Laporan Praktikum Ilmu Gulma Lanjut 1.docx

  • Uploaded by: Rizqi Dyah
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Ilmu Gulma Lanjut 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,321
  • Pages: 25
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU GULMA LANJUT 1

Disusun oleh: Rizqi Dyah Susilowati 18/433920/PPN/04318

Dosen Pengampu : 1. Prof.Dr. Ir. A.T. Soejono 2. Prof. Dr. Ir. Prapto Yudono, M.Sc 3. Dyah Weny Respatie, S.P., M.P

PROGRAM PASCASARJANA AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2018 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gulma adalah segala jenis tanaman yang tumbuh pada tempat yang tidak diinginkan. Gulma berbeda dari jenis tanaman lain, menjadi lebih agresif, memiliki karakteristik unik yang membuatnya menjadi lebih kompetitif. Tumbuhan yang lazim menjadi gulma memiliki ciri yang khas, memiliki pertumbuhan yang cepat, kompetisi kuat dalam pengambilan air dan unsur hara, toleran terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim, dapat berkembang biak, baik secara vegetatif atau generatif maupun keduanya, alat perkembangbiakannya mudah tersebar oleh angin, air atau hewan dan bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk bertahan hidup yang lama dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986). Kebanyakan gulma adalah tanaman yang cepat tumbuh dan dapat menghasilkan sejumlah besar biji dalam waktu singkat. Biasanya bijinya mudah tersebar, misalnya bunga dandelion dengan buahnya yang bisa tersebar hanya dengan angin kecil. Beberapa gulma akan terus menebarkan bijinya walaupun tanaman telah dicabut. Gulma lain seperti tumbuhan rambat bunga kuning menghasilkan puncuk yang berakar setiap kali menyentuh tanah. Dengan ini, tanaman menjalar dengan cepat (Sukman, 1991). Dalam sistem pertanian, kehadiran gulma tidak dikehendaki karena akan menimbulkan banyak kerugian antara lain : menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit, menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti alelopati, mempersulit pengolahan tanah, mengurangi debit dan kualitas air serta menambah biaya produksi. Selain itu, tanaman dan gulma bersaing dalam penangkapan dan pemanfaatan cahaya, air dan nutrisi. Estimasi kehilangan hasil akibat terjadinya kompetisi dengan gulma sebesar 10% pada sistem pertanian (Oerke et al., 1994). Praktik manajemen pertanian diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah manajemen pengendalian gulma. Pengelolaan gulma yang baik akan

memperlancar

pekerjaan

pemanenan,

pemupukan,

pengawasan

dan

pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara

preventif, manual, kultur teknis, biologi, hayati, terpadu dan atau secara kimia dengan menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida banyak diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan herbisida kimiawi dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu, mengendalikan gulma pada larikan tanaman pokok, mencegah kerusakan tanaman pokok, lebih efektif membunuh gulma tanaman tahunan dan semak belukar serta dapat meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan dengan penyiangan biasa (Sukman dan Yakup, 1995). Namun, pengendalian gulma dengan herbisida yang tidak terencana dan terarah dapat menimbulkan

kerugian

waktu

dan

biaya.

Kerugian

terjadi

karena

tidak

memperhatikan komposisi gulma yang tumbuh, pergeseran jenis gulma dominan karena perbedaan respon terhadap herbisida dapat mempengaruhi kebijaksanaan dan strategi yang telah ditetapkan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Oleh karena itu, diperlukan adanya penggunaan herbisida yang tepat sasaran, tepat waktu dan tepat dosis dalam pengendalian gulma. Harapannya, herbisida dengan tingkat keefiktifan yang tinggi dapat diaplikasikan dalam jangka waktu yang lama sesuai dengan pertanaman yang ada.

B. Tujuan Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dosis dan waktu aplikasi herbisida berbahan aktif paraquat yang efektif dalam pengendalian gulma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Gulma Gulma merupakan tumbuhan yang tidak dikehendaki tumbuh atau hidup di sekitar kawasan tanaman. Hal ini disebabkan karena gulma biasanya dapat berkompetisi dengan tanaman pokok yang dibudidayakan oleh manusia. Gulma dan tanaman budidaya mengadakan kompetisi dalam rangka mendapatkan faktor-faktor tumbuh yang terbatas di suatu agroekosistem. Menurut Fryer dan Matsunaka (1988), gulma dapat berpengaruh buruk terhadap lingkungan di dalam pertanian, yaitu: (1) gulma mengurangi hasil tanaman dan kualitas karena persaingan kebutuhan hidup; (2) gulma mengidentifikasi masalah serangga, penyakit dan hama lain yang berperan sebagai inang; (3) gulma mengurangi efisiensi panen dan mesin-mesin yang lain; (4) gulma beracun dalam padang rumput atau di antara hasil ternak, menyakiti hewan peliharaan; dan (5) gulma air mengurangi efisiensi sistem irigasi. Oleh adanya permasalahan gulma tersebut, maka perlu dilakukan pengendalian yang tepat karena tiap gulma tidak selalu menggunakan teknik pengendalian yang sama. Untuk

mempermudah

dalam

pengendalian

gulma

diperlukan

adanya

pengelompokan gulma, pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan daur hidup, habitat, ekologi, pengembangan klasifikasi taksonomi, dan tanggapan terhadap herbisida. Berdasarkan daur hidup dikenal gulma setahun (annual) yang hidupnya kurang dari setahun dan gulma tahunan (perennial) yang siklus hidupnya lebih dari satu tahun. Berdasarkan habitatnya dikenal gulma daratan (terrestrial) dan gulma air (aquatic) yang terbagi lagi atas gulma mengapung (floating), gulma tenggelam (submergent), dan gulma sebagian mengapung dan sebagian tenggelam (emergent). Berdasarkan ekologi dikenal gulma sawah, gulma lahan kering, gulma perkebunan, dan gulma rawa atau waduk. Berdasarkan klasifikasi taksonomi dikenal gulma monokotil, gulma dikotil, dan gulma paku-pakuan. Berdasarkan tanggapan pada herbisida, gulma dikelompokkan atas gulma berdaun lebar (broad leaves), gulma rumputan (grasses), dan gulma teki (sedges). Pengelompokan yang terakhir ini banyak digunakan dalam pengendalian secara kimiawi menggunakan herbisida.

B. Pengendalian Gulma Pengendalian gulma merupakan proses membatasi tumbuhnya gulma sedemikian rupa sehingga tanaman budidaya lebih produktif. Dengan kata lain pengendalian bertujuan hanya untuk menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi atau tidak melampaui ambang ekonomi, sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai nol. Sukman dan Yakup (1991) menyatakan bahwa dalam pengendalian gulma perlu diperhatikan terlebih dahulu spesies gulma yang terdapat dalam tanaman budidaya

dan cara

perkembangbiakan serta cara penyebaran gulma tersebut. Keberhasilan dalam pengendalian gulma harus didasari dengan pengetahuan yang cukup mengenai sifat biologi gulma. Untuk mempermudah dan mempercepat proses pengendalian gulma, biasanya sering digunakan bahan kimia yang disebut dengan herbisida kimia. Pengendalian gulma secara kimia harus memperhatikan lingkungan dan manusia agar tidak membahayakan. Pengendalian gulma secara kimia harus tepat dilakukan agar gulma sasaran dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan pencemaran bahan kimia (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2005). Pengendalian gulma secara kimia memerlukan tenaga kerja yang lebih sedikit diabandingkan secara manual. Pengendalian gulma secara kimia dapat memperkecil kerusakan struktur tanah, tidak mengganggu sistem perakaran tanaman utama, serta waktu yang diperlukan lebih singkat. Indikasi keberhasilan pengendalian gulma secara kimia adalah bahan aktif yang digunakan, dosis, keadaan cuaca, stadia gulma, serta pelaksanaan pengendalian di lapangan. Faktor lainnya yang mempengaruhi keberhasilan aplikasi herbisida adalah sifat kimia dari herbisida itu sendiri, iklim, kondisi tanah dan aktivitas mikroorganisme. Teknik penyemprotan dan air pelarut yang digunakan juga mempengaruhi efektivitas herbisida yang diaplikasikan (Masโ€™ud, 2009). Pengendalian gulma secara kimia seringkali berakibat suksesi atau perubahan jenis gulma yang tumbuh dominan (Syamsuddin dan Hutauruk, 1999).

C. Herbisida Kontak Paraquat

Herbisida paraquat sering dikenal dengan nama senyawa herbisida 1,1-dimethyl4,4-bipyrydilium (Ngawit, 2007). Komposisi kimia dari paraquat adalah C12H14N2. Paraquat biasa digunakan dalam pengendalian gulma daun lebar. Sistem kerjanya yang cepat dan bersifat non-selektif yang dapat merusak jaringan hijau tanaman dengan kontak secara langsung. Herbisida tersebut digunakan sebagai pengering tumbuhan dan perontok daun, serta dapat digunakan pula pada gulma air (Ecobichon, 1991). Paraquat diketahui sebagai herbisida yang sangat beracun yang telah dipasarkan selama lebih dari 60 tahun, merupakan salah satu herbisida yang digunakan oleh lebih dari 100 negara pada lebih dari 100 jenis tanaman. Paraquat beraksi sangat cepat, nonselektif, herbisida kontak yang diabsorpsi oleh daun. Paraquat merusak jaringan tumbuhan dengan menghambat proses fotosintesis dan pecahnya membran sel, yang menyebabkan keluarnya air yang menyebabkan keringnya daun dengan sangat cepat. Paraquat

juga

dapat

ditranslokasikan

oleh

tanaman

yang

memungkinkan

meningkatnya residu (Watts, 2011). Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma dengan pengaruh kontak, penyerapan melalui daun sangat cepat sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan (Daud, 2008). Menurut Chung (1995), pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitoksisitas dan rainfastness. Senyawa ini mempengaruhi proses fotosintesis khususnya mengubah aliran elektron dalam tumbuhan gulma. Molekul herbisida tersebut, setelah mengalami penetrasi ke dalam daun tanaman atau bagian tanaman lain yang berwarna hijau, kemudian terkena sinar matahari, maka akan bereaksi dan menghasilkan hidrogen peroksida yang dapat merusak membran sel tanaman dan seluruh organnya (Anderson, 1977 cit. Sarbino dan Syahputra (2012). Umumnya, pembentukan klorofil dihambat sehingga terjadi klorosis. Adapun merek dagang biasanya digunakan adalah Gramoxone, Crisquat, Dextrone, Dewuron, Herbaxone, Ortho weed, Spot Killer, dan Sweep.

BAB III METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Praktikum ini telah dilaksanakan pada tanggal 15 November 2018 di Kebun Tri Dharma Fakultas Pertanian, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah meteran, tali rafia, bambu, knapsack sprayer, gelas ukur, breaker glass, stop watch, pipet, ember, dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah herbisida paraquate (Gramoxoneยฎ) dan air.

C. Pelaksaan Praktikum Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut : 1.

Membuat petak percobaan dengan ukuran panjang 2 x 5 meter sebanyak 7 petak.

2.

Menandai petak percobaan dengan patok.

3.

Membuat petak sampel dengan ukuran 10x10 cm dengan metode kuadratik.

4.

Mengidentifikasi gulma pada petak sampel dengan cara menghitung gulma yang ada pada petak sampel.

5.

Mencatat gulma yang sudah diidentifikasi

6.

Menghitung kerapatan nisbi (KN), Frekuensi nisbi (FN), dan dominansi nisbi (DN) setiap jenis gulma sebagai berikut:

๐พ๐‘ ๐‘ ๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘  =

๐พ๐‘€ ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘  ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘ข๐‘ก ๐‘ฅ 100% ๐พ๐‘€ ๐‘ ๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘Ž ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘ 

Keterangan : KM (kerapatan mutlak) = jumlah individu suatu spesies dari seluruh unit sampel

๐น๐‘ ๐‘ ๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘  =

๐น๐‘€ ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘  ๐‘ก๐‘’๐‘Ÿ๐‘ ๐‘’๐‘๐‘ข๐‘ก ๐‘ฅ 100% ๐น๐‘€ ๐‘ ๐‘’๐‘š๐‘ข๐‘Ž ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘ 

Keterangan : FM (frekuensi mutlak) = jumlah unit sampel yang terdapat spesies tersebut

7.

Dari KN dan FN dapat ditentukan nilai penting atau Important Value (IV) dan nisbah dominan terjumlah atau Summed Dominance Ratio (SDR) suatu spesies gulma sebagai berikut : ๐ผ๐‘‰ ๐‘ ๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘  = ๐พ๐‘ + ๐น๐‘ ๐พ๐‘ + ๐น๐‘ 2 Berdasarkan IV dan SDR tiap jenis gulma dapat diketahui urutan prioritas jenis๐‘†๐ท๐‘… ๐‘ ๐‘ข๐‘Ž๐‘ก๐‘ข ๐‘ ๐‘๐‘’๐‘ ๐‘–๐‘’๐‘  =

8.

jenis gulma dan dapat diketahui kelompok jenis gulma mayoritas di suatu habitat. 9.

Menghitung nilai koefisiensi komunitas gulma Antara lokasi A dan lokasi B sebagai berikut : ๐ถ=

2๐‘ค ๐‘ฅ 100% ๐‘Ž+๐‘

Keterangan : w : jumlah pasangan SDR terendah tiap spesies gulma dari dua lokasi yang dibandingkan a, b : masing-masing SDR semua spesies gulma dari lokasi A dan lokasi B C : nilai koefisiensi komunitas gulma antara lokasi A dan lokasi B

10. Bila nilai C lebih kecil dari 75% berarti komunitas gulma di lokasi A dan B tidak sama (Heterogen) dan bila lebih besar dari 75% berarti homogen. 11. Aplikasi gulma dengan herbisida petak A= Paraquat 2 ml pagi, B= Paraquat 4 ml pagi, C= Paraquat 6 ml pagi , D= Paraquat 2 ml siang, E =Paraquat 4 ml siang, F = Paraquat 6 ml siang, G= Kontrol 12. Mengkalibrasi knapsack sprayer dengan menggunakan volume semprot 500 liter per hektar

13. Mengisi knapsack dengan air kran. Knapsack sprayer dipompa dan air disemprotkan ke dalam gelas ukur dan mengatur tinggi nozzle dan tekanan dalam tangki dipertahankan tetap sampai waktu yang ditentukan 14. Mencatat waktu yang diperlukan selama berlangsung penyemprotan misalnya t detik. Debit nozzle sprayer dihitung dari volume setelah disemprot selama t detik / t detik = a ml/ detik 15. Menentukan lebar efektif (l) sprayer dengan pengaturan ketinggian nozel 16. Menentukan luas lahan (A) yang akan disemprot. Luas lahan dibagi dengan lebar efektif merupakan panjang lintasan (s) 17. Herbisida sesuai ditakar dengan dosis yang dianjurkan. Dosis yang digunakan adalah paraquat 2 liter/ha dan kelipatannya ( 2 ml, 4 ml, dan 6 ml). 18. Larutan herbisida dibuat dengan volume semprot 500 liter per hektar 19. Larutan herbisida dituangkan ke dalam tangki secukupnya, kemudian disemprotkan dengan ketentuan tinggi nozzle dan kecepatan jalan sesuai dengan kalibrasi hasil kalibrasi sprayer 20. Mengamati tingkat keracunan herbisida dan mengambil foto lahan yang disemprot herbisida selama 10 hari dengan periode pengamatan 2 hari sekali 21. Memberi skor atau nilai gejala keracunan gulma berdasarkan pengamatan dan foto sesuai dengan pedoman European Weed Research Society (EWRS).

D. Analisis Data Analisis data diamati menggunakan metode stratifikasi minor, dengan cara menghitungan frekuensi mutlak, kerapatan mutlak serta hasil akhir dapat dihitung SDR nya.

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pada Tabel 1, berdasarkan hasil analisis vegetasi awal jenis gulma pada lokasi aplikasi herbisida kontak 2 ml/10m2 pagi hari (A1) terdapat 14 gulma yang terdiri dari 10 gulma daun lebar ( 70,34 %) ,3 rumputan (16,19 %) dan 1 tekian (13, 47 %). Gulma dengan nilai SDR tertinggi yaitu gulma Centrosema pubescens 17,09% yang menurut daur hidupnya digolongkan sebagai gulma tahunan berdaun lebar , Cyperus rotundus

13,47% yang termasuk gulma tekian dengan daur hidup tahunan dan

Elephantopus scaber 11,69% yang termasuk gulma semusim berdaun lebar dan ketiga

gulma tersebut dinyatakan sebagai gulma dominan. Sementara pada lokasi aplikasi

Tabel 1. Analisis vegetasi gulma permukaan sebelum perlakuan herbisida paraquat 2 ml/10 m2 pagi hari dan siang hari

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Nama Gulma Axonopus compresus Centrosema pubescens Chromolaena odorata Croton hirtus Cyperus rotundus Digitaria sanguinalis Desmodium triflorum Elephantopus scaber Euphorbia hirta Ipoemea congesta Iscaimum timorence scoperia dulces Tridax procumbens Vernonia cinerea

Morfologi R DL DL DL T R DL DL DL DL R DL DL DL

Total Nilai Koefisien Komunitas Gulma (Nilai C) Total Jenis Gulma Keterangan:

Daur Hidup t t t s t t s s s t t s s s

Aplikasi Paraquat 2 ml/10 m2 (%) A1 A2 3,61 6,48 14,27 17,09 2,72 31,28 2,72 0,00 13,47 5,82 8,97 0,00 8,97 0,00 11,69 18,22 5,88 0,00 5,88 0,00 3,61 12,30 2,72 0,00 3,17 11,64 9,50 0,00 100 100 44,89 14 7

A1 (Aplikasi herbisida 2 ml pagi hari); A2 (Aplikasi herbisida 2 ml siang hari); dl (Daun Lebar); r (rumput); s (semusim); t (tahunan)

herbisida 2 ml/10m2 siang hari (A2) terdapat 7 jenis gulma yang terdiri dari gulma 4 daun lebar (75,41%) , 2 rumputan (18,78 %) dan 1 tekian ( 5,82 %) didominasi gulma berdaun lebar dengan daur hidup tahunan yaitu jenis gulma Chromolaena odorata (daun lebar/tahunan) dengan nilai SDR sebesar 31,28% diikuti oleh Elephantopus scaber yaitu 18,22% yang termasuk gulma semusim berdaun lebar dan Centrosema pubescens 14,27% merupakan jenis gulma tahunan berdaun lebar. Berdasarkan daur hidupnya gulma di lokasi A1 didominasi oleh gulma tahunan sebesar 55,35 % dan gulma semusim sebesar 44,65 %, pada lokasi A2 didominasi oleh gulma tahunan sebesar 70,15% dan gulma semusim sebesar 29,85%. Dari nilai SDR yang diperoleh, dapat dihitung nilai koefisien komunitas gulma antara dua lokasi yang dibandingkan tidak berbeda nyata atau cukup seragam (homogen) dengan nilai C > 75%, maka cara pengendalian gulma yang dianjurkan sama. Sebaliknya, komunitas gulma berbeda nyata yakni bersifat heterogen dengan nilai C < 75% sehingga cara pengendalian gulma yang dianjurkan antara lokasi juga berbeda (Czekanowski, 1913 cit. Tjitrosoedirjo et al., 1984 cit. Tanasale, 2012). Berdasarkan data hasil pengamatan yang dilakukan maka

kombinasi koefisien

komunitas gulma antara lokasi aplikasi herbisida pagi dan siang hari kurang dari 75% yaitu sebesar 44,89 % yang berarti gulma yang tumbuh pada lokasi tersebut bersifat heterogen atau tidak sama. Dengan hasil tersebut maka strategi pengendalian gulma pada kedua lokasi A1 dan A2 dapat menggunakan pengendalian gulma sistemik. Pada Tabel 2, berdasarkan hasil analisis vegetasi awal jenis gulma pada lokasi aplikasi herbisida kontak 4 ml/10m2 pagi hari (B1) terdapat 13 gulma yang terdiri dari 9 gulma daun lebar ( 67,34 %) ,3 rumputan (25,98 %) dan 1 tekian (6,68 %). Gulma dengan nilai SDR tertinggi yaitu gulma Iscaimum timorence 18,03% yang menurut daur hidupnya digolongkan sebagai gulma tahunan rerumputan kemudian diikuti oleh Centrosema pubescens 17,58% yang termasuk gulma daun lebar dengan daur hidup

tahunan. Sementara pada lokasi aplikasi herbisida 4 ml/10m2 siang hari (B2) terdapat 12 jenis gulma yang terdiri dari gulma 8 daun lebar (56,05%) , 3 rumputan (30,94 %) dan 1 tekian ( 13,01 %) didominasi gulma rumputan dengan daur hidup tahunan yaitu jenis gulma Iscaimum timorence dengan nilai SDR sebesar 22,16% diikuti oleh Centrosema pubescens yaitu 14,94% yang termasuk gulma tahunan berdaun lebar dan Cyperus rotundus 13,01% merupakan jenis gulma tahunan tekian. Berdasarkan daur

hidupnya gulma di lokasi B1 didominasi oleh gulma tahunan sebesar 59,83 % dan

gulma semusim sebesar 40,17 %, pada lokasi B2 didominasi oleh gulma tahunan sebesar 58,89% dan gulma semusim sebesar 41,11%.

Tabel 2. Analisis vegetasi gulma permukaan sebelum perlakuan herbisida paraquat 4 ml/10 m2 pagi hari dan siang hari

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Nama Gulma Brachiaria mutica Centrosema pubescens Cyperus rotundus Cynodon dactylon Desmodium triflorum Digitaria sanguinalis Elephantopus scaber Euphorbia hirta Imperata cylindrica Ipoemea Sp Iscaimum timorence Lindernia crusracea Melochia piramidata Phyllantus niruri Phyllanthus urinaria Synedrella nodiflora Tridax procumbens Vernonia cinerea

GOL

DH

R DL T R DL R DL DL R DL R DL DL DL DL DL DL DL

t t t t s t s s t t t s t s s s s s

Total Nilai Koefisien Komunitas Gulma (Nilai C) Total Jenis Gulma

Aplikasi SDR 4 ml/10m2 B1 B2 5,02 0,00 14,94 17,58 6,68 13,01 0,00 4,74 8,80 0,00 2,92 0,00 2,92 8,08 0,00 3,34 0,00 4,04 3,76 0,00 18,03 22,16 6,28 10,19 5,84 0,00 0,00 3,34 0,00 8,08 8,38 3,34 9,60 0,00 4,18 4,74 100 100 56,36 13 12

Keterangan: A1 (Aplikasi herbisida 4 ml pagi hari); A2 (Aplikasi herbisida 4 ml siang hari); dl (Daun Lebar); r (rumput); s (semusim); t (tahunan)

Berdasarkan data hasil pengamatan yang dilakukan maka kombinasi koefisien komunitas gulma antara lokasi aplikasi herbisida pagi dan siang hari kurang dari 75% yaitu sebesar 56,36 % yang berarti gulma yang tumbuh pada lokasi tersebut bersifat heterogen atau tidak sama. Dengan hasil tersebut maka strategi pengendalian gulma pada kedua lokasi B1 dan B2 dapat menggunakan pengendalian gulma sistemik. Berdasarkan hasil analisis vegetasi awal

jenis gulma pada lokasi aplikasi

herbisida kontak 6 ml/10m2 pagi hari (C1) terdapat 12 gulma yang terdiri dari 7 gulma

daun lebar ( 57,68 %) ,3 rumputan (19,28 %) dan 2 tekian (23,04 %). Gulma dengan nilai SDR tertinggi yaitu gulma Cyperus rotundus

17,68% yang menurut daur

hidupnya digolongkan sebagai gulma tahunan tekian, kemudian diikuti oleh Synedrella nodiflora 16,05% yang termasuk gulma daun lebar dengan daur hidup semusim dan Centrosema pubescens 15,5% (daun lebar/ tahunan). Sementara pada lokasi aplikasi

herbisida 6 ml/10m2 siang hari (C2) terdapat 9 jenis gulma yang terdiri dari gulma 5 daun lebar (35,64%) , 3 rumputan (55,41 %) dan 1 tekian ( 8,95 %) didominasi gulma rumputan dengan daur hidup tahunan yaitu jenis gulma Imperata cylindrical dengan nilai SDR sebesar 38,56%. Berdasarkan daur hidupnya gulma di lokasi C1 didominasi oleh gulma tahunan sebesar 61,55 % dan gulma semusim sebesar 38,45 %, pada lokasi C2 didominasi oleh gulma tahunan sebesar 69,06% dan gulma semusim sebesar 30,94%.

Tabel 3. Analisis vegetasi gulma permukaan sebelum perlakuan herbisida paraquat 6 ml/10 m2 pagi hari dan siang hari Aplikasi NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Nama Gulma

GOL

Brachiaria mutica R Centrosema pubescens DL Chromolaena odorata DL Croton hirtus DL Cynodon dactylon R cyperus kilingia T Cyperus rotundus T Digitaria sanguinalis R Elephantopus scaber DL Euphorbia hirta DL Imperata cylindrical R Ipoemea sp DL Iscaimum timorence R Phyllanthus urinaria DL Synedrella nodiflora DL Tridax procumbens DL Total Nilai Koefisien Komunitas Gulma (Nilai C) Total Jenis Gulma

DH t t t s t t t t s s t t t s s s

SDR 6 ml/10m2 C1 C2 4,26 0,00 15,50 0,00 0,00 4,70 0,00 6,29 0,00 9,49 5,35 0,00 8,95 17,68 4,26 0,00 6,44 7,36 3,18 7,89 0,00 38,56 3,72 0,00 10,78 7,36 3,18 0,00 16,05 0,00 9,61 9,40 100 100 35,32 12 9

Keterangan: A1 (Aplikasi herbisida 2 ml pagi hari); A2 (Aplikasi herbisida 2 ml siang hari); dl (Daun Lebar) ; r (rumput); s (semusim); t (tahunan)

Berdasarkan data hasil pengamatan yang dilakukan maka kombinasi koefisien komunitas gulma antara lokasi aplikasi herbisida pagi dan siang hari kurang dari 75% yaitu sebesar 35,32 % yang berarti gulma yang tumbuh pada lokasi tersebut bersifat heterogen atau tidak sama. Dengan hasil tersebut maka strategi pengendalian gulma pada kedua lokasi C1 dan C2 dapat menggunakan pengendalian gulma sistemik.

Tabel 4. Analisis vegetasi gulma pada perlakuan kontrol

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Nama Gulma Borreria Stricta Centrosema pubescens Cyperus rotundus Elephantopus scaber Euphorbia hirta Euphorbia sp Iscaimum timorence Scoporia dulcis Tridax procumbens Total

GOL

DH

SDR

DL DL T DL DL DL R

s t t s s s t

DL DL

s s

6,94 4,17 17,36 11,11 6,94 7,64 22,92 7,64 15,28 100

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian herbisida dalam pengendalian gulma adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, dapat mematikan gulma tetapi tanaman budidaya tidak mengalami permasalahan dalam pertumbuhan. Pengamatan keracunan tanaman yang disebabkan oleh herbisida diamati secara visual.

Tabel 5. Skoring Tingkat Fitotoksisitas Gulma

Hari Ke-

Kontrol

Paraquat 2 ml pagi

2

9

2

Skor Perlakuan setelah aplikasi Paraquat Paraquat Paraquat 2 ml 4 ml pagi 4 ml siang siang 2

1

1

Paraquat 6 ml pagi

Paraquat 6 ml siang

1

1

4 6 8 10

9 9 9 9

2 2 2 4

2 2 3 6

1 1 2 3

1 2 2 4

1 1 1 2

1 1 1 2

Keterangan: Skor tingkat keracunan berdasarkan pedoman EWRS (European Weed Research Society)

Pengamatan fitotoksisitas dilakukan selama 10 hari setelah aplikasi (HSA). Berdasarkan Tabel 5, secara umum aplikasi herbisida paraquat dengan dosis 2 ml/ 10 m2, 4 ml/10 m2 dan 6 ml/10 m2 mampu menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Meskipun tingkat kematian berbeda-beda di setiap perlakuan. Pada perlakuan paraquat dosis 2 ml/ 10 m2 yang diaplikasikan pada pagi hari mampu menekan pertumbuhan gulma sampai hari ke 8 setelah aplikasi sekitar 96,5%, kemudian pada hari ke 10 setelah aplikasi gulma mengalami pertumbuhan kembali. Sementara perlakuan paraquat dengan dosis yang sama sebesar 2 ml/ 10 m2 yang diaplikasikan pada siang hari hanya mampu menekan pertumbuhan gulma sampai hari ke 6 setelah aplikasi yaitu sekitar 96,5%, kemudian pada hari ke 8 gulma tumbuh kembali. Pada perlakuan paraquat 4ml/ 10 m2 yang diaplikasikan pada pagi hari maupun siang hari mampu menekan pertumbuhan gulma sampai dengan 100%. Namun, gulma tumbuh kembali di hari ke 8 setelah aplikasi di pagi hari dan 6 hari setelah aplikasi di siang hari hingga hari ke 10 setelah aplikasi gulma terus mengalami pertumbuhan. Kemudian, pada aplikasi paraquat dengan dosis 6ml/ 10 m2 mampu menekan pertumbuhan gulma sebesar 100% hingga hari ke 8 setelah aplikasi baik di pagi hari maupun siang hari dan pertumbuhan gulma kembali terjadi di hari ke 10 setelah aplikasi.

Pada praktikum ini herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak berbahan aktif paraquat dengan merk dagang Gramoxoneยฎ. Herbisida ini memberikan pengaruh kontak pada pertumbuhan gulma. Pengaruh kontak yang dimaksud adalah dapat mengendalikan gulma dengan cara mematikan bagian gulma yang terkena/kontak langsung dengan herbisida karena sifat herbisida ini tidak ditranslokasikan atau tidak dialirkan dalam tubuh gulma. Semakin banyak organ gulma yang terkena herbisida akan semakin baik daya kerja herbisida tersebut (Sjahril & Syamโ€™un, 2011). Daya kerja herbisida tersebut kurang baik jika diaplikasikan pada gulma yang memiliki organ perkembangbiakan dalam tanah, sedangkan kelebihan yang dimiliki adalah daya kerjanya cepat terlihat. Herbisida ini umumnya diaplikasikan bersifat tidak selektif seperti paraquat.

Gambar 1. Senyawa 1,1-dimethyl 4,4 bipyridylium dichloride Sumber: Anonim (1992a) Merk dagang Gramoxoneยฎ mengandung bahan aktif paraquat sebanyak 20%. Senyawa paraquat dikenal sebagai racun kontak umum. Menurut formulasinya, semua tumbuhan hijau dapat dibunuhnya. Menurut Adnan et al. (2012), paraquat memiliki rumus kimia paraquat dichloride salt (C12H14Cl2N2) atau N,N1-dimetyl bipyridylium dichloride). Mekanisme kerja herbisida paraquat adalah mengkatalisasi pembentukan H2O dari air, ยฝ O2, dan elektron. Elektron itu hasil samping dari fotosintesis. Paraquat yang membelokkan rantai transport elektron, sehingga terjadi rekasi ยฝ O2 + H2O +eH2O2.

Senyawa

H2O2

merupakan

herbisida

yang

merusak

membran

sel

(plasmalemma). Akibatnya, sel menjadi kering, membran sel pecah sehingga sel kehilangan air dan mati. Permukaan membran merupakan tempat terjadinya reaksi biokimia sehingga tanpa kehilangan air pun sel akan mati. Paraquat dikenal sebagai herbisida bypiridilium yang merupakan herbisida nonselektif. Paraquat umumnya digunakan pada pengendalian gulma purna tumbuh dan gulma darat. Paraquat digunakan untuk mengendalikan gulma tahunan dan gulma berdaun lebar dan menekan pertumbuhan gulma semusim. Di bawah kondisi intensitas sinar matahari yang tinggi, paraquat bertindak sebagai herbisida kontak, membunuh jaringan hijau tanaman dengan cepat. Pada kondisi gelap, paraquat akan berpenetrasi ke daun melalui sistem vaskular dan selanjutnya ditransportasikan melalui jaringan xilem. Struktur kimia paraquat dalam waktu yang singkat menyebabkan gejala seperti terbakar dan kering pada daun yang kena semprot sehingga translokasinya sangat terbatas. Bekerja dengan cara menangkap elektron dari fotosistem I untuk menghasilkan satu ion radikal yang kemudian direoksidasi kembali ke ion awal oleh oksigen molekuler dan menghasilkan superoksida radikal (O2-). Superoksida radikal ini adalah oksidan yang sangat kuat dalam merusak jaringan tumbuhan di samping menghasilkan spesies oksigen aktif lainnya, yaitu singlet oksigen (1O2) dan triplet

oksigen (3O2), hidrogen peroksida (H2O2) serta hidroksida radikal (OH) yang semuanya merusak jaringan (Purba dan Damanik, 1996). Paraquat merupakan herbisida kontak dari golongan piridin yang digunakan untuk mengendalikan gulma yang diaplikasikan purna tumbuh (Humburg et al., 1989 cit. Muktamar dkk., 2003). Herbisida paraquat merupakan bagian dari kelompok senyawa bioresisten yang sulit terdegradasi secara biologis dan relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH normal. Hal tersebut memungkinkan paraquat teradsorpsi sangat kuat oleh partikel tanah yang menyebabkan senyawa ini dapat bertahan lama dalam tanah dengan demikian sangat efektif untuk menekan pertumbuhan gulma (Kopytko et al., 2002 cit. Sastroutomo, 1992; Moore, 1998). Demikian juga menurut Fibriarti dkk. (2010), paraquat bersifat toksik terhadap berbagai macam organisme, karena pembentukan radikal bebas yang akan bereaksi dengan oksigen membentuk superoksida toksik yang mempengaruhi membran sel. Dari sekian banyak jenis herbisida, paraquat memiliki sifat teradsorpsi oleh tanah sehingga dapat meningkatkan persistensinya karena akan terbentuk struktur yang stabil, dan sukar terdegradasi. Berdasarkan hasil pengamatan, aplikasi herbisida kontak (paraquate) dengan dosis 6 ml/10m2 mampu memberikan hasil yang terbaik dalam pengendalian gulma. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa pemberian herbisida kontak dengan dosis 6 ml/10m2 mampu menekan pertumbuhan gulma sampai hari ke 8 setelah aplikasi baik pada perlakuan pagi hari maupun siang hari. Sementara, pemberian herbisida kontak dengan dosis yang rendah yaitu 2 ml/10m2 dan 4 ml/10m2 belum mampu memberikan hasil yang terbaik terhadap pengendalian gulma. Kemudian, dari semua aplikasi dosis herbisida, aplikasi herbisida kontak di pagi hari jauh lebih efektif dibandingkan di siang hari. Dari semua aplikasi dosis herbisida yang diberikan di pagi hari memberikan tingkat kematian gulma yang lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi di siang hari, kecuali pada perlakuan dosis paraquate sebesar 6 ml/10m2, dimana keduanya memberikan hasil yang sama baik di pagi hari maupun di siang hari (Tabel 4). Hal ini dikarenakan aplikasi herbisida di siang hari akan ada banyak faktor yang menghambat penyerapan herbisida terhadap gulma, diantaranya adalah suhu yang tinggi dan transpirasi tinggi menyebabkan larutan yang disemprotkan akan lebih cepat menguap, angin lebih kencang sehingga tidak tepat sasaran, udara lebih kering menyebabkan kadar lengas rendah, tekanan turgor pada tumbuhan rendah akibatnya stomata menutup dan larutan tidak diserap sempurna oleh daun ataupun bagian tumbuhan yang lain. Berbeda ketika herbisida diaplikasikan di

pagi hari, kondisi lingkungan mendukung dalam penyerapan senyawa yang terkandung dalam herbisida. Misalnya, suhu lebih rendah dan transpirasi rendah menyebabkan larutan herbisida tidak cepat menguap setelah diaplikasikan, angin lebih tenang sehingga aplikasi herbisida dapat tepat sasaran serta tekanan turgor tinggi menyebabkan meningkatnya konduktansi stomata sehingga senyawa dalam larutan herbisida akan mampu diserap baik oleh gulma. Berdasarkan pengamatan visual sampai pada hari ke 10 setelah aplikasi (HSA) maka diperoleh hasil bahwa di semua lokasi yang diaplikasikan herbisida kontak terlihat bahwa sebagian gulma dapat terbunuh sempurna akan tetapi gulma tumbuh kembali ketika 6-10 HSA (Lampiran 3). Beberapa gulma tekian hanya terbunuh dibagian atas saja sedangkan di bagian bawah gulma tekian masih terlihat tumbuh. Kemudian, gulma rumputan seperti Imperata cylindrical yang tergolong sebagai gulma tahunan rumputan, jenis gulma ini menghasilkan biji sebagai organ generatif dan rhizome sebagai organ perbanyakan vegetatifnya. Dan gulma teki yang merupakan gulma dominan di lokasi C1 hanya terbunuh di bagian atas saja, hal ini dilihat berdasarkan tumbuh kembalinya gulma tersebut (Lampiran 3). Aplikasi herbisida kontak tidak efektif mengendalikan gulma ini sebab efek racun tidak sampai ke bagian rhizome yang berada di dalam tanah. Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi, dan bagian tanaman didapat kembali dan proses kerja pada herbisida ini pun sangat cepat. Herbisida ini hanya mampu membasmi gulma yang terkena semprotan saja, terutama bagian yang berhijau daun dan aktif berfotosintesis. Selain itu ada beberapa gulma yang tumbuh kembali, hal tersebut dapat diduga karena herbisida kontak hanya merusak bagian yang terkena herbisida, ada kemungkinan bagian yang tidak terkena herbisida mampu tumbuh kembali dengan cepat sehingga gulma tidak dapat terbunuh sempurna. Untuk selanjutnya, jika di lahan ditemukan lebih dominan gulma tahunan, maka lebih cocok menggunakan herbisida sistemik dalam pengendalian dan dilakukan di pagi hari.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis dapat diperoleh kesimpulan bahwa aplikasi herbisida berbahan aktif paraquat dengan dosis 6 ml/ 10m2 di pagi hari memberikan hasil yang terbaik dalam pengendalian gulma. B. Saran Pengaplikasian herbisida harus disesuaikan dengan gulma yang mendominasi di suatu lahan. Jadi, apabila di suatu lahan ditemukan lebih dominan gulma tahunan, maka lebih cocok menggunakan herbisida sistemik dalam pengendalian dan sebaiknya penyemprotan dilakukan di pagi hari.

DAFTAR PUSTAKA

Chung, G.F. 1995. The Use of Paraquate for Weed Management in Oil Palm Plantation. Paper presented in Technical Seminar Organized by CCM Bioscience Sdn Bhd on 5th August 1995. Kuala Lumpur. Daud, D. 2008. Uji efikasi herbisida glifosat, sulfosat, dan paraquat pada sistem tanpa olah tanah jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX, Sulawesi Selatan. Ecobichon, D. J. 1991. Toxic Effects of Pesticides in Casarett and Doullโ€™s Toxicology: The Basic Science of Poisons. 4th. Pergamon Press, New York. Fibriarti, B.L., T.M. Linda, dan E.W. Nefira. 2010. Ioslasi dan seleksi bakteri pendegradasi paraquat dari tanah pertanian di Kampar Rriau. Jurnal Teknobiologi 12: 27โ€”33. Fryer, J. D. dan S. Matsunaka. 1988. Penanggulangan Gulma Secara Terpadu. PT Bina Aksara, Jakarta. Mangoensoekarjo S. dan Semangun, H. 2005. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal.

Masโ€™ud, H. 2009. Komposisi dan efisiensi pengendalian gulma pada pertanaman kedelai dengan penggunaan bokashi . Jurnal Agroland 16 (2) : 118-123. Muktamar, Z., S. Faryani, dan N.Setyowati. 2003. Adsorpsi paraquat oleh bahan mineral ultisol dan entisol pada berbagai konsentrasi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 5: 40โ€”47. Ngawit, I.K. 2007. Efikasi beberapa jenis herbisida terhadap tanaman penutup tanah legumenosa di jalur tanaman kopi muda. Agroteksos 17: 104โ€”113. Oerke E.C., Dehne H.W., Schoรˆnbeck F., and Weber, A. 1994. Crop Production and Crop Protection. Estimated Losses in Major Food and Crash Crops. Elsevier: Amsterdam. 808 p. Purba, E. dan S.J. Damanik. 1996. Dasar-dasar Ilmu Gulma. USU Press, Medan. Sarbino dan E. Syahputra. 2012. Keefektifan parakuat diklorida sebagai herbisida untuk persiapan tanam padi tanpa olah tanah di lahan pasang surut. Jurnal Perkebunan dan Lahan Tropika 2: 15โ€”22. Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida Dasar dan Dampak Penggunaannya. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sjahril, R. dan E. Syamโ€™un. 2011. Herbisida dan Aplikasinya. Bahan Ajar Program Studi Agroteknologi Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hassanudin, Sulawesi Selatan. Syamsuddin, E. dan Hutauruk, C.H. 1999. Pengendalian Gulma dengan Herbisisda pada Tanaman Kelapa Sawit belum Menghasilkan. Jur. PPKS. 09:1-3. Sukman, Yarnelis dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali Pers. Jakarta. 157 hal. Watts, M. 2011. Paraquat. PANAP, New York.http://wssroc.agron.ntu.edu.tw. Diakses pada tanggal 12 Desember 2018.

LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan dosis herbisida Gramoxoneยฎ A. Dosis Paraquat (Gramoxone) Dosis Paraquat per hektar : Daun Lebar = 1,5 โ€“ 3 liter/hektar Daun Sempit = 2,5 โ€“ 5 liter/hektar Volume semprot = 500 liter/hektar Luas lahan = 10 m2 B. Perhitungan dosis paraquat jika dominasi gulma daun lebar Kebutuhan dalam 10 m2

= 10 x 10/10000 x 500

= 0,5 liter = 500 ml Kebutuhan herbisida

= 10/10000 x 2000

= 2 ml Kecepatan jalan (knozel kuning ) = 500 ml/500 = 1 menit

Kebutuhan dalam 10 m2

= 10 x 10/10000 x 500

= 0,5 liter = 500 ml Kebutuhan herbisida

= 10/10000 x 4000

= 4 ml Kebutuhan dalam 10 m2

= 10 x 10/10000 x 500

= 0,5 liter = 500 ml Kebutuhan herbisida

= 10/10000 x 6000

= 6 ml

Lampiran 2. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Gulma setelah Aplikasi Herbisida (2 HSA tanggal 17 November 2018)

(a) Kontrol

(b) 2ml/10 m2 (pagi)

(c) 2ml/10 m2 (siang)

(d) 4 ml/10m2 (pagi)

(e ) 4 ml/10m2 (siang)

(f) 6 ml/10m2 (pagi)

(g) 6 ml/10m2 (siang)

Lampiran 3. Hasil Pengamatan Pertumbuhan Gulma setelah Aplikasi Herbisida (10 HSA tanggal 26 November 2018)

(a) Kontrol

(b) 2ml/10 m2 (pagi)

(c) 2ml/10 m2 (siang)

(d) 4 ml/10m2 (pagi)

(e ) 4 ml/10m2 (siang)

(f) 6 ml/10m2 (pagi)

(g) 6 ml/10m2 (siang)

Related Documents


More Documents from ""