1. Sebenarnya aku adalah orang yang paling tidak mungkin untuk menjadi seorang pecandu.
2. Dari kecil, Aku adalah anak baik. Anak impian orang tua, bisa dibilang. Penurut, nilai akademik baik, aktif dalam berbagai hal dan banyak hal lain. Setiap pembagian rapor sejak SD, Papa-Mama selalu diutamakan oleh guru, karena tidak ada masaah untuk diceritakan. Hampir pasti rak piala sekolah semakin sempit setiap aku membawa nama sekolah. Aku berhasil lolos ke perguruan tinggi yang diinginkan oleh orang tuaku dan masuk ke jurusan yang juga dipilihkan orang tuaku. Pada awal masuk perkuliahan, Aku berjanji pada diriku, “Ini saatnya bagiku untuk menjadi diriku sendiri, tanpa campur tangan, maksudku bantuan dari orang tuaku dalam memutuskan berbagai macam hal.” Aku sudah cukup dewasa. Aku mulai mengikuti berbagai macam kegiatan, yang Aku yakin, menggali potensi yang ada pada diriku. 3. Ini kali pertama aku merasa “bebas”. Nge-kost, tinggal sendirian, jauh dari Papa-Mama. Semester awal, nilaiku hampir sempurna, sampai aku sadar ternyata aku punya batas. Aku cenderung lebih aktif di kegiatan non-akademik. Sekali lagi, aku membela diri karena ini adalah saat pertama aku merasa bebas tanpa intervensi. Masuk semester III, nilaiku anjlok. Angka 3,6 berubah menjadi 2,8. Goblok memang, tapi saat itu aku sedang ada di titik terendahku. Aku diminta segera pulang.
4. Padahal berbagai macam kegiatan mendesakku minta segera diselesaikan, tapi ya Aku nurut aja, tetap pulang. Sampai rumah, orang tuaku menunggu di meja makan. Ku kira aku bisa makan dengan nikmat, tetapi baru dua sendok nasi ku kunyah, berondongan pertanyaan dengan cepat mengusikku.
5. Kui ikuti semua mau kalian sejak kecil, bahkan sampai ke pemilihan kampus. Aku kurang apa? Apa tidak bisa ku ekspresikan diri ku? Kapan aku dihargai sebagai manusia? Aku dituntut menjadi wayang yang harus mengikuti gerakanmu. Sadarkah betapa---
6. BETAPA ANJINGNYA KALIAN?!
7. Yang ku ingat saat itu, Aku pergi dan hal terakhir yang ku inginkan di dunia ini adalah melihat wajah orang tua ku. Kaki ini melangkah saja, tanpa kesadaran, tanpa arah. Entah di mana aku waktu itu, Aku hanya menuju warung makan terdekat yang bisa ku lihat. Aku butuh makan.
8. Betul-betul lapar, aku cuma makan. Tapi aku ingat tawaran ; 9. Baik betul beliau, pikirku saat itu. Aku terima saja, bentuk nya seperti herba, what could possibly go wrong? Kami ngobrol panjang, aku menangis menceritakan kondisi ku, hingga masalah tidur ku. Akhirnya aku diajak menginap di tempat nya. Tidak masalah bagi ku, toh aku juga tidak ada tujuan lain.
10. Jika aku sadar waktu itu, Aku pasti akan memaki kebodohanku. Orang asing, tampat asing, kumuh, gelap. Benar-benar bodoh. Sebelum tidur, kami mengobrol tentang banyak hal. Sampai akhirnya aku teler. Aku tidak tahu bahwa aku dicekoki oleh narkotik saat aku tidur, dan aku dengan sadar meminta lebih banyak pil dan antek-antek nya setelah aku tidak tinggi lagi. 11. Saat itu aku ingat. Duitku habis, tenagaku habis, sial! Sumber hidupku hanya satu, narkotik. Aku sadar bahwa aku sudah menjadi pecandu. Tidak ada lagi yang kumau, aku cuma pingin nikmat. 12. Aku dulu raja bagi teman-teman ku. Sebanyak apa yang bisa ku gapai kalau aku nggak begini? Yang kulakukan itu bodoh, aku akhirnya menjadi manusia rendah. 13. Aku direhabilitasi. Sakit, andai kamu bisa ikut merasakannya. Banyak proses yang kulalui dalam rehabilitasi, bla-bla-bla. Detoksifikasi yang paling membuatku menyesal karena jadi seorang pecandu. 14. Awalnya aku menahan diri sambil berharap, Aku akan hidup normal lagi setelah aku lepas. Namun aku salah, hidupku tidak pernah kembali. Terlepas dari itu, aku serasa lahir kembali, merajut hidup baru yang Tuhan beri setelah rehabilitasi. 15. Seharusnya Aku bisa menggapai hal-hal baik ini lebih cepat jika aku tidak menyerah pada godaan narkotik. Aku yakin aku adalah manusia yang lebih baik tanpa proses hidup menemui narkoba. Aku dengan sadar memasukkan diriku ke neraka kehidupan saat aku mulai menyentuh narkotik.. 16. Jangan sampai aku jatuh lagi karena barang haram itu. Jangan sampai..
17. Saya yang berterimakasih.
18. Mohon, mbak. Jangan sampai ada (nama tobat) yang lain. Sebarkan kebusukan barang haram itu.
19. Mama sehat? 20. Ma.. 21. Aku minta maaf.