BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2016). Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2015). Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Ardini,2014). B. Etiologi Menurut Wajan Juni Udjianti (2016) etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiologi eksternal maupun internal, yaitu: 1. Faktor eksternal (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2. Faktor internal (dari dalam jantung) a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral. b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block. c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard. d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut C. Patofisiologi Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume). Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator. (Jayanti,2015) D. Manifestasi Klinis 1. Peningkatan volume intravaskular. 2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung. 3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. 4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan vena sistemik. 5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal). 7. Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi 8. Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik 9. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia vera 2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain 3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam basa baik metabolik maupun respiratorik. 4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan 5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit adrenal 6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut. 7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap fungsi hepar atau ginjal 8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid 9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang penurunan kemampuan kontraksi. 11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru. 12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel. 13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia F. Penatalaksanaan Medis 1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas 2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung 3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia. 4. Digitalisasi a. Dosis digitalis 1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari. 2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam. 3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam. b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan. c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg. d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat: 1) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan. 2) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
G. Pathway
BAB II TEORI ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian Primer a. Airways 1) Sumbatan atau penumpukan sekret 2) Wheezing atau krekles b. Breathing 1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat 2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal 3) Ronchi, krekles 4) Ekspansi dada tidak penuh 5) Penggunaan otot bantu nafas c. Circulation 1) Nadi lemah , tidak teratur 2) Takikardi 3) TD meningkat / menurun 4) Edema 5) Gelisah 6) Akral dingin 7) Kulit pucat, sianosis 8) Output urine menurun
2. Pengkajian sekunder a. Riwayat Keperawatan 1) Keluhan a) Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat). b) Palpitasi atau berdebar-debar. c) Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua buah. d) Tidak nafsu makan, mual, dan muntah. e) Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan f) Insomnia g) Kaki bengkak dan berat badan bertambah h) Jumlah urine menurun i) Serangan timbul mendadak/ sering kambuh. 2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia. 3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol. 4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu. 5) Pola eliminasi urine: oliguria, nokturia. 6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu 7) Postur, kegelisahan, kecemasan 8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
3. Pemeriksaan Fisik a. Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur. b. Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing c. Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks d. Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang kronis e. Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites f. Konjungtiva pucat, sklera ikterik g. Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema. B. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup 2. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru 3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung, hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli 4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung. 5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
C. Intervensi Keperawatan Menuurut Santosa (2015), intervensi keperawatan pasien dengan gagal jantung kongestif meliputi :
No 1
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Intervensi
Penurunan curah
NOC :
NIC :
jantung b/d respon
Cardiac Pump
1. Evaluasi adanya nyeri dada (
fisiologis otot
effectiveness
intensitas,lokasi, durasi)
jantung, peningkatan Circulation Status
2. Catat adanya disritmia jantung
frekuensi, dilatasi,
Vital Sign Status
3. Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi atau
Setelah
peningkatan isi
tindakan
sekuncup
selama…. X
dilakukan keperawatan 24
jam
penurunan cardiac putput 4. Monitor status kardiovaskuler 5. Monitor status pernafasan yang
Pasien menunjukan tidak
menandakan gagal jantung
terjadi penurunan curah
6. Monitor abdomen sebagai
jantung,
dibuktikan
indicator penurunan perfusi
dengan :
7. Monitor balance cairan
Kriteria Hasil:
8. Monitor adanya perubahan
1. Tanda Vital dalam
tekanan darah
rentang normal
9. Monitor respon pasien terhadap
(Tekanan darah,
efek pengobatan antiaritmia
Nadi, respirasi)
10. Atur periode latihan dan istirahat
2. Dapat mentoleransi
untuk menghindari kelelahan
aktivitas, tidak ada
11. Monitor toleransi aktivitas pasien
kelelahan
12. Monitor adanya dyspneu, fatigue,
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites 4. Tidak ada penurunan kesadaran
tekipneu dan ortopneu 13. Anjurkan untuk menurunkan stress Vital Sign Monitoring 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR. 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor
VS
saat
pasien
berbaring, duduk, atau berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 6. Monitor kualitas dari nadi 7. Monitor
adanya
pulsus
paradoksus dan pulsus alterans 8. Monitor jantung
jumlah dan
dan
irama
monitor
bunyi
jantung 9. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 10. Monitor
suara
paru,
pola
pernapasan abnormal 11. Monitor
suhu,
warna,
dan
kelembaban kulit 12. Monitor sianosis perifer 13. Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi
yang
melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik) 14. Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign 2
Pola Nafas tidak
NOC
NIC
efektif
Respiratory status :
b/d penurunan
Ventilation
volume paru
Respiratory
1. Posisikan
status
:
selama…. X
2. Pasang mayo bila perlu 3. Lakukan fisioterapi dada jika
Vital sign Status
tindakan
untuk
memaksimalkan ventilasi
Airway patency
Setelah
pasien
perlu dilakukan
keperawatan 24
jam
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5. Auskultasi suara nafas, catat
Pasien
menunjukan
adanya suara tambahan
keefektifan pola napas,
6. Berikan bronkodilator
dibuktikan dengan :
7. Berikan pelembab udara Kassa
Kriteria Hasil :
basah NaCl Lembab
1. Mendemonstrasikan
8. Atur
batuk efektif dan suara nafas
yang
bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu
mampu
10. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea 11. Pertahankan jalan nafas yang paten 12. Observasi adanya tanda tanda
ada pursed lips) 2. Menunjukkan
hipoventilasi jalan
nafas
yang
paten
(klien
tidak
merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
cairan
9. Monitor respirasi dan status O2
bernafas
dengan mudah, tidak
untuk
mengoptimalkan keseimbangan.
(mampu
mengeluarkan sputum,
intake
13. Monitor
adanya
kecemasan
pasien terhadap oksigenasi 14. Monitor vital sign 15. Informasikan pada pasien dan
pernafasan
keluarga tentang teknik relaksasi
dalam rentang normal,
untuk memperbaiki pola nafas
tidak ada suara nafas
16. Ajarkan bagaimana batuk secara
abnormal) 3. Tanda
efektif
Tanda
vital
17. Monitor pola nafas
dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) 3
Perfusi jaringan
NOC :
NIC:
tidak efektif b/d
Circulation status
1. Monitor adanya daerah tertentu
menurunnya curah
Tissue Prefusion :
yang hanya peka terhadap
jantung, hipoksemia
cerebral
panas/dingin/tajam/tumpul
jaringan, asidosis
Setelah
dan kemungkinan
tindakan
thrombus atau
selama…. x
emboli
Pasien
dilakukan keperawatan 24
jam
menunjukan
2. Monitor adanya paretese 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
keefektifan jaringan,
perfusi dibuktikan
dengan : Kriteria Hasil : 1. Mendemonstrasikan status sirkulasi 2. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan 3. Tidak ada ortostatikhipertensi 4. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) 5. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan: a. Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan b. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi c. Memproses informasi d. Membuat keputusan dengan benar e. Menunjukkan fungsi sensori
4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung 6. Monitor kemampuan BAB 7. Kolaborasi pemberian analgetik 8. Monitor adanya tromboplebitis 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter 4
Gangguan
NOC :
NIC :
pertukaran gas b/d
Respiratory Status : Gas Airway Management
kongesti paru,
exchange
hipertensi pulmonal,
Respiratory
penurunan perifer
ventilation
yang mengakibatkan
Vital Sign Status
asidosis laktat dan
Setelah
penurunan curah
tindakan
jantung.
selama…. x
1. Buka Status
:
jalan
nafas,
guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan
dilakukan keperawatan 24
jam
diharapkan tidak terjadi
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pemasangan
pasien alat
perlunya
jalan
nafas
buatan
gangguan pertukaran gas,
4. Pasang mayo bila perlu
dibuktikan dengan :
5. Lakukan fisioterapi dada jika
Kriteria Hasil :
perlu
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat
adekuat
adanya suara tambahan
2. Memelihara
8. Lakukan suction pada mayo
kebersihan paru paru
9. Berika bronkodilator bial perlu
dan bebas dari tanda
10. Barikan pelembab udara
tanda
11. Atur
distress
pernafasan
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
3. Mendemonstrasikan
12. Monitor respirasi dan status O2
batuk efektif dan suara Respiratory Monitoring nafas
yang
bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu
1. Monitor rata– rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi 2. Catat
pergerakan
dada,amati
mengeluarkan sputum,
kesimetrisan, penggunaan otot
mampu
tambahan,
bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. Tanda
tanda
dalam rentang normal
otot
supraclavicular dan intercostal 3. Monitor
vital
retraksi
suara
nafas,
seperti
dengkur 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne
stokes,
biot 5. Catat lokasi trakea 6. Monitor
kelelahan
otot
diagfragma ( gerakan paradoksis ) 7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan
/
tidak
adanya
ventilasi dan suara tambahan 8. Tentukan
kebutuhan
suction
dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama 9. Uskultasi
suara
tindakan
untuk
paru
setelah
mengetahui
hasilnya Acid Base Managemen 1. Monitro IV line 2. Pertahankanjalan nafas paten 3. Monitor AGD, tingkat elektrolit 4. Monitor
status
hemodinamik(CVP, MAP, PAP) 5. Monitor
adanya
tanda
gagal nafas 6. Monitor pola respirasi 7. Lakukan terapi oksigen
tanda
8. Monitor status neurologi 9. Tingkatkan oral hygiene 5
Kelebihan volume
NOC :
NIC :
cairan b/d
Electrolit and acid base
Fluid management
berkurangnya curah
balance
jantung, retensi
Fluid balance
cairan dan natrium
Setelah
oleh ginjal,
tindakan
hipoperfusi ke
selama…. x
jam
3. Monitor hasil lAb yang sesuai
jaringan perifer dan
diharapkan volume cairan
dengan retensi cairan (BUN ,
hipertensi pulmonal
dalam tubuh mencukupi,
Hmt , osmolalitas urin )
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat dilakukan keperawatan 24
dibuktikan dengan :
2. Pasang
urin
kateter
jika
diperlukan
4. Monitor
status
hemodinamik
Kriteria Hasil:
termasuk CVP, MAP, PAP, dan
1. Terbebas dari edema,
PCWP
efusi, anaskara 2. Bunyi nafas bersih,
5. Monitor vital sign 6. Monitor
indikasi
retensi
/
tidak ada
kelebihan cairan (cracles, CVP ,
dyspneu/ortopneu
edema,
3. Terbebas dari distensi
asites)
distensi
vena
leher,
vena jugularis, reflek
7. Kaji lokasi dan luas edema
hepatojugular (+)
8. Monitor masukan makanan /
4. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan
cairan dan hitung intake kalori harian
kapiler paru, output
9. Monitor status nutrisi
jantung dan vital sign
10. Berikan diuretik sesuai interuksi
dalam batas normal
11. Batasi
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau kebingungan 6. Menjelaskan indikator kelebihan cairan
masukan
keadaan
cairan
hiponatrermi
pada dilusi
dengan serum Na < 130 mEq/l 12. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih
muncul
memburuk Fluid Monitoring 1. Tentukan riwayat jumlah dan
tipe intake cairan dan eliminasi 2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia,
terapi
diuretik, kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis,
disfungsi
hati, dll ) 3. Monitor serum dan elektrolit urine 4. Monitor serum dan osmilalitas urine 5. Monitor BP, HR, dan RR 6. Monitor
tekanan
darah
orthostatik dan perubahan irama jantung 7. Monitor parameter hemodinamik infasif 8. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem
perifer
dan
penambahan BB 9. Monitor tanda dan gejala dari odema
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2014. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP Jayanti,
N.
2015. Gagal
Jantung
Kongestif.
Dimuat
dalam (online).
www.academi.edu.com/2016/08/23lp-gagal-jantung-kongestif/.html. Diakses
26
Februari, 2019 Mansjoer, A dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Udjianti, Wajan J. 2016. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika