Laporan Pkpa Lafiad Pspa Uta 45 Jakarta (tugas Khusus).docx

  • Uploaded by: Dalton Fidel tabeo'Lawadang
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pkpa Lafiad Pspa Uta 45 Jakarta (tugas Khusus).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,243
  • Pages: 52
TUGAS KHUSUS PERBEDAAN CPOB 2012 DAN CPOB 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT PERIODE 11 FEBRUARI – 28 FEBRUARI 2019

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Apoteker (Apt) Program Studi Profesi Apoteker

Disusun oleh: Henni Tri Rusmiyatun, S. Farm

1843700002

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXIX FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA 2019

HALAMAN PENGESAHAN TUGAS KHUSUS PERBEDAAN CPOB 2012 DAN CPOB 2018 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI LEMBAGA FARMASI PUSAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT PERIODE 11 FEBRUARI – 28 FEBRUARI 2019

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Apoteker (Apt) Program Studi Profesi Apoteker

Disusun oleh: Henni Tri Rusmiyatun, S. Farm

1843700002

Disetujui Oleh:

Pembimbing PKPA Universitas 17 Agustus 1945

Pembimbing Tempat PKPA Lafi Puskesad

Unsyura Dhipa Budaya, M. Farm., Apt

Dr. T. P. H. Simorangkir, M. Si., Apt

Mengetahui, Kaprodi Program Profesi Apoteker Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Sylvia Rizky Prima, M. Farm., Apt ii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Puskesad) yang berlangsung pada tanggal 11 Februari – 28 Februari 2019. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri Farmasi bertujuan agar setiap Apoteker mendapatkan pengetahuan dan gambaran yang jelas mengenai Industri Farmasi yang merupakan salah satu tempat pengabdian Profesi Apoteker. Kegiatan ini juga untuk membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Industri Farmasi. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini beserta penyusunan laporannya merupakan salah satu prasyarat bagi mahasiswa Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta untuk memperoleh gelar Apoteker. Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Kolonel Ckm Drs. Mas’ud, Apt, M. Si selaku Kepala Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 2. Letnan Kolonel Ckm Drs. Asran, Apt selaku Wakil Kepala dan Pembimbing PKPA Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 3. Letnan Kolonel Ckm Dr. T. P. H. Simorangkir, M. Si., Apt selaku Pembimbing PKPA Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 4. Mayor Ckm Didi Jauhari Purwadiwarsa, S.Si., Apt selaku Koordinator PKPA Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat. 5. Ibu Diana Laila Ramatillah, M. Farm., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan dosen pembimbing PKPA. 6. Ibu Sylvia Rizky Prima, M. Farm., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. iii

7. Bapak Dr. Sumantri, M. Si., Apt selaku dosen pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 yang telah memberikan waktu untuk bimbingan dan motivasi yang berguna bagi kami. 8. Bapak Unsyura Dhipa Budaya, M. Farm., Apt selaku dosen pembimbing PKPA Fakultas Farmasi Universitas 17 Agustus 1945 yang telah memberikan waktu untuk bimbingan dan motivasi yang berguna bagi kami. 9. Kepada orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat kepada penulis. 10. Seluruh staf dan anggota Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat atas ilmu dan bimbingan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 11. Rekan-rekan PKPA di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat serta rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Profesi Apoteker Angkatan XXXIX di Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Akhir kata semoga laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi Pusat Kesehatan Angkatan Darat ini bermanfaat dalam menambah wawasan bagi semua pembaca. Penulis menyadari laporan ini jauh dari sempurna baik materi maupun penulisan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat Penulis harapkan.

Bandung, Februari 2019

(Penulis)

iv

DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................

i

Halaman Pengesahan......................................................................................

ii

Kata Pengantar...............................................................................................

iii

Daftar Isi.........................................................................................................

v

Daftar Tabel....................................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang............................................................................

1

1.2. Tujuan.........................................................................................

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek-Aspek CPOB…………………………………………....

3

2.2. Manajemen Mutu…………………………………….................

3

2.3 Personalia………………………………………………............

6

2.4 Bangunan dan Fasilitas…………………………………............

7

2.5 Peralatan…………………………………………………...........

8

2.6 Sanitasi dan Hygiene……………………………………...........

8

2.7 Produksi…………………………………………………...........

10

2.8 Pengawasan Mutu………………………………………............

12

2.9 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Persetujuan Pemasok……..........

14

2.10Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian…………………......................... 15 2.11Dokumentasi……………………………………………............

16

2.12Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak………................

17

2.13Kualifikasi dan Validasi………………………………..............

18

BAB III TUGAS KHUSUS 3.1 Perbedaan CPOB 2012 dan CPOB 2018…………………....... v

20

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan……………………………………………………

44

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………...

45

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Ruangan Berdasarkan Jumlah dan Ukuran Pertikel dalam 1 m3 .........................................................................

vii

7

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Peraturan tentang wajib menerapkan CPOB bagi industri farmasi didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/VII/1989 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Langkah tersebut diikuti dengan keluarnya Surat Keputusan Direktorat Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, yang direvisi pada tahun 1990. Pada tahun 2001 Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) menerbitkan revisi CPOB yang dikenal juga dengan CPOB terkini. Pedoman CPOB yang diterbitkan pada tahun 1988 dan 2001 meliputi 10 aspek, yaitu ketentuan umum, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan obat kembalian serta dokumentasi. Pada tahun 2006 diterbitkan lagi versi yang diperbaharui yaitu c-GMP (current Good Manufacturing Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis. Dibandingkan dengan edisi sebelumnya (CPOB edisi 2001), pedoman CPOB edisi 2006 mengandung perbaikan sesuai persyaratan CPOB antara lain “Kualifikasi dan Validasi”, Pembuatan dan Analisis Obat berdasarkan Kontrak” dan “Pembuatan Produk Steril”. Disamping itu juga terdapat penambahan beberapa bab yaitu “Manajemen mutu”, ‘Pembuatan Produk Darah, “Sistem Komputerisasi” dan “Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinis”.

1

Pada tahun 2012 diterbitkan lagi versi yang diperbaharui yaitu CPOB edisi 2012 berdasarkan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 34 Tahun 2018, pedoman CPOB edisi 2012 mengandung perbaikan sesuai persyaratan CPOB

terkini

antara

lain

sangat

ditekankan

masalah

Quality

Risk

Management (QRM) atau Manajemen Resiko Mutu, bahkan pada CPOB 2012 hal ini dibahas pada chapter khusus, yaitu pada Aneks 14. CPOB terkini (CPOB: 2018) atau c-GMP merupakan salah satu upaya pemerintah (Badan POM) untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat produksi industri farmasi Indonesia agar sesuai dengan standar internasional, sehingga produk obat dalam negeri mampu bersaing baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor. Disamping itu, penerapan c-GMP juga mendorong industri farmasi agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling memungkinkan untuk dikembangkan.

1.2

Tujuan Mengetahui perbedaan di setiap aspek yang terkandung dalam CPOB 2012

dengan CPOB 2018.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Aspek-Aspek CPOB Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2018: a. Manajemen Mutu, b. Personalia c. Bangunan dan Sarana Penunjang, d. Peralatan, e. Sanitasi dan Higiene, f. Produksi, g. Pengawasan Mutu, h. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok i. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, j. Dokumentasi, k. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, l. Kualifikasi dan Validasi

2.2

Manajemen Mutu Dalam manajemen mutu industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor. Untuk mencapai tujuan

3

mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.Unsur dasar manajemen mutu adalah: 1. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. 2. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan tinggi sehingga produk atau jasa pelayanan yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu (Quality Assurance). CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya dan persyaratan dalam izin edar serta spesifikasi produk. a. Pemastian Mutu Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah dengan faktor lain, seperti desain dan pengembangan produk. Pemastian

mutu

merupakan bagian yang bertanggung

jawab

mengenai pemastian terhadap bahan yang digunakan dan produk jadi yang dihasilkan, mulai dari pemastian bahan baku, penyimpanan, pembuatan hingga proses pengemasan

yang

siap dipasarkan

serta menjamin

terlaksananya Cara Pembuatan Obat yang Baik. b. Pengawasan Mutu Pengawasan

Mutu

adalah

satu

bagian dari

CPOB

yang

berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan

4

bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan. c. Pengkajian Mutu Produk Pengkajian

mutu

produk secara berkala hendaklah dilakukan

terhadap semua obat terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses. Pengkajian

mutu

produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya. d. Manajemen Resiko Mutu Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu hendaklah memastikan bahwa: 1) evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien. 2) tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.

5

2.3

Personalia Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu industri farmasi bertanggungjawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip dasar CPOB (basic GMP) dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, dan kepala bagian manajemen mutu. Posisi utama tersebut dijabat oleh personil purna waktu. Kepala bagian produksi dan kepala bagian manajemen mutu / kepala bagian pengawasan mutu harus independen satu terhadap yang lain. Kepala Bagian Produksi adalah seorang Apoteker yang terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara profesional. Kepala Bagian Pengawasan Mutu hendaknya seorang Apoteker terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara professional. Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang Apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara professional. Pelatihan diberikan kepada personil yang bertugas di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium dan bagi personil lain

6

yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Pelatihan dasar dalam teori dan praktik CPOB sebaiknya diberikan kepada personil baru. Pelatihan spesifik hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area dimana pencemaran merupakan bahaya, misalkan area bersih atau area penanganan bahan toksik.

2.4

Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil terjadinya risiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat. Tabel 1. Klasifikasi Ruangan Berdasarkan Jumlah dan Ukuran Partikel

dalam 1 m3.

A B C

Non Operasional ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm 3520 20 3520 29 352.000 2900

D

3.520.000

29.000

E

3.520.000

29.000

Kelas

Operasional ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm 3520 20 352.000 2900 3.520.000 2.900.000 tidak tidak ditetapkan ditetapkan tidak tidak ditetapkan ditetapkan

Dalam bangunan suatu industri farmasi permukaan bagian dalam ruangan seperti dinding, lantai dan langit-langit hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai di daerah pengolahan hendaklah dibuat dari

7

bahan kedap air, permukaan yang rata dan memungkinkan pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding juga hendaklah kedap air dan memiliki permukaan yang mudah dicuci. Sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit dalam daerah-daerah kritis hendaklah berbentuk lengkungan.

2.5

Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, dan ditempatkan dengan tepat sehingga mutu dari setiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. Peralatan hendaknya didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian.Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari penumpukan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang bisa mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian.

2.6

Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higieni yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higienis yang menyeluruh serta terpadu.

8

1.

Higiene perorangan a.

Tiap personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian

pelindung

yang

sesuai dengan

kegiatan

yang

dilaksanakannya. b.

Program higiene yang rinci hendaklah dibuat, diadaptasikan, dan dipromosikan oleh manajemen dan dibahas secara luas selama sesi pelatihan.

c.

Semua personil hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut dan hendaklah dilakukan pemeriksaan

kesehatan kerja dan

personil secara berkala. Petugas pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala. d.

Semua personil hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik.

e.

Tiap personil yang mengidap penyakit atau menderita luka terbuka hendaklah dilarang menangani bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses dan obat jadi sampai dia sembuh kembali.

f.

Personil hendaklah diinstruksikan supaya sarana mencuci tangan dan mencuci tangannya sebelum memasuki area produksi.

2.

Sanitasi bangunan dan fasilitas a.

Bangunan hendaklah didesain dan dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik.

b.

Tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat mencuci tangan bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.

c.

Ada prosedur tertulis yang menunjukkan penanggung jawab untuk sanitasi serta menguraikan dengan cukup rinci mengenai jadwal, metode, peralatan dan bahan pembersih yang harus digunakan untuk pembersihan sarana dan bangunan. Prosedur tertulis terkait hendaklah dipatuhi.

9

3.

Pembersihan dan sanitasi peralatan a.

Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan.

b.

Metode pembersihan

dengan cara vakum

atau cara basah lebih

dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. 4. Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi Prosedur pembersihan, sanitasi dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas prosedur memenuhi persyaratan.

2.7

Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar (registrasi) sesuai dengan spesifikasinya. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan, peralatan, kebersihan dan higienis sampai dengan pengemasan. Prinsip utama produksi adalah: 1. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

10

2. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi. Hakekat produksi adalah sebagai berikut: 1. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisis saja, tetapi ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built in process). 2. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten. Penyimpanan tergantung dari kestabilan bahan awal. Penyimpanan hendaklah dilakukan dalam ruangan atau tempat yang suhunya diatur. CPOB mempersyaratkan klasifikasi ruangan berdasarkan suhu menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Suhu ruangan

: 16-30°C

2. Suhu ruangan yang dikendalikan

: ≤ 25°C

3. Sejuk

: 8-15°C

4. Dingin

: 2-8°C

5. Beku

: < 0°C

Ruangan steril, ruangan penyangga, ruangan ganti pakaian steril dan ruangan ganti pakaian biasa atau ruangan produksi lain hendaklah memiliki perbedaaan tekanan udara 10-15 Pa. Tekanan udara dalam ruangan yang memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap suatu produk hendaklah selalu lebih tinggi dari pada ruangan lain. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat, tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

11

2.8

Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan. Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa: 1. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas, dan keamanannya. 2. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi, dokumentasi, dan produksi. 3. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusikan.

12

4. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang ditetapkan. Area laboratorium pengujian mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi agar terbebas dari sumber cemaran maupun getaran yang dapat berpengaruh terhadap hasil pengujian. Laboratorium fisiko-kimia, mikrobiologi, dan kimia hendaklah terpisah satu sama lain karena perbedaan jenis pengujian, peralatan dan bahan-bahan penguji yang terdapat di setiap laboratorium. Kegiatan bagian pengawasan mutu yang dipersyaratkan dalam CPOB adalah sebagai berikut: 1. Penanganan baku pembanding 2. Penyusunan spesifikasi dan prosedur pengujian 3. Penanganan contoh pertinggal 4. Validasi 5. Pengawasan terhadap bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi meliputi spesifikasi, pengambilan contoh, pengujian untuk bahanbahan tersebut, serta in process control. 6. Pengujian ulang bahan yang diluluskan. 7. Pengujian stabilitas. 8. Penanganan terhadap keluhan produk dan produk kembalian. Bagian

pengawasan

mutu

memiliki

wewenang

khusus

untuk

memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku, produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat. Dokumentasi

dan prosedur

pelulusan

yang diterapkan bagian

pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah

13

memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

2.9

Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya juga bila menggunakan auditor luar yang independen. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya bila terjadinya penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif. Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan pabrik, namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri.Semua hasil inspeksi diri dicatat dan laporan tersebut hendaknya mencakup: 1. Semua hasil pengamatan yang dilakukan selama inspeksi 2. Bila memungkinkan saran untuk tindakan perbaikan. Pernyataan dari tindakan yang dilakukan hendaklah dicatat. Audit mutu berfungsi sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu tersebut meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen

14

atau dapat juga oleh suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Pemberian persetujuan pemasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi merupakan tanggung jawab kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) bersama bagian lain yang terkait. Daftar pemasok yang disetujui untuk bahan awal dan bahan pengemas disiapkan dan ditinjau ulang. Evaluasi hendaklah dilakukan sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok. Evaluasi tersebut hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok.

2.10 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian Keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Personil yang bertanggung jawab untuk menangani keluhan dan tindakan yang hendak dilakukan harus memahami cara penanganan seluruh keluhan, penyelidikan atau penarikan kembali produk. Penganganan keluhan dan laporan serta hasil evaluasi penyelidikan beserta tindak lanjut yang dilakukan harus dicatat dan dilaporkan kepada manajemen. Tindak lanjut setelah penyelidikan dan evaluasi terhadap laporan dan keluhan berupa : 1. Tindakan perbaikan 2. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan 3. Tindakan lain yang tepat

15

Pelaksanaan Penarikan Kembali : 1. Tindakan penarikan kembali produk dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan; 2. Pemakaian produk yang beresiko tinggi terhadap kesehatan, dihentikan dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera. Penarikan kembali menjangkau sampai tingkat konsumen; 3. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat, efektif dan tuntas. 4. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk dibuat untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi. Produk kembalian adalah produk yang telah beredar yang kemudian dikembalikan ke produsennya

karena

adanya

keluhan, kerusakan,

daluwarsa, masalah keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas, dan kuantitas produk yang bersangkutan. Pelaksanaan penanganan terhadap produk kembalian dicatat dan dilaporkan. Untuk setiap pemusnahan produk kembalian dibuat Berita Acara Pemusnahan (BAP) yang ditandatangani oleh pelaksana pemusnahan dan saksi (Anonim, 2006).

2.11 Dokumentasi Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen. Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan

16

rinci sehingga memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi induk/formula pembuatan, prosedur tetap, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting. Dokumen hendaknya dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up- to-date. Bila suatu dokumen direvisi hendaknya dijalankan suatu sistem untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak sengaja.Catatan pembuatan hendaknya disimpan minimal 1tahun setelah tanggal kadaluwarsa produk jadi.

2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Pemberi kontrak hendaklah menyediakan semua informasi yang dibutuhkan kepada penerima kontrak dan memastikan bahwa semua prosedur yang diproses dan bahan yang dikirimkan oleh penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain. Penerima kontrak adalah Industri Farmasi yang menerima pekerjaan pembuatan obat berdasarkan kontrak. Penerima kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup, pengetahuan dan pengalaman,dan

17

personil yang kompeten untuk melakukan pekerjaan yang diberikan dengan memuaskan. Pembuatan obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB. Penerima kontrak hendaklah membatasi diri dari segala aktifitas

yang dapat berpengaruh

buruk pada mutu produk yang dibuat. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu. Pada bab ini meliputi tanggung jawab industri farmasi terhadap Badan POM dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat.

2.13 Kualifikasi dan Validasi CPOB mengisyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas serta mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol,

laporan

validasi,

perencanaan

dan

jadwal

pelaksanaan,

pengendalian perubahan, serta acuan dokumen yang digunakan. RIV dapat dibuat tersendiri untuk suatu proyek besar dan/atau kompleks, misalnya bangunan dan fasilitas baru, sistem HVAC, sistem pengolahan air dan

18

sistem komputerisasi, fasilitas β-laktam, fasilitas steril, validasi metode analisis, validasi pembersihan atau digabungkan ke dalam satu dokumen RIV. Pada validasi proses dapat berupa validasi prospektif, validasi konkuren, validasi retrospektif, selain validasi proses ada pula validasi pembersihan, validasi metode analisis. Kualifikasi adalah suatu tindakan pembuktian yang terdokumentasi dengan tujuan untuk memastikan bahwa instrumen atau sistem yang digunakan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Kualifikasi mencakup : 1. Kualifikasi Desain (Design Qualification) yaitu suatu tindakan yang terdokumentasi untuk memastikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan peralatan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. 2. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification) yaitu suatu tindakan yang terdokumentasi untuk memastikan bahwa alat atau instrumen telah dipasang sesuai dengan desain dari spesifikasi instalasi alat tersebut. 3. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification) adalah suatu tindakan yang terdokumentasi untuk memastikan bahwa alat atau instrumen tersebut telah dapat beroperasi sesuai spesifikasinya. 4. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification) yaitu suatu tindakan yang terdokumentasi untuk memastikan kinerja dari alat tersebut telah menghasilkan produk atau keluaran (output) lain secara konsisten sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

19

BAB III TUGAS KHUSUS

3.1

Perbedaan CPOB 2012 dan CPOB 2018 SISTEMATIKA

CPOB: 2012

CPOB: 2018*

1.

1.

Manajemen Mutu

Sistem

Mutu

Industri

Farmasi 2.

Personalia

2.

Personalia

3.

Bangunan dan Fasilitas

3.

Bangunan - Fasilitas

4.

Peralatan

4.

Peralatan

5.

Sanitasi dan Higiene

5.

PRODUKSI

6.

Produksi

6.

Cara

Penyimpanan

dan

Pengiriman Obat yang Baik 7.

Pengawasan Mutu

7.

Pengawasan Mutu

8.

Inspeksi Diri, Audit Mutu dan

8.

Inspeksi Diri, Audit Mutu dan

Audit & Persetujuan Pemasok 9.

Audit & Persetujuan Pemasok

Penanganan Keluhan terhadap

9.

Keluhan dan Penarikan Produk

Produk dan Penarikan Kembali Produk 10.

Dokumentasi

10.

Dokumentasi

11.

Pembuatan dan Analisis

11.

Kegiatan Alih Daya

12.

Kualifikasi dan Validasi

Berdasarkan Kontrak 12.

Kualifikasi dan Validasi

20

SISTEMATIKA ANEKS

1.

Pembuatan Produk Steril

2.

Produksi Produk Biologi Untuk Penggunaan Manusia

3.

Pembuatan Gas Medisinal

4.

Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)

5.

Pembuatan Produk Darah Atau Plasma Manusia

6.

Pembuatan Obat Uji Klinik

7.

Sistem Komputerisasi

8.

Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik

9.

Pembuatan Radiofarmaka

10.

Penggunaan Radiasi Pengion Dalam Pembuatan Obat

11.

Sampel Pembanding dan Sampel Pertinggal

12.

Uji Pelulusan Real Time dan Pelulusan Parametris

13.

Manjemen Risiko Mutu

21

BAB 1 SISTEM MULTI INDUSTRI FARMASI 1. Terdapat perubahan “fundamental” yang mempengaruhi seluruh isi dan tujuan pelaksanaan CPOB di industri farmasi. 2. Banyak dikenalkan “istilah baru”, antara lain: Pemegang Izin Industri Farmasi (IIF), Manajemen Puncak, dan lain – lain. 3. Manajemen Puncak : a. Penanggung jawab pencapaian Sasaran Mutu b. Mengarahkan,

mengendalikan

dan

memobilisasi

sumber

daya

Perusahaan untuk mencapai KEPATUHAN terhadap regulasi. 4. CPOB: 2012 7 klausul; CPOB: 2018 13 klausul CPOB: 2012

CPOB: 2018

1)



Judul bab : Manajemen Mutu

Judul bab : Sistem Mutu Industri Farmasi

2)



Prinsip :

Industri

Farmasi

harus

harus

Prinsip :

Pemegang Izin Industri Farmasi

membuat obat sedemikian rupa agar

(IIF)

sesuai dengan tujuan penggunaannya,

sedemikian rupa agar sesuai tujuan

memenuhi

yang

penggunaan,

tercantum dalam dokumen izin edar

persyaratan

Izin

Edar

atau

(registrasi) dan tidak menimbulkan

Persetujuan

Uji

Klinik,

jika

risiko

diperlukan,

persyaratan

yang

membahayakan

harus

membuat

obat

memenuhi

dan

tidak

penggunanya karena tidak aman,

menimbulkan

mutu rendah atau tidak efektif.

membahayakan pasien pengguna disebabkan

risiko

karena

yang

keamanan,

mutu atau efektifitas yang tidak •

Manajemen bertanggung jawab

memadai.

22

untuk

pencapaian

tujuan

ini

melalui suatu

5.

Industri

farmasi

harus

“Kebijakan

Mutu”,

yang

memerlukan

partisipasi

dan

Puncak yang mengarahkan dan

semua

mengendalikan perusahaan atau

departemen di dalam perusahaan,

pabrik dengan kewenangan dan

para pemasok dan para distributor.

tanggung jawab memobilisasi



Untuk mencapai tujuan mutu

sumber daya dalam perusahaan

secara

atau pabrik untuk mencapai

komitmen

jajaran

di

konsisten

diandalkan,

dan

diperlukan

menetapkan

dapat Sistem

Manajemen

kepatuhan terhadap regulasi.

Pemastian Mutu yang didesain 6.

Untuk mencapai Sasaran Mutu

secara menyeluruh dan diterapkan

yang handal, diperlukan Sistem

secara

Mutu

benar

serta

yang

didesain

menginkorporasi Cara Pembuatan

komprehensif

Obat

termasuk

secara benar serta mencakup Cara

dan

Pembuatan Obat yang Baik dan

yang

Baik

Pengawasan

Mutu

Manajemen Risiko Mutu. Hal ini

dan

secara

diterapkan

Manajemen Risiko Mutu

hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya 1.2. Pemastian Mutu 1.3.

CPOB

1.2. Manajemen Mutu

adalah

bagian

dari 1.3. CPOB diterapkan pada tahap-

Pemastian Mutu yang memastikan tahap

siklus

pembuatan

obat

bahwa obat dibuat dan dikendalikan investigasi, alih teknologi, produksi secara

konsisten

untuk

mencapai komersial hingga produk yang tidak

standar mutu yang sesuai dengan diproduksi lagi. tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk

23

1.4

Suatu Sistem Mutu yang tepat bagi pembuatan obat hendaklah menjamin

bahwa: a. Realisasi

Produk

diperoleh

dengan

mendesain,

merencanakan,

mengimplementasikan, memelihara dan memperbaiki sistem secara berkesinambungan sehingga secara konsisten menghasilkan produk dengan atribut mutu yang sesuai; b. Pengetahuan mengenai produk dan proses dikelola pada seluruh tahapan siklus hidup; c. Desain

dan

pengembangan

obat

dilakukan

dengan

cara

yang

memerhatikan ketentuan CPOB; d. Kegiatan produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan mengacu pada ketentuan CPOB; e. Tanggung jawab manajerial diuraikan secara jelas; f. Pengaturan ditetapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan pengemas yang benar; seleksi dan pemantauan pemasok, dan untuk memverifikasi setiap pengiriman bahan berasal dari pemasok yang disetujui; proses tersedia untuk memastikan pengelolaan aktivitas yang dikontrakkan ke pihak ketiga (outsource); g. Kondisi pengawasan ditetapkan dan dijaga dengan mengembangkan dan menggunakan sistem pemantauan dan pengendalian yang efektif untuk kinerja proses dan mutu produk; h. Hasil pemantauan produk dan proses diperhitungkan dalam pelulusan bets, investigasi penyimpangan, dan perencanaan tindakan pencegahan yang digunakan untuk menghindari penyimpangan yang berpotensi terjadi di kemudian hari; i. Semua pengawasan diperlukan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses serta validasi dilaksanakan;

24

j. Perbaikan berkelanjutan difasilitasi melalui penerapan peningkatan mutu yang sesuai dengan kondisi terkini terhadap pengetahuan tentang produk dan proses; k. Pengaturan tersedia untuk evaluasi prospektif terhadap perubahan yang direncanakan dan persetujuannya sebelum dimplementasikan dengan memerhatikan laporan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan dan mendapatkan persetujuan pengaturan jika diperlukan; l. Setelah pelaksanaan perubahan evaluasi dilakukan untuk mengkonfirmasi pencapaian sasaran mutu dan bahwa tidak terjadi dampak merugikan terhadap mutu produk; analisis akar penyebab masalah yang tepat henadaklah diterapkan selama insvestigasi penyimpangan, dugaan kerusakan produk dan masalah lain. Hal ini dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip Manajemen Risiko Mutu. Dalam kasus di mana akar penyebab masalah sebenarnya tidak dapat ditetapkan, hendaklah dipertimbangkan mengidentifikasi beberapa akar penyebab masalah yang paling mungkin terjadi dan mengambil tindakan yang diperlukan. Apabila faktor kesalahan manusia dicurigai atau diidentifikasi sebagai penyebab masalah, faktor ini hendaklah dijustifikasi dengan pengambilan tindakan yang memastikan bahwa proses, prosedur atau sistem yang berpotensi menimbulkan kesalahan atau masalah tidak diabaikan, jika faktor manusia terjadi.

1.5. Manajemen puncak memiliki tanggung jawab paling tinggi untuk memastikan Sistem Mutu yang efektif tersedia, berasal dari sumber yang memadai dan bahwa peran, tanggung jawab, dan wewenang ditetapkan, dikomunikasikan dan diimplementasikan di seluruh organisasi. Kepemimpinan dan partisipasi aktif manajemen puncak dalam Sistem Mutu sangat penting. Kepemimpinan ini hendaklah menjamin dukungan dan komitmen personel di semua tingkat dan pabrik dalam organisasi terhadap Sistem Mutu.

25

1.6 Secara berkala hendaklah dilakukan pengkajian manajemen terkait pengoperasian Sistem Mutu dengan melibatkan manajemen puncak, untuk mengidentifikasi

peluang

perbaikan

produk,

proses

dan

sistem

secara

berkelanjutan. 1.7

Sistem Mutu hendaklah ditetapkan dan didokumentasi. Manual Mutu

atau dokumentasi setara hendaklah ditetapkan dan mengandung deskripsi sistem manajemen mutu termasuk tanggung jawab manajemen. CPOB: 2012

CPOB: 2018

1.3.

1.8. Cara Pembuatan Obat yang Baik

Cara Pembuatan Obat Yang Baik

ISI SAMA 1.4.

Pengawasan Mutu

1.9. Pengawasan Mutu ISI SAMA

1.5.

Pengkajian Mutu Produk

1.10.Pengkajian Mutu Produk ISI SAMA 1.11. ISI SAMA

1.6.

Manajemen Risiko Mutu

1.12.Manajemen Risiko Mutu ISI SAMA 1.13. ISI SAMA

26

BAB 2 PERSONALIA 2.4

Manajemen

puncak

memiliki

tanggung

jawab

tertinggi

untuk

memastikan efektivitas penerapan Sistem Mutu untuk mencapai sasaran mutu, dan, peran, tanggung jawab, dan wewenang tersebut ditetapkan, dikomunikasikan serta diterapkan di seluruh organisasi. Manajemen puncak hendaklah menetapkan kebijakan mutu yang menguraikan keseluruhan maksud dan tujuan perusahaan terkait mutu dan hendaklah memastikan kesesuaian dan efektivitas Sistem Mutu dan pemenuhan CPOB melalui keikutsertaan dalam tinjauan manajemen.

27

CPOB: 2018 PERSONIL KUNCI 2.5

Manajemen

puncak

hendaklah

menunjuk Personel Kunci mencakup Kepala Produksi, Kepala Pengawasan CPOB: 2012

Mutu, dan Kepala Pemastian Mutu. Posisi kunci tersebut dijabat oleh

Di atur dalam Bab 5. SANITASI DAN

Apoteker

purnawaktu.

Kepala

Produksi, Kepala Pengawasan Mutu dan Kepala

Pemastian

Mutu

harus

independen satu terhadap yang lain. Hendaklah

personel

tersebut

tidak

mempunyai kepentingan lain yang dapat menimbulkan

konflik

kepentingan

pribadi atau finansial. HIGIENE PERORANGAN 2.16 – 2.23 ISI SAMA

KONSULTAN 2.24 TIDAK DIATUR

Konsultan

hendaklah

memiliki

pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang

memadai,

atau

kombinasinya,

untuk memberi saran atas subjek yang mereka kuasai.

28

BAB 3 BANGUNAN – FASILITAS

CPOB: 2012

CPOB: 2018

Di atur dalam Bab 5. SANITASI DAN HIGIENE

SANITASI BANGUNANFASILITAS 3.45 – 3.53 ISI SAMA

Bab 4. Peralatan CPOB: 2012

CPOB: 2018

Di atur dalam Bab 5. SANITASI DAN HIGIENE

PEMBERSIHAN DAN SANITASI PERALATAN 4.19 – 4.24 ISI SAMA

Bab 5. Produksi CPOB: 2012

CPOB: 2018

BAHAN AWAL 6.18

BAHAN AWAL

Pembelian bahan awal adalah 5.17

Seleksi, kualifikasi, persetujuan

suatu aktifitas penting dan oleh dan pemeliharaan pemasok bahan awal, karena itu hendaklah melibatkan staf beserta pembelian dan penerimaannya, yang mempunyai pengetahuan khusus hendaklah dan menyeluruh perihal pemasok. 6.19

Pembelian

bahan

awal

hendaklah hanya dari pemasok yang telah

disetujui

dan

memenuhi

spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan,

langsung

dari

didokumentasikan sebagai bagian dari sistem

mutu.

Tingkat

pengawasan

hendaklah proporsional dengan risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing bahan,

29

dengan

mempertimbangkan

produsen. Dianjurkan agar spesifikasi sumbernya,

proses

yang dibuat oleh pabrik pembuat kompleksitas

rantai

pembuatan, pasokan,

dan

untuk bahan awal dibicarakan dengan penggunaan akhir di mana bahan tersebut pemasok. Sangat menguntungkan bila digunakan dalam produk obat. semua

aspek

produksi

dan Bukti

pendukung

untuk

setiap

pengawasan bahan awal tersebut, persetujuan pemasok / bahan hendaklah termasuk

persyaratan

penanganan, disimpan. Personel yang terlibat dalam

pemberian label dan pengemasan, kegiatan

ini

hendaklah

memiliki

juga prosedur penanganan keluhan pengetahuan terkini tentang pemasok, dan penolakan, dibicarakan den

rantai pasokan, dan risiko yang terkait. Jika

memungkinkan,

bahan

awal

hendaklah dibeli langsung dari pabrik pembuat.

Hal – hal “krusial” yang TIDAK diatur dalam CPOB: 2012, namun DIATUR dalam CPOB: 2018, antara lain :

BAHAN AWAL 5.18

Persyaratan mutu bahan awal yang ditetapkan oleh pabrik pembuat

hendaklah didiskusikan dan disepakati bersama pemasok. Aspek produksi, pengujian dan pengawasan yang tepat, termasuk persyaratan penanganan, pelabelan, persyaratan pengemasan dan distribusi, serta prosedur keluhan, penarikan dan penolakan hendaklah didokumentasikan secara formal dalam perjanjian 5.20

Untuk persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan aktif dan eksipien,

diperlukan hal-hal berikut:

30

BAHAN AKTIF Ketertelusuran rantai pasokan hendaklah ditetapkan dan risiko terkait, mulai dari bahan awal untuk pembuatan bahan aktif hingga produk jadi, hendaklah dinilai secara formal dan diverifikasi secara berkala. Langkah - langkah yang tepat hendaklah dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap mutu zat aktif. Catatan rantai pasokan dan ketertelusuran untuk setiap bahan aktif (termasuk bahan awal untuk pembuatan bahan aktif) hendaklah tersedia dan disimpan oleh pabrik pembuat produk obat. Audit hendaklah dilakukan terhadap pabrik pembuat dan distributor bahan aktif untuk memastikan bahwa mereka memenuhi Pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik dan Cara Distribusi Obat yang Baik. Pemegang nomor izin edar hendaklah memverifikasi kepatuhan tersebut baik oleh dirinya sendiri maupun melalui entitas yang bertindak atas namanya di bawah suatu kontrak. Audit hendaklah dilakukan dalam durasi waktu dan ruang lingkup yang tepat untuk memastikan bahwa penilaian CPOB yang lengkap dan jelas dilakukan; pertimbangan hendaklah diberikan pada potensi kontaminasi silang dari bahan lain di lokasi. Laporan hendaklah sepenuhnya mencerminkan apa yang telah dilakukan dan diamati saat audit dengan segala ketidaksesuaian yang diidentifikasi dengan jelas. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan hendaklah dilaksanakan. Audit lebih lanjut hendaklah dilakukan pada interval yang ditentukan berdasarkan proses manajemen risiko mutu untuk memastikan pemeliharaan standar dan penggunaan berkelanjutandari rantai pasokan yang disetujui.

Eksipien Eksipien dan pemasok eksipien hendaklah dikendalikan secara tepat berdasarkan hasil penilaian risiko mutu secara formal.

31

Penilaian risiko mutu dapat mengacu pada Pedoman PIC/S mengenai pelaksanaan penilaian risiko untuk pemastian penerapan Cara Pembuatan yang Baik untuk eksipien produk obat atau pedoman internasional lain terkait.

BAHAN AWAL 5.35 Pembuat produk jadi bertanggung jawab atas pengujian bahan awal* sebagaimana dijelaskan dalam dokumen registrasi. Mereka dapat menggunakan hasil tes parsial atau lengkap dari pabrik pembuat bahan awal yang disetujui tetapi minimal harus melakukan uji identifikasi** sesuai dengan Bab 7 Pengawasan Mutu. Pabrik pembuat produk obat hendaklah juga melakukan (atau melalui laboratorium kontrak yang disetujui) analisis lengkap pada interval yang sesuai berdasarkan risiko dan membandingkan hasilnya dengan sertifikat analisis bahan dari pabrik pembuat atau pemasok untuk memeriksa keandalannya. Bila pada pengujian ini teridentifikasi ketidaksesuaian, maka hendaklah dilakukan investigasi dan diambil tindakan yang tepat. Keberterimaan seluruh sertifikat analisis dari pabrik pembuat atau pemasok bahan hendaklah dihentikan sampai investigasi dan tindakan tersebut telah dituntaskan.

CPOB: 2012

CPOB: 2018

PENCEGAHAN PENCEMARAN

PENCEGAHAN

PENCEMARAN

SILANG - Diatur dalam “tindakan

SILANG-

teknis”

5.45-5.49- mengatur secara rinci “manajemen

risiko

mutu”

pencegahan

pencemaran

silang,

baik

melalui

tindakan

maupun tindakan organisasi.

32

teknis

KETERBATASAN PASOKAN KETERBATASAN PASOKAN PRODUK AKIBAT KENDALA PROSES PEMBUATAN

TIDAK DIATUR

PRODUK AKIBAT KENDALA PROSES PEMBUATAN 5.210 Industri farmasi hendaklah melapor kepada pemilik izin edar setiap kendala dalam kegiatan pembuatan yang dapat mengakibatkan keterbatasan jumlah pasokan yang tidak normal. Hal ini harus dilakukan tepat waktu untuk memfasilitasi pelaporan pembatasan pasokan oleh pemegang izin edar, kepada otoritas terkait, sesuai dengan kewajiban hukumnya

BAB 6 CARA PENYIMPANAN DAN PENGIRIMAN OBAT YANG BAIK Tidak ada perubahan BAB 7 PENGAWASAN MUTU a.

Secara garis besar tidak banyak perubahan bila dibanding dengan

cpob: 2012 b.

Namun demikian, ada beberapa hal “krusial” yang diatur dalam

cpob: 2018, yang tidak diatur dalam cpob: 2012. antara lain : PENGAMBILAN SAMPEL 7.13

Sampel hendaklah mewakili bets bahan atau produk yang sampelnya

diambil.Sampel lain dapat diambil untuk memantau bagian proses berkondisi terkritis (misal, awal atau akhir suatu proses). Rencana pengambilan sampel hendaklah dijustifikasi dengan benar dan berdasarkan pendekatan manajemen risiko.

33

TRANSFER METODE ANALISIS 7.51 – 7.55

Diatur hal khusus mengenai Transfer Metode Analisis dari satu

laboratorium (laboratorium pemberi transfer) ke laboratorium lain (laboratorium penerima) hendaklah dijelaskan dalam protokol yang rinci

BAB 8 INSPEKSI DIRI, AUDIT MUTU DAN AUDIT & PERSETUJUAN PEMASOK TIDAK ADA PERUBAHAN

BAB 9 KELUHAN DAN PENARIKAN PRODUK a. Pada bab ini ada banyak HAL BARU yang sebelumnya tidak diatur dalam CPOB: 2012 b. Secara “fundamental”, Bab ini mengalami perubahan yang sangat significant dibanding dengan CPOB: 2012 c. Jumlah klausul CPOB: 2018 29 klausul CPOB: 2012 19 klausul d. Beberapa Klausul baru tersebut, antara lain : 1. Personel dan Pengelolaan : 4 klausul 2. Prosedur Penanganan dan Investigasi Keluhan Termasuk Cacat Mutu Yang Mungkin Terjadi : 5 klausul 3. Investigasi dan Pengambilan Keputusan: 6 klausul 4. Analisis Akar Masalah & Tindakan Perbaikan dan Pencegahan : 4 klausul 5. Penarikan Kembali Produk : 10 klausul

34

CPOB: 2012

CPOB: 2018

PRINSIP

PRINSIP

Semua keluhan dan informasi lain Untuk melindungi kesehatan masyarakat, yang berkaitan dengan kemungkinan suatu sistem dan prosedur yang sesuai terjadi kerusakan obat harus dikaji hendaklah tersedia untuk mencatat, dengan teliti sesuai dengan prosedur menilai, menginvestigasi dan meninjau keluhan termasuk potensi cacat mutu

tertulis.

Untuk menangani semua kasus yang dan,

jika

perlu,

segera

melakukan

mendesak, hendaklah disusun suatu penarikan obat termasuk obat uji klinik sistem, penarikan

bila

perlu

kembali

mencakup dari jalur distribusi secara efektif.

produk

yang Prinsip-prinsip Manajemen Risiko Mutu

diketahui atau diduga cacat dari hendaklah diterapkan pada investigasi, peredaran secara cepat dan efektif.

penilaian

cacat

mutu

dan

proses

pengambilan keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta tindakan pengurangan-risiko lain KLAUSUL • Keluhan Penarikan Kembali Produk

KLAUSUL •

Personel dan Pengelolaan



Prosedur

Penanganan

Investigasi

Keluhan

dan

Termasuk

Cacat Mutu Yang Mungkin Terjadi •

Investigasi

dan

Pengambilan Keputusan •

Analisis Akar Masalah dan Tindakan Perbaikan dan Pencegahan



35

Penarikan Produk dan Kemungkinan

Tindakan Pengurangan Risiko Lain

BAB 10 DOKUMENTASI

a.

Sebagai konsekuensi dari perubahan fundamental pada Bab 1, maka dalam CPOB: 2018 ini banyak perubahan terjadi pada Bab 10 tentang Dokumentasi.

b.

Tujuan utama sistem dokumentasi juga dijabarkan, yaitu harus bisa untuk membangun, mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung yang berdampak pada semua aspek kualitas produk obat.

c.

Beberapa “hal baru” yang sebelumnya tidak ada di CPOB: 2012, antara lain : penggolongan jenis dokumentasi utama, DIIF (Dokumen Induk Industri Farmasi), dan lain – lain. d.

Dalam CPOB: 2018 ini juga diatur klausul mengenai Penyimpanan

Dokumen yang diatur sangat terperinci. CPOB: 2012

CPOB: 2018

PRINSIP

PRINSIP

TIDAK DIATUR

Dokumentasi dapat dibuat dalam berbagai bentuk, termasuk media berbasis kertas, elektronik atau fotografi Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan mencatat pemenuhan CPOB: 1 prosedur/instruksi (petunjuk,

36

persyaratan) dan 2. catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang baik dan benar hendaklah diterapkan sesuai dengan jenis dokumen JENIS – JENIS DOKUMEN

JENIS – JENIS DOKUMEN

-

-

Spesifikasi (Bahan awal, Bahan Pengemas, Produk Antara dan Produk Ruahan, serta Produk Jadi.

Instruksi (Petunjuk & Persyaratan):

-- Spesifikasi

Dokumen Produksi :

-

Dokumen Induk Industri Farmasi

- Dokumen Produksi Induk, Formula

Dokumen Produksi Induk

Pembuatan, Prosedur Pengolahan,

Dokumen Pengolahan Induk

Prosedur Pengemasan, dan Instruksi

Prosdur Pengemasan Induk

Pengujian/Metode Analisis

Catatan Pengolahan Bets

- Prosedur (Protap)

Catatan Pengolahan Bets

- Protokol

Prosedur dan Catatan.

- Perjanjian Teknis - Catatan/Laporan : - catatan -sertifikat analisis - laporan PENYIMPANAN DOKUMEN 10.11 Diperlukan persyaratan khusus

PENYIMPANAN DOKUMEN TIDAK DIATUR

untuk

catatan

bets

yang

harus

disimpan selama satu tahun setelah tanggal daluwarsa bets atau lima tahun setelah diluluskan bets oleh Pemastian Mutu, yang mana yang

37

lebih lama. Catatan bets obat uji klinik harus disimpan paling sedikit lima tahun setelah uji klinik selesai atau penghentian formal. Persyaratan lain untuk penyimpanan dokumen dapat dijelaskan dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan jenis

produk

Advanced

tertentu

Therapy

(misal Medicinal

Products) dan penentuan jangka waktu penyimpanan yang lebih lama ditetapkan untuk dokumen tertentu. Beberapa pengertian “istilah baru” yang terdapat pada CPOB: 2018 a. Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF) adalah Dokumen yang menjelaskan tentang aktivitas terkait CPOB. b. Spesifikasi adalah dokumen yang menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. c. Dokumen Produksi Induk, Formula Pembuatan, Prosedur Pengolahan, Prosedur Pengemasan dan Instruksi Pengujian/Metode Analisis adalah dokumen yang menyajikan rincian semua bahan awal, peralatan dan sistem komputerisasi (jika ada) yang akan digunakan dan menjelaskan semua prosedur pengolahan, pengemasan, pengambilan sampel dan pengujian. Pengawasan selama-proses dan process analytical technologies (PAT) yang akan digunakan hendaklah ditentukan di mana diperlukan bersama kriteria keberterimaannya.

38

BAB 11 KEGIATAN ALIH DAYA

TIDAK ADA PERUBAHAN

BAB 12 KUALIFIKASI DAN VALIDASI

a.

Bab ini juga merupakan salah satu Bab yang banyak mengalami revisi dibanding dengan CPOB: 2012, terutama pada bagian“Validasi Proses”.

b.

Revisi tersebut seiring dengan perubahan “paradigma” dalam Sistem Mutu Industri Farmasi (SMIF) yang digunakan dalam CPOB: 2018

c.

Ruang lingkup Kualifikasi dan Validasi, tidak saja hanya di Produksi dan Pengawasan Mutu, melainkan “Sepanjang Siklus Hidup” produk atau proses.

d.

CPOB: 2018 menggunakan pendekatan “Manajemen Risiko Mutu” termasuk kajian cakupan dan luas - dalam SETIAP pelaksanaan kegiatan Kualifikasi dan Validasi. Validasi “Retrospektif” TIDAK LAGI DIANGGAP sebagai

e.

pendekatan yang dapat diterima. CPOB: 2012

CPOB: 2018

KLAUSUL

KLAUSUL

-

-

Perencanaan validasi

kualifikasi dan validasi

Dokumentasi

-

Kualifikasi

-

Pengorganisasian dan perencanaan

Kualifikasi desain (KD) Kualifikasi Instalasi (KI)

39

Dokumentasi, termasuk RIV Tahapan kualifkasi peralatan, fasilitas, sarana penunjang dan

-

sistem

Kualifikasi Operasional (KO) Kualifikasi Kinerja (KK)

-

Kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah operasiona

-

KLAUSUL (Cont…) 1. VALIDASI

-



Validasi Prospektif



Pengendalian Perubahan



Validasi Ulang



Validasi Metode Analisis

Factory Acceptance Testing (FAT)/ Site Acceptance Testing (SAT) Kualifikasi Intalasi (KI) Kualifikasi Operasional ( KO) Kualifikasi Kinerja ( KK)

Kualifikasi ulang

VALIDASI PROSES

-

Validasi Konkuren

VALIDASI PEMBERSIHAN

Kualifikasi design (KD)

KLAUSUL (Cont..)

Validasi Prospektif



Spesifikasi kebutuhan pengguna ( SKP)

Validasi Konkuren Validasi Proses Tradisional

-

Verifikasi Proses Kontinu

-

Pendekatan Hibrida Verifikasi Proses Ongoing selama siklus Hidup Produk

-

40

Verifikasi Transportasi*

1.

Validasi Pengemasan*

2.

Kualifikasi Sarana Penunjang*

3.

Validasi Metode Analisis

4.

Validasi Pembersihan

5.

Pengendalian Perubahan

PERUBAHAN MENDASAR JENIS – JENIS VALIDASI PROSES

CPOB: 2012 Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan (validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan, validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi retrospektif).

CPOB: 2018 Terdapat 4 (empat) jenis Validasi Proses, yaitu (1) Validasi Awal dari Proses Baru, (2) Validasi bila terjadi Perubahan Proses, (3) Transfer Lokasi Pembuatan, dan (4) Verifikasi Proses On-Going. Terdapat 3 pendekatan pelaksanaan validasi proses, yaitu : 1. Pendekatan Tradisional 2. Pendekatan Kontinu 3. Pendekatan Hibrida Perubahan “significant” : VALIDASI KONKUREN

Bagian dari Validasi Awal dari Proses

Baru CPOB: 2012 Validasi yang dilakukan pada saat pembuatan rutin produk untuk dijual.

41

Keputusan

untuk

melakukan

validasi

konkuren

harus

dijustifikasi,

didokumentasikan dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

CPOB: 2018 Validasi yang dilakukan dalam kondisi di luar kebiasaan, ketika ada rasio manfaat-risiko yang besar bagi pasien, sehingga dimungkinkan untuk tidak menyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan. Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi dan disetujui oleh Badan POM serta didokumentasikan secara jelas dalam RIV dan disetujui oleh Kepala Pemastian Mutu. a.

Validasi Proses (dengan) Pendekatan Tradisional adalah validasi yang dilakukan terhadap sejumlah bets produk yang diproduksi dalam kondisi rutin untuk memastikan reprodusibilitas. Pada umumnya minimal produksi tiga bets berturut-turut dalam kondisi rutin.

b.

Validasi Proses (dengan) Pendekatan Kontinu adalah validasi yang dilakukan terhadap produk yang dikembangkan berdasarkan pendekatan quality by design (QbD), selama proses pengembangan telah ditetapkan secara ilmiah, strategi pengendalian, yang memberikan tingkat kepastian mutu produk yang tinggi.

c.

Pendekatan Hibrida merupakan validasi

yang dilakukan dengan

pendekatan “hibrida” (tandem/gabungan) dari pendekatan tradisional dan verifikasi proses kontinu. Pendekatan ini dapat digunakan bilamana sudah diperoleh pengetahuan dan pemahaman yang tinggi mengenai produk dan proses yang diperoleh dari pengalaman pembuatan dan data riwayat bets. Keterangan beberapa “istilah baru” :

42

a. Spesifikasi Kebutuhan Pengguna (SKP) adalah suatu dokumen yang menguraikan SEMUA kebutuhan fungsional dari suatu peralatan, fasilitas, sarana penunjang atau sistem yang akan diadakan. (Biasanya dinyatakan dalam skala prioritas misalnya “harus ada”, “sebaiknya ada” dan “baik bila ada”) b. Factory Acceptance Test (FAT) adalah Inspeksi dan pengujian sistem statis dan/atau dinamis atau komponen sistem utama untuk mendukung kualifikasi sistem peralatan yang dilakukan dan didokumentasikan di lokasi pemasok. c. Site Acceptance Test (SAT) adalah Inspeksi dan / atau pengujian dinamis dari sistem atau komponen sistem utama untuk mendukung kualifikasi sistem peralatan yang dilakukan dan didokumentasikan di lokasi pabrik.

KLAUSUL BARU 1. Verifikasi Transportasi a. Ruang lingkup : Obat Jadi, Obat uji klinik, Produk ruahan dan sampel b. Sasaran mutu : Diangkut sesuai kondisi yang ditentukan dalam izin edar, label yang disetujui, spesifikasi produk ata yang dapat dijustifikasi oleh produsen c. Faktor Penting: Jalur transportasi, variasi musim, dan variasi lain d. Penilaian Risiko : Penundaan transportasi, kegagalan perangkat pemantau, penambahan nitrogen cair, kerentanan produk dan faktor lain yang relevan 2. Validasi Pengemasan bertujuan untuk membuktikan bahwa variasi pada parameter peralatan selama proses pengemasan primer tidak berdampak signifikan dan fungsi kemasan yang benar, misal strip, blister, sachet, dan bahan pengemas steril. 3. Kualifikasi Sarana Penunjang adalah konfirmasi mutu dari uap air, air, udara, gas dan lain-lain.

43

BAB IV PENUTUP

4.1

Kesimpulan Perubahan CPOB merupakan salah satu upaya pemerintah (Badan POM)

untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat produksi industri farmasi Indonesia agar sesuai dengan standar internasional, sehingga produk obat dalam negeri mampu bersaing baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor, juga mendorong industri farmasi agar lebih efisien dan fokus dalam pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang paling memungkinkan untuk dikembangkan.

44

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2018. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM.

45

Related Documents

Pkpa
May 2020 16
Laporan Pkpa Apotek.docx
October 2019 24
Jakarta
November 2019 55
Jakarta
November 2019 49

More Documents from ""