekitarnya dan menyebabkan terjadinya krenasi ( penyusutan ukuran). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Ramdhini, 2013) bahwa apabila eritrosit berada pada medium hipertonis maka cairan yang berada didalam sel akan keluar yang berakibat pada menyusutnya ukuran sel. Keseimbangan osmotik merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap perubahan yang terjadi pada suatu sel. Apabila cairan interseluler dan ekstraseluler dalam keseimbangan osmotik, maka perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi

zat

terlarut

impermeabel

dalam

cairan

ekstraseluler dapat

menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel (Syaifuddin, 2009). a. Cairan hipotonik. Apabila suatu sel diletakkan dalam larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih rendah, maka air akan berdifusi ke dalam sel sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakkan pada sel karena

mengencerkan cairan intraseluler sampai kedua larutan mempunyai osmolaritas yang sama. b. Cairan isotonik. Ketika suatu sel diletakkan pada larutan dengan jumlah zat terlarut impermeabel (tidak dapat dilewati) maka sel tidak akan mengerut atau membengkak karena konsentrasi air dalam cairan intraseluler tidak dapat masuk atau keluar dari sel sehingga terdapat keseimbangan antara cairan intraseluler dan ekstraseluler. c. Cairan hipertonik. Apabila suatu sel diletakkan dalam larutan yang mempunyai konsentrasi zat terlarut impermeabel lebih tinggi, maka yang terjadi air akan mengalir keluar dari sel ke dalam cairan ekstraseluler. Pada keadaan ini sel akan mengerut sampai kedua konsentrasi menjadi sama (Syaifuddin, 2009).

3. Presentase Hemolisis Darah mengandung tiga unsur seluler utama yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Eritrosit berperan dalam pengangkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru (Silverthorn, 2015). Pada percobaan presentase hemolisis digunakan darah mencit. Berdasarkan data pengamatan dapat diketahui bahwa volume supernatan dan endapan pada sampel darah berbeda-beda dalam berbagai konsentrasi NaCl. Secara keseluruhan warna supernatan semakin merah pada saat konsentrasi NaCl berkurang. Pada sampel darah dengan pemberian larutan NaCl 3% tidak terjadi hemolisis sama sekali yang ditandai dengan warna bening pada supernatan dengan volume endapan yang banyak. Begitu pula pada sampel darah dengan pemberian larutan NaCl 2% dan 1%. Hal tersebut karena larutan NaCl tersebut bersifat hipertonis dengan darah. Menurut Susilowati dkk. (2016) tekanan osmotik eritrosit homoiterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9%. Dengan demikian pada sampel darah dengan pemberian NaCl 0,9% juga tidak terjadi hemolisis sama sekali. Pada sampel darah dengan pemberian NaCl 0,7% menunjukkan mulai terjadinya hemolisis yang ditandai dengan warna supernatan yang merah terang

dan endapan eritrosit berkurang jika dibandingkan dengan sebelumnya. Hal tersebut terjadi karena eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipotonis sehingga air akan masuk ke dalam eritrosit yang menyebabkan eritrosit akan menggelembung dan apabila batas toleransi osmotik membran terlampaui maka eritrosit akan pecah. Peristiwa tersebut membuat hemoglobin keluar dari sel dan masuk ke dalam medium yang disebut hemolisis (Susilowati dkk., 2016). Pada sampel darah dengan pemberian NaCl 0,5%, 0,3%, 0,1% dan akuades secara keseluruhan nampak terjadi hemolisis dan dalam konsentrasi NaCl yang semakin berkurang warna supernatan semakin merah. Hal tersebut karena banyak eritrosit yang mengalami hemolisis atau presentase hemolisis semakin tinggi seiring dengan berkurangnya konsentrasi NaCl yang ditandai dengan warna supernatan yang semakin merah dan volume endapan yang semakin berkurang. Hal tersebut sesuai dengan menurut Soewolo (2010) bahwa apabila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya yang mengakibatkan medium berwarna merah. Semakin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis maka akan menyebabkan warna yang semakin merah pada mediumnya. Menurut Susilowati dkk. (2016) batas toleransi osmotik membran eritrosit dibedakan menjadi dua yaitu batas atas toleransi dan batas bawah toleransi. Batas bawah toleransi ditunjukkan oleh kepekatan suatu medium dimana apabila eritrosit dilarutkan ke dalam medium tersebut sudah nampak eritrosit mengalami hemolisis. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui batas bawah toleransi osmotis membran eritrosit adalah pada medium NaCl 2% yang ditandai dengan warna supernatan yang mulai merah terang dan volume endapan eritrosit yang berkurang dari sebelumnya. Hal tersebut kurang sesuai dengan teori karena tekanan eritrosit bersifat isotonis dengan larutan NaCl 0,9% sehingga untuk konsentrasi NaCl yang lebih tinggi dari itu seharusnya tidak terjadi hemolisis. Kemungkinan penyebabkan dari hal tersebut ialah karena data yang diperoleh dari hasil pengamatan merupakan gabungan dari setiap kelompok sehingga terjadi perbedaan persepsi dalam mengamati warna dari supernatan.

I. Kesimpulan 

Darah dikatakan normal jika perbandingan supernatan dan volume yang di dapat hampir sama



Sel darah akan mengalami lisis di NaCl dengan konsentrasi di bawah 0,9% sementara itu sel darah akan mengalami krenasi di NaCl dengan konsentrasi di atas 0,9% dan akan tetap noral di NaCl dengan konsentrasi 0,9%



NaCl dengan konsentrasi di bawah 0,9% adalah hipotonik,NaCl dengan konsentrasi 0,9% merupakan isotonik,NaCl dengan konsentrasi di atas 0,9% merupakan hipertonik

Daftar Rujukan Gay,LR.1987.Research in Education.New York:McGraw-Hill Book,Company. Moriwaki, K. (1994). Genetic in Wild Mice. Its Application to Biomedical Research. Tokyo: Karger. Malole, M.B.M. and Pramono, C.S.U.2001.Pengantar Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor. Pusat Antara Universitas Bioteknologi IPB. Nafiu, L. O. (1996). Kerenturan Fenotipik Mencit Terhadap Ransum Berprotein Rendah. Bogor: IPB. Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine. United of State America: Mosby. Inc. Hlm 87- 115. Ramdhini, Dwita. 2013. Istilah Biologi. http:// Ramdhinidwita .wordpress. com/ tag/ krenasi/. Diakses pada 27 November 2018. Silverthorn, Dee Unglaub, William C. Ober, Claire E. Ober, and Adrew C. Silverthorn. 2015. Human Physiology: an Integrated Approach Seventh Edition. England: Pearson Education Limited. Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988.Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis Indonesia. University Press. Jakarta. Soewolo, Soedjono Basoeki, Titi Yudani, Darmadi Goenarso, Dadang Machmudin, Tutik Rahayu, Nur Kuswanti, Tjandra Kirana. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: JICA.

Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Sonjaya, Herry. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Ternak Dasar. Laboratorium Fisiologi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin : Makassar. Tim Pembina MK Fisiologi Hewan. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang. Yokozawa, T., T. Nakagawa dan K. Kitani. 2002. Antioxidative activity of green tea polyphenol in cholesterol-fed rats. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50:3549-35

Related Documents


More Documents from ""