Laporan Pendahuluan Hemodialisa BAB II TINJAUAN TEORI 1. DEFINISI Dialisis merupakan suatu proses yang di gunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis. Pada dialisis molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisis cairan yang lebih pekat (konsentarsi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (kondisi solut yang lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekanan exsternal pada membran) pada hemodialisis membran merupakan bagian dari dialeser atau ginjal artifisial. Pada perritoneal dialisis, merupakan peritoneum atau lapisan dinding abdomen berfungsi sebagai membran semipermeabel . Tisher dan Wilcox (1997) hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh. ( Long, C.B. : 381). Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradian konsentrasi.
2. EPIDEMIOLOGI Hemodialisis
di
Indonesia
mulai
tahun
1970
dan
sampai
sekarang
telah
dapatdilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik danpanjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Indonesia termasuk Negara dengantingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi.Saat ini jumlah penderita gagal ginjalmencapai 4500 orang. Dari jumlah itu banyak penderita yang meninggal dunia akibat tidakmampu berobat atau cuci darah (hemodialisis) karena biaya yang sangat mahal. 3. ETIOLOGI Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
4. PATOFISIOLOGI Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin
serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia. 5. TUJUAN Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : a.
Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang
sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain. Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 – 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. 6. PRINSIP PRINSIP YANG MENDASARI HEMODIALIASIS Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu: difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisis dengan konsenterasi yang lebih rendah.
Air yang berlebihan di keluarkan dari dalam tubuh di keluarkan melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat di kendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialist). Gradient ini dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan negatif diterapkan pada alat fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekresikan air, kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan). 7. KOMPONEN HEMODIALISA 1. Dialyzer / Ginjal Buatan Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal. Macam-macam ginjal buatan : a. Paraller-Plate Diyalizer Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama. b. Coil Dialyzer Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang lama. c. Hollow Fibre Dialyzer Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.
2. Dialisat Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat pada dialisit: a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa Tabel perbandingan darah dan dialisat : Komponen elektrolit Natrium/sodium Kalium/potassium Kalsium Chloride Magnesium
Darah 136mEq/L 4,6mEq/L 4,5mEq/L 106mEq/L 1,6mEq/L
Dialisat 134mEq/L 2,6mEq/L 2,5mEq/L 106mEq/L 1,5mEq/L
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat : a. Batch Recirculating Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit. b. Batch Recirculating/single pas Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang. c. Proportioning Single pas Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit. 3. AksesVaskularHemodialisis Untukmelakukanhemodialisisintermitenjangkapanjang, makaperluadajalanmasukkedalamsistem
vascular
penderita.Darahharuskeluardanmasuktubuhpenderitadengankecepatan 200 sampai 400 ml/menit.Teknikaksesvaskulardiklasifikasikansebagaiberikut: 1. AksesVaskulerEksternal (sementara) a. Pirauarteriovenosa
(AV)
atausistemkanuladiciptakandenganmenempatkanujungkanuladariteflondala marteridansebuah
vena
yang
berdekatan.
Ujung
kanuladihubungkandenganselangkaretsilikondansuatusambunganteflon yang melengkapipirau.
b.
Kateter
vena
femoralisseringdipakaipadakasusgagalginjalakutbiladiperlukanaksesvaskul arsementara,
ataubilateknikaksesvaskuler
lain
tidakdapatberfungsi.
Terdapatduatipekateterdialisisfemoralis. Katetersaldonadalahkateterberlumentunggal yang memerlukanakseskedua. Tipekateterfemoralis yang lebihbarumemiliki lumen ganda, satu lumen untukmengeluarkandarahmenujualatdialisisdansatulagiuntukmengembalika ndarahketubuhpenderita.
Komplikasipadakateter
vena
femoralisadalahlaserasiarteriafemoralis, perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, daninfeksi. c.
Kateter
vena
subklaviasemakinbanyakdipakaisebagaialataksesvaskularkarenapemasanga n
yang
femoralis.
mudahdankomplikasinyalebihsedikitdibandingkateter Kateter
vena
gandauntukaliranmasukdankeluar.
subklaviamempunyai Kateter
vena lumen vena
subklaviadapatdigunakansampaiempatminggusedangkankateter
vena
femoralisdibuangsetelahsatusampaiduaharisetelahpemasangan. Komplikasi yang disebabkanolehkaterisasi vena subklaviaserupadengankaterisasi vena femoralis
yang
termasukpneumotoraksrobeknyaarteriasubklavia,
perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, daninfeksi.
2. AksesVaskular Internal (permanen) a. Fistula Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang (biasanya dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau menyambungkan (anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara side to-side (dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side (dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Segmen-arteri fistula diganakan untuk aliran darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali (reinfus)
darah
yang
sudah
didialisis.
Umur
fistula
AV
adalahempattahundankomplikasinyalebihsedikitdenganpirau AV. Masalah
yang paling utamaadalahnyeripadapungsi vena terbentuknyaaneurisma, b.
trombosis, kesulitanhemostatispascadialisis, daniskemiapadatangan. Tandur Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu, seperti pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis. Karena tandur tersebut merupakan pembuluh drah artifisial risiko infeksi akan meningkat. Komplikasitandur AV samadengan fistula AV.trombosis, infeksi,
aneurismadaniskemiatangan
yang
disebabkanolehpiraudarahmelalui prosthesis danjauhdarisirkulasi distal. (Sylvia, 2005: 975)
8. INDIKASI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Gagal ginjal akut Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit Kalium serum lebih dari 6 mEq/l Ureum lebih dari 200 mg/dl pH darah kurang dari 7,1 Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari Intoksikasi obat dan zat kimia Sindrom Hepatorenal Fluid overload
The National Kidney Foundation USA menyarankan apabila : · LFG ≤ 10ml /menit/1,73m2 Indikasi absolut untuk dimulainya hemodialisis: 1. Perikarditis 2. Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru 3. Hipertensi berat dan progresif 4. Uremic Bleeding
5. Mual muntah yang persisten 6. Kreatinin serum ≥ 10 mg% 9. KONTRA INDIKASI Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003). Tidakdilakukanpadapasien
yang
mengalamisuhu
yang
tinggi.Cairandialisispadasuhutubuhakanmeningkatkankecepatandifusi, tetapisuhu yang terlalutinggimenyebabkanhemodialisisselseldarahmerahsehinggakemungkinanpenderitaakanmeninggal. 10. PENATALAKSANAAN PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS JANGKA-PANJANG Diet dan masalah cairan. Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asamamino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan
keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan ikan. Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi. Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. 11. KOMPLIKASI HEMODIALISA Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain: a. Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. b. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat
natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. c. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f. Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan. g. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. i. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HEMODIALISIS 1. PENGKAJIAN a. Keluhan utama Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah a. b. c. d. e. f.
Sindrom uremia Mual, muntah, perdarahan GI. Pusing, nafas kusmaul, koma. Perikarditis, cardiar aritmia Edema, gagal jantung, edema paru Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397) b. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001: 1398) c. Riwayat obat-obatan Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat
memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d. Psikospiritual Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402) Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267) e. ADL (Activity Day Life) Nutrisi : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400) Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari. f. Pemeriksaan fisik BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun. TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268) Manifestasi klinik a. Kulit b. Kuku c. Rambut
: kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal : kuku tipis dan rapuh : kering dan rapuh
d. e. f. g. h. i.
Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration. Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia Asam basa : asidosis metabolik Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal Hematologi : perdarahan
g. Pemeriksaan Penunjang Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Pre HD 1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl, Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas, Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu 2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan 3.
Perubahan tekanan darah Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual &
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal. 4. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
5. Kerusakan integritas kulit b.d Gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit cairan d.d Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument, atau subkutan) dan Kerusakan jaringan.
b. Intra HD 1.
Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler. 2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
c.
Post HD
1.
Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas. 2. Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif tentang sesuatu 3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang
C. INTERVENSI KEPERAWATAN a. Pre HD
No Diagnosa
Tujuan &
Intervensi
Rasional
1
Pola nafas tidak
Kriteria Hasil Setelah diberikan
1.
efektif b.d edema
asuhan
penyebab nafas
tindakan yang harus
paru, asidosis
keperawatan
tidak efektif
segera dilakukan
metabolic, Hb ≤ 7
selama 1x24 jam
gr/dl, Pneumonitis
diharapkan
dan Perikarditis
Pola nafas efektif
2.
2.
setelah dilakukan
respirasi & nadi
tindakan
Kriteria hasil:
3.
3.
a.
posisi semi fowler klien sehingga nafas
Observasi
Observasi
1.
Untuk menentukan
Menentukan
tindakan HD 4-5 jam, dengan Nafas 16-
Berikan
28 x/m b.
Melapangkan dada
lebih longgar
edema paru
hilan c.
tidak
sianosis
4.
Ajarkan
4.
Hemat energi
cara nafas yang
sehingga nafas tidak
efektif
semakin berat
5. 5.
Berikan O2
Hb rendah, edema,
paru pneumonitis, asidosis, perikarditis menyebabkan suplai O2 ke jaringan <
6.
SU adalah
penarikan secara cepat pada HD, mempercepat
6.
Lakukan SU pengurangan edema
pada saat HD
paru 7.
Untuk ↑Hb,
sehingga suplai O2 ke jaringan cukup 7.
Kolaborasi
pemberian
8.
tranfusi darah
infeksi paru & perikard
8.
9.
Kolaborasi
Untuk mengatasi
Follou up
pemberian
penyebab nafas tidak
antibiotic
efektif 10. Mengukur
9.
Kolaborasi
keberhasilan tindakan
foto torak 10. Evaluasi
11. Untuk follou up
kondisi klien pada kondisi klien HD berikutnya
11. Evaluasi kondisi klien pada 2
Kelebihan volume
Setelah diberikan
HD berikutnya 1. Observasi
cairan b.d
asuhan
status cairan,
merupakan dasar untuk
timbang bb pre
memperoleh data,
penurunan haluaran keperawatan
1.
Pengkajian
urine, diet cairan
selama 1x24 jam
dan post HD,
pemantauan 7 evaluasi
berlebih, retensi
diharapkan
keseimbangan
dari intervens
cairan & natrium
Keseimbangan
masukan dan
volume cairan
haluaran, turgor
tercapai setelah
kulit dan edema,
2.
dilakukan HD 4-
distensi vena
akan menetukan dry
5 jam dengan
leher dan monitor weight, haluaran urine &
Kriteria Hasil:
vital sign
respon terhadap terapi.
sesuai dry
2.
3.
weight
masukan cairan
b.
pada saat priming volume cairan sesuai dg
a.
Pembatasan cairan
BB
post HD
Edema
hilang
Batasi
& wash out HD
c.
UF & TMP yang
sesuai akan ↓ kelebihan target BB edeal/dry weight
Retensi 1628 x/m d.
Kadar
4.
natrium
3.
Lakukan
darah 132-
HD dengan UF &
145 mEq/l
TMP sesuai dg
Sumber kelebihan
cairan dapat diketahui
kenaikan bb interdialisis
5. 4.
Identifikasi
Pemahaman
↑kerjasama klien &
sumber masukan
keluarga dalam
cairan masa
pembatasan cairan
interdialisis
6.
Kebersihan mulut
mengurangi kekeringan 5.
Jelaskan
mulut, sehingga ↓
pada keluarga &
keinginan klien untuk
klien rasional
minum
pembatasan cairan
6.
Motivasi
klien untuk ↑ kebersihan mulut 3
Ketidakseimbangan Setelah diberikan
1.
nutrisi, kurang dari
asuhan
status nutrisi:
kebutuhan tubuh
keperawatan
b.d anoreksia, mual
selama 1x24 jam
& muntah,
diharapkan
pembatasan diet
Keseimbangan
Pengukuran
dan perubahan
nutrisi tercapai
antropometri
membrane mukosa
setelah dilakukan
oral
HD yang sdekuat
(elektrolit,
(10-12 jam/mg)
BUN,
selama 3 bulan,
kreatinin,
diet protein
kadar
terpenuhi, dengan
albumin,
Kriteria Hasil:
protein
a.
a.
Observasi Perubahan
intervensi yang sesuai
b.
c.
Nilai lab.
Pola diet dahulu & sekarang berguna untuk menentukan menu
2.
penambahan diet atau ↓ BB
memantau perubahan &
BB
Tidak
terjadi
Sebagai dasar untuk
Observasi pola Memberikan informasi, faktor mana
yang cepat b.
yang bisa dimodifikasi.
Turgor
kulit normal tanpa udema 3. c.
Observasi faktor
Kadar yang berperan dalam
Tindakan HD yang adekuat, ↓ kejadian
albumin
merubah masukan
mual-muntah &
plasma 3,5-
nutrisi
anoreksia, sehingga ↑
5,0 gr/dl
nafsu makan
d.
4.
Kolaborasi
Konsumsi
menentukan tindakan
diet nilai
HD 4-5 jam 2-3
lewat infus iv akan ↑
protein
minggu
albumin serum
Pemberian albumin
tinggi
5.
Kolaborasi
Protein lengkap akan
pemberian infus
↑ keseimbangan
albunin 1 jam terakhir
nitrogen
HD
6.
Tingkatkan
masukan protein
Kalori akan ↑ energi,
dengan nilai biologi
memberikan kesempatan
tinggi: telur, daging,
protein untuk
produk susu
pertumbuhan
7.
Anjurkan camilan
↑ pemahaman klien
rendah protein, rendah
sehingga mudah
natrium, tinggi kalori
menerima masukan
diantara waktu makan
8.
Jelaskan rasional
pembatasan diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan
Untuk menentukan
↑urea dan kreatinin
status cairan & nutrisi
9.
Anjurkan
10.
timbang BB tiap hari
Penurunan protein dapat ↓ albumin, pembentukan udema & perlambatan
10. Observasi adanya
penyembuhan
masukan protein yang tidak adekuat, edema, penyembuhan yang lama, albumin serum turun 4
Ansietas b.d krisis
Setelah dilakukan
1.
situasional
asuhan
respon verbal
dapat terjadi
keperawatan
dan non verbal
karena nyeri
selama 1x24 jam
pasien.
hebat,
Evaluasi
1.
Ketakutan
diharapkan
meningkatkan
kesadaran pasien
perasaan sakit,
terhadap
dan
perasaan dan cara
kemungkinan
yang sehat untuk
pembedahan.
menghadapi
2.
masalah
penjelasan
2.
Kriteria hasil :
hubungan
Meningkatkan
antara proses
pemahaman,
penyakit dan
mengurangi rasa
a. Melapor
Berikan
kan
b.
gejalanya.
takut karena
ansietas
ketidaktahuan,
menurun
dan dapat
sampai
membantu
tingkat
menurunkan
dapat
3.
Berikan
ansietas.
ditangani.
kesempatan
Tampak
pasien untuk
3.
rileks.
mengungkapka
Mengungkapkan
n isi pikiran
rasa takut secara
dan perasaan
terbuka dimana
takutnya.
rasa takut dapat ditujukan.
4.
Catat
perilaku dari orang terdekat/keluar
4.
Orang
ga yang
terdekat/keluarga
meningkatkan
mungkin secara
peran sakit
tidak sadar
pasien.
memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungan dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri mampu melakukannya.
5.
5.
Identifikasi
Memberikan
sumber yang
keyakinan
mampu
bahwa pasien
menolong.
tidak sendiri dalam menghadapi masalah
5.
Kerusakan
Setelahdilakukan
1.
Observasi
integritas kulit
askepselama 3x
kulit dengan sering
berhubungan
24 jam
terhadap efek
dengan kerusakan
diharapkanintegri
samping kanker
2.
jaringan akibat
taskulitpasienterj
2.
pada kulit.
radiasi
agadengan
dengan
criteria hasil :
menggunakan air
-
hangat dan sabun
Mandikan
1.
Mengetahui efek
yang terjadi pada kulit. Mengurangi iritasi
Kulitpasiennamp
ringan
3.
akbersih.
3.
terjadinya perlukaan
Menunjukkan
Hindari
Mencegah
menggosok atau
pada kulit.
menggaruk area.
4.
perubahan yang
Mencegah iritasi
pada kulit pasien.
minimal pada
4.
Anjurkan
kulit dan
pasien untuk
menghindari
menghindari krim
trauma pada area
kulit apapun,
kulit yang sakit.
bedak, salep
5.
apapun kecuali
terjadinya perlukaan.
Mencegah
diijinkan dokter. 6.
Memberikan
5.
Hindarkan
asupan nutrisi pada kulit
pakaian yang ketat
dan mencegah agar kulit
pada aea tersebut.
tidaak kering.
6.
7.
Oleskan
Mengetahui
vitamin A dan D
perubahan yang terjadi
pada area tersebut.
pada kulit pada saat pengobatan kemoterapi.
7.
Tinjau ulang
efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi.
b. Intra HD No 1
Diagnosa Resiko
hasil b.d Setelah dilakukan
Intervensi
Rasional
1.
1. AV yg sudah tidak
Observa
baik bila dipaksakan
komplikasi sekunder keperawatan
si
bisa
terhadap
kepatena
vaskuler
akses
cedera
Tujuan & Kriteria
vaskuler
& asuhan
penusukan selama 1x24 jam
& pemeliharaan akses diharapkan vaskuler.
tidak cedera
pasien
mengalami dengan
Kriteria hasil:
n
terjadi
rupture
AV
shunt sebelum
2.
Posisi kateter yg
HD
berubah dapat terjadi
a.
Kulit pada
sekitar
rupture
AV
vaskuler/emboli
shunt utuh/tidak rusak b.
Pasien
tidak mengalami komplikasi HD
2. Monitor
3. Kerusakan jaringan
kepatena
dapat didahului tanda
n kateter
kelemahan pada kulit,
sedikitny
lecet bengkak, ↓sensasi
a setiap 2 jam 4.
Posisi baring lama
stlh
HD
dpt
3.
menyebabkan
Observa
orthostatik hipotensi
si warna kulit,
5.
Shunt
dapat
keutuhan
mengalami
kulit,
& dapat dihilangkan dg
sensasi
heparin
sumbatan
sekitar shunt
6.
Infeksi
dapat
mempermudah kerusakan jaringan 4. Monitor TD setelah HD
5. Lakukan heparinis asi pada shunt/kat eter pasca HD
6. Cegah terjadiny a infeksi pd
area
shunt/pe nusukan 2
kateter Monitor 1.
Resiko terjadi
Setelah dilakukan
1.
Penurunan trombosit
perdarahan
asuhan
tanda-tanda
merupakan
berhubungan dengan
keperawatan
penurunan
kebocoran pembuluh darah
penggunaan heparin
selama 1x4jam,
trombosit
yang pada tahap tertentu
dalam proses
diharapkan tidak
yang
hemodialisa
terjadi perdarahan
tanda klinis.
tanda
adanya
disertai dapat menimbulkan tanda-
dengan
tanda
klinis
seperti
epistaksis, ptekie
Kriteria hasil : 1.
TD
2.
120/80
Aktifitas pasien yang
mmHg,
tidak
N:
menyebabkan terjadinya
80-100x/menit
reguler, kuat
terkontrol
perdarahan.
pulsasi 2.
Anjurkan
dapat
2. Tidak ada tanda pasien perdarahan lanjut,
untuk 3.
lebih banyak
keluarga dapat membantu
trombosit istirahat
meningkat.
untuk penaganan dini
(bedrest)
3.
Keterlibatan pasien dan
bila terjadi perdarahan
Berikan
penjelasan kepada dan
klien
keluarga
untuk
4.
Mencegah terjadinya
perdarahan lebih lanjut.
melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti: hematemesis, melena, epistaksis. 4.
Antisipasi
adanya perdarahan: gunakan sikat gigi
yang
lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan
5-10
menit
setiap
selesai
ambil
darah
5.
Dengan trombosit yang
dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh kemungkinan
darah
dan
perdarahan
yang dialami pasien.
5. Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
c. No 1
Post HD
Diagnosa Intoleransi aktivitas
Tujuan & Kriteria Setelah
Hasil dilakukan
Intervensi 1.
Rasional
Observasi faktor
1.
Menyediakan
b.d tindakan keperawatan
yang menimbulkan
informasi tentang
& HD, selama 1x24
keletihan: Anemia,
indikasi
anemia, retensi jam diharapkan klien
Ketidakseimbanga
keletihan
produk sampah mampu berpartisipasi
n
dan
elektrolit, Retensi
keletihan,
dialisis
prosedur dalam aktivitas yang dapat
cairan
ditoleransi,
produk
dengan Kriteria Hasil:
depresi
a.
aktivitas
sampah
mandiri
2.
Tingkatkan kemandirian dalam
perawatan yang
aktifitas perawatan diri
dipilih
c.
&
Berpartisipasi dalam
b.
tingkat
Berpartisipasi
yang
dapat
ditoleransi,
bantu
dalam ↑ aktivitas
jika
dan latihan
terjadi
Istirahat aktivitas
keletihan
& 3. Anjurkan aktivitas
2.
Meningkatkan aktifitas ringan/sedang memperbaiki harga diri
&
seimbang/bergan
alternatif
tian
istirahat
sambil
3.
Mendorong latihan & aktifitas yang
dapat
ditoleransi
&
istirahat 4.
adekuat
Anjurkan untuk istirahat
setelah
dialisis
yang
4.
Istirahat
yang
adekuat dianjurkan setelah
dialisis,
karena
adanya
perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang cepat pada proses 2
diri Setelah
diberikan
rendah
b.d asuhan
keperawatan
& reaksi klien &
data
1x24
keluarganya
keluarga dalam
terhadap
menghadapi
perubahan peran
jam
diharapkan dan Memperbaiki konsep
penyakit
perubahan citra diri, dengan tubuh
dan
fungsi seksual
Observasi respon
sangat melelahkan 1. Menyediakan
Harga
ketergantungan, selama
1.
dialisis
&
2.
Observasi hubungan
dan
keluarga efektif
dan
b.
terdekat
Klien
keluarga
&
reaksinya
&
terhadap
keluarga
Observasi pola koping klien &
klien
diidentifikasi
3. 3.
Penguatan & dukungan
klien
bisa
mengungkapkan perasaan
perubahan hidup 2.
Pola koping
klien
&
penanganannya.
Kriteria Hasil: a.
klien
Pola yang
koping efektif
dimasa lalu bisa
terhadap
keluarganya
berubah
jika
perubahan hidup
menghadapi
yang diperlukan
penyakit
&
penanganan yang ditetapkan sekarang
4.
Ciptakan diskusi yang
4.
masalah
tentang perubahan
dan
langkah-langkah
yang
yang
akibat
penyakit
dapat
mengidentifikasi
terbuka
terjadi
Klien
harus
dihadapi
&
penangannya Perubahan peran, Perubahan
gaya
hidup, Perubahan dalam pekerjaan, Perubahan seksual
dan
Ketergantungan dg center dialisis 5.
Gali
cara
alternatif
untuk
5. alternatif
aktifitas seksual
ekspresikan seksual
Bentuk
dapat diterima.
lain
selain hubungan seks 6.
Seksualitas
6.
Diskusikan peran dan
mempunyai arti
memberi
yang
berbeda
menerima
bagi
tiap
cinta, kehangatan
individu,
dan kemesraan
tergantung
dari
maturitasnya. 3
Resiko infeksi Setelah b.d
prosedur asuhan
diberikan keperawatan 1.
invasif
selama
berulang
diharapkan
kateter
tubuh
saat
insersi kateter
infeksi
dengan Kriteria Hasil: Suhu tubuh
normal
(36-37
C) Tak
ada
kemerahan sekitar shunt c.
Mikroorganisme
kedalam
tidak
mengalami
b.
area 1.
jam steril selama penusukan dapat dicegah masuk
3x24
Pasien
a.
Pertahankan
Area shunt
tidak nyeri/bengkak
2.
Kuman
tidak
2.
Pertahankan teknik masuk kedalam area steril selama kontak dg insersi akses
vaskuler:
penusukan,
pelepasan
kateter 3.
Monitor area akses 3.
Inflamasi/infeksi
HD terhadap kemerahan, ditandai bengkak, nyeri
dg
kemerahan,
nyeri,
bengkak 4.
Beri
pernjelasan
pada pasien pentingnya 4.
↑status gizi
Gizi yang baik
↑daya tahan tubuh 5.
Kolaborasi
pemberian antibiotik
5.
Pasien
mengalami kronis, ↓imunitas
HD sakit
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang direncanakan. E. EVALUASI a. Pre HD 1. 2. 3. 4. 5.
Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
b. Intra HD 1. Resiko cedera tidak terjadi 2. Tidak terjadi perdarahan
c.
Post HD 1. Dapat beraktivitas seperti biasa 2. Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif 3. Tidak terjadi infeksi DAFTAR PUSTAKA Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC Ariany, Arin. 2013. Asuhan Keperawatan Hemodialisis. Di akses pada tanggal 23 Desember 2014 pada :http://arinariany.blogspot.com/2013/04/asuhankeperawatan-hemodialisis.html Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal 23
Desember
2014
Pada
:
http://kesehatan-
ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluan-hemodialisa.html