LAPORAN KASUS BESAR ASUHAN GIZI KLINIK PADA PASIEN POST OP CRANIOTOMY DI RUANG CEMPAKA DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Disusun oleh: ANDI REZKI AMALIA 15120086
PRODI S-1 ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA 2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS BESAR ASUHAN GIZI KLINIK PADA PASIEN POST OP CRANIOTOMY DI RUANG CEMPAKA DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
Disusun oleh: ANDI REZKI AMALIA 15120086
Diterima dan disahkan pada tanggal 20 Maret 2019
Mengetahui,
Pembimbing Lahan
Nunung Wahyuni, S.ST NIP. 19670620 199103 2 011
Kepala Instalasi Gizi
Dr. Agus Prastowo, S.ST, M. Kes, RD NIP. 19730805 199503 1 002
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN A. Assesment..................................................................................................................4 1. Anamnesis ............................................................................................................4 2. Antropometri ........................................................................................................5 3. Pemeriksaan biokimia ..........................................................................................6 4. Pemeriksaan Fisik dan Klinik ..............................................................................7 5. Asupan Zat Gizi ...................................................................................................7 6. Terapi Medis ........................................................................................................8 B. Diagnosis Gizi ...........................................................................................................8 C. Intervensi Gizi ..........................................................................................................9 1. Planning ..............................................................................................................9 a. Prinsip/Syarat Diet .........................................................................................9 b. Perhitungan kebutuhan energy dan zat gizi ...................................................9 c. Terapi diet, bentuk makanan dan cara pemberian .........................................10 d. Rencana monitoring dan evaluasi ..................................................................10 e. Rencana konsultasi gizi..................................................................................10 2. Implementasi ......................................................................................................11 a. Kajian terapi diet RS ......................................................................................11 b. Rekomendasi Diet ..........................................................................................11 c. Penerapan Diet berdasarkan rekomendasi .....................................................12 d. Penerapan konseling ......................................................................................12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................13 BAB III PEMBAHASAN, MONITORING, DAN EVALUASI ......................................15 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................19 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................21 LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN FORM ANAMNESIS A. ASSESMENT I. ANAMNESIS a. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Agama Alamat No. RM Ruang/kelas Tanggal Masuk Tanggal Studi Kasus Diagnosa Medis
TN. SM 78 tahun Laki-laki Tamat SD Islam Tipor Kidul RT 03/01 Ajibarang 02087618 Cempaka 18 Februari 2019 27 Februari 2019 Post Operasi Carniotomy H+7 (ICH SH)
b. Berkaitan dengan Riwayat Penyakit Keluhan Utama
Sakit kepala. Sulit berbicara dan sulit menelan
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Hipertensi, Diabetes Melitus -
c. Berkaitan dengan Riwayat Gizi Sosial Ekonomi
Penyakit Kronik
Suku : Jawa Status : WNI Pekerjaan : Petani Penghasilan : Jenis aktivitas : berat Jam kerja : Jenis olahraga : Frekuensi : Jumlah jam tidur : 6 jam Pasien tidak memiliki alergi makan Nyeri ulu hati (-), muntah (-), mual (-), konstipasi (-), diare (+) anoreksia (-) perubahan pengecapan/penciuman (-) Tidak ada
Kesehatan mulut/ menelan Perubahan BB
Sulit menelan (+) Gigi tidak lengkap Berat badan Awal :
Riwayat/pola makan
Kebiasaan makan utama pasien : 3x/hari
Aktivitas Fisik
Alergi makan Masalah GI
1
Stomatitis (-)
Makanan pokok : Nasi 3x/hr @1-2 centong nasi Lauk hewani : telur ayam, telur bebek (digoreng, direbus ) 3x/hr Lauk nabati: tempe 3x/hr dan tahu 3x/hr cara pemasakan digoreng, dibacem Sayur : buncis, bayam, wortel, kacang panjang yaitu 3x/hr Buah : buah yang dikonsumsi tergantung yang ada dikebun. Seperti pisang, pepaya. Snack : jarang mengkonsumsi snack Minuman : air putih/teh/kopi Keterangan : yang mempersiapkan makanan di rumah yang mengolah makanan adalah sang istri dan anak. Adapun cara memasak yang sering adalah dengan cara digoreng, dioseng dan di rebus. Kesimpulan : Dihadapkan pada pasien laki-laki, berusia 78 tahun dengan diagnosis medis post op craniotomy H+ SH . Pasien termasuk social ekonomi ke bawah dengan aktivitas sedang di rumah sebagai petani. Adapun pola makan pasien dirumah sudah lumayan baik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran, tingkat kesadaran Delirium, GCS: E=4 M=5 V= 2. Pasien tampak lemah. Keluarga pasien mengatakan 8 hari yang lalu pasien terjatuh dan terbentur dikepala tidak bisa bangun serta tidak bisa berbicara. Kemudian keluarga langsung membawa pasien ke rumah sakit, pasien kemudian melakukan operasi craniotomy. Setelah operasi pasien dirawat di bangsal tetapi tidak ada kemajuan sehingga di pindah ke HCU. Saat ini Tn. SM mengasup makanan yang disediakan rumah sakit berupa sonde melalui NGT.
A. Antropometri BB : 45,1 kg
TB estimasi 161 cm
LLA : 22,5 cm
Panjang Ulna 24 cm πΏπΌπΏπ΄ ππ π’ππ’π
22,5
Pembahasan: %persentil LLA = πππππ ππ‘πππππ πΏπΌπΏπ΄x 100% = 30,7 x 100% = 73% (Gizi Kurang)
2
Persentil LILA Pasien berada pada nilai rentang 70,1-84,9% yaitu dengan nilai 73% sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki status gizi kurang. Hal ini dilihat dari indikator status gizi menurut percentile LILA menurut WHO-NCHS. Kategori Status Gizi menurut percentile LILA Obesitas Overweight Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk
>120 % 110-120 % 85-110% 70,1 β 84,9 % <70 %
B. Biokimia
PEMERIKSAAN URIN/DARAH
SATUAN/ NILAI NORMAL
HASIL
KATEGORI
Tanggal 01 Maret 2019 DARAH LENGKAP Basofil Eritrosit Hematokrit Hemogoblin HITUNG JENIS Leukosit MCH MCHC MCV MPV RDW Trombosit
0,1 2.5 22 7.7
0-1% 4,4 β 5,9 10Λ6/uL 40-52 % 11,2-17,3 g/dL
Normal Rendah Rendah Rendah
18560 30,4 35,2 86,6 9.2 12,4 410.000
3800-10600 u/L 26-34 pg/cell 32-36 % 80-100 fL 9.4-12.4 fL 11.5-14.5% 150.000-440.000 /uL
Tinggi Normal Normal Normal Rendah Normal Normal
KIMIA KLINIK Glukosa sewaktu 116 <= 200 mg/dL Kalium 4,0 3,4-4,5 mEq/L Klorida 91 96-108 mEq/L Kreatinin Darah 0.70-1.30 mEq/L Natrium 123 134-146 mEq/L Ureum Darah 14.98-38,52 mEq/L Pembahasan : Berdasarkan data biokimia, diketahui bahwa darah lengkap
Normal Normal Rendah Normal Rendah Normal bernilai sedikit
rendah pada hematokrit, eritrosit dan hemoglobin. Pengukuran hematokrit pada umumnya digunakan dalam mendiagnosis anemia, terutama anemia defisiensi besi (Nelms et al. 2010). Hal lain seperti rendahnya nilai hematokrit, hemoglobin, eritrositini berkaitan dengan 3
perdarahan yang terjadi setelah post operasi H=7. Ketidaknormalan lainnya terdapat pada kadar leukosit yang tergolong tinggi sebagai manifestasi klinis yang menunjukkan terjadinya peradangan pada pasien.
C. Data Fisik/Klinis Tanggal : 27 Februari 2019 a. Kesan Umum : Keadaan Umum Lemah ; GCS : E4M5V2 b. Vital Sign :
- Tensi :140/80 mmhg menunjukkan normal - Respirasi : 21 x/mnt menunjukkan normal - Nadi : 70x/mnt menunjukkan normal - Suhu :37Β°C menunjukkan normal
c. Kepala: mesochepal + terdapat luka post op + Mulut: mukosa bibir lembab, mulut kotor, gigi tidak lengkap Telinga/hidung : terpasang NGT + Pemeriksaan genitelia eksterna : terpasang DC + produksi urine + Pemeriksaan ekstremitas Inferior : terpasang IVFD NS 15 tts/mnt Pemeriksaan turgor kulit : cukup elastis + Pemeriksaan CT Scan (Pre-Op) D. ASUPAN ZAT GIZI Hasil Recall 24 jam diet
: Rumah sakit
Tanggal
: 27 Februari 2019
Diet rumah sakit
: Sonde NS TKTP
Implementasi
Energi (kcal) Protein (gr)
Lemak (gr)
KH (gr)
Asupan
1643
66
56.52
262.7
Kebutuhan
1728
54,12
48,0
269,83
95 % Normal
121.9 % Lebih
117.7 % Lebih
97.3 % Normal
% Total Asupan Keterangan
Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan pasien dari diet RS jika dibandingkan dengan kebutuhan yaitu diet TKTP termasuk berlebih untuk energi, protein, lemak dan karbohidrat.
4
E. TERAPI MEDIS Terapi medis yang diberikan pada saat kasus tanggal 27 Februari 2019 Jenis Obat/tindakan Antrain 3x1
Ceftriaxon 2x1 gr
Manitol 4x180 cc
Fhenitoin 3x100 mg
Ranitidin 2x50 gr
Fungsi
Interaksi dengan zat lain
Merupakan obat anti nyeri dan anti demam yang mengandung natrium metamizole 500 mg
Apabila dikonsumsi bersamaan degan makanan akan mengakibatkan hipotermia. .Dikonsumsi setelah makan atau bersama dengan makan
Mencegah infeksi pada luka operasi Pemberian ceftriaxone dengan kalsium karena merupakan golongan obat dapat menyebabkan kerusakan pada paru-paru dan ginjal. Dikonsumsi antibiotik setelah makan atau bersama dengan makan Manitol digunakan untuk mengurangi Gangguan nyeri tenggorokan, sesak pembengkakan dan tekanan dalam napas, mual dan muntah serta sakit mata atau sekitar otak kepala. Tidak diminum dengan susu Mencegah dan mengontrol kejang. Penggunaan bersamaan dengan obat Dimana obat bekerja dengan penenang dan alcohol dapat mengurangi penyebaran aktivitas meningkatkan efeknya pada tubuh. kejang di otak Digunakan untuk mencegah dan Makanan tidak menggangu absorpsi mengobati heartburn serta gejala lain ranitidin. yang diakibatkan terlalu banyak asam dalam perut
DIAGNOSIS GIZI (NI. 5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan protein berkaitan dengan penyembuhan luka dibuktikan dengan adanya bekas luka operasi post craniotomy.
Ketidakmampuan mengasup makanan secara oral berkaitan dengan adanya gangguan motorik (stroke) ditandai dengan dysfagia.
5
B. INTERVENSI GIZI 1. PLANNING a. Tujuan Diet ο·
Memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat pasca operasi untuk mempercepat proses penyembuhan.
ο·
Membantu meningkatkan asupan makan pasien dengan memperhatikan kondisi fisik/klinis dan komplikasi penyakit yang ada.
ο·
Memberikan makanan dengan kandungan zat gizi yang adekuat untuk mencapai status gizi yang optimal
ο·
Memberikan makanan sesuai daya terima pasien.
b. Syarat / Prinsip Diet ο·
Energi sesuai kebutuhan, yaitu 1728 kkal, sebagai energi pembangun sel dan jaringan tubuh serta menggantikan sel-sel yang rusak atau tua dan pelindung tubuh dari berbagai penyakit.
ο·
Protein tinggi, yaitu 1,2 g/KgBB sebesar 54,12 gram, sebagai zat pembangun dalam tubuh, protein juga berfungsi sebagai penyokong berbagai aktifitas organ tubuh dan metabolisme.
ο·
Lemak sedang, yaitu 25% dari kebutuhan energi sebesar 48,0 gram, sebagai penghasil energi juga sebagai cadangan energi/penghasil sumber asam lemak essensial.
ο·
Karbohidrat sisa dari kebutuhan energi, yaitu 269,83 gram. sebagai sumber energi.
ο·
Makanan diberikan dalam bentuk cair kental yang diberikan melalui NGT sesuai dengan keadaan pasien.
c. Perhitungan Kebutuhan energi dan zat gizi 1) Kebutuhan energi menggunakan rumus WHO-FAO untuk pasien lansia dengan status gizi kurang, dengan, Estimasi TB= 161,9 cm, BBI = 55,8 kg, Usia 78 th, jenis kelamin = laki-laki dengan aktivitas bed rest. BMR = 66 + (13,7Γ55,8) + (5ΓTB) β (6,8 Γ usia) = 66 + 764,46 + 805 β 530,4 = 1,105.06 kkal TEE = BMR x FA x FS = 1.105.06 kkal x 1,2 x 1,3 6
= 1,728 kkal = 1,2 gr/kgBB = 54,12 gram ~ 216.48 kkal = 25% x 1.728 kkal
P L
= 432.2 kkal = KH
=
432.2 9
= 48,0 gram
1.728.8β(216.48+432.2) 4
= 269,83 gram d. Terapi Diet, Bentuk Makanan, dan Cara Pemberian Terapi Diet
: Sonde TKTP
Bentuk makanan
: Cair
Frekuensi pemberian
: 6x 200 ml diberikan bertahap rute NGT.
e. Rencana monitoring dan evaluasi Anamnesis Antropometri
Yang diukur BB
Biokimia
Hb, Hct, Eritrosit,Leukosit TD, Suhu, Respirasi dan Nadi
Fisik/Klinik Asupan zat gizi
Asupan energy, protein, lemak dan karbohidrat
Pengukuran 1 x/minggu
Evaluasi/ target Naik
Hasil lab terbaru
Mencapai nilai normal
Setiap hari
Normal
Setiap hari
Minimal 80%
f. Rencana Konsultasi Gizi : 1. Masalah Gizi : peningkatan kebutuhan energi & protein, ketidakmampuan mengasup makanan secara oral, 2. Tujuan : memberikan pengetahuan tentang diet yang diberikan; meningkatkan asupan makan untuk memenuhi kebutuhan gizi hingga 80%; pasien dan keluarga paham pentingnya memenuhi kebutuhan gizi. 3. Materi konseling : Tentang diet TKTP yang dianjurkan; Pola kebiasaan makan yang baik ; Jenis makanan yang dianjurkan dan dibatasi
7
Pembahasan Perskripsi Diet : Tujuan diet pada kasus ini adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi (energi dan protein) pasien yang meningkat akibat factor post operasi yang dilakukan oleh pasien. Perhitungan energi menggunakan rumus harris benedict dengan faktor aktifitas menurut (reeves nut rev , 2003) menggunakan 1,2 untuk kategori bedrest, tapi bergerak terbatas sedangkan untuk faktor stress menurut (ADA.manual clinic dietetic, 2000), yaitu menggunakan kategori cedera kepala sebesar 1,3. Protein yang diberikan tinggi untuk yaitu 1-1,2 g/kgBB. Sementara untuk lemak diberikan cukup yaitu 25% dari kebutuhan energi, demikian juga untuk karbohidrat cukup yaitu total kebutuhan energi dikurangi dari kebutuhan energi dari protein dan lemak.
2. IMPLEMENTASI a. Kajian Terapi Diet Rumah Sakit Jenis diet/bentuk makanan/cara pemberian : diet NS TKTP
Standar diet RS Cair (1150 ml) Kebutuhan (planning) % Kecukupan
Energi (Kcal) 1725
Protein (g)
Lemak (g)
KH (g)
87.09
41.44
482.69
1728 99 %
54.12 160.9 %
48.0 86.33 %
269.83 178.88 %
Pembahasan Diet RS : Dari data diatas terlihat bahwa diet dari Rumah Sakit yang Cair sudah sesuai kebutuhan namun volumenya masih cukup banyak sehingga diberikan TKTP untuk meningkatkan daya terima. b. Rekomendasi diet -
Jenis Diet
: Sonde TKTP
-
Bentuk makanan
: Cair
-
Cara pemberian
: NGT
8
-Standar Diet KOMPOSISI NS
DIET NS TKTP
Tepung maizena Telur ayam Jeruk manis Margarine Gula pasir Susu skim/RL Susu Full Cream Air
7.5 75 150 3 50 45 15 400 cc
REKOMENDASI DIET (TKTP) 200 cc dengan pemberian 100 cc/1 jam 200 cc dengan pemberian 100 cc/1 jam 200 cc dengan pemberian 100 cc/1 jam 200 cc dengan pemberian 100 cc/1 jam 200 cc dengan pemberian 100 cc/1 jam 200 cc dengan pemberian 100 cc/1 jam 1200 cc
DIET RS NS TKTP
d Makan Pagi Formula RS K Formula RS Snack Makan Siang Formula RS Snack Formula RS K Makanan Sore Formula RS Ekstra K Total
250 cc 200 cc 250 cc 200 cc 250 cc 1150 cc
Kajian Rekomendasi Diet :
Standar diet cair TKTP (1200 ml) Kebutuhan (planning) % Kecukupan
Energi (Kcal) 1800
Protein (g)
Lemak (g)
KH (g)
90.9
43.2
503.7
1728 104 %
54,12 167 %
48.0 90 %
269.83 186.67 %
c. Penerapan Diet berdasarkan Rekomendasi Pemesanan diet : diet Sonde TKTP Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa standar diet RS berbeda dengan rekomendasi yang disarankan. Untuk mencukupi kebutuhan pasien, maka standar diet RS sedikit diubah yaitu dengan menambah porsi.
9
d. Penerapan Konseling Masalah Gizi Peningkatan kebutuhan energi dan protein
Tujuan a. Mempertahankan status gizi normal selama masa perioperatif b. Pasien paham pentingnya mencegah penurunan berat badan selama masa perioperatif
Ketidakmampuan a. Modifikasi asupan dari segi jumlah mengasup b. Menentukan makanan kebutuhan asupan secara oral kalori, protein, karbohidrat dan lemak c. Modifikasi asupan dari segi jadwal d. Modifikasi asupan dari segi jenis, NGT (enteral)
10
Materi Konseling a. Hubungan peningkatan kebutuhan energi dan protein dengan penyakit pasien b. Pentingnya mencegah penurunan berat badan lebih lanjut pada masa perioperatif c. Motivasi pasien untuk menghabiskan makanannya jika sudah pulih dan bisa makan d. Jumlah kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat pasien
Keterangan Konseling diberikan kepada pasien dan keluarga pasien dengan alat bantu leaflet diet rendah sisa dan bahan makanan penukar
Melakukan pemantauan kebutuhan asupan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Penyakit 1. Definisi Stroke Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Sudoyo Aru, dkk, 2009). Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Muttaqin, 2008) Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. (Nurarif & Kusuma, 2013). Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. (Adib, M, 2009). Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu: a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). (Nurarif & kusuma,2013). 2. Etiologi Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra cranial dengan gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok. Penyebab stroke hemoragik, yaitu: a. Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak. b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak. c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. (Batticaca, 2008)
11
3. Patofisiologi dan Pathway (Price & Wilson, 2006) a.
Perdarahan intra serebral Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk massa atau hematoma yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra serebral sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
b. Perdarahan sub arachnoid Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme paling sering didapat pada percabangann pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan piameter dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan ruang sub arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang sub arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan inta kranial yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat mengakibatkan vaso spasme pembuluh darah serebral. Vaso spasme ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahanbahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso spasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh 12
kekurangan dari 20 mg % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % maka akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak. 4. Pemeriksaan Penunjang (Batticaca, 2008) a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal, AGD, biokimia darah, elektrolit. b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga untuk memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya infark. c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena. d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic. f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. g. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme pada perdarahan sub arachhnoid.
5. Manifestasi Klinik Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi: a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma). b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain. c. Kesulitan menelan. d. Kesulitan menulis atau membaca. e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk atau kadang terjadi secara tiba-tiba. f. Kehilangan koordinasi. g. Kehilangan keseimbangan. 13
h. Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan motorik. i. Mual atau muntah. j. Kejang. k. Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan. l. Kelemahan pada satu sisi tubuh. (Batticaca, 2008)
B. Terapi Diet 1. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Diet adalah makanan ditentukan dan dikendalikan untuk tujuan tertentu. Dalam diet jenis dan banyaknya suatu makanan ditentukan (Budiyanto, 2001). Makanan adalah bahan yang jika dimakan, dicerna dan diserap akan menghasilkan paling sedikit satu macam nutrien. Nutrien adalah istilah yang dipakai secara umum pada setiap zat yang dicerna, diserap dan digunakan untuk mendorong kelangsungan faal tubuh (Beck, 1995). Zat-zat nutrien ini dibagi dalam dua golongan besar yakni makronutrien (zat gizi makro) dan mikronutrien (zat gizi mikro)(Paath dkk, 2005). Diet tinggi kalori tinggi protein adalah diet yang mengandung kalori dan protein di atas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa ditambah bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur dan daging,formula komersial dan gula pasir. Diet ini juga digunakan dengan mempertimbangkan kondisi pasien. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap (Almatsier, 2004). 2. Tujuan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Diet tinggi kalori tinggi protein bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Selain itu, pemberian diet ini juga dimaksudkan untuk menambah berat badan hingga mencapai berat badan normal (Almatsier, 2004). 3. Indikasi Pemberian Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Diet tinggi kalori tinggi protein ini dapat diberikan kepada beberapa pasien dengan kondisi tertentu, yaitu pasien yang Kurang Energi Protein (KEP), pasien penyakit infeksi tertentu, pasien sebelum dan sesudah operasi 14
tertentu, pasien lama radioterapi dan kemoterapi, pasien yang terkena luka bakar, pasien yang baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi, pasien yang sedang hamil dan post partum(nifas) dimana dalam keadaan tersebut kebutuhan akan kalori dan protein meningkat. Diet ini diberikan dengan tujuan agar dapat mencegah, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta menambah berat badan pasien hingga mencapai berat badan normal, untuk itu diharapkan agar pemberiannya sesuai dengan anjuran agar mencapai hasil yang optimal (Almatsier, 2004).
4. Pasien Sebelum dan Sesudah Operasi Bagi pasien yang akan menjalankan pembedahan maupun yang sudah dilakukan pembedahan, diet merupakan faktor yang pening baik untuk mengurangi
resiko
pembedahan maupun
untuk
mempercepat
waktu
rekonvalesensinya. Jika tindakan pembedahan merupakan pengobatan kausal, maka diet merupakan pengobatan penunjangnya (Suandi, 1997). Pada pembedahan yang harus dilakukan secara darurat seperti pada apendisitis akuta (radang usus buntu), hernia inkarserata (penonjolan rongga perut), strangulasi usus (penyumbatan usus), dan sebagainya, kesempatan untuk memperbaiki keadaan umum penderita tidak ada. Akan tetapi banyak kasus yang dapat ditunda pembedahannya seperti bibir sumbing, tonsilektomia (amandel), dan sebagainya. Untuk mengurangi resiko pembedahan, keadaan gizi penderita harus diperbaiki dulu. Penderita yang sedang menderita gizi buruk atau kurang gizi maupun obesitas mempertinggi resiko pembedahan. Pada mereka harus diberikan diet untuk memperbaiki status gizinya. Penderita gizi kurang atau buruk harus diberi makanan yang mengandung cukup kalori, banyak karbohidrat dan cukup protein. Jumlah
15
BAB III PEMBAHASAN, MONITORING, DAN EVALUASI
MONITORING & EVALUASI ABCD TGL
DIAGNOSIS
27 Februari 2019
Observasi Post Craniotomy ICH SH
Antropometri
BB = 45.1 kg BBI = 55.8 kg TB = 160 cm LLA = 22.5 cm
Biokimia
Fisik & Klinis
Asupan
Hb = 8.4 g/dl
Fisik : Keadaan Umum Lemah , GCS : E4M5V2 , Sulit berbicara, Kejang,
Energi : 95 %
Hct = 25 % Eritrosit = 2.8
Protein : 121.9 % Lemak : 117.7 % KH : 97.3 %
Klinis : TD = 140/90 mmHg RR = 20Γ/mnt N = 70Γ/mnt T = 37ΛC
KESIMPULAN (ASSESMENT, DIAGNOSIS GIZI, INTERVENSI GIZI) A = status gizi kurang B = Hb, Hct, dan eritrosit rendah menandakan adanya peradangan C = tensi, nadi, respirasi, suhu normal. Pasien mengalami sulit berbicara dan kejang. D = asupan <80 % NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi energi dan protein berkaitan denga penyembuhan luka dibuktikan dengan adanya bekas luka pasca craniotomy. Ketidakmampuan mengasup makanan secara oral berkaitan dengan adanya gangguan motorik (stroke) ditandai dengan dysfagia.
16
28 Februari 2019
Observasi Post Craniotomy ICH SH
Tidak dilakukan pengukuran
Belum ada data terbaru
Fisik : Keadaan Umum sedang, GCS : E4M5V2 , bicara masih belum jelas,suara nafas kasar , pasien diare
Energi : 104 % Protein : 167 % Lemak : 90 % KH : 187.67 %
Klinis :
A = (-) B = (-) C = tensi, nadi, respirasi, suhu normal. Pasien mengalami masih sulit berbicara dan suara nafas terdengar kasar. D = asupan <80 %
TD = 130/80 mmHg NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi energi dan protein berkaitan denga penyembuhan luka dibuktikan dengan adanya bekas luka pasca craniotomy.
RR = 18Γ/mnt N = 84Γ/mnt T = 37ΛC
Ketidakmampuan mengasup makanan secara oral berkaitan dengan adanya gangguan motorik (stroke) ditandai dengan dysphagia. 01 Maret 2019
Observasi Post Craniotomy ICH SH
Tidak dilakukan pengukuran
batang : 0.8 % ; eoainofil : 1.1 % ; eritrosit 2.5 ; Hct : 22 % ; Hb : 7.7 g/dl Leukosit :18560 U/L ; segmen : 17
Fisik : Keadaan Umum Lemah , GCS : E4M5V2 , Masih sulit berbicara, kejang dan mengeluh nyeri dikepala
Energi : 104 % Protein : 167 % Lemak : 90 % KH : 187.67 %
A = (-) B = Hb rendah, leukosit dan segmen tinggi menandakan adanya inflamasi/peradangan C = tensi, nadi, respirasi, suhu normal. Pasien masih sulit berbicara, nyeri kepala, kedadaan umum lemah. D = asupan kurang dari 80 %
89.3 % ; Natrium : 123 mEq/L ; Klorida : 91 mEq/L
NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi energi dan protein berkaitan denga penyembuhan luka dibuktikan dengan adanya bekas luka pasca craniotomy.
Klinis : TD = 150/90 mmHg RR = 20Γ/mnt N = 80Γ/mnt
Ketidakmampuan mengasup makanan secara oral berkaitan dengan adanya gangguan motorik (stroke) ditandai dengan dysphagia.
T = 37ΛC
02 Maret 2019
Observasi Post Craniotomy ICH SH
Tidak dilakukan pengukuran
Belum ada data terbaru
Fisik : Keadaan Umum Lemah , GCS : E4M5V2 , Sulit berbicara, Kejang, sesak nafas Klinis : TD = 120/100 mmHg RR = 24Γ/mnt N = 100Γ/mnt T = 37ΛC
Energi : 86 % Protein : 139.9 % Lemak : 75 % KH : 155 %
A = (-) B = (-) C = tensi, nadi, respirasi, suhu normal. Pasien masih sulit berbicara, nyeri kepala, kedadaan umum lemah. D = asupan kurang dari 80 % NI.5.1 Peningkatan kebutuhan zat gizi energi dan protein berkaitan denga penyembuhan luka dibuktikan dengan adanya bekas luka pasca craniotomy. Ketidakmampuan mengasup makanan secara oral berkaitan dengan adanya gangguan motorik (stroke)
18
ditandai dengan dysphagia. Pasien dipindahkan ke HCU tanggal 03 maret dikarenakan tidak ada perkembangan dibangsal.
19
PEMBAHASAN Monitoring, Evaluasi dan Tindak Lanjut 1.
Antropometri Pada awal studi kasus, dilakukan pengukuran antropometri dengan menggunakan data rawat jalan pasien tentang berat badan dan tinggi badan terakhir. Didapatkan berat badan 45.1 kg dengan tinggi badan 160 cm. Pengukuran LILA dan ULNA juga dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang jauh dengan berat badan dan tinggi badan terakhir. Hasil yang didapat tidak ada perbedaan yang jauh antara tinggi badan pengukuran terakhir dengan tinggi badan menggunakan estimasi dari pengukuran ULNA yaitu 161.9 cm. Status gizi pasien tergolong kurang yaitu 73% berdasarkan status gizi LILA.
2.
Biokimia Dari hasil pemeriksaan darah yang dilakukan pada tanggal 01 Maret 2019 menunjukan hasil hemogoblin dan hematokrit yaitu 7.7 g/dL dan 22 % tergolong dibawah normal, menandakan anemia yang disebabkan adanya perdaharan pasca operasi craniotomy. Kadar leukosit = 18560 U/L tergolong tinggi, menunjukan adanya inflamasi.
3.
Fisik dan Klinis Kondisi awal pemeriksaan fisik/klinis pasien dalam keadaan umum lemah, penurunan kesadaran. Dengan nilai GCS E4M5V2. Hasil pemeriksaan fisik klinis : Tanggal monitoring
Hasil monitoring
27 Februari
Tekanan darah (mmHg) 140/80
28 Februari
130/80
84
18
37
01 Maret
150/90
80
20
37
02 Maret
120/100
100
24
37
Nadi (x/menit)
RR (x/menit)
Suhu (0C)
Keluhan
70
21
37
Sulit berbicara; Nyeri kepala, kejang Bicara masih belum jelas, suara nafas kasar Keadaan masih lemah, Apatis, masih sulit berbicara, kejang, nyeri di kepala Keadaan umum
20
lemah, masih belum bisa berbicara, kejang, sesak nafas Pemeriksaan fisik/klinis pasien meliputi tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu tidak mengalamin perubahan yang drastis dan masih dalam rentan normal. Pasien masih merasakan nyeri pada kepala dan kesulitan untuk berbicara jika pasien merasakan sakit pasien akan meronta-ronta, sehingga kedua tangan pasien diikat.
4.
Dietary Asupan pasien cenderung meningkat yaitu cukup pada hari monitoring. Diet yang diberikan yaitu tetap diet TKTP dalam bentuk cair melalui NGT. Hasil Recall : Tanggal
Volume (cc)
Energi (kkal)
Protein (gr)
Lemak (gr)
28/02
200
104 %
167 %
90 %
01/03
200
104 %
167 %
90 %
02/03
200
86 %
139.9 %
75 %
KH (gr) 186.67 % 186.67 % 155.5 %
Berdasarkan hasil Comstock dari tanggal 28 Februari sampai tanggal 02 Maret terjadi peningkatan asupan secara perlahan. Pada hari pertama dan kedua asupan pasien mencapai lebih dari 80 % yang menandakan asupan pasien baik dikarenakan juga keadaan pasien cukup baik dan keluarga sudah diberi edukasi pembagian waktu pemberian sonde. Pada hari ketiga, pasien keadaan umumnya semakin lemah dan keluarga pasien mengatakan terkadang lupa atau belum paham pembagian waktu pemberian sonde sehingga terjadi penurunan asupan pasien namun masih batas normal.
5.
Diagnosa Medis Diagnosa medis tidak mengalami perubahan hingga akhir pegamatan.
6.
Diagnosa Gizi Tidak terjadi perubahan ataupun penambahan terhadap diagnosis gizi selama monitoring. Diagnosis gizi tetap sama yaitu (NI. 5.1) Peningkatan kebutuhan energi dan 21
protein berkaitan dengan penyembuhan luka dibuktikan dengan adanya bekas luka operasi post craniotomy. Ketidakmampuan mengasup makanan secara oral berkaitan dengan adanya gangguan motorik (stroke) ditandai dengan dysfagia.
7.
Terapi Gizi Diet yang diberikan pada pasien yatitu diet sonde TKTP. Pasien mendapatkan diet bentuk cair TETP karena berkaitan dengan penyembuhan pasca operasi dan anemia, serta inflamasi yang dibuktikan dengan hasil biokimia hemogoblin rendah, leukosit dan tinggi. Pemilihan diet TKTP dikarena dalam 1 cc mengandung 1,5 kkal dan protein lebih tinggi 30,3 gram dari makanan cair biasa sehingga dapat diberikan dalam porsi yang lebih sedikit untuk mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan daya terima. Edukasi keluarga pasien untuk memberikan sonde secara perlahan dengan volume 100 cc setiap 1 jam sekali guna meningkatkan intake yang masuk. Lemak diberikan sedang yaitu 25% dari energi dan tidak terdapat sisa karena pasien.
22
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Pada data
antropometri didapat berat badan dan tinggi badan dengan
menggunakan data rawat jalan yaiitu 45,1 kg dan 160 cm. Estimasi berat badan dan tinggi badan menggunakan LILA dan ULNA juga tidak jauh berbeda yaitu. Status gizi pasien kurang. 2. Pada data hasil lab darah menunjukan adanya penurunan hemogoblin yaitu 7.7 g/dL tergolong rendah menandakan anemia. Hasil lab leukosit dan segmen tinggi yaitu 18560 U/L dan 90,2% menunjukan adanya inflamasi. 3. Pada data fisik.klinis tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu tidak menunjukan perubahan yang drastis dan masih masuk rentan normal. Nyeri kepala muncul pada hari ke -2 pengamatan dan pasien masih sulit berbicara. Pasien juga mengalami kejang. 4. Pada data Comstock terlihat asupan yang tidak tetap. Pada hari ke β 3 asupan pasien, masih belum mencapai 80%. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan pasien yang lemah dan memburuk. 5. Diagnose medis awal yaitu post craniotomy ICH SH. 6. Diagnosa gizi tidak ada perubahan selama pengamatan. 7. Terapi gizi yang dilakukan yaitu dengan pemberian makanan cair tinggi energi protein dan lemak 25% dari kebutuhan energi yang diberikan sebanyak 1200 cc dalam sehari. Pembagian waktu makan yaitu pagi 200 cc, snack 200 cc, siang 200 cc, malam 200 cc yang diberikan secara bertahap 100 cc setiap satu jam. B. Saran Keluarga pasien mendukung pasien untuk menjalankan diet yang dianjurkan ketika sudah di rumah yaitu bertahap sesuai daya terima pasien pasca operasi.
23
DAFTAR ISI
Almatsier, Sunita. 2010. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hamilton, Chad. 2012. Cystic Teratoma. Diakses pada tanggal 6 Desember 2015 dari: http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview. Kementrian Kesehatan RI. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehata Ibu dan Anak. Mahan, LK dan Escott-Stump, S. 2004. Krauseβs Food, Nutrition, and Diet Therapy 11th Edition. Philadelphia: Saunders. Pierce, Grace dan Borley, Neil. 2013. Surgery At a Glance 5th Edition. Jakarta: Erlangga. Schwartz, Robert. 2012. Dermoid Cystic. Diakses pada tanggal 6 Desember 2015 dari: http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview. Silverman, BK. 2006. Textbook of Pediatric Emergency Medicine. Philadelphia: Saunders. Sjamsuhidajat dan Je Dong, W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Graha Ilmu. Widjajanti, L. 2007. Buku Panduan Survey Konsumsi Gizi. Semarang: Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro.
24