A_6_laprak Sampling Darah & Toleransi Osmotik Kelompok 6.pdf

  • Uploaded by: GaluhFahmi
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View A_6_laprak Sampling Darah & Toleransi Osmotik Kelompok 6.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,647
  • Pages: 19
SAMPLING DARAH & TOLERANSI OSMOTIK

LAPORAN PRAKTIKUM Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia Yang Dibina Oleh Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si. Kelompok 6 Offering: A Fahrul Ghani Muhaimin

(170341615083)

Galuh Fahmi Fachrezi

(170341615051)

Inaya Setiani

(170341615028)

Reihan Diah Ayu Rida Ningrum

(170341616033)

Titania Arenda

(170341615044)

Zemira Shine Galingging

(170341615081)

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG NOVEMBER 2018

SAMPLING DARAH & TOLERANSI OSMOTIK A. HARI/ TANGGAL KEGIATAN : Kamis, 22 November 2018 B. TUJUAN Tujuan praktikum ini adalah untuk : 1. Terampil dalam melakukan sampling darah 2. Mengetahui komponen-komponen darah 3. Mengetahui kecepatan terjadinya hemolisis dan krenasi eritrosit pada medium berbeda-beda 4. Mengetahui persentase hemolisis eritrosit pada medium yang berbedabeda C. DASAR TEORI Darah merupakan suatu jaringan cair yang tersusun dari sel-sel darah yang berada dalam suatu matrik cair yang biasa disebut plasma darah. Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keping darah (trombosit). Bentuk dan ukuran eritrosit tergantung pada jenis hewarn Pada mammalia eritrositnya tidak berinti, umumnya berbentuk bulat bikonkaf. Eritrosit pada vertebrata lain berbentuk lonjong, bikonvek dan berinti. Pada umumnya eritrosit yang tidak berinti mempunyai ukuran lebih kecil daripada eritrosit yang berinti. Di antara eritrosit vertebrata, eritrosit Amphibi memiliki ukuran darah yang paling besaR (Tim Pembina MK Fisiologi Hewan, 2012). Seperti sel-sel lain, eritrosit dibatasi oleh suatu membran yang bersifat semipermeabel atau selektif permeabel, artinya membran dapat ditembus oleh air dan zat terlarut tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat tertentu yang lain. Membran eritrosit umumnya mudah dilalui oleh ion-ion H+, OH-, NH4+, PO42-, HCO3- dan oleh zat-zat seperti glukosa, asam amino, urea, dan asam urat. Sebaliknya membran eritrosit tidak mudah ditembus oleh Na+ , K+, Ca2+ , Mg2+, fosfat organik dan zat-zat lain seperti hemoglobin dan protein plasma (Tim Pembina MK Fisiologi Hewan, 2012).

Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. Plasma terdiri atas 90% air, 7 sampai 8% protein yang dapat larut, 1% elektrolit dan sisanya 1-2% berbagai zat makanan dan mineral yang lain. Pada vertebrata eritrositnya ada yang berinti dan berbentuk ellipsoid. (Ville et al., 1989). Bentuk dan ukuran eritrosit tergantung pada jenis hewan. Pada mamalia eritrositnya tidak berinti, umumnya berbentuk bulat bikonkaf. Eritrosit pada vertebrata lain berbentuk lonjong, bikonvek dan berinti. Pada umumnya eritrosit yang tidak berinti mempunyai ukuran lebih kecil daripada eritrosit yang berinti. Di antara eritrosit vertebrata, eritrosit Amphibi memiliki ukuran yang paling besar (Tim Pembina MK Fisiologi Hewan, 2012). Eritrosit dapat melakukan pertukaran zat melalui proses pasif (difusi dan osmosis), dan proses aktif (melalui transport aktif). Tekanan osmotik eritrosit homoioterm sama dengan tekanan larutan NaCl 0,9 % sedangkan tekanan osmotik eritrosit poikiloterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCi 0,7%. Bila eritrosit dimasukkan ke dalam medium hipotonis , maka air akan masuk ke dalam eritrosit dan aritrosit akan menggelembung. Apabila batas toleransi osmotik membran eritrosit terlampaui, maka eritrosit akan pecah, isi eritrosit (termasuk di dalamnya hemoglobin) akan keluar, menyebabkan medium menjadi berwarna merah. Peristiwa pecahnya membran eritrosit dan dibebaskannya hemoglobin kedalam medium disebut hemolisis (Soewolo, 2000). Keseimbangan

osmotik

merupakan

kekuatan

yang

besar

untuk

memindahkan air agar dapat melintasi membran sel. Bila cairan interseluler dan ekstraseluler dalam keseimbangan osmotik, maka perubahan yang relatif kecil pada konsentrasi zat terlarut impermeabel dalam cairan ekstraseluler dapat menyebabkan perubahan luar biasa dalam volume sel (Syaifuddin, 2009)

Kerapuhan membran eritrosit dipengaruhi oleh umur eritrosit, semakin tua eritrosit maka membran selnya semakin rapuh. Di dalam tubuh hewan, eritrosit tua dan muda saling bercampur. Oleh karena itu batas toleransi osmotik eritrosit membran eritrosit harus dibedakan menjadi batas atas toleransi dan batas bawah toleransi. Batas bawah toleransi ditunjukkan oleh kepekatan suatu medium, dimana apabila eritrosit dilarutkan dalam medium tersebut, sudah nampak eritrosit yang mengalami hemolisis. Sedangkan batas atas toleransi atas osmotik eritrosit mengacu kepada kepekatan suatu medium dimana bilia eritrosit dilarutkan dalam medium tersebut akan mengalami hemolisis sempurna, artinya semua eritrosit sudah mengalami hemolisis. Kebalikan dari hemolisis adalah peristiwa krenasi,

yaitu peristiwa

mengkerutnya membran sel akibat dari keluarnya air dari dalam sel. Krenasi terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam cairan hipertonis dani isi sel (Tim Pembina MK Fisiologi Hewan, 2012). Kerusakan membran eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis ke dalam darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dan lain-lain. Apabila medium di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit (plasma) (Dietor, 1992).

Apabila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut medium akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis, maka makin merah warna mediumnya. Dengan membandingkan warna mediumnya dengan larutan standar (eritrosit dalam air suling) maka dapat ditentukan tingkat kerapuhan membran eritrosit (tingkat toleransi osmotik membran eritrosit) (Soewolo, 2000). D. ALAT DAN BAHAN Alat -

Mikroskop cahaya

-

Kaca benda

-

Kaca penutup

-

Pipet tetes

-

Papan seksi

-

Alat seksi

-

Gelas piala

-

Pipa/tabung mikrohematokrit

-

Centrifuge

Bahan -

Larutan garam fisiologis untuk mencit (NaCl 0,9%)

-

Aquadest

-

Larutan garam dapur dengan konsentrasi 3%, 2%, 1%, 0%, 0,9%, 0,7%, 0,5%, 0,3%, 0,1%

-

Antikoagulan

-

Syringe 1 ml

-

Kain lab lembut

-

Mencit

E. CARA KERJA 1. Prosedur Koleksi Darah a. Retro-orbital

diletakkan mikrohematokrit ke bagian medial canthus mata dan dimiringkan secara kaudal hingga membentuk sudut 30-45º terhadap hidung

diberikan sedikit tekanan dengan memutar tabung hematokrit, hal tersebut akan melukai membran konjungtiva dan pleksus okular

darah mengalir dan disiapkan tabung 1,5 ml untung menampung darah

bila darah sudah cukup ditampung, dihentikan pendarahan dengan cara melepas mikrohematokrit dan dikembalikan mata pada posisi normal

sekali darah mengalir, tekanan dijaga supaya mata tetap menonjol

dihindari menekan terlalu keras saat memasukkan mikrohematokrit agar tidak mengenai tulang belakang rongga okular

dipanjangkan/diluruskan ekor, kemudian bagian paling ujung ekor (0,5-1 mm) dipotong menggunakan pisau skapel

dihapus darah pertama yang keluar dari ekor, lalu diurut ekor secara perlahan mulai daribagian pangkal sampai ujung

b. Vena Lateral dibasuh ekor dengan air hangat untuk menghilangkan debris dan menyebabkan vasodilatasi

ditampung darah yang menetes dalam tabung 1,5 ml

c. Jantung

dislokasi leher mencit

dibuka bagian abdomen, dan perlakan digunting diafragma secara hati-hati

jantung ditususk sedikit dengan menggunakan syringe, apabila darah sudah memasuki syringe, ditarik perlahan hingga darah tersedot

ditampung darah dalam tabung mikrohematokrit 1,5 ml

2. Memisahkan Komponen Darah

darah dibagi dalam dua tabung 1,5 ml (tabung satunya untuk pengamatan hemolisis dan krenasi)

dimiringkan darah dan didiamkan selama kurang lebih 30 menit

diukur volume supernatan dan endapan

centrifuge darah pada kecepatan 2500 selama 15 menit

diamati bagian-bagian yang terbentuk pada tabung

3. Mengetahui Kecepatan Hemolisis dan Krenasi

ditampung darah dari mencit (yang telah dikoleksi dari retro orbital, vena lateral, atau jantung) dalam tabung 1,5 ml

disiapkan kaca benda, diteteskan larutan NaCl 0,9% pada kaca benda kemudian dilarutkan sedikit tetesan darah mencit kepada tetesan NaCl

untuk mengetahui kecepatan terjadinya krenasi, dilakukan hal yang sama menggunkaan larutan NaCl yang lebih pekat dari pada 0,7%

dicatat hasil dan dibuat kesimpulannya

dicatat hasil dan dibuat kesimpulannya

diamati dibawah mikroskop cahaya dengan hati-hati, dihitung waktu menggunakan stopwatch kapan telah nampak terjadi hemolisis,dicatat waktunya

dilakukan hal yang sama untuk larutan 0,5% NaCl, 0,3% NaCl, 0,1% NaCl dan aquadest.

4. Menghitung Presentase Hemolisis mencit didislokasi leher, lalu dibedah sehingga nampak jantung dan pembuluh darah besar

ditusuk salah satu pembuluh darah besar dengan digunakan syringe hingga darah keluar

ditampung 2-5 ml sampel darah dalam tabung mikrohematokrit 1,5 ml yang telah diberi anti koagulan

ditambahkan kepada darah sampel pada tabung reaksi dengan larutan NaCl: tabung 1 (2ml 0,7% NaCl), tabung 2 (2ml 0,5 NaCl), tabung 3 (2ml 0,3% NaCl), tabung 4 (2ml 0,1% NaCl), tabung 5 (2ml aquadest)

disiapkan 10 tabung dan masing-masing diisi dengan 0,1 ml sampel darah, diberi label pada tabung

darah didiamkan dalam tabung 10 menit, lalu di centrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 3.000 rpm

diamati warna dan volume supernatan dan endapan eritrosit

F. HASIL PENGAMATAN 1. Sampling Darah → Hematokrit 2. S a Tinggi Supernata m Tinggi Volume p (cm) (ml) l 0.7 0.15 i

Tinggi Endapan Tinggi Volume (cm) (ml) 0.6 0.1

Perbandingan Tinggi Volume 7:6

3:2

2. Kecepatan Hemolisis dan Krenasi Konsentrasi Pelarut

Waktu (s)

Keterangan (Hemolisis/Krenasi)

Gambar Hasil Pengamatan

Aquadest 0%

31

Hemolisis

NaCl 0,1%

35,59

Hemolisis

NaCl 0,3%

37,79

Hemolisis

NaCl 0,5%

42,34

Hemolisis

NaCl 0,7%

47,23

Hemolisis

NaCl 0,9%

-

Isotonik

NaCl 1%

50,52

Krenasi

NaCl 2%

40

Krenasi

NaCl 3%

33,75

Krenasi

3. Presentase Hemolisis Warna

Larutan Darah Aquadest

Supernatan Merah

Volume

Endapan

Supernatan (ml)

Endapan (ml)

Merah pekat

0,4

0,1

0%

terang

NaCl 0,1 %

Merah

Merah pekat

0,7

0,5

Merah pekat

0,5

0,2

terang NaCl 0,3%

Merah bening

NaCl 0,5%

Merah

Merah pekat

1

0,8

NaCl 0,7%

Merah

Merah pekat

1

0,5

cerah NaCl 0,9%

Merah

Merah pekat

1

0,5

NaCl 1%

Merah

Merah pekat

0,7

0,5

Merah pekat

0,8

0,2

Merah pekat

0,975

0,25

terang NaCl 2%

Merah terang

NaCl 3%

Merah terang

G. ANALISIS DATA 1. Sampling Darah (Hematokrit) Darah mencit yang diambil dari ekor dan janutngnya dikumpulkan dalam setelah disentrifugasi dihasilkan tinggi supernatant 0,7 cm dengan volume 0,15 ml. Sedangkan endapanya memiliki tinggi 0,6 cm dan volumenya 0,1. Sehingga perbandingan tingginya antara supernatant dengan endapan adalah 7:6. Sedangkan perbandingan volumenya 3 dibanding 2. 2. Kecepatan Hemolisis dan Krenasi Pada praktikum hemolysis digunakan pelarut akuades dan NaCl. Konsentrasi NaCl dibuat berbeda beda unutk mengetahui kecepatan hemolysis dan krenasi sel darah. Ketika darah ditetesi dengan akuades atau 0% zat terlarut terjadi hemolisis pada waktu sekitar 31 detik. Pada konsentrasi NaCL 1% terjadi hemolisis pada waktu 47,5 detik. Pada

konsentrasi 0,3 dettik terjadi hemolisis di detik ke 37,79. Konsentrasi 0,5% NaCl pada detik 42,34 terjadi hemolisis. PAda konsentrasi hemolisis 0,7% terjadi hemolisi pada waktu 47,23 detik. Pada konsentrasi 0,9% Tidak terjadi hemolisis maupun krenasi karena larutan isotonis dengan cairan dalam sel darah. konsentrasi NaCl 1% pada waktu 50,52 detik terjadi krenasi. Pada konsentrasi 2% terjadi krenasi di detik ke 40 dan pada konsentrasi 3%semakin cepat krenasi yaitu pada waktu 33,75 detik. Dari data tersebut disimpulkan bahwa pada konsentrasi NaCl di atas 0,9% sel darah akan mengalami krenasi atau keluarnya cairan dalam sel darah karena keadaan diluar yang hipertonis terhadap cairan dalam sel. SEdangkan pada konsentrasi NaCl kurang dari 0,9% sel mengalami hemolisis, yaitu keluarnya cairan dalam sel karena keadaan di luar sel yang hipotonis. 3. Presentasi Hemolisis Pada praktikum persentase hemolisis digunakan juga konsentrasi NaCl yang berbeda-beda. Sampel darah yang dicampur dengan konsentrasi NaCl 2% setelah disentrifugasi menghasilkan 0,8 ml supernatant yang berwarna merah bening dan 0,2 ml endapan berwarna merah pekat. Pada konsentrasi 3% supernatant berwarna merah dengan volume 0,975 ml dan endapan merah pekat 0,025 ml. Darah yang dicampur dengan akuades sebagai konsentrasi 0% dihasilkan endapan 0,1 ml berwarna merah pekat dan 0,4 ml supernatan juga berwarna merah terang. Pada konsentrasi 0,1 dihasilkan endapan 0,5 ml berwarna merah pekat dan 0,5 ml supernatant berwarna merah terang. Konsentrasi NaCl 0,3% menghasilkan supernatant yang berwarna merah terang dengan volume 1 ml dan 0,2 ml endapan berwarna merah pekat. Pada konsentrasi 0,5% terdapat 0,8 endapan merah pekat dan 1 ml supernatant merah terang. Pada konsentrasi 0,7% dan 0,9%dengan warna yang sama sepeti pada konsentrasi lainnya didapatkan supernatant 1ml dan endapan 0,5 ml. Pada konsentrasi 1% endapan merah pekat 0,05 ml dan 0,70 ml supernatant berwarna merah terang. Dari data

hasil pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi tidak dapat menentukan banyaknya endapan darah, ditunnjukkan oleh hasil yang diperoleh dalam praktikum ini tidak meningkat atau menurun secara berkala dari konsentrasi rendah ke tinggi atau sebaliknya. H. PEMBAHASAN 1. Sampling Darah (Hematokrit) Darah merupakan suatu jaringan cair yang tersusun dari sel-sel darah yang berada dalam suatu matrik cair yang biasa disebut plasma darah. Selsel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan kepig darah (trombosit). Eritrosit pada vertebrata selain manusia berbentuk lonjong, bikonvek dan berinti (Soewolo, 2000). Pada praktikum ini kami menggunakan darah mencit yang memiliki karakteristik seperti di atas. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengambil darah mencit sebanyak-banyaknya. Darah yang diambil adalah darah yang berasal dari jantung dan vena lateral mencit. 2. Kecepatan Hemolisis dan Krenasi Toleransi osmotik eritrosit berbagai hewan memiliki tingkat yang berbeda-beda. Toleransi osmotik eritrosit yang dimiliki oleh hewan dengan suhu tubuh bergantung dengan lingkungan atau sering disebut poikiloterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,7%, sedangkan toleransi osmotik eritrosit hewan berdarah panas atau sering disebut homoioterm sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9% (Ningsi dan Ramadhanty, 2014). Adanya toleransi osmotik tersebut menyebabkan eritrosit akan mengalami peristiwa hemolisis atau krenasi apabila dimasukkan ke dalam larutan dengan konsentrasi yang berbeda. Amir (2014) menyatakan peristiwa hemolisis pada eritrosit akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam larutan dengan konsentrasi rendah atau hipotonis, peristiwa krenasi akan terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam larutan berkonsentrasi tinggi atau hipertonis, sedangkan apabila

eritrosit dimasukkan ke dalam larutan isotonis maka eritrosit tidak akan mengalami peristiwa hemolisis atau pun krenasi. Dari literatur di atas dapat diketahui, dalam praktikum yang telah dilakukan menggunakan mencit sebagai objek yang diambil darahnya merupakan salah satu anggota hewan berdarah panas (homoioterm) sehingga dapat dipastikan bahwa toleransi osmotik eritrosit di dalam darah mencit sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9%. Berdasarkan data hasil pengamatan dan gambar pengamatan, dapat diketahui saat darah mencit dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% tidak terjadi perubahan apa pun pada eritrosit yang diamati di bawah mikroskop. Hal ini terjadi karena larutan NaCl 0,9% memiliki konsentrasi yang sama (seimbang) dengan cairan yang terdapat di dalam eritrosit atau dapat dikatakan bahwa

larutan NaCl 0,9% bersifat isotonis terhadap

cairan yang ada di dalam eritrosit, sehingga meskipun ditunggu hingga beberapa menit eritrosit tidak akan mengalami perubahan apa pun. Menurut Tanjung, dkk (2012) cairan yang terdapat di dalam sel darah merah atau eritrosit memiliki konsentrasi yang seimbang dengan larutan NaCl 0,9% atau larutan NaCl 0,9% bersifat isotonis terhadap eritrosit, sehingga pada praktikum toleransi osmotik ketika eritrosit dimasukkan ke dalam larutan NaCl 0,9% dan ditunggu selama beberapa menit tidak akan terjadi perubahan apa pun pada eritrosit tersebut. Tidak hanya itu, seperti yang telah disebutkan bahwa mencit merupakan salah satu anggota hewan homoioterm yang toleransi osmotik eritrositnya sama dengan tekanan osmotik larutan NaCl 0,9% (Ningsi dan Ramadhanty, 2014). Saat darah mencit dimasukkan ke dalam aquadest, larutan NaCl 0,1%, larutan NaCl 0,3%, larutan NaCl 0,5% dan larutan NaCl 0,7% dapat diketahui dari data hasil pengamatan dan gambar yang didapatkan melalui pengamatan di bawah mikroskop bahwa eritrosit yang awalnya berbentuk oval lama-kelamaan menjadi menggembung dan kemudian pecah. Menggembung dan pecahnya eritrosit diakibatkan oleh banyaknya

aquadest atau larutan yang masuk ke dalam eritrosit. Pecahnya membran plasma pada eritrosit atau sel darah merah disebut peristiwa hemolisis. Dari pengamatan yang telah dilakukan, peristiwa hemolisis pada eritrosit terjadi ketika eritrosit dimasukkan ke dalam larutan dengan konsentrasi rendah atau hipotonis. Hemolisis merupakan suatu peristiwa rusaknya membran plasma pada sel darah merah atau eritrosit yang diakibatkan adanya larutan hipotonis yang masuk secara osmosis ke dalam eritrosit (Natalina, 2010). Cairan yang bersifat hipotonis terhadap eritrosit mencit dan dapat menyebabkan terjadinya peristiwa hemolisis yaitu aquadest dan larutan NaCl dengan berbagai konsentrasi di bawah 0,9%, serta perlu diketahui bahwa semakin rendah konsentrasi suatu cairan di luar eritrosit maka peristiwa hemolisis yang terjadi akan semakin cepat (Setiyani, 2013). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, yaitu peristiwa hemolisis yang terjadi pada darah mencit yang dimasukkan ke dalam aquadest lebih cepat jika dibandingkan dengan peristiwa hemolisis yang terjadi ketika darah mencit dimasukkan ke dalam larutan NaCl dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% dan 0,7%. Dan berdasarkan data hasil pengamatan dan gambar pengamatan di bawah mikroskop yang telah dilakukan, darah mencit yang dimasukkan ke dalam larutan NaCl dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% mengalami peristiwa krenasi. Peristiwa krenasi yang terjadi pada eritrosit yang diamati di bawah mikroskop menunjukkan adanya perubahan bentuk yang awalnya oval menjadi seperti berbentuk pipih. Hal itu dapat terjadi karena larutan NaCl dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 3% bersifat hipertonis pada eritrosit mencit, sehingga apabila darah dimasukkan ke dalam larutan tersebut maka partikel-partikel yang terdapat di dalam larutan akan masuk ke dalam eritrosit dan mendesak cairan yang ada di dalam eritrosit keluar sehingga eritrosit menjadi gepeng dan mengkerut. Krenasi ialah peristiwa mengkerutnya membran sel darah merah atau eritrosit yang diakibatkan oleh keluarnya cairan yang terdapat di dalam sel tersebut (Amalia, 2014).

Peristiwa krenasi pada sel darah merah atau eritrosit terjadi apabila sel tersebut dimasukkan ke dalam larutan dengan konsentrasi tinggi atau hipertonik dan semakin tinggi konsentrasi larutan akan mempercepat terjadinya peristiwa krenasi (Syafar dan Hamsah, 2014). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil praktikum yang telah dilakukan, yaitu peristiwa krenasi terjadi lebih cepat ketika darah dimasukkan ke dalam larutan NaCl 3% dibandingkan dengan peristiwa krenasi yang terjadi ketika darah dimasukkan ke dalam larutan NaCl dengan konsentrasi 1%, dan 2%.

Grafik Perbandingan Konsentrasi Pelarut dan Waktu 60 47.5

50

42.34

40

37.79

40

Waktu (s)

50.52

47.23

33.75

31 30 20 10 0 0 Akuades

Larutan

Larutan

0% Hemolisis NaCl 0,1% NaCl 0,3% 3. Persentase

Larutan Larutan Larutan Larutan NaCl 0,5% NaCl 0,7% NaCl 0,9% NaCl 1%

Larutan NaCl 2%

Konsentrasi Pelarut

Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit akibat masuknya air ke dalam eritrosit seingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeable selektif, yang berarti dapat ditembus oleh air dan zat-zat tertentu tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain (Soewolo. 2000). Dalam pengamatan yang telah dilakukan untuk menghitung persentase hemolisis setelah mensentrifuge selama 5 menit didapatkan

Larutan NaCl 3%

hasil sebagai berikut darah yang dicampur dengan akuades (NaCl 0%) mengalami hemolisis sebagian karena supernatan berwarna merah terang dengan endapan sebanyak 0,1 ml berwarna merah pekat. Pada NaCl 0,1% supernatan berwarna merah terang dengan sedikit endapan sebanyak 0,5 ml berwarna merah pekat sehingga mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 0,3% supernatan berwarna merah terang dengan endapan sebanyak 0,3 ml dan berwarna merah pekat sehingga mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 0,5% supernatan berwarna merah dengan endapan sebanyak 0,8 ml dan berwarna merah pekat sehingga juga dapat dikatakan mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 0,7% supernatan berwarna merah cerah dengan endapan sebanyak 0,5 ml dan berwarna merah pekat sehingga juga dapat dikatakan mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 0,9% supernatan berwarna merah dengan endapan sebanyak 0,5 ml dan berwarna merah pekat sehingga juga dapat dikatakan mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 1% supernatan berwarna merah terang dengan endapan sebanyak 0,05 ml dan berwarna merah pekat sehingga juga dapat dikatakan mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 2% supernatan berwarna merah bening dengan endapan sebanyak 0,2 ml dan berwarna merah pekat sehingga juga dapat dikatakan mengalami hemolisis sebagian. Sedangkan pada NaCl 3% supernatan berwarna bening dengan endapan sebanyak 0,025 ml sehingga dapat dikatakan terjadi hemolisis sebagian. Data pengamatan yang diperoleh sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soewolo (2000) bahwa, bila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat dari terlarutnya hemoglobin tersebut, medium akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang mengalami hemolisis maka makin merah warna mediumnya. Dengan dibandingkan warna medium dengan larutan standar (eritrosit dalam air suling/akuades), maka dapat ditentukan tingkat

kerapuhan membrane eritrosit (tingkat toleransi osmotik membrane eritrosit). Dari pembahasan yang telah dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa kesimpulan sementara sudah sesuai dengan literature yang ada. Sehingga kesimpulan akhir yang dapat diambil adalah bahwa konsentrasi NaCl berpengaruh terhadap persentase hemolisis darah. Semakin encer konsentrasi NaCl yang diberikan (kurang dari 0,9%), semakin tinggi persentase hemolisis darah.

I. KESIMPULAN 1. Sampling darah dapat dilakukan dengan cara pengambilan darah pada beberapa bagian tubuh. Pada praktikum ini, sampling darah dilakukan pada mencit dengan pengambilan darah pada bagian retro orbital, vena lateral dan juga jantung. 2. Darah manusia dan darah hewan lain terdiri atas suatu komponen cair, yaitu plasma, dan berbagai bentuk unsur yang dibawa dalam plasma, antara lain sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping-keping darah. 3. Kecepatan hemolisis dan krenasi eritrosit dapat diketahui melalui medium aquadest 0%, larutan NaCl dengan konsentrasi 0,1%; 0,3%; 0,5%; 0,7%; 0,9%; 1%; 2%; dan 3%. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, peristiwa hemolisis yang terjadi pada darah mencit yang dimasukkan ke dalam aquadest lebih cepat jika dibandingkan dengan peristiwa hemolisis yang terjadi ketika darah mencit dimasukkan ke medium lain. 4. Persentase hemolisis dapat diketahui melalui medium yang berbeda-beda seperti pada aquadest dan larutan NaCl dengan konsentrasi yang berbedabeda. Menurut praktikum, dapat diketahui bahwa konsentrasi NaCl berpengaruh terhadap persentase hemolisis darah. Semakin encer konsentrasi NaCl yang diberikan (kurang dari 0,9%), semakin tinggi persentase hemolisis darah.

DAFTAR RUJUKAN Amalia, R. 2014. Toleransi Osmotik Hewan Poikiloterm dan Homoioterm. (Online), (www.academia.edu), diakses 27 November 2018. Amir, G. 2014. Fisiologi Darah (Hemolisis). (Online), (www.academia.edu), diakses 12 November 2015. Dietor, Delman H. 1992. Histologi Veterinner. Jakarta: UI press.

Natalina. 2010. Toleransi Osmotik Eritrosit Terhadap Berbagai Tingkat Kepekatan, Medium pada Hewan Poikilotermik dan Aliran Darah dalam Sistem Peredarah Darah Tertutup. (Online), (https://id.pdfcoke.com), diakses 27 November 2018. Ningsi, R. & Ramadhanty, D. 2014. Laporan Praktikum Hemolisa dan Krenasi, Golongan Darah dan Tekanan Darah. (Online), (www.academia.edu), diakses 27 November 2018. Setiyani, D., A. 2013. Mengetahui Krenasi dan Lisis pada Eritrosit. (Online), (https://id.pdfcoke.com), diakses 27 November 2018. Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Syafar, A. & Hamsah. 2014. Hemolisa dan Krenasi, Golongan Darah, Tekanan Darah. (Online), (www.slideshare.net ), diakses 27 November 2018. Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Tanjung, A., A., dkk. 2012. Konsentrasi Sel-Sel Darah Merah pada Mamalia, Ikan, dan Katak. (Online), (www.dokumen.tips), diakses 27 November 2018. Tim Pembina MK Fisiologi Hewan. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Related Documents

Toleransi
April 2020 15
Sampling
June 2020 29
Toleransi Material
November 2019 17
Sampling
November 2019 38

More Documents from "api-3856093"

Kolestrol-1.docx
December 2019 15
Gametogenesis.docx
December 2019 19
Filum Echinodermata.docx
December 2019 36
Fiswan Hormon Kel. 6.docx
December 2019 12
1-2001-albizia_dormancy.pdf
December 2019 16