LAPORAN PENDAHULUAN INFARK MIOKARD AKUT
I. Konsep dasar A. Definisi Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. (M. Black, Joyce, 2014 : 343) Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (M. Black, Joyce, 2014: 343 B. Etiologi Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap
dari
arteri
coroner,
biasanya
dipicu
oleh
ruptur
plak
arterosklerosis yang rentan dan diikuti pleh pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun eksternal. (M.Black, Joyce, 2014 : 343). Factor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa , serta kondisi bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering terjadi pada area dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang eksentrik dengan batas tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis ;dan pelapis fibrosa yang tipis. (M. Black, Joyce, 2014: 343) Factor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang memengaruhi klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang sama, respon system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Peneliti telah melaporkan bahwa factor eksternal, seperti paparan dingin dan
waktu tertentu dalam satu hari, juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner akut terjadi lebih sering dengan paparan terhadap dingin dan pada waktu –waktu pagi hari. Peneliti memperkirakan bahwa peningkatan
respon
system
saraf
simpatis
yang
tiba-tiba
dan
berhubungan dengan faktor-faktor ini dapat berperan terhadap ruptur plak. Peran inflamasi dalam memicu ruptur plak masih dalam penelitian. (M. Black, Joyce, 2014 : 343) Apapun
penyebabnya,
ruptur
plak
aterosklerosis
akan
menyebabkan (1) paparan aliran darah terhadap inti plak yang kaya lipid, (2) masuknya darah ke dalam plak menyebabkan plak membesar, (3) memicu pembentukan trombus, dan (4) oklusi parsial atau komplet dari arteri coroner.(M.Black, Joyce, 2014 :344) Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial jangka pendek dari arteri coroner, sementara IMA berasal dari oklusi lengkap atau signifikan dari arteri coroner yang berlangsung lebih dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut akan mati. Spasme arteri coroner juga dapat menyebabkan oklusi akut. Faktor risiko yang memicu serangan jantung pada klien sama untuk semua tipe PJK. (M.Black, Joyce, 2014 : 344)
C. Tanda dan gejala Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia otot jantung dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis utama dari IMA adalah nyeri dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah dan tidak berkurang dengan nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri. Nyeri juga dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri pencernaan. IMA juga dapat berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi berikut ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 346) 1. Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas. 2. Mual atau pusing.
3. Sesak napas dan kesulitan bernapas. 4. Kecemasan,
kelemahan,
atau
kelelahan
yang
tidak
dapat
dijelaskan 5. Palpitasi, kringat dingin, pucat Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih manifestasi yang jarang terjadi di atas. (M.Black, Joyce, 2014 : 346)
D. Klasifikasi 1. Infark Miokard Subendokardial Infark
Miokard
Subendokardial
terjadi
akibat
aliran
darah
subendokardial yang relatif menurun dalam waktu yang lama sebagai akibat perubahan derajat penyempitan arteri koroner atau dicetuskan oleh kondisi-kondisi seperti hipotensi, perdarahan dan hipoksia (Rendy & Margareth, 2012 : 87). 2. Infark Miokard Transmural Pada lebih dari 90% pasien infark miokard transmural berkaitan dengan trombosis koroner. Trombosis sering terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerosik. Penyebab lain lebih jarang di temukan (Rendy & Margareth, 2012 : 87).
E. Patofisiologi IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya mati. Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif terhadap perubahan
pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis menyebabkan
gangguan
sistem
konduksi
dan
terjadi
disritmia.
Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan pengujian laboratorium. (M.Black, Joyce, 2014 :345) Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan aktivasi dari system renin-angiotensin akan meningkatkan preload selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural akan sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan berubah, yang menyebabkan perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta peningkatan
volume
serta
tekanan
ventrikel.
Remodeling
dapat
berlangsung bertahun-tahun setelah IMA. (M.Black, Joyce,2014 : 345) Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri di dekat apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri. Lokasi umum lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar dan di belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat oklusi arteri coroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari IMA dinding
inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi pada kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular yang terjadi selama infark miokard. (M.Black, Joyce, 2014 : 345)
F. W O C/ Pathway
G. Kompilikasi Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA. Oleh karena itu, tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling tidak mengenalinya. (M.Black, Joyce, 2014 : 347) 1. Disritmia. Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian setelah IMA. Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang iskemik dan mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu system konduksi, menyebabkan
disosiasi
atrium
dan
ventrikel
(blok
jantung).
Supraventrikel takikardia (SVT) kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau dengan farmakologis dari area yang sebelumnya iskemik juga dapat memicu terjadinya ventrikel disritmia. (M.Black, Joyce, 2014 ; 347) 2. Syok kardiogenik. Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi lebih dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain a. Penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, b. Disritmia tak terdeteksi, dan c. Sepsis. 3. Gagal jantung dan edema paru. Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap dengan gangguan jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien laki-laki dan 46 % wanita yang mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian setelah IMA. (M.Black, Joyce, 2014 :347) 4. Emboli paru.
Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (trombosis vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 % hingga 20 % klien pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode konvalensi. (M.Black, Joyce, 2014: 347) 5. Infark miokardum berulang. Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 % lakilaki dan 35 % wanita dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah olahraga berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh atheroma. (M.Black, Joyce, 2014 : 347) 6. Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis miokardium. Komplikasi yang terjadi karena nekrosis dari miokardium antara lain aneurisme ventrikel, ruptur jantung (ruptur miokardium), defek septal ventrikel (VSD), dan otot papiler yang ruptur. Komplikasi ini jarang tetapi serius, biasanya terjadi sekitar 5 hingga 7 ahri setelah MI. Jaringan
miokardium
nekrotik
yang
lemah
dan
rapuh
akan
meningkatkan kerentanan terkena komplikasi ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 347) 7. Perikarditis. Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis dini (dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan permukaan pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi pericardium dapat didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada memburuk dengan gerakan, inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan mereda dengan duduk dan condong ke depan. (M.Black, Joyce, 2014 : 348) 8. Sindrom dressler (perikarditis akut). Sindrom dressler, suatu bentuk pericarditis, dapat terjadi paling akhir enam minggu hingga beberapa bulan setelah IMA. Walaupun agen penyebabnya tidak diketahui, diduga terjadi karena faktor autoimun.
Klien biasanya datang dengan demam berlangsung satu minggu atau lebih, nyeri dadaperikardium, gesekan friksi pericardium, dan kadang kala pleuritis dengan efusi pleura. Ini merupakan fenomena yang akan sembuh sendiri dan tidak ada pengobatan yang telah diketahui. Terapi meliputi aspirin, prednisone, dan analgesic opioid untuk nyeri. Terapi antikoagulasi dapt memicu tamponade kordis dan harus dihindari pada klien ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 348)
H. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Enzim jantung : a. CPK-MB/CPK Isoenzim yang ditemukan
pada otot jantung
meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam. b. LDH/HBDH Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal c. AST/SGOT Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari 2. EKG Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian
ialah adanya
gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis. Skor nyeri menurut White : 0 = tidak mengalami nyeri 1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas 2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya. 3. Elektrolit. Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi 5. Kecepatan sedimentasi Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi. 6. Kimia Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis 7. GDA Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis. 8. Kolesterol atau Trigliserida serum Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI. 9. Foto dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler. 10. Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. 11. Pemeriksaan pencitraan nuklir a. Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik 12. Pencitraan darah jantung (MUGA) Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah) 13. Angiografi koroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu
dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. 14. Digital subtraksion angiografi (PSA) Teknik yang digunakan untuk menggambarkan 15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR) Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah. 16. Tes stress olah raga Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan
dengan
pencitraan
penyembuhan. I. Tindakan Medis 1. Rawat ICCU, puasa 8 jam 2. Tirah baring, posisi semi fowler. 3. Monitor EKG 4. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit 5. Oksigen 2 – 4 lt/menit 6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg 7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg 8. Bowel care : laksadin 9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus 10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna 11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas J. Teori Askep 1. Pengkajian a. Pengkajian Primer 1) Airways
Sumbatan atau penumpukan secret
Wheezing atau krekles
2) Breathing
talium
pada
fase
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit,
irama ireguler, dangkal, Ronchi, krekles
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
3) Circulation
Nadi lemah , tidak teratur
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
b. PENGKAJIAN SEKUNDER. a. Aktifitas
Gejala : o Kelemahan o Kelelahan o Tidak dapat tidur o Pola hidup menetap o Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda : o Takikardi o Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
b. Sirkulasi
Gejala : o riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda :
o Tekanan darah Dapat normal / naik / turun Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri o Nadi Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia) o Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel o Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung o Friksi ; dicurigai Perikarditis o Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur o Edema Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel o Warna Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir c. Integritas ego
Gejala : o menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
Tanda : o menoleh,
menyangkal,
cemas,
kurang kontak
mata,
gelisah, marah, perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri d. Eliminasi
Tanda : o normal, bunyi usus menurun.
e. Makanan atau cairan Gejala :
o
mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : o penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan f. Hygiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
g. Neurosensori
Gejala : o pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda : o perubahan mental, kelemahan
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : o Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral) o Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher. o Kualitas : “Crushing
”, menyempit, berat, menetap,
tertekan, seperti dapat dilihat . - Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. o Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia i.
Pernafasan:
Gejala : o dispnea tanpa atau dengan kerja
o dispnea nocturnal o batuk dengan atau tanpa produksi sputum o riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : o peningkatan frekuensi pernafasan o nafas sesak / kuat o pucat, sianosis o bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
j.
Interkasi social
Gejala : o Stress o Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
Tanda : o Kesulitan istirahat dengan tenang o Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ) o Menarik diri
2. Diagnose Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri. b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma. e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran
alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) f. Intoleransi
aktifitas
berhubungan
antara suplai oksigen miocard dan
dengan
ketidakseimbangan
kebutuhan, adanya iskemik/
nekrotik jaringan miocard. g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis. h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang tentang fungsi jantung / implikasi
penyakit jantung
informasi dan status
kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup. 3. Intervensi Keperawatan a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan : o nyeri dada dengan / tanpa penyebaran o wajah meringis o gelisah o delirium o perubahan nadi, tekanan darah. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama di RS Kriteria Hasil: o Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1 o ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang o tidak gelisah o nadi 60-100 x / menit, o TD 120/ 80 mmHg Intervensi : 1) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut.
2) Anjurkan pada klien
menghentikan aktifitas selama ada
serangan dan istirahat. 3) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi. 4) Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit ) 5) Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam. 6) Kolaborasi
dengan tim kesehatan
dalam pemberian
analgetik. b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan factor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS Kriteria Hasil : o Tidak ada edema o Tidak ada disritmia o Haluaran urin normal o TTV dalam batas normal Intervensi : 1) Pertahankan tirah baring selama fase akut 2) Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan COP, TD 3) Monitor haluaran urin 4) Kaji dan pantau TTV tiap jam 5) Kaji dan pantau EKG tiap hari 6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan 7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi 8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis 9) Berikan makanan sesuai diitnya 10) Hindari valsava manuver, mengejan ( gunakan laxan )
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria ditandai dengan : o Daerah perifer dingin o EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu o RR lebih dari 24 x/ menit o Kapiler refill Lebih dari 3 detik o Nyeri dada o Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu ) o HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg o Nadi lebih dari 100 x/ menit o Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL Tujuan : Gangguan perfusi
jaringan berkurang / tidak meluas
selama dilakukan tindakan perawatan di RS. Kriteria Hasil: o Daerah perifer hangat o tak sianosis o gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark o RR 16-24 x/ menit o tak terdapat clubbing finger o kapiler refill 3-5 detik o nadi 60-100x / menit o TD 120/80 mmHg Intervensi : 1) Monitor Frekuensi dan irama jantung 2) Observasi perubahan status mental 3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa 4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya 5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan Pemberian oksigen d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma. Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS Kriteria Hasil : o tekanan darah dalam batas normal o tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen o paru bersih o berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %) Intervensi : 1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan 2) Observasi adanya oedema dependen 3) Timbang BB tiap hari 4) Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler 5) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik. e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan : o Dispnea berat o Gelisah o Sianosis o perubahan GDA o hipoksemia
Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS. Kriteria hasil : o Tidak sesak nafas o tidak gelisah o GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) Intervensi : 1) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan 2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll. 3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll. 4) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien 5) Kaji toleransi aktifitas misalnya
keluhan kelemahan/
kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah. f. Intoleransi
aktifitas
berhubungan
antara suplai oksigen miocard dan
dengan
ketidakseimbangan
kebutuhan, adanya iskemik/
nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi
pada klien setelah
dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS Kriteria Hasil : o klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien o frekuensi jantung 60-100 x/ menit o TD 120-80 mmHg
Intervensi : 1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas 2) Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur ) 3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri
dan berikan aktifitas
sensori yang tidak berat. 4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan. 5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter. g. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis Tujuan : cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS Kriteria Hasil : o Klien tampak rileks o Klien dapat beristirahat o TTV dalam batas normal Intervensi : 1) Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas 2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman 3) Ajarkan tehnik relaksasi 4) Minimalkan rangsang yang membuat stress 5) Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan 6) Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincangbincang dengan suasana tenang 7) Berikan support mental 8) Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang tentang fungsi jantung / implikasi
penyakit jantung
informasi dan status
kesehatan yang akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai
dengan
pernyataan
masalah,
kesalahan
konsep,
pertanyaan, terjadinya kompliksi yang dapat dicegah Tujuan : Pengetahuan klien tentang kondisi penyakitnya menguat setelah diberi pendidikan kesehatan selama di RS Kriteria Hasil : o Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan, tujuan pengobatan & efek samping
/ reaksi
merugikan o Menyebutkan gangguan yang memerlukan perhatian cepat. Intervensi : 1) Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll. 2) Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan, 3) Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava 4) Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja, rekreasi aktifitas seksual.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997 2. Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998 3. Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2001 4. Long, B.C. Essential of medical – surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989) 5. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s . textbook of medical – surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) 6. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996) 7. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992) 8. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa, I.M. Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993) 9. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001 10. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000 11. Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002