Laporan Sabun Brian.docx

  • Uploaded by: Brian Septa
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Sabun Brian.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,634
  • Pages: 21
LAPORAN PRAKTIKUM JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNVERSITAS JEMBER

SABUN

Nama

: Brian Septa Prismanda

Nim

: 161710101086

Kelompok/Kelas

: 2/THP-B

Acara

: Pembuatan Sabun

Hari/Tgl. Praktikum

: Rabu, 5 Desember 2018

Asisten

:

1. Rina Kartika Wati

(082340144468)

2. Lutfi Putri Yusviani

(082346057858)

3. Dwi Cahya Putra

(081217280695)

4. Seno Dwi Pratama P.

(082233842560)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun dikenal luas dan sangat penting sebagai penurun tegangan permukaan. Karena itu sabun merupakan salah satu jenis surfaktan. Sabun asam lemak sangat baik menghilangkan kotoran (tanah) dan sangat baik mensuspensi minyak pada proses pencucian. Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Sabun batang yang baik harus memiliki kekerasan yang cukup untuk memaksimalkan pemakaian dan ketahanan yang cukup terhadap penyerapan air ketika sedang tidak digunakan, dan pada saat yang sama juga mampu menghasilkan busa dalam jumlah yang cukup untuk mendukung daya bersihnya. Karakteristik sabun yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang digunakan karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum pembuatan sabun dengan perbedaan minyak yang digunakan sehingga didapatkan sabun dengan perbedaan daya busa dan tekstur yang dihasilkan. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukannya praktikum pembuatan sabun yaitu: 1. Mengetahui bahan-bahan yang digunakan. 2. Mengetahui reaksi yang terjadi pada pembuatan sabun. 3. Mengetahui formulasi terbaik pada sabun yang dihasilkan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Produk Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak mengandung

asam-asam

lemak

yang

berbeda-beda.

Perbedaan

tersebut

menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar (Andreas, 2009). Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+ . Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad 2004). Sabun adalah produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang berfungsi untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Sabun mandi didefinisikan sebagai sabun natrium yang pada umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh dan tidak membahayakan kesehatan (Hernani 2010). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan alkali yang menghasilkan sabun dan gliserol. Prinsip dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan

membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut dengan trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga sabun akan tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari gliserol (Gebelin, 2005). 2.2 SNI Produk Syarat mutu sabun menurut SNI 06-3532-1994 dapat dilihat pada Tabel 1. Sebagai berikut Tabel 1. SNI 06-3532-1994 No 1

Uraian Kadar Air Jumlah asam 2 lemak Alkali bebas 3 (dihitung sebagai NaOH) Asam lemak 4 bebas atau lemak netral 5 Minyak mineral Sumber: SNI 06-3532-1994

Satuan %

Tipe I Maks 15

Tipe II Maks 15

Superfat Maks 15

%

>10

64-70

>70

%

Maks 0,1

Maks 0,1

Maks 0,1

%

<2,5

<2,5

2,5-7,5

-

Negatif

Negatif

Negatif

2.3 Bahan-bahan yang Digunakan 2.3.1 Minyak Kelapa Minyak kelapa disebut juga dengan minyak laurat, karena kandungan asam lemak lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan dengan asam lemak lainnya (Ketaren, 1986). Kandungan asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat C12:0 (asam lemak jenuh/saturated fatty acid). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2% (Woodroof, 1979).

2.3.2 Minyak Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut dengan minyak inti sawit (PKO) (Rondang, 2006). CPO mempunyai ciri-ciri fisik agak kental, berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO yang telah dimurnikan mengandung asam lemak bebas (ALB) sekitar 5% dan karoten atau provitamin E (800-900 ppm). Sedangkan PKO mempunyai ciri-ciri fisik minyak berwarna putih kekuning-kuningan dengan kandungan asam lemak bebas sekitar 5% (Liang, 2009). Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1% (Mitsui, 1997). 2.3.3 Talc (Magnesium Silikat) Magnesium silikat adalah material komposit yang terdiri dari dua bahan baku utama yaitu magnesium oksida (MgO) dan silika (SiO2) yang berbentuk bubuk (powder) putih, amorf, tidak berbau dan tidak larut dalam air (Arisurya,2009). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Saberi et al., (2007), menyatakan bahwa komposit MgO-SiO2 yang berupa forsterite akan mulai terbentuk pada suhu 730°C dalam bentuk amorf dan pada suhu 800-1000°C akan terbentuk forsterite dalam bentuk kristal. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan Ni et al, (2007) menyatakan bahwa enstatite dikenal dengan rumus kimia Mg2Si2O6 atau MgSiO3 terbentuk pada suhu 1100 °C. Magnesium silikat juga mampu meghilangkan bahan pengotor seperti sabun, warna, bau, katalis yang belum tereaksi, komponen logam, sulfur, fosfor, kalsium, dan besi. Senyawa ini juga mampu mengurangi kandungan mono dan digliserida, asam lemak bebas, gliserol bebas dan total gliserol, metanol, klorofil, air, serta sedimen pada biodiesel (Bryan, 2005).

2.3.4 NaOH Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti kalium dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat basa dan akan bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang umum digunakan adalah NaOH atau KOH. NaOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun padat karena sifatnya yang tidak mudah larut dalam air (Rohman, 2009). NaOH merupakan salah satu jenis alkali, baik KOH ataupun NaOH harus dilakukan dengan takaran yang tepat. Apabila terlalu pekat atau lebih, maka alkali bebas tidak berikatan dengan trigliserida atau asam lemak akan terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Sebaiknya apabila terlalu encer atau jumlahnya terlalu sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas yang tinggi, asam lemak bebas pada sabun dapat mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran pada saat sabun digunakan (Kamikaze, 2002). 2.3.5 Minyak Atsiri Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang kering dan sejuk (Gunawan & Mulyani, 2004). Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren, 1985). 2.4 Reaksi yang Terjadi 2.4.1 Saponifikasi Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun

adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati (Prawira, 2010).

Gambar 1. Reaksi Saponifikasi Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolimines. NaOH atau yang biasa dikenal soda koustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda /natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (Ketaren, 2008). 2.4.2 Netralisasi Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008). Reaksi kimia pada proses netralisasi adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Reaksi Netralisasi

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1

Alat Alat yang digunakan untuk membuat sabun yaitu:

1. Mixer 2. Baskom 3. Beaker glass 4. Gelas ukur 5. Cetakan 6. Gunting 7. Neraca analitik 8. Sendok 3.1.2

Bahan Bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun yaitu:

1. Minyak kelapa 2. Minyak sawit 3. NaOH 4. Talc 5. Bibit parfum 6. Label

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan 3.2.1 Pembuatan larutan basa NaOH 30% Tahap pertama untuk membuat larutan basa NaOH 30% yaitu dengan mencampurkan NaOH 30 gram dengan aquades 70 mL di ruang asam. Tujuan dilakukannya pencamburan di ruang asam yaitu karena sifat NaOH sebagai basa kuat sehingga perlu suasana ruangan asam untuk mencampurkannya dengan bahan lain. Selanjutnya campuran diaduk dan diperoleh arutan basa NaOH 30%.

NaOH 30 g

Aquades 70 mL

Pencampuran

Pengadukan

Larutan NaOH 30 % Gambar 3. Diagram alir pembuatan Larutan NaOH 30 %

3.2.2 Pembuatan Sabun Batang Tahap pertama untuk membuat sabun batang yaitu mencampurkan minyak (formulasi yang telah ditentukan) dengan larutan NaOH 30% kemudian dimixer selama 5 menit atau sampai tercampu rata. Larutan NaOH tersebut berfungsi untuk menghidrolisis lemak atau minyak sehingga nantinya dihasilkan gliserol dan sabun dengan tekstur yang keras. Setelah itu, ditambahkan bubuk talc dan dimixer selama 10 menit atau sampai mendapatkan tekstur yang sesuai. Fungsi dari penambahan bubuk talc yaitu untuk penstabil tekstur dari sabun atau sebagai perekat komponenkomponen penyusun sabun sehingga sabun tidak cepat meleleh saat terkena air. Selanjutnya, ditambahkan bibit parfum aroma melati pada tahap akhir pencampuran. Fungsi dari bibit parfum ini yaitu untuk memberikan aroma yang baik pada sabun sehingga menarik minat konsumen. Penambahan bibit parfum diakhir tahapan ini yaitu untuk mencegah banyaknya molekul dari parfum yang menguap, karena sifat minyak atsiri dalam parfum tersebut yang mudah menguap. Setelah semua bahan tercampur rata, adonan sabun dituangkan dalam cetakan dan didiamkan selama 24 jam untuk selanjutnya dilakukan pengamatan terhada sabun batang tersebut.

Minyak dan larutan NaOH 30%

Pencampuran dengan mixer selama 5 menit Talc

Pencampuran dengan mixer selama 10 menit

Atsiri

Pencampuran dengan mixer selama 1 menit Pencetakan

Pendiaman 24 jam

Sabun Batang

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Sabun Batang

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan Formulasi No

Parameter

Kelapa : Sawit 0 mL : 200 mL

Kelapa : Sawit 50 mL : 150 mL

Kelapa : Sawit 100 mL : 100 mL

1 2 3

Tekstur Aroma Kenampakan fisik a. Daya buih/busa b. Kekesatan c. Warna

Keras Kuat

Agak keras Sedang

Lunak Lemah

++

+++

+++++

Sangat kesat

Kesat Putih kekuningan

Licin

Putih tulang

Putih pucat

Keterangan: Semakin banyak nilai (+): semakin banyak busa yang dihasilkan 4.2 Analisis Data Pada praktikum pembuatan sabun digunakan bahan baku yaitu minyak kelapa dan minyak kelapa sawit dengan perbedaan formulasi yaitu F1 (0 mL minyak kelapa : 200 mL minyak kelapa sawit), F2 (50 mL minyak kelapa : 150 mL minyak kelapa sawit) dan F3 (100 mL minyak kelapa : 100 mL minyak kelapa sawit). Perbedaan perlakuan ini akan mempengaruhi karakteristik dari sabun yang dihasilkan. Parameter yang diamati antara lain tekstur, aroma dan kenampakan fisik dari sabun yang dihasilkan. 4.2.1 Tekstur Pada pengamatan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa perbedaan formulasi dari minyak yang digunakan memeiliki hasil yang berbeda-beda. Pada sabun dengan formulasi F1 yaitu (0 mL minyak kelapa : 200 mL minyak kelapa sawit) memiliki tekstur keras, F2 (50 mL minyak kelapa : 150 mL minyak kelapa sawit) memiliki tekstur agak keras, dan F3 (100 mL minyak kelapa : 100 mL minyak kelapa sawit) memiliki tekstur lunak. Perbedaan kekerasan pada pembuatan sabun kali ini terletak pada bahan baku yang digunakan yaitu minyak kelapa dan minyak sawit. Berdasarkan hasil praktikum, sabun yang menggunakan minyak sawit lebih banyak akan menghasilkan tekstur yang lebih keras. Komponen terbesar

dalam minyak kelapa sawit adalah asam lemak jenuh. Asam stearat adalah jenis asam lemak jenuh dengan rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan gugus metil di ujung yang lain sehingga sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa (Mitsui, 1997). Selain itu, pengaruh utama kekerasan sabun yaitu adanya bahan NaOH. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan dalam air dan sukar larut dalam air (Williams dan Schmitt, 2002). Untuk semua formulasi sabun menggunakan jumlah NaOH yang sama yaitu 30 gram atau 30% larutan dalam bahan campuran. 4.2.2 Aroma Pada pengamatan aroma diperoleh hasil aroma terkuat hingga lemah secara berturut-turut yaitu pada sabun dengan formulasi F1 yaitu (0 mL minyak kelapa : 200 mL minyak kelapa sawit), F2 (50 mL minyak kelapa : 150 mL minyak kelapa sawit) dan F3 (100 mL minyak kelapa : 100 mL minyak kelapa sawit). Pada pembuatan sabun dilakukan penambahan aroma melati dengan jumlah yang sama pada setiap formulasi. Perbedaan aroma yang dihasilkan pada saat pengamatan dapat dipengaruhi oleh formulasi minyak yang digunakan. Dalam praktikum ini, penambahan bahan minyak sawit yang semakin banyak menghasilkan aroma semakin kuat. Selain itu, perbedaan pengadukan campuran bahan sabun juga dapat berpengaruh terhadap aroma yang dihasilkan. Kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi banyaknya bibit parfum yang menguap. Sifat volatil dari bibit parfum yang mudah menguap dipengaruhi oleh luas permukaan bahan, sifat bahan yang ditambahkan serta suhu yang mengenai bahan. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat senyawa tersebut menguap. Pengadukan yang dilakukan dengan kecepatan tinggi dapat menghasilkan panas disekirat bahan. Hal inilah yang membuat aroma yang ditimbulkan dari setiap formulasi sabun berbeda (Amiarsi, 2006). 4.2.3 Kenampakan Fisik a. Daya buih Berdasarkan data yang diperoleh sabun yang memiliki daya busa baling tinggi sampai paling rendah secara berturut-turut yaitu F3 (100 mL minyak kelapa

: 100 mL minyak kelapa sawit), F2 (50 mL minyak kelapa : 150 mL minyak kelapa sawit) dan F1 yaitu (0 mL minyak kelapa : 200 mL minyak kelapa sawit). Dari data tersebut diketahui bahwa semakin banyak minyak kelapa yang digunakan maka semakin banyak busa atau daya buih yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan minyak kelapa memiliki sifat mudah tersaponifikasi (tersabunkan). Asam lemak yang paling dominan dalam minyak kelapa adalah asam laurat. Asam laurat sangat diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat merupakan asam lemak jenuh yang mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat baik untuk produk sabun (Shrivastava, 1982). Menurut Maripa (2014) minyak kelapa kaya akan sama lemak berantai sedang (C8-C14), khususnya asam laurat dan asam miristat. Asam laurat sangan diperlukan dalam pembuatan sabun karena asam laurat mampu memberikan sifat pembusaan yang sangan baik untuk produk sabun. Semakin pendek rantai asam lemak maka busa sabun semakin sedikit (Langingi et al., 2012). Penggunaan asam laurat sebagai bahan baku akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi dan karakteristik busa yang baik. Sebaliknya, semakin banyak minyak sawit yang digunakan maka semakin sedikit busa yang dihasilkan dikarenakan komponen terbesar dalam minyak kelapa sawit adalah asam lemak jenuh. Asam stearat adalah jenis asam lemak jenuh dengan rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus karboksil di salah satu ujungnya dan gugus metil di ujung yang lain sehingga sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa (Mitsui, 1997). Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya yaitu dengan dilakukan penambahan Tapoxan yang merupakan surfaktan sehingga dapat menghasilkan daya buih yang bik (Wasitaatmadja, 1997). b. kekesatan Pada pengamatan kekesatan sabun setelah pemakaian pada F1 yaitu (0 mL minyak kelapa : 200 mL minyak kelapa sawit), F2 (50 mL minyak kelapa : 150 mL minyak kelapa sawit) dan F3 (100 mL minyak kelapa : 100 mL minyak kelapa sawit). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada F1 dihasilkan kekesatan

yang sangat kesat, untuk F2 memiliki rasa kesat standar, sedangakan F3 meninggalkan rasa berminyak di tangan. Hal ini dapat dikarenakan komposisi bahan baku minyak yang memiliki kandungan asam lemak yang berbeda. Pada F1 hanya terdapat minyak sawit saja di dalamnya. Sedangkan untuk F2 dan F3 mengandung minyak kelapa dan minyak sawit meskipun dengan formulasi yang berbeda. Asam lemak yang dominan pada minyak sawit yaitu asam lemak palmitat (C16), sedangkan asam lemak yang dominan pada minyak kelapa yaitu asam lemak laurat (C12) (Bhatnagar, 2009). Setiap asam lemak memiliki sifat fisik dan kimianya masing-masing. Sehingga daya ikat terhadap kotoran yang ada di permukaan kulit juga berbeda saat dilakukan pembasuhan dengan air. Hal inilah yang dapat meninggalkan kesan berminyak setelah pemakaian sabun dengan banyak komposisi asam lemak di dalamnya (Bhatnagar, 2009). d.

Warna

Pada pengamatan warna, dapat diketahui bahwa sabun dengan ketiga formulasi memiliki warna yang berbeda-beda. Pada formulasi F1 yaitu (0 mL minyak kelapa : 200 mL minyak kelapa sawit) memiliki warna putih tulang, F2 (50 mL minyak kelapa : 150 mL minyak kelapa sawit) memiliki warna putih kekuningan, dan F3 (100 mL minyak kelapa : 100 mL minyak kelapa sawit) memiliki warna putih pucat. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan bahan baku yang digunakan. Pada F1 menggunakan bahan minyak sawit tanpa penambahan minyak kelapa menghasilkan warna putih tulang, sedangkan pada F3 terdapat bahan minyak kelapa sehingga sabun yang dihasilkan berwarna lebih putih namun pucat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak minyak kelapa sawit yang digunakan, maka menghasilkan sabun yang semakin berwarna kuning atau kusam. Penambahan minyak kelapa yang semakin banyak dapat menyebabkan sabun yang dihasilkan memiliki warna yang semakin putih.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun yaitu minyak kelapa, minyak sawit, magnesium silikat, NaOH, dan minyak atsiri. 2. Proses pembuatan sabun terjadi dengan reaksi saponifikasi dan netralisasi asam lemak. 3. Formulasi terbaik pada pembuatan sabun kali ini yaitu pada F2 yang memiliki tekstur tidak terlalu lunak dan keras, mempunyai daya kesat yang tidak terlalu tinggi, dan beraroma sedang. 5.2 Saran Sebaiknya penambahan pewangi minyak atsiri dilakukan dengan jumlah takaran satuan ml yang sama untuk menghindari kesalahan saat pengamatan aroma.

DAFTAR PUSTAKA Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta: Andi Offset. Amiarsi, D., Yulianingsih, dan Sabari, S.D. 2006. Pengaruh Jenis dan Perbandingan Pelarut Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Atsiri Mawar. Jurnal J.Hort 16(4): 356-35. Arisurya, R.E. 2009. Laju Adsorpsi Isotermal-β Karoten Dari Metil Ester Minyak Sawit Dengan Menggunakan Atapulgit Dan Magnesium Silikat Sintetik. Skripsi. Institut pertanian Bogor. Bogor. Arisurya, R.E. 2009. Laju Adsorpsi Isotermal-β Karoten Dari Metil Ester Minyak Sawit Dengan Menggunakan Atapulgit Dan Magnesium Silikat Sintetik. Skripsi. Institut pertanian Bogor. Bogor. Bhatnagar., A.S., Prasant Kumar, P.K., Hemavathy, J. dan Kopala, A.G.G. 2009. Fatty acid composition, oxidative stability and radical scavenging activity of vegetable oil blends with coconut oil. Journal of the American Oil Chemists’ Society 86: 991-999. Gebelein, C. G, 2005, Chemistry and our world, Brown Publishers, USA.

Hernani, Tatit K. Bunasor & Fitriati. 2010. Formula Sabun Transparan Antijamur dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galangal L.Swartz). Fakultas Teknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kamikaze, Dianthama. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan Campuran Lemak Abdomen Sapi dan Curd Susu Aktif. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Tidak Diterbitkan). Ketaren, S. 2005. Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Langingi, R., L. I. Momuat., M. G. Kumaunang. 2012. Pembuatan Sabun Mandi Padat dari VCO yang Mengandung Karotenoid Wortel. Jurnal Mipa Unsrat Online. 1: 20-23. Liang, T. 2009. Seluk Beluk Kelapa Sawit- Bab VIII. Produk dan Standarisasi. PT. Harapan Sawit Lestari, Kab. Ketapang. Kalimantan Barat. 15 hlm. Mitsui, T.1997. New Cosmetics Science. Tokyo: Shiseido Co.,Ltd. Prawira. 2010. Reaksi Saponifikasi Pada Proses Pembuatan Sabun. Jakarta: Penebar Swadaya. Qisti, R. 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Rohman,Abdul.2009.Kimia Farmasi Analisis.Pustaka Pelajar.,Yogyakarta. Rondang, T. 2006. Teknologi Oleokimia. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Medan. 168 hlm. Shrivastava, S. B. 1982. Soap, Detergent and Parfume Industry. New Delhi: Small Industry Research Institute. Standarisasi Nasional Indonesia. 1994. No.06-3532-1994: Sabun Mandi. Badan Standarisasi Nasional Jakarta. Wasitaatmadja SM. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press. Williams, D. F. dan Schmitt, W. H. 2011. Kimia dan Teknologi Industri Kosmetika dan Produk-Produk Perawatan Diri. Terjemahan. Bogor: FATETA, IPB.

Woodroof,

J.G. 1979. Cococnut: Production, Processing Products. 2nded.

Westport Conecticut: AVI Publishing Company Inc.

LAMPIRAN DOKUMENTASI N

Gambar

Keterangan

o 1.

Persiapan alat dan bahan

2. Penuangan minyak dan larutan NaOH 30%

3. Pencampura n minyak dan larutan NaOH 30% menggunakan mixer

4.

Penambaha n Talc

5. Pencampura n bahan menggunakam mixer

6.

Penambaha n minyak atsiri

7. Pencampura n bahan menggunakam mixer

8. Pencetakan produk sabun

9.

Pendiaman 24jam

10 .

Sabun Padat

11 . Pengamatan kekerasan, aroma dan warna

12 Pengamatan kekesatan dan daya buih

Related Documents

Laporan Sabun Brian.docx
November 2019 16
Sabun
October 2019 24
Sabun Batangan.docx
December 2019 16
Home Industri Sabun Bening
December 2019 7

More Documents from "pakde jongko"