Lapkas-stroke-hemoragik.docx

  • Uploaded by: Rahmat Fuadi Zain
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas-stroke-hemoragik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,088
  • Pages: 27
Laporan Kasus

STROKE HEMORAGIK Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Disusun oleh:

Rahmat Fuadi Zain 1707101030110 Dokter Pembimbing:

dr. Ika Marlia,M.Sc, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Stroke Hemoragik”. Shalawat beserta salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia ke zaman yang berpendidikan dan terang benderang. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian / SMF Neurologi Fakultas Kedokteran Unsyiah / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Selama penyelesaian laporan kasus ini penulis mendapat bantuan, bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ika Marlia, M,Sc, Sp.S yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan yang telah memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian demi kesempurnaan laporan kasus ini nantinya. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan umumnya dan profesi kedokteran khususnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Banda Aceh, 12 Februari 2019 Penulis,

Rahmat Fuadi Zain

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................... KATA PENGANTAR ....................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. BAB II LAPORAN KASUS .......................................................................... 2.1 Identitas Pasien.......................................................................... 2.2 Anamnesis ................................................................................. 2.3 Status Internus ........................................................................... 2.4 Pemeriksaan Fisik ..................................................................... 2.5 Status Neurologis ...................................................................... 2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 2.7 Diagnosis ................................................................................... 2.8 Terapi ........................................................................................ 2.9 Prognosis ...................................................................................

i ii iii 1 2 2 3 3 4 6 10 12 12 13

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 14 BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 15 DAFTAR PUSTAKA

1 BAB I PENDAHULUAN

Stroke adalah sindroma klinis yang berkembang cepat terjadi mendadak akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala – gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa ada penyebab lain yang jelas selain kelainan vascular. Adanya komorbid yang dimiliki seseorang baik itu dari sistem kardiovaskular maupun nonkardiovaskular dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya stroke. Hipertensi merupakan faktor risiko terbanyak yang menyebabkan stroke yaitu sebesar 80%. Kemudian dilanjutkan dengan penyakit jantung seperti fibrilasi atrium, diabetes melitus, merokok, serta dislipidemia. Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik menjadi yang paling banyak prevalensinya sebesar 80%. Stroke iskemik dapat disebabkan oleh adanya trombus, emboli, ataupun tromboemboli. Stroke hemoragik merupakan stroke yang terjadi akibat adanhya perdarahan di otak. Angka kejadian lebih sedikit daripada stroke iskemik namun bisa berakibat fatal. Adanya perdarahan di otak dapat mengakibatkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak. Berdasarkan letaknya stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intracerebral dan perdarahan subarachnoid. Diagnosis stroke dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus stroke, CT scan dapat membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pemeriksaan CT scan kepala merupakan gold standar untuk menegakan diagnosis stroke. Pemeriksaan laboratorium berperan dalam beberapa hal antara lain untuk menyingkirkan gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab stroke, dan menemukan keadaan komorbid. Oleh karena itu perlu dibahas lebih lanjut mengenai gejala klinis yang terdapat pada pasien stroke. Adanya pengenalan dini terhadap gejala stroke dapat membantu untuk panatalaksanaan yang lebih baik.

1

2 BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien Nama

: Tn. M

Usia

: 48 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Kawin

Alamat

: Simpang Mamplam, Bireun

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Wiraswata

No CM

: 1199368

Tanggal Masuk

: 3 Februari 2019

Tanggal Periksa

: 8 Februari 2019

2.2 Anamnesis Keluhan Utama

: Penurunan Kesadaran

Keluhan tambahan

: Kelemahan anggota gerak sebelah kanan yang

dirasakan setelah penuruna kesadaran Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan penurunan kesadaran yang dialami sejak 1 hari sebelum masuk di rumah sakit. Penurunan kesadaran dialami secara tina-tiba saat sedang istirahat. Menurut penejelasan keluarga pasien, awalnya pasien sedang duduk istirahat di warung kopi kemudian tiba-tiba tidak sadar dan langsung di bawa ke Rumah sakit di Biereun sebelum dibawa ke RSUDZA. Sakit kepala, muntah, dan kejang tidak ada. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengalami hipertensi berat sejak 3 tahun terakhir, tekanan darah pasien pernah mencapai 230 mmHg. Riwayat Diabetes melitus disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat pernah kejang serta trauma juga disangkal dan riwayat stroke sebelumnya juga disangkal.

2

3

Riwayat Penggunaan Obat-obatan: Pasien menggunakan obat anti hipertensi yang didapat dari dokter dan teratur minum obat. Riwayat Penyakit Keluarga: Anggota keluarga ada yang mengalami hipertensi. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan diabetes mellitus, dan penyakit kronik lainnya dalam keluarga disangkal. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan Sosial: Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Pasien dengan riwayat merokok berat. Riwayat

minum minuman keras disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan

terlarang seperti ganja, sabu, kokain dan golongan NAPZA lainnya disangkal. Status Internus Keadaan umum Kesadaran

: Buruk : E3 M4 V2

Tekanan Darah

: 212/111 mmHg

Nadi

: 61 kali/ menit

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,5

Keadaan Gizi

: Normoweight

0

C

2.3 Pemeriksaan Fisik a. Kulit Warna

: kecoklatan

Turgor

: normal

Sianosis : tidak ada Ikterus

: tidak ada

Oedema : tidak ada Anemia

: tidak ada

b. Kepala Bentuk

: normocephali

Wajah

: simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai

Mata

: konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva

4

hiperemis (-/-), berair (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, RCL (+/+), dan RCTL (+/+) Telinga

: serumen (-/-), berair (-/-)

Hidung

: sekret (-/-) Deviasi septum (-)

Mulut

: Bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak di jumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai, dijumpai mukosa pipi licin

Tonsil

: hiperemis (-/-), T1/T1

Faring

: hiperemis (-/-), gerakan arkus faring tampak simetris

Gigi

: tidak ada caries dan gigi berlubang serta tidak ada tandatanda infeksi

c. Leher Inspeksi : tidak ada pembesaran KGB Palpasi

: TVJ (N) R-2 cm H2O

d. Thoraks Inspeksi Statis

: simetris, bentuk normochest

Dinamis : simetris, pernafasan abdomino thorakal, retraksi supra sternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai Paru Pemeriksaan Inspeksi

Kiri Kanan

Belakang

Simetris Simetris Stem fremitus normal, nyeri tekan (-) Stem fremitus normal, nyeri tekan (-)

Simetris Simetris Stem fremitus normal, nyeri tekan (-) Stem fremitus normal, nyeri tekan (-)

Kiri

Sonor memendek

Sonor memendek

Kanan

Sonor memendek Nafas utama : vesikuler Nafas tambahan : Wheezing (-), Ronki (-)

Sonor memendek Nafas utama : vesikuler Nafas tambahan : Wheezing (-), Ronki (-)

Kiri Palpasi Kanan Perkusi

Depan

Auskultasi Kiri

5

Kanan

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi

Nafas utama : vesikuler Nafas tambahan : Wheezing (-), Ronki (-)

Nafas utama : vesikuler Nafas tambahan : Wheezing (-), Ronki (-)

: Iktus kordis tidak terlihat : Iktus kordis teraba di ICS V linea axilaris anterior sinistra : Atas : ICS III sinistra Kiri : ICS V satu jari di dalam linea axilaris anterior sinistra Kanan

: ICS V di linea parasternal dekstra

Auskultasi : BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai Abdomen Inspeksi

: Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran, keadaan di dinding perut: sikatrik, striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, kulit kuning, gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm conture, dan pulsasi pada dinding perut tidak dijumpai

Auskultasi : Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak dijumpai Palpasi

Perkusi

: Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai 

Hepar

: Tidak teraba



Lien

: Tidak teraba



Ginjal

: Ballotement (-/-)

: Batas paru-hati relatif di ICS V, batas paru-hati absolut di ICS VI, suara timpani di semua lapangan abdomen. Pinggang: nyeri ketok kostovertebrae (-/-)

e. Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan f. Anus Tidak dilakukan pemeriksaan g. Tulang belakang Simetris, nyeri tekan (-)

6

h. Kelenjar limfe Pre-aurikuler Post-aurikuler Sub-mandibula Supra-clavicula Axilla Inguinal i. Ekstremitas

: tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

Akral teraba hangat Superior Kanan

Inferior Kiri

Kanan

Kiri

Sianosis Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Oedema Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Fraktur

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

2.4 Status Neurologis A. G C S Pupil Reflek Cahaya Langsung Reflek Cahaya Tidak Langsung

: E3 M4 V2 : Isokor (3 mm/3 mm), : (+/+) : (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk B. Nervus Cranialis Kelompok Sensoris: 1. Nervus I (fungsi penciuman) 2. Nervus II -Tajam penglihatan -Lapangan pandang -Fundus okuli -Pengenalan warna 3. Nervus V (fungsi sensasi wajah) 4. Nervus VII (fungsi pengecapan 2/3 anterior lidah) 5. Nervus VIII (fungsi pendengaran dan 6.

keseimbangan) Nervus IX (pengecapan 1/3 posterior lidah)

(-)

Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Tidak dilakukan Tidak dilakukan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

7

Nervus II (otonom) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Ukuran pupil Bentuk pupil Refleks cahaya langsung Refleks cahaya tidak langsung Nistagmus Strabismus Eksoftalmus Melihat kembar

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

Kanan

Kiri

3 mm bulat + + -

3 mm bulat + + -

Kanan

Kiri

Pergerakan bola mata : 1. 2. 3. 4. 5.

Lateral Atas Bawah Medial Diplopia

Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai

Kelompok Motorik: Nervus V (fungsi motorik) 1. 2.

Membuka mulut Menggigit dan mengunyah

Nervus VII (fungsi motorik) 1. 2. 3. 4. 5.

Mengerutkan dahi Menutup mata Menggembungkan pipi Memperlihatkan gigi Sudut bibir

Nervus IX & X (fungsi motorik) 1. 2.

Bicara Menelan

Sulit dinilai Sulit dinilai

Kanan

Kiri

Parese

Dalam batas normal

Kanan

Kiri

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Nervus XI (fungsi motorik) 1. 2.

Mengangkat bahu Memutar kepala

Nervus XII (fungsi motorik)

8

1. 2.

Positif Sulit dinilai

Artikulasi lingualis Menjulurkan lidah

C. Badan Motorik 1. Gerakan respirasi

: Abdomino Thorakalis

2. Bentuk columna vertebralis

: Simetris

3. Gerakan columna vertebralis

: Kesan simetris

Sensibilitas 1. Rasa suhu

: Sulit dinilai

2. Rasa nyeri

: Sulit dinilai

3. Rasa raba

: Sulit dinilai

D. Anggota Gerak Atas Motorik 1. Pergerakan

: (+/+)

2.

Kekuatan

: 2222/5555

3.

Tonus

: N/N

4.

Atrofi

: -/-

5.

Gerakan Involunter : -/-

Refleks Fisiologis 1. Biceps 2.

Triceps

E. Anggota Gerak Bawah Motorik 1. Pergerakan

: (+3/+2) : (+3/+2)

: (+/+)

2.

Kekuatan

: 2222/5555

3.

Tonus

: N/N

4.

Atrofi

: -/-

5.

Gerakan Involunter : -/-

Refleks Fisiologis 1. Patella 2.

Achilles

Reflek Patologis 1. Babinski Klonus

: (+3/+2) : (+3/+2)

: (-/-)

9

1.

Paha

: (-/-)

2.

Kaki

: (-/-)

3.

Tanda Laseque

: (-/-)

4.

Tanda Kernig

: (-/-)

F. Gerakan Involunter 1. Tremor : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-) 2. Chorea : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-) 3. Atetosis : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-) 4. Myocloni : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-) 5. Spasme : Ekstremitas Atas (-/-), Ekstremitas bawah (-/-) G. Fungsi Vegetatif 1) Miksi : dalam batas normal 2)

Defekasi

: dalam batas normal

H. Koordinasi dan Keseimbangan 1. Cara berjalan : tidak diperiksa 2.

Romberg test

: tidak diperiksa

3.

Tes Finger to finger : tidak diperiksa

4.

Tes finger to nose

: tidak diperiksa

5.

Pronasi-supinasi

: tidak diperiksa

2.5 Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Jenis Pemeriksaan

Tanggal 7-2-2019

Nilai Rujukan

Satuan

Hemoglobin

9,7

14,0-17,0

g/dL

Hemotokrit

31

44-55

%

Eritrosit Leukosit

3,6 9,4

4,7-6,1 4,5-10,5

103 /mm3 103 /mm3

Trombosit

512

150-450

103 /mm3

MCV

85

80-100

fL

MCH

27

27-31

Pg

MCHC

32

32-36

%

Eosinofil

5

0-6

%

10

Basofil

0

0-2

%

Neutrofil Batang

0

2-6

%

Neutrofil Segmen

73

50-70

%

Limfosit

17

20-40

%

Monosit

5

2-8

%

Kolesterol Total Kolesterol HDL Kolesterol LDL Trigliserida

253

<200

Mg/dL

35

>60

Mg/dL

231

<150

Mg/dL

298

<150

Mg/dL

Natrium (Na)

146

132-146

mmol/L

Kalium (K)

5,2

3,7-5,4

mmol/L

Klorida (Cl)

114

98-106

mmol/L

11

2. Head CT Scan non Kontras Tanggal pemeriksaan: 3 Februari 2019

Kesan : -

Tampak lesi hiperdens berdensitas darah di korona radiata kiri hingga thalamus kiri dengan perifokal edema disekitarnya System ventrikel Normal Sulci dan gyri normal Tidak tampak deviasi midline struktur Tidak tampak kalsifikasi abnormal Orbita normal Tidak tampak fraktur Tampak densitas cairan di sinus maxillaris kiri dan ethmoidalis Sinus maxillaris kanan, spenoidalis, dan frontalis normal

12

-

Kesimpulan : ICH di korona radiata kiri hingga thalamus kiri dengan perifokal edema disekitarnya Sinusitis maxillaris kiri dan ethmoidalis

-

2.6 Diagnosis Kerja -

Diagnosis Klinis

: Penuruna kesadaran perbaikan

-

Diagnosis Topis

: Korona radiata sinistra

-

Diagnosis Etiologis

: Stroke hemoragik

-

Diagnosis Patologis

: ICH

2.7 Terapi Medikamentosa : -

Head up 30֯

-

IVFD Asering 20 gtt/menit

-

IV paracetamol 1gr/12jam

-

IV ceftriaxone 1 gr/12jam

-

IV citicholin 500mg/12jam

-

IV omeprazol 40 mg/24jam

-

Nimotop 4x60 mg

-

Amlodipin 1x10mg (malam)

-

Candesartan 1x16mg (pagi)

2.8 PLANNING PEMERIKSAAN PENUNJANG -

CT Scan Kepala Laboratorium Foto Thorax

FOLLOW UP HARIAN S/ 8/2/2019 O/ Hari rawatan ke-8

Penurunan kesadaran TD : 180/90 mmHg N : 84 x/i RR :20 x/i T : 36,7ᵒC Status Neurologis GCS : E4 M5 V6 Mata : pupil bulat isokor, 3mm/3mm, rcl (+/+) rctl (+/+) TRM : Kaku Kuduk (-) N. Cranialis : parese N. VII dan XII Sinistra

Th/ - Head up 30֯ - IVFD Asering 20 gtt/menit - IV paracetamol 1gr/12jam - IV ceftriaxone 1 gr/12jam - IV citicholin 500mg/12jam

13

Motorik 2222/5555 - IV omeprazol 40 2222/5555 mg/24jam Kesan lateralisasi dekstra - Nimotop 4x60 mg - Amlodipin Sensorik : normal 1x10mg (malam) R. Fisiologis +3/+2 - Candesartan +3/+2 1x16mg (pagi) R. Patologis : (-/-) P/ Otonom : BAB(+) BAK (+) - CT Scan kepala (+) A/ Penurunan kesadaran ec - Foto thorax (+) stroke hemoragik + hipertensi - - Laboratorium encelophati

2.9 Prognosis Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

3 4

BAB III

PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang pria berusia 48 tahun dibawa dengan penuruna kesadaran secara tiba-tiba sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit dan di diagnosis dengan stroke hemoragik. Berdasarkan data insidensi, stroke merupakan penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Stroke hemoragik terjadi pada 20% kasus stroke, namun berakibat fatal pada orang yang mengalaminya.(1)(2) Berat otak orang dewasa sekitar 1400 gram, yaitu hanya sekitar 2% dari bobot tubuhnya. Akan tetapi, otak mengosumsi oksigen sekitar 20 persen dan glukosa sebanyak 50 persen dari total energi tubuh. Otak tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan sari makanan dan oksigen dalam jumlah yang memadai sehingga untuk dapat berfungsi otak memerlukan pasokan darah 24 jam terus-menerus, tidak boleh terhambat dalam hitungan detik sekalipun. Otak yang sehat harus dipasok dengan satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15 persen jumlah darah total yang dipompa jantung.(3) Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak, sehingga darah memenuhi jaringan otak dan ruang subarakhnoid maupun keduanya. Perdarahan juga dapat menekan otak sehingga bisa meningkatkan tekanan intrakranial yang bisa menekan batang otak. Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subaraknoid.(4) Berdasarkan letak perdarahan, stroke hemoragik bisa dibagi menjadi 2 jenis yaitu perdarahan intracerebral dan perdarahan subarakhnoid. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan

14

15

arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunaan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Penyebab perdarahan intraserebral spontan dibedakan atas perdarahan primer dan perdarahan sekunder. Penyebab perdarahan primer adalah penyakit hipertensi kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Lokasi yang paling sering untuk perdarahan tipe ini adalah ganglia basalis (65%), batang otak (10%) serebelum (10%), subkortikal(15%). Sedangkan perdarahan sekunder terjadi antara lain akibat anomaly vaskuler congenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif ( amiloid serebral), vaskulitis, dan obat anti koagulan.(4) Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.(5) Pada kasus ini, pasien berumur 48 tahun. Menurut Riskesdas 2007, stroke merupakan penyebab kecacatan kronik yang paling tinggi pada kelompok umur di atas usia 45 tahun.(2) Semakin tua usia seseorang akan semakin mudah terkena stroke. Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% kasus stroke terjadi pada usia diatas 65 tahun. Laki-laki lebih mudah terkena stroke. Hal ini dikarenakan lebih tingginya angka kejadian faktor risiko stroke (misalnya hipertensi) pada laki-laki. Penyakit stroke belakangan ini menyerang bukan hanya kelompok usia diatas 50 tahun, melainkan juga kelompok usia produktif yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan, dalam sejumlah kasus, penderita penyakit itu masih berusia dibawah 30 tahun. (1)

16

Pada pasien terdapat gejala berupa kelemahan anggota gerak kanan. Pasien mengeluh kelemahan pada anggota gerak tubuh bagian kanan yang dirasakan pasien muncul secara tiba-tiba setelah mengalami penurunan kesadaran sebelumnya, dan terasa berat saat diangkat yang disebut dengan parese. Parese atau Paresis (kelemahan) merupakan berkurangnya kekuatan otot sehingga gerak voluntar sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas, menimbulkan kelemahan pada belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai berat. Pada pasien terjadi pada anggota gerak bagian kanan, sehingga disebut dengan hemiparese dekstra.(7) Pasien juga mulai sulit berbicara. Keluhan sulit berbicara disebut sebagai disartria atau gangguan artikulasi. Disartria merupakan gangguan artikulasi oleh karena integrasi gerakan otot-otot pernafasan di dalam mekanisme mengeluarkan kata-kata dalam kalimat tidak sempurna oleh karena lesi yang terdapat di UMN, LMN atau serebelar. Pada pasien terdapat sulit berbicara, namun masih bisa menjawab dengan suara yang pelan dan volume kecil (disartria), hanya pengucapannya saja yang terganggu tetapi tatabahasanya baik, yang merupakan manifestasi akibat adanya kelumpuhan pada nervus cranialis VII & XII akibat lesi UMN atau serebelar.(8) Hemiparese dekstra yang terjadi pada pasien timbul dengan onset mendadak, terjadi onset saat istirahat, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial dan terjadinya penurunan kesadaran

pada. Pada gejala klinis stroke dapat

menimbulkan hemiparese yang tiba-tiba serta terdapat gejala dini pada pasien yaitu, terjadi gangguan artikulasi (disartria) serta gangguan membuka mata kiri (ptosis). Pada pasien terjadi hemiparese yang bersifat unilateral disertai gejala di atas, kelumpuhan dapat berupa lesi UMN atau serebelar. Pada kelumpuhan UMN unilateral atau serebelar dapat mengakibatkan gangguan (parese) dari nervus IX dan X. Kelumpuhan UMN atau serebelar juga mengakibatkan gangguan (parese) nervus VII dan XII yang menyebabkan terbatasnya kebebasan lidah untuk bergerak ke satu sisi dan mendasari gangguan artikulasi (disartria). Kelumpuhan UMN atau sereblar juga mengakibatkan gangguan (parese) nervus III yang mempersyarafi m.levator palpebrae, sehingga mengakibatkan kelopak mata atas terjatuh, mata tertutup, dan tidak dapat membuka mata (ptosis). Kelumpuhan UMN atau sereblar juga

17

mengakibatkan gangguan pada N.III, IV, dan VI yang mengatur gerak bola mata, maka terjadi kesan penglihatan ganda.(8) Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat pembengkakan dan edema yang timbul 24-72 jam pertama setelah kematian sel neuron. Stroke dapat dikenal dari gejala klinisnya yang bersifat onset mendadak dengan gejala klinis baik fokal ( paresis, sulit bicara, buta, dll) maupun global (gangguan kesadaran dan berkembang cepat serta mencapai maksimal dalam waktu beberapa menit sampai jam.(8) Pada Ct Scan pasien didapatkan adanya perdarahan intracerebral berupa gambaran hyperdens di area korona radiata kiri hingga ke hipotalamus. Hal ini sesuai dengan gejala yang dialami pasien berupa kelemahan anggota gerak kontralateral dari lesi perdarahan. Diagnosis stroke dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda klinis dari stroke yaitu adanya hemidefisit motorik, hemidefisit sensorik, penurunan kesadaran, kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan nervus hipoglosus (XII), gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi intelektual (demensia), buta separuh lapangan pandang dan defisit batang otak. Computerised Tomography Scanning (CT Scan) merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard) untuk mendiagnosis penyakit stroke. Mengingat bahwa alat tersebut saat ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke, langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus tersebut kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapat memberikan kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang dialaminya. Dengan perjalanan waktu, gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan.(9) Pasien diberikan terapi injeksi intravena citicolin 500 mg/ 12 jam. Citicolin berperan

untuk

perbaikan

membran

sel

saraf

melalui

peningkatan

sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicolin juga menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicolin diharapkan mampu membantu

18

rehabilitasi memori pada pasien. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik pada pasien yang mendapatkan Citicolin.(10) Pasien juga mendapat amlodipine 10 mg. amlodipine merupakan calcium channel blocker yang dipercaya meningkatkan fungsional neurologis pada kasus stroke akut. Di banyak penelitian dikatakan bahwa nimodipine berperan sebagai neuroprotektan pada kasus subarachnoid hemorrhagic (SAH). Sebagaimana dengan calcium channel blocker lainnya, nimodipine merupakan agen antihipertensi dan salah satu mekanisme aksinya adalah sebagai vasodilator, yang menurunkan resistensi pembuluh darah perifer.(11) Pasien juga diterapi dengan candesartan 16 mg. Candesartan berfungsi menghambat efek dari senyawa kimia yang disebut angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek mempersempit pembuluh darah, jadi dengan menghambat efek senyawa ini, Candesartan akan mengendurkan dan melebarkan pembuluh darah. Dengan begitu beban jantung akan berkurang serta perfusi ke otak juga semakin baik. Tujuan penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan menurunkan angka kematian serta menurunnya angka kecacatan. Dengan penanganan yang benar pada jam‐jam pertama, angka kecacatan stroke akan berkurang setidaknya 30%. Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan adalah dengan stabilisasi jalan napas dan pernapasan. Pemberian oksigen dapat dilakukan pada pasien dengan saturasi oksigen <95%. Keseimbangan cairan diperhitungkan dengan mengukur cairan yang dikeluarkan dari tubuh. Cairan yang dapat diberikan berupa kristaloid maupun koloid secara intravena. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/KgBB per hari. Pemasangan kateter diperlukan untuk mengukur banyaknya urine yang diproduksi dalam 24 jam. (13) Tekanan darah tidak perlu diturunkan secara cepat. Tekanan darah harus diturunkan samoau tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik 180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol IV 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril IV 0,625‐1.25 mg per 6 jam; captopril 3 kali 6,25‐25 mg per oral.12 Selain itu, perlu diberikan antibiotik sebagai

19

pencegahan terhadap infeksi sekunder. Pada pasien ini diberikan ceftazidime 2x1gr. Dan juga neuroprotektor vit B19 2x1. Pemberian neuroprotektor dapat diberikan pada perdarahan intraserebral kecuali yang bersifat vasodilator. (13) Pemberian terapi antihipertensi jika didapatkan tekanan darah yang tinggi (hipertensi emergensi) diberikan dengan pertimbangan bukan hanya terhadap otak saja, tetapi juga terhadap kerusakan organ lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun demikian jika tekanan darahnya rendah pada pasien yang mempunyai riwayat hipertensi pada fase akut serangan stroke, hal tersebut mungkin menandakan deteriorasi neurologis dini atau peningkatan volume infark, dan merupakan outcome yang buruk pada bulan pertama saat serangan, khususnya penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 20 mmHg. (13)

Tujuan penatalaksanaan komprehensif pada kasus stroke akut adalah meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.(14)

Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut (15) 1. Penatalaksanaan Hipertensi Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg (BASC: Blood Preassure in Acute Stroke Collaboration 201; IST: International Stroke Trial 2002. Banyak studi menunjukkan adanya hubungan berbentuk kurva U (Ushaped relationship) (U-shaped relationship) antara hipertensi pada stroke akut (iskemik maupun hemoragik) dengan kematian dan kecacatan. Hubungan

20

tersebut menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu berkaitan dengan tingginya kematian dan kecacatan. Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini. a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena. b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.

21

d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg. f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral. g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas. h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak. i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskular.

22

j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin. k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan darah belum jelas. l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. 2. Penatalaksanaan Hipotensi Pada Stroke Akut Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya keluaran neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh karena itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena iskemia miokardial atau aritmia. Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan dalam bentuk infuse dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan seperti takikardia. Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain, fenilephrin, dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS berkisar 140 mmHg pada kondisi akut stroke.

23

6

5 BAB IV KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki berusia 48 tahun dengan diagnosa Stroke hemoragik. Pasien memiliki faktor risiko terjadinya stroke yaitu hipertensi. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Laboratorium darah rutin, Head CT scan non kontras dan foto thorax. Pada kasus ini diberikan terapi medikamentosa berupa IV.Citicolin 500mg/12jam,IV Ceftriaxone 1gr/12jam, IV Omeprazol 40 mg/24jam,Nimotop 4x60 mg, amlodipine 10 mg, serta Candesartan 16 mg. Setelah mendapatkan terapi yang adekuat serta fisioterapi, kesadaran pasien sudah mulai membaik. Namun kelemahan anggota gerak masih ada, sehingga diperlukan latihan lanjutan dan perawatan dirumah untuk membuat klinis pasien semakin membaik.

24

DAFTAR PUSTAKA 1.

Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta; 2007.

2.

Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta; 2013.

3.

Junaidi I. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: CV. Andi; 2011.

4.

Feigin V. Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer; 2006.

5.

Junaidi I. Stroke A-Z. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer; 2006.

6.

Pudiastuti R. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.

7.

Alway D. Esensial Stroke Untuk Layanan Primer. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.

8.

Pinzon R, Asanti L. Stroke, Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan. Yogyakarta: CV. Andi Offset; 2010.

9.

Stroke Association. State of the Nation Stroke Statistics January 2016. London; 2015.

10.

Pinzon R, Asanti L. Stroke, Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan. Yogyakarta: CV. Andi Offset; 2010.

11.

Niaz. A Per N. ails Gunnar W. (2000). Effect of Intravenous Nimodipine on Blood Pressure and Outcome after acute Stroke. American Heart Journal

12.

Harsono. Buku Ajar Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1993.

13.

Zuryati dan Adityo. 2016. Stroke Hemoragik e.c Hipertensi Grade II. Lampung : FK UNLAM

14.

Ismail S. 2011. Stroke : Gejala dan Penatalaksanaan. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

15.

Perdossi. 2011. Guideline stroke. Jakarta

More Documents from "Rahmat Fuadi Zain"

Slide Lapkas Stroke.pptx
November 2019 4
Turbidity
August 2019 59
Contoh Modul Lab.pdf
June 2020 39