Contoh Modul Lab.pdf

  • Uploaded by: Zain
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Contoh Modul Lab.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 15,962
  • Pages: 83
1 Modul Materi 2017

2 Modul Materi 2017

3 Modul Materi 2017

PERATURAN PRAKTIKUM TATA TERTIB PRAKTIKUM STATISTIKA INDUSTRI DAN PENELITIAN OPERASIONAL TAHUN AJARAN 2016-2017 PERATURAN UMUM 1. Praktikan wajib mengetahui semua informasi terkait pelaksanaan praktikum 2. Praktikan wajib memenuhi seluruh kelengkapan dan persyaratan praktikum, dan membawa hal-hal yang dibutuhkan untuk pelaksanaan praktikum (data, peralatan, dll.) sesuai dengan modul praktikum yang diikuti. 3. Segala bentuk plagiarisme akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan institusi Universitas Telkom. 4. Praktikan wajib menggunakan peralatan laboratorium sesuai dengan ketentuan teknis yang diatur laboratorium. 5. Praktikan wajib menjaga ketenangan, ketertiban, kebersihan, dan kerapihan laboratorium saat kegiatan praktikum. 6. Praktikan wajib menjaga sopan santun dan etika kepada sesama rekan, asisten, dosen, laboran, serta teknisi laboratorium.

PELAKSANAAN PRAKTIKUM 1. Praktikan wajib mengikuti seluruh rangkaian kegiatan praktikum 2. Jadwal rangkaian kegiatan praktikum akan diumumkan oleh laboratorium. Praktikan wajib mengetahui informasi dan mengikuti jadwal tersebut. 3. Praktikan wajib hadir tepat waktu pada saat pelaksanaan praktikum. Keterlambatan mengikuti praktikum akan mengakibatkan konsekuensi: a. Terlambat < 15 menit: maka praktikan diperbolehkan mengikuti praktikum dan tidak ada tambahan waktu untuk pelaksanaan kegiatan (tes awal, praktek, dll.) di 15 menit pertama tersebut. b. Terlambat lebih dari 15 menit: praktikan tidak diperbolehkan mengikuti praktikum. 4. Syarat kelulusan praktikum adalah praktikan mengikuti dan lulus semua modul praktikum. Nilai minimal untuk dapat lulus di modul praktikum adalah nilai total 50. 5. Jika praktikan berhalangan hadir karena sakit, maka diwajibkan menyerahkan surat keterangan dokter maksimal 3 hari setelah pelaksanaan praktikum. Jika tidak, maka dianggap tidak mengikuti praktikum modul bersangkutan. 6. Praktikum susulan

i Modul Materi 2017

PERATURAN PRAKTIKUM a. Praktikum susulan diberikan kepada praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dikarenakan oleh: i. Sakit, ditunjukkan dengan dokumen surat keterangan Dokter/ Rumah Sakit. ii. Penugasan institusi, ditunjukkan dengan dokumen surat keterangan resmi penugasan institusi (Universitas/ Fakultas). iii. Keperluan keluarga yang mendesak, ditunjukkan dengan dokumen surat keterangan permohonan ijin dari orang tua/ wali. b. Prosedur pendaftaran dan dokumen lainnya di luar poin 6.a. yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan praktikum susulan akan diinformasikan oleh laboratorium. c. Praktikan wajib mengetahui jadwal pendaftaran dan pelaksanaan praktikum susulan. d. Praktikan wajib memenuhi semua syarat untuk mengikuti praktikum susulan. 7. Tukar Jadwal a. Praktikan dapat melakukan tukar jadwal praktikum dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat diterima seluruh asisten Laboratorium SIPO 2016 paling lambat 1x24 jam sebelum praktikum dilaksanakan dengan mengisi form tukar jadwal. 8. Pakaian a. Praktikan wajib menggunakan pakaian yang sesuai dengan ketetapan Universitas Telkom, yaitu pada hari Senin-Rabu mengenakan kemeja putih dengan celana panjang/rok warna biru (bukan jeans), Kamis dan Sabtu mengenakan kemeja dengan celana panjang/rok warna biru (bukan jeans), serta pada hari Jumat mengenakan batik dengan celana panjang/rok warna biru (bukan jeans). b. Rambut mahasiswa pria harus rapi, tidak melebihi kerah kemeja yang dikenakan dan tidak boleh diikat. c. Praktikan wajib memakai sepatu saat akan mengikuti praktikum Laboratorium SIPO.

KELENGKAPAN PRAKTIKUM 1. Praktikan wajib memenuhi persyaratan administrasi dan akademis yang telah diumumkan oleh Laboratorium SIPO. 2. Praktikan wajib memenuhi kelengkapan persyaratan setiap modul (persyaratan tambahan akan diumumkan di mading atau website Laboratorium SIPO sebelum praktikum modul bersangkutan dimulai).

ii Modul Materi 2017

PERATURAN PRAKTIKUM 3. Praktikan wajib mencetak kartu praktikum pada kertas concorde dan dilengkapi dengan foto 3x4 oleh setiap anggota kelompok dan ditempel pada bagian kiri bawah kartu praktikum serta terdapat cap Laboratorium SIPO. 4. Praktikan wajib membawa kartu praktikum setiap kegiatan praktikum berlangsung. 5. Apabila kartu praktikum hilang, maka praktikan dapat mengganti kartu praktikum maksimal satu kali penggantian dan segera meminta cap Laboratorium SIPO kepada asisten untuk legalisir sebelum praktikum selanjutnya.

TES AWAL 1. Tes Awal dilakuan di setiap awal praktikum pada semua modul. 2. Tes Awal dapat bersifat individu atau kelompok 3. Tes Awal dilakukan dalam bentuk tes praktik, tulis, lisan, atau bentuk lain yang akan ditetapkan kemudian.

LUCKY NUMBER 1. Lucky Number adalah sesi dimana satu perwakilan dari satu shift praktikum mendapatkan Lucky Number untuk menjelaskan materi modul yang akan dipelajari dalam sesi praktikum. 2. Apabila praktikan yang mendapatkan Lucky Number dapat menjelaskan materi modul yang sedang dipelajari maka akan mendapatkan poin “+2” dan anggota FRI dari praktikan yang bersangkutan akan mendapatkan poin “+1” 3. Apabila praktikan yang mendapatkan Lucky Number tidak dapat menjelaskan materi modul yang sedang dipelajari maka seluruh anggota FRI dari praktikan yang bersangkutan mendapat poin “-1” 4. Praktikan yang mendapatkan Lucky Number dapat dibantu oleh rekan satu FRI-nya ketika menjelaskan materi modul yang akan dipelajari dalam sesi praktikum

TES AKHIR 1. Tes Akhir dilaksanakan di setiap akhir praktikum pada semua modul. 2. Tes Akhir dilakukan dalam bentuk tes praktik atau bentuk lain yang akan ditetapkan kemudian.

iii Modul Materi 2017

KOMPONEN PENILAIAN KOMPONEN PENILAIAN

Modul 1a 1b 2 3 4 5 6 7 8

Tes Awal 10% 10% 25% 20% 20% 20% 25% 20% 15%

Komponen Penilaian Praktikum Tes Akhir 30% 20% 30% 25% 40% 35% 50% 30% 30% 25% 25% 25% 50% 25% 45% 35% 30% 30%

Tugas Laporan 40% 35% 25% 30% 25%

3.

iv Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING MODUL 1a TEKNIK SAMPLING TUJUAN PRAKTIKUM 1. Memahami definisi dari sampel dan istilah-istilah lain yang terkait 2. Mengetahui cara pengambilan sampel yang tepat dengan berbagai metode yang ada, 3. Membandingkan antara metode yang satu dengan metode yang lain dalam pengambilan sampel, 4. Mengaplikasikan studi kasus ke dalam software Microsoft Excel.

REFERENSI 1. Sugiarto, Dergibson Siagian, Lasmono Tri Sunaryo, Denny S. Utomo, 2001, Teknik Sampling Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2. William G. Cochran, 1991, Teknik Penarikan Sampel, Jakarta: UI-Press. 3. Algifari, 1997, Statistika Induktif, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 4. Drs. Djarwanto Ps, Drs. Pangestu Subagyo MBA, 1988, Statistik Induktif, Yogyakarta: BPFE. 5. Prof. Drs. Soegyarto Mangkuatmodjo, 2004, Statistik Lanjutan, Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. 6. Abdul Hakim SE, 2002, Statistik Induktif untuk Ekonomi dan Bisnis, Yogyakarta : EKONISIA. Sugiarto, Dergibson Siagian, Lasmono Tri Sunaryo, Denny S. Utomo, 2001, Teknik Sampling Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

DASAR TEORI Tipe Data 1. Data Nominal Data nominal adalah data yang hanya melakukan kategorisasi variabel yang diukur. Satu kategori dengan kategori lain tidak dapat diurutkan berdasarkan tingkatan. Contoh dari data nominal adalah mengkategorikan laki – laki dan perempuan dengan cara melabelkan. Laki – laki di labelkan dengan angka 1 dan perempuan dilabelkan dengan angka 0.

1 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING 2. Data Ordinal Apa yang dimiliki data nominal, yaitu kategorisasi variabel, juga dimiliki data ordinal. Perbedaan data nominal dan data ordinal adalah kategori-kategori dalam data ordinal dapat diurutkan. Contoh dari data ordinal adalah terdapat lima tingkat kepuasan, yaitu sangat puas, puas, cukup puas, tidak puas dan sangat tidak puas. 3. Data Interval Data interval mempunyai tingkatan lebih rendah dari data rasio. Data interval memiliki jarak data yang pasti namun tidak memiliki nilai nol mutlak. Contoh dari nilai data interval adalah hasil dari nilai ujian matematika. 4. Data Rasio Data rasio memiliki kekuatan data nominal, data ordinal dan data interval. Data rasio memiliki kelebihan dibandingkan tipe data yang lain, yaitu dapat dibandingkan secara absolut. Contoh: tinggi badan, berat badan. Populasi dan Sampel 1. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. 2. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya. Sampling Sampling adalah cara atau teknik yang dipergunakan untuk mengambil sampel. Secara garis besar, metode penarikan sampel dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Random Sampling (pemilihan secara acak) Random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel.

2 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING 2. Non Random Sampling (pemilihan secara tidak acak) Non random sampling atau non probability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol). Metode Penarikan Sampel Acak (Probability Sampling) Pemilihan sampel tidak dilakukan secara subyektif, dalam arti sampel yang terpilih tidak didasarkan semata-mata pada keinginan Peneliti, sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Jenis-jenis random sampling: 1. Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) Simple Random Sampling adalah metode pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk dipilih/ diambil sebagai sampel. Cara atau teknik ini dapat dilakukan jika analisis penelitiannya cenderung deskriptif dan bersifat umum. Perbedaan karakter yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Misalnya, dalam populasi ada wanita dan pria, atau ada yang kaya dan yang miskin, ada manajer dan bukan manajer, dan perbedaan-perbedaan lainnya. 2. Sampel Acak Sistematis (Systematic Random Sampling) Metode untuk mengambil sampel secara sistematis dilakukan dengan interval (jarak) tertentu dari suatu kerangka sampel yang telah diurutkan. Karena unsur populasi berkarakteristik heterogen, dan heterogenitas tersebut mempunyai arti yang signifikan pada pencapaian tujuan penelitian, maka peneliti dapat mengambil sampel dengan cara ini. Adapun langkah-langkah memperoleh sampelnya sebagai berikut: a. Menentukan ukuran sampel (n) yang akan diambil dari keseluruhan anggota populasi (N). b. Membagi anggota populasi menjadi k kelompok dengan ketentuan k harus lebih kecil atau sama dengan N/n. Nilai k yang lebih besar dari N/n akan menyebabkan ukuran sampel yang diinginkan tidak dapat diperoleh (kurang dari n). c. Menentukan secara acak sejumlah sampel pertama dari kelompok pertama yang terbentuk. Selanjutnya diambil beberapa unit sampel kedua dari kelompok kedua secara sistematis (urutan sampel kedua dari kelompok kedua sama dengan urutan sampel pertama dari kelompok pertama) dan seterusnya.

3 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING 3. Sampel Acak Terstratifikasi (Stratified Random Sampling) Stratified Random Sampling adalah pengambilan sampel dengan populasi dibagi stratastrata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara systematic random sampling. Misalnya seorang ingin mengambil sampel dari semua guru matematika dari tiap tingkat sekolah, yaitu SD, SMP, SMA. Dari tiap tingkat sekolah terdapat persentasi dari jumlah guru matematika. Adapun langkah-langkah memperoleh sampelnya sebagai berikut: a. Tentukan dan sebutkan populasinya b. Tentukan besarnya sampel yang dikehendaki c. Identivikasikan variabel-variabel dan subkelompok (strata) yang dianggap menjamin perwakilan yang tepat (dengan perbandingan atau sama) d. Klasifikasikan semua anggota populasi e. Pilih secara random sejumlah individu yang dikehendaki dai masing-masing subkelompok 4. Sampel Blocking (Cluster Sampling) Cluster Sampling adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel yang berupa kelompok dari beberapa kelompok (groups atau cluster), dimana setiap kelompok terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (elemen). Jumlah elemen dari masing-masing kelompok bisa sama maupun berbeda. Seperti halnya strata pada metode acak terstratifikasi, kelompok-kelompok dalam populasi ini juga bersifat bebas satu dengan yang lain (mutually exclusive). Tetapi anggota dari suatu stratanya lebih bersifat heterogen dan dibatasi oleh wilayah. Teknik ini biasa juga diterjemahkan dengan cara pengambilan sampel berdasarkan gugus. Berbeda dengan teknik pengambilan sampel acak yang distratifikasikan, di mana setiap unsur dalam satu stratum memiliki karakteristik yang homogen (stratum A: laki-laki semua, stratum B: perempuan semua), maka dalam sampel gugus, setiap gugus boleh mengandung unsur yang karakteristiknya berbeda-beda atau heterogen. Adapun langkah-langkah pemilihan sampel sebagai berikut: a. Tentukan dan definisikan populasinya b. Tentukan jumlah sampel-sampel yang dikehendaki c. Tentukan dan definisikan cluster yang logis d. Sebutkan cluster-cluster tersebut yang terkandung dalam populasi e. Taksirlah jumlah rata-rata anggota populasi setiap cluster f. Tentukan jumlah cluster yang diperlukan dengan membagi besarnya sampel dengan

4 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING ukuran cluster yang ditaksir g. Pilih secara random jumlah cluster yangn dibutuhkan h. Masukkan pada penyelidikan itu semua anggota populasi pada tiap cluster yang terpilih. 5. Sampel Bertingkat (Multi-Stage Sampling) Multi-stage sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara berurutan dalam dua level tingkatan/hierarki atau lebih. Teknik ini tidak memerlukan daftar lengkap anggota/bagian dari populasi yang akan diteliti. Hal ini dapat digunakan untuk menghemat biaya dalam pengambilan sampel. Teknik ini juga dapat melibatkan lebih dari satu metode atau metode sampling gabungan, misalnya: simple random, cluster atau stratified sampling. Multi-stage sampling sebenarnya mirip atau hampir sama dengan cluster sampling. Namun teknik ini melibatkan sampel terpilih dari setiap cluster yang dipilih –yang tidak melibatkan semua unit yang terdapat dalam cluster tersebut. Teknik ini lebih kompleks karena menggunakan sampel minimal dua tahap/tingkat. Dengan kata lain, multi-stage sampling adalah bentuk kompleks dari cluster sampling. Metode Penarikan Sampel Tidak Acak (Non Probability Sampling) Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya sudah direncanakan oleh peneliti. 1. Sampel yang dipilih dengan pertimbangan kemudahan (Convenience Sampling) Dalam memilih sampel, peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Misalnya seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tadi ada di situ atau kebetulan dia mengenal orang tersebut. Oleh karena itu ada beberapa penulis menggunakan istilah accidental sampling – tidak disengaja – atau juga captive sample (man-on-the-street). Beberapa kasus penelitian yang menggunakan jenis sampel ini, hasilnya ternyata kurang obyektif. 2. Purposive Sampling Sesuai dengan namanya, sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Misalnya seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa

5 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya. Dua jenis sampel ini dikenal dengan nama judgement dan quota sampling. a. Judgement Sampling Sampel dipilih berdasarkan penilaian peneliti bahwa dia adalah pihak yang paling baik untuk dijadikan sampel penelitiannya. b. Quota Sampling Teknik sampel ini adalah bentuk dari sampel distratifikasikan secara proposional, namun tidak dipilih secara acak melainkan secara kebetulan saja. 3. Sampel Bola Salju (Snowball Sampling) Cara ini banyak dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dia hanya tahu satu atau dua orang yang berdasarkan penilaiannya bisa dijadikan sampel. Karena peneliti menginginkan lebih banyak lagi, lalu dia minta kepada sampel pertama untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel. Penentuan Jumlah Sampel 1. Dengan Perhitungan Winarno Surachmad (1990), Suharsimi Arikunto (1990), Kartini Kartono (1990), menyatakan bahwa ukuran sampel sangat ditentukan oleh besarnya ukuran populasi. Untuk populasi dengan ukuran kurang dari seratus, sampel dapat diambil seluruhnya (seluruh anggota populasi menjadi sampel atau disebut juga sebagai sampel total). Namun demikian, Burhan Bungin (2005), memiliki pendapat bahwa ukuran sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus slovin:

𝑛=

𝑁 𝑁. 𝑑2 + 1

Keterangan: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi d = Nilai presisi/ketepatan meramalkan

6 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING 2. Tanpa Perhitungan a. Menurut Gay dan Diehl, 1992 Untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi. Untuk penelitian korelasional, paling sedikit 30 elemen populasi. Untuk penelitian perbandingan kausal, 30 elemen perkelompok, dan untuk penelitian eksperimen 15 elemen per kelompok. b. Menurut Roscoe (1975) dalam Uma Sekaran (1992) Pedoman dalam penentuan jumlah sampel adalah sebagai berikut: 1) Sebaiknya ukuran sampel di antara 30 s/d 500 elemen. 2) Jika sampel dipecah lagi ke dalam sub sampel (laki/perempuan, SD/SLTP/SMA, dsb), jumlah minimum sub sampel harus 30. 3) Pada penelitian multivariat (termasuk analisis regresi multivariat) ukuran sampel harus beberapa kali lebih besar (10 kali) dari jumlah variabel yang akan dianalisis 4) Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa antara 10 s/d 20 elemen. c. Menurut Krejcie dan Morgan (1970) Krejcie dan Morgan membuat daftar yang biasa diapakai untuk menentukan jumlah sampel sebagai berikut:

7 Modul Materi 2017

TEKNIK SAMPLING

Gambar 1a.1 Daftar Jumlah Sampel menurut Krejcie dan Morgan

d. Menurut Champion (1981) Champion mengatakan bahwa sebagian besar uji statistik selalu menyertakan rekomendasi ukuran sampel. Dengan kata lain, uji-uji statistik yang ada akan sangat efektif jika diterapkan pada sampel yang jumlahnya 30 s/d 60 atau dari 120 s/d 250. Bahkan jika sampelnya di atas 500, tidak direkomendasikan untuk menerapkan uji statistik.

8 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF MODUL 1b PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mampu memahami konsep statistika deskriptif 2. Praktikan mampu memahami konsep pengolahan dan penyajian data 3. Praktikan mampu melakukan pengolahan dan penyajian data dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS 23.0

REFERENSI 1. Nugroho, Sigit. 2007. Dasar-dasar Metode Statistika. Jakarta: Grasindo 2. Rasyad, Rasdihan. 2008. Metode Statistik Deskriptif. Jakarta: Grasindo 3. Priyatno, Duwi. 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta : CV ANDI OFFSET

DASAR TEORI Statistka Deskriptif dan Inferensia Statistika merupakan metode pengumpulan data, analisis, interpretasi dan penyimpulan hasil analisis (Johnson dan Bhattacharya, 1985). Statistika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Statistika Deskriptif (Statistika Deduktif) Statistika deskriptif adalah kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data yang digambarkan dalam bentuk tabel, grafik, diagram, dan pengukuran numerik tanpa berupaya untuk menyimpulkan kondisi keseluruhan.

9 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF Mulai

Pengumpulan data

Pengolahan data

Penyajian hasil olahan data

Penggunaan data untuk menganalisis karakter populasi yang ditelaah

Berhenti

Gambar 1b.1 Sistematika Penggunaan Statistika Deskriptif

2. Statistika Inferensia (Statistika Induktif) Statistika inferensia adalah metode statistik yang digunakan sebagai alat untuk mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum dari sekumpulan data yang telah disusun dan diolah. Mulai

Pengumpulan data

Pengolahan data

Penyajian hasil olahan data

Penggunaan data hasil olahan untuk memaksimalkan dan atau menguji karakteristik populasi yang dihipotesiskan

Penarikan kesimpulan populasi yang ditelaah

Berhenti

Gambar 1b.2 Sistematika Penggunaan Statistika Inferensia

10 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF Pengolahan Data Statistika Deskriptif

Data Tunggal

Data Berkelompok

Pengukuran Terpusat - Mean - Median - Modus

Pengukuran Terpusat - Mean - Median - Modus

Pengukuran Penyebaran - Range - Quartile Deviation - Variance - Standard Deviation - Skewness (Kemiringan) - Kurtosis (Keruncingan)

Pengukuran Penyebaran - Range - Quartile Deviation - Variance - Standard Deviation - Skewness (Kemiringan) - Kurtosis (Keruncingan)

Gambar 1b.3 Bagan Statistika Deskriptik

1. Pengolahan Data Tunggal a. Pengukuran Terpusat 1) Rata-Rata Hitung (Mean) 𝑛

𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛 1 𝑥̃ = = ∑ 𝑥𝑖 𝑛 𝑛 𝑖=1

Keterangan: n = jumlah operasi xi = data ke-i 2) Median Data Ganjil =

𝑛+1 2 1 𝑛

𝑛

Data Genap = 2 ⌊ 2 + ( 2 + 1)⌋ 3) Modus Modus pada data tunggal adalah data yang paling sering muncul.

11 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF b. Pengukuran Penyebaran 1) Range (Jangkauan) Jangkauan merupakan selisih antara nilai maksimum dan minimum. Jangkauan data dapat menunjukkan kualitas suatu data. Semakin kecil jangkauan suatu data, maka kualitas data semakin baik, dan begitu pula sebaliknya. Range = 𝑄3 − 𝑄1 Dengan:

Q=

𝑖(𝑛+1) 4

Q = kuartil i

= 1, 2, 3

n

= banyaknya data

2) Jangkauan Kuartil Jangkauan Kuartil=

Q3 −𝑄1 2

3) Variansi Variansi merupakan rata-rata kuadrat selisih atau kuadrat simpangan dari semua nilai data terhadap rata-rata hitung. 𝑛

1 𝑠 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̃)2 𝑛−1 2

𝑛=1

4) Standar Deviasi Standar deviasi adalah akar pangkat dua dari variansi. Standar deviasi merupakan ukuran dispersi yang dianggap paling baik sehingga sering digunakan dalam analisis data. 1

s =√𝑛−1 ∑𝑛𝑛=1(𝑥1 − 𝑥̃)2

12 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF 5) Kemiringan (Skewness) Kemiringan adalah derajat ketidaksimetrisan suatu distribusi. Kemiringan atau Skewness dapat juga disebut ukuran distribusi data dimana skewness biasanya digunakan untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak yang dapat dilakukan dengan menghitung rasio skewness dengan standard error of skewness dari output software SPSS, adapun kriteria yang digunakan adalah jika rasio skewness antara -2 sampai 2 maka data terditribusi normal (Routledge, 1997). For Unclassified Data =>𝑎3 =

̃3 1 ∑𝑛 𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥) 𝑠3

𝑛

Gambar 1b.4 Grafik Sknewness

6) Keruncingan (Kurtosis) Kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasa diukur relatif terhadap distribusi normal). Kurtosis sama halnya dengan skewness, di mana kurtosis digunakan untuk mengukur distribusi data untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak yang dapat dilakukan dengan menghitung rasio kurtosis dengan standard error kurtosis, adapun kriteria yang digunakan, yaitu jika rasio kurtosis diantara -2 sampai 2 maka data berdistribusi normal (Routledge, 1997). For Unclassified Data =>𝑎4 =

̃4 1 ∑𝑛 𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥) 𝑛

𝑠4

Kriteria dari nilai kurtosis, yaitu : -

a4 = 3, Mesokurtic Curve

-

a4 > 3, Leptokurtic Curve

13 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF -

a4 < 3, PlatycurticCurve

Gambar 1b.5 Grafik Kurtosis

2. Pengolahan Data Berkelompok Apabila data cukup banyak, maka data dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok data disebut dengan kelas dan banyaknya data pada setiap kelas disebut dengan frekuensi kelas. Selang yang memisahkan kelas yang satu dengan yang lain disebut dengan interval kelas. Besarnya interval kelas untuk semua kelas harus sama. Suatu tabel yang menyajikan data yang telah dikelompokkan pada kelas-kelas beserta frekuensi kelasnya disebut dengan tabel distribusi frekuensi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar suatu tabel distribusi frekuensi dapat memberikan informasi yang baik, antara lain sebagai berikut: a. Jumlah kelas pada suatu tabel distribusi frekuensi tidak terlalu banyak atau tidak terlalu sedikit. b. Hindari adanya suatu kelas yang tidak dapat menampung data (frekuensi kelas nol). c. Semua data harus dapat ditampung ke dalam tabel distribusi frekuensi tersebut dan tiap kelas frekuensinya tidak boleh memuat data yang ada pada kelas frekuensi lain.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat tabel distribusi frekuensi adalah sebagai berikut. 1. Urutkan data dari data terkecil ke data yang terbesar. 2. Tentukan banyak kelas pada tabel distribusi frekuensi. Dapat menggunakan metode Sturgess. k = 1 + 3,3 log n Keterangan : k

= banyaknya kelas

n

= banyaknya data

14 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF 3. Tentukan interval kelas dengan rumus: I=

𝑅 𝑘

Keterangan: I

= interval kelas

R = wilayah (data tertinggi – data terendah) k

= banyaknya kelas

4. Tentukan batas atas dan batas bawah kelas a. Pengukuran Terpusat 1) Rata-rata Hitung (Mean) 𝑛

𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛 1 𝑥̃ = = ∑ 𝑥𝑖 𝑛 𝑛 𝑖=1

Keterangan: x

= interval median

f

= frekuensi kelas

n

= jumlah observasi

k

= banyaknya kelas

2) Median md = bb +

𝑛 − 𝑓𝑜 𝑄

𝑓

𝑐

Keterangan: bb = batas bawah pada median kelas fo = frekuensi kumulatif sebelum median c

= interval kelas

f

= frekuensi pada median kelas

3) Modus 𝑓

1 mo = bb + 𝑓 +𝑓 𝑐 1

2

15 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF Dengan c=

𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑋𝑚𝑖𝑛 1+3,322 log 𝑛

Keterangan: bb = batas bawah kelas modus f1 = perbedaan selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya f2 = perbedaan selisih frekuensi kelas modus dengan kelas setelahnya c

= interval kelas

b. Pengukuran Penyebaran 1) Range (Jangkauan) Jangkauan merupakan selisih antara nilai maksimum dan minimum suatu data. Jangkauan data dapat menunjukkan kualitas suatu data. Semakin kecil jangkauan suatu data, maka kualitas data semakin baik, dan sebaliknya. Range = 𝑄3 − 𝑄1

2) Jangkauan Quartil Quartile Deviation =

𝑄3 − 𝑄1 2

3) Variansi Variansi merupakan rata–rata kuadrat selisih atau kuadrat simpangan dari semua nilai data terhadap rata-rata hitung. 1

𝜎 2 = 𝑛 ∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝜇)2 Keterangan: μ = rata-rata populasi

4) Standar Deviasi Standar deviasi adalah akar pangkat dua dari variansi. Standar deviasi merupakan ukuran dispersi yang dianggap paling baik sehingga sering digunakan dalam analisis data.

16 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF 𝑛

1 𝜎 = √ ∑(𝑥𝑖 − 𝜇)2 𝑛 𝑖=1

Keterangan: μ = rata-rata populasi

5) Kemiringan (Skewness) Kemiringan yang terdapat pada data berkelompok sama dengan data tunggal di mana kemiringan adalah derajat ketidaksimetrisan suatu distribusi. For unclassified data =𝑎3 =

̃3 1 ∑𝑛 𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥) 𝑛

𝑠3

Gambar 1b.6 Grafik Skewness

6) Keruncingan (Kurtosis) Keruncingan yang terdapat pada data berkelompok sama dengan data tunggal. Dimana kurtosis adalah derajat keruncingan suatu distribusi (biasa diukur relatif terhadap distribusi normal). For unclassified data =𝑎4 =

̃4 1 ∑𝑛 𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥) 𝑛

𝑠4

Kriteria dari nilai kurtosis, yaitu : -

a4 = 3, Mesokurtic Curve

-

a4 > 3, Leptokurtic Curve

-

a4< 3, PlatycurticCurve

17 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF

Gambar 1b.7 Grafik Kurtosis

Penyajian Data Statistika Deskriptif 1. Penyajian Data Tunggal Tabel 1b.1 Penyajian Data Tunggal

Gambar

Keterangan Tabel Alat untuk menampilkan informasi dalam bentuk matriks Diagram Batang (Bar Chart) Metode penyajian data dengan menggunakan batang-batang berbentuk persegi panjang dan dilengkapi dengan skala tertentu Diagram Batang Daun (Steam and Leaf Plot) Metode penyajian data statistik dalam kelompok batang (puluhan) dan kelompok daun (satuan) dari suatu data Diagram Garis (Line Chart) Metode penyajian data dalam bidang cartesius dengan menghubungkan titik-titik pada bidang cartesius (sumbu x dan sumbu y) Diagram Lingkaran (Pie Chart) Metode penyajian data berupa daerah lingkaran yang dibagi ke dalam juring-juring Box Plot Metode penyajian data berupa grafik yang meyediakan informasi mengenai range, mean, median, Q1, Q3 dan Outlier suatu data.

18 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF 2. Penyajian Data Berkelompok Tabel 1b.2 Penyajian Data Berkelompok

Gambar

Keterangan Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Frekuensi kumulatif adalah frekuensi yang dijumlahkan, yaitu frekuensi suatu kelas yang dijumlahkan dengan frekuensi kelas sebelumnya. Tabel distribusi kumulatif dibuat dengan cara menjumlahkan frekuensi data secara berurutan Histogram Histogram merupakan diagram kotak yang lebarnya menunjukkan interval kelas, sedangkan batas-batas tepi kotak merupakan tepi bawah dan tepi atas kelas, dan tingginya menunjukkan frekuensi kelas Ogive Ogive merupakan grafik yang digambarkan berdasarkan data yang sudah disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kumulatif

19 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF MODUL 2 PENENTUAN DISTRIBUSI PELUANG KONTINU DAN DISKRIT

TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mampu memahami konsep distribusi peluang kontinu dan distribusi peluang diskrit. 2. Praktikan mampu menyelesaikan permasalahan terkait dengan distribusi peluang kontinu dan distribusi peluang diskrit dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan IBM SPSS 23.0

REFERENSI 1. Montgomery, C Douglas dan Runger, George C. Applied Statistics and Probability for Engineers, Fifth Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc. 2. Walpole, Ronald E., Raymond H Myers.; Ilmu Peluang Dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuawan, Edisi ke-4. Penerbit: ITB, Bandung, 1995. 3. Sudjana.1992. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.

DASAR TEORI Dalam keseharian kita dihadapakan dengan berbagai macam permasalahan berkaitan dengan peluang suatu kejadian yang mengharuskan kita untuk mencari solusi dan penyelesainya. Faktor ketidakpastian suatu kejadian memiliki banyak model peluang yang menggambarkan akibat jika suatu kondisi tertentu terjadi. Oleh sebab itu, kita memerlukan suatu hasil pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya sebagai sebuah informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan yang objektif. Keseluruhan pengamatan yang kita lakukan tentunya berasal dari suatu populasi yang menjadi objek permasalahan, dan sampelnya adalah himpunan bagian dari populasi tersebut. Informasi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan peluang bisa kita dapatkan dari suatu hasil percobaan. Percobaan yang kita lakukan haruslah suatu percobaan yang acak agar didapatkan informasi yang objektif. Suatu percobaan dikatakan acak apabila: 1. Percobaan dapat diamati dan diukur. 2. Hasil percobaan yang akan terjadi tidak dapat diperkirakan sebelumnya karena adanya error.

20 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF 3. Semua kemungkinan hasil dari percobaan dapat dirumuskan dalam suatu ruang sampel. 4. Besar suatu keberhasilan kejadian dapat kita ketahui dari hasil-hasil sebelumnya. 5. Dalam kondisi yang sama, perocobaan dapat dilakukan oleh pengamat yang berbeda. Dalam suatu percobaan, yang menjadi pusat perhatian bukanlah percobaan tersebut, melainkan akibat dari percobaan tersebut. Hasil dari percobaan yang dihimpun kedalam suatu ruang sampel bukanlah sesuatu yang menjadi pusat perhatian utama, melainkan pemetaan dari hasil percobaan tersebut. Pemetaan ini disebut dengan peubah acak atau variabel acak. Variabel Acak Sebuah variabel acak atau peubah acak adalah suatu fungsi yang mengaitkan bilangan nyata dengan setiap elemen di ruang sampel atau ruang contoh. Peubah acak dapat dinyatakan dengan huruf “X” kapital, sedangkan nilainya dinyatakan dengan huruf “x” kecil (Walpole,1993). Variabel acak terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Variabel Acak Diskrit Variabel acak diskrit adalah variabel acak yang hanya mengambil nilai-nilai yang terisolasi, yaitu nilai yang mungkin ditandai pada suatu garis nyata (Ingram,1994). Jadi, varibel acak diskrit adalah variabel acak yang hanya mengambil nilai-nilai tertentu dalam sebuah interval. Misalkan X adalah peubah acak, banyak nilai-nilai yang mungkin dari X (yaitu ruang hasil dari Rx) berhingga atau tak berhingga tapi dapat dihitung, maka X merupakan peubah acak diskrit. Nilai-nilai yang mungkin dari X bisa ditulis sebagai (x1,x2,x3,…,xn,). Variabel acak diskrit jika digambarkan pada sebuah garis interval, akan terlihat berupa sederetan titik-titik yang terpisah. Contoh: Jumlah mahasiswa yang terlambat praktikum pada minggu pertama adalah X. Maka, Rx = {0,1,2,...} x = 0, tidak ada mahasiswa yang terlambat x = 1, terdapat mahasiswa yang terlambat sebanyak satu orang x = 2, terdapat mahasiswa yang terlambat sebanyak dua orang x = n, terdapat mahasiswa yang terlambat sebanyak n orang

21 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF 2. Variabel Acak Kontinu Variabel acak kontinu adalah variabel acak yang dapat diukur untuk setiap tingkat akurasi yang diinginkan. Koleksi semua nilai yang mungkin dari variabel acak kontinu terdiri dari satu atau lebih interval dari bilangan real (Ingram, 1994). Jadi, seberapa dekat dua angka dalam suatu selang selalu ada bilangan lain. Contoh antara bilangan 1 dan 2 dengan interval 1, terdapat bilangan lain yaitu (1.1, 1.2, 1.3,...). Varibel acak kontinu jika digambarkan pada sebuah garis interval, akan berupa sederetan titik yang bersambung membentuk suatu garis lurus Contoh: -

Nilai IPK mahasiswa Universitas Telkom semester 6 X = 3,8 untuk 2
-

Suhu kota Bandung pada hari Minggu X = 25,8 derajat Celcius dalam rentang 25 < suhu <30

Maka, dari peubah acak tersebut, peluang untuk suatu kejadian dapat kita bentuk menjadi suatu fungsi peluang, kemudian fungsi kumulatif dari peluang tersebut direpresentasikan menjadi fungsi distribusi. Distribusi peluang dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Distribusi Peluang Diskrit 2. Distribusi Peluang Kontinu Distribusi Peluang Diskrit Distribusi peluang diskrit adalah distribusi peluang dimana semesta peubah acaknya dapat dihitung atau berhingga. Distribusi peluang diskrit adalah suatu ruang contoh yang mengandung jumlah titik contoh yang terhingga atau suatu barisan unsur yang tidak pernah berakhir tetapi sama banyaknya dengan bilangan cacah (Walpole,1993). Syarat dari distribusi diskrit yaitu himpunan pasangan terurut (x, f(x)) merupakan suatu fungsi peluang atau distribusi peluang peubah acak diskrit x bila untuk setiap kemungkinan hasil x memenuhi: 1. 𝑓(𝑥) ≥ 0 2. ∑𝑓(𝑥) = 1 3. 𝑃(𝑋 = 𝑥) = 𝑓(𝑥) Ada beberapa jenis distribusi peluang diskrit yang sering digunakan yaitu distribusi seragam diskrit, distribusi binomial, distribusi poisson dan distribusi hipergeometrik. Namun dalam

22 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF modul kali ini, distribusi peluang diskrit yang akan dibahas adalah distribusi binomial dan distribusi poisson.

1. Distribusi Binomial Disrtribusi binomial berangkat dari proses bernoulli. Pada proses bernoulli suatu percobaan dilakukan secara berulang-ulang dimana setiap usaha dari percobaan tersebut mempunyai dua kemungkinan, yaitu “sukses” dan “gagal”. Distribusi binomial merupakan suatu percobaan dimana pada setiap perlakuan, hasilnya hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu “sukses” dan “gagal” dalam “n” ulangan yang bebas (Walpole, 1993). Menurut Sudjana (2005:130), distribusi binomial adalah distribusi yang dihasilkan dari eksperiment yang menghasilkan peristiwa “A” dan bukan “A”. Ciri ciri atau karakteristik distribusi binomial menurut Walpole (1993), yaitu: a. Percobaan dilakukan sebanyak “n” percobaan yang berulang. b. Hasil dari setiap perulangan yang dilakukan dikategorikan dalam 2 kelompok misalnya “sukses” atau “gagal”, “ya” atau “tidak”. c. Peluang berhasil disimbolkan dengan “p” dan dalam setiap perulangan yang dilakukan nilai “p” tetap. d. Setiap ulangan yang dilakukan bersifat bebas (independent). Banyak sukses X dalam “n” proses bernoulli disebut dengan peubah acak binomial. Distribusi peluang dari X dapat ditulis sebagai berikut. [𝑋~𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) ] Maka peluang sukses sebanyak x buah dari “n” percobaan adalah sebagai berikut: 𝑛 𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) = 𝑃(𝑋 = 𝑥) = ( ) 𝑝 𝑥 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑥 Dimana: 𝑛! 𝑛 ( )= 𝑥 𝑥! (𝑛 − 𝑥)! Maka,

𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) =

𝑛! 𝑝 𝑥 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑥! (𝑛 − 𝑥)!

23 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF Menurut Walpole (1993), adapun rumus untuk menghitung rata – rata, variansi, dan standar deviasi dari nila tengah dan ragam bagi distribusi binomial B(x; n; p) adalah sebagai berikut. Mean

= 𝑛𝑝

Variansi

= 𝑛𝑝𝑞

Standar deviasi

= √𝑛𝑝𝑞

Dimana: n : banyaknya percobaan yang dilakukan p : menyatakan peluang sukses pada setiap percobaan x : banyaknya harapan suatu unit muncul dalam percobaan q : peluang gagal dalam percobaan (𝑞 = 1 − 𝑝) Contoh: Dalam percobaan pelemparan 1 koin yang dilakukan sebanyak 6 kali, dicatat banyaknya angka 4 yang muncul. Berapakah peluang munculnya angka dadu bernilai 4 sebanyak 3 kali? Maka, x = 3 (banyaknya angka 4 yang diharapkan muncul) n = 6 (banyaknya percobaan yang dilakukan) p = 1/6 (peluang kemunculan angka 4 ) 𝑛 𝐵(𝑥, 𝑛, 𝑝) = 𝑃(𝑋 = 𝑥) = ( ) 𝑝 𝑥 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑥 3 1 1 6 1 𝐵 (3,6, ) = 𝑃(𝑋 = 3) = ( ) (1 − )6−3 3 6 6 6

1 6! 13 1 𝐵 (3,6, ) = 𝑃(𝑋 = 3) = (1 − )6−3 = 0.053584 6 3! (6 − 3)! 6 6

Namun biasanya dalam persoalan nyata kita diminta untuk menghitung distribusi kumulatif misalnya 𝑃(𝑋 < 𝑟) 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑃(𝑎 ≤ 𝑋 ≤ 𝑏). 𝑟

𝑛 𝑃(𝑋 < 𝑟) = ∑ ( ) 𝑝 𝑥 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑥 𝑥=0

𝑏

𝑛 𝑃(𝑎 ≤ 𝑋 ≤ 𝑏) = ∑ ( ) 𝑝 𝑥 (1 − 𝑝)𝑛−𝑥 𝑥 𝑥=𝑎

24 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF Untuk menghitung sigma tersebut kita dapat menggunakan tabel binomial untuk berbagai macam nilai x, n, dan p.

2. Distribusi Poisson Percobaan poisson adalah eksperimen yang menghasilkan nilai numerik dari peubah acak X pada selang waktu tertentu atau daerah tertentu yang disebut dengan peubah acak poison. Contoh : a. Banyaknya gol dalam satu musim liga sepakbola b. Banyaknya mesin yang rusak dari suatu pabrik selama satu bulan operasi. c. Banyaknya ular yang ditemukan dalam satu hektar hutan. d. Banyaknya kesalahan penulisan kata dalam satu halaman essay

Distribusi dari peluang distribusi ini disebut dengan distribusi poisson, dimana peubah acak poisson X mewakili jumlah sukses yang terjadi dalam selang waktu atau daerah tertentu yang dinotasikan dengan “t” (Walpole, 1993). 𝑃(𝑥; 𝜆𝑡) =

𝑒 −𝜆𝑡 (𝜆𝑡)𝑥 𝑥!

; 𝑥 =1,2,3,..

Dimana 𝜆𝑡 adalah rata rata banyaknya sukses yang terjadi persatuan waktu atau daerah , dengan e = 2.71828 dan µ menyatakan rata rata banyaknya kejadian sukses yang terjadi pada selang waktu atau daerah tertentu dengan nilai µ = 𝜆𝑡.

Sifat dari distribusi poisson menurut Walpole (1993), yaitu: a. Banyaknya hasil percobaan yang terjadi dalam selang waktu atau suatu daerah tertentu tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi pada selang waktu atau daerah lain yang terpisah. b. Peluang terjadinya satu hasil percobaan selama suatu selang waktu yang singkat atau dalam suatu daerah yang kecil sebanding dengan panjang selang waktu tersebut atau besarnya daerah tersebut, dan tidak bergantung pada banyaknya hasil percobaan yang terjadi diluar selang waktu atau daerah tersebut. c. Peluang bahwa lebih dari suatu hasil percobaan akan terjadi dalam selang waktu yang singkat tersebut atau dalam yang kecil tersebut dapat diabaikan.

25 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF Distribusi Peluang Kontinu Distribusi peluang kontinu adalah peubah acak yang mendapatkan nilainya pada skala kontinu. Bila ruang sampel mengandung titik sampel yang tak berhingga maka disebut dengan ruang sample kontinu. Distribusi peluang kontinu adalah suatu ruang contoh yang mengandung tak terhingga banyaknya titik contoh yang sama dengan banyaknya titik pada sebuah garis (Walpole,1993). Syarat dari distribusi kontinu adalah apabila fungsi 𝑓(𝑥) yaitu fungsi padat peluang peubah acak kontinu X didefenisikan atas semua himpunan bilangan real (R), jika: 1. 𝑓(𝑥) ≥ 0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑥 ∈ 𝑅 ∞

2. ∫∞ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 = 1 ∞

3. 𝑃(𝑎 < 𝑥 < 𝑏) = ∫∞ 𝑓(𝑥) 𝑑𝑥 Contoh data yang di kategorikan sebagai data kontinu adalah seperti berat badan, volume air dalam suatu tabung. Beberapa distribusi kontinu yang banyak dikenal yaitu distribusi normal, distribusi uniform, distribusi chi square, distribusi gamma, distribusi eksponensial dan lainlain. Namun, distribusi yang dibahas dalam modul ini hanyalah distribusi normal dan distribusi eksponensial.

1. Distribusi Normal Distribusi normal merupakan distribusi paling penting dalam ilmu statistika. Dikatakan penting karena distribusi normal dapat menggambarkan banyak fenomena yang terjadi di alam, industri, dan penelitian. Distribusi normal juga dapat digunakan untuk mengaproksimasi distribusi probabilias diskrit seperti binomial, dan poisson (Walpole, 1993). Distribusi normal disebut juga gausian distribution, yaitu salah satu fungsi distribusi peluang yang berbentuk lonceng seperti gambar berikut.

Gambar 2. 1 Kurva Normal

Berdasarkan gambar di atas, distribusi normal memiliki beberapa karakteristik diantaranya: a. Kurvanya berbentuk garis lengkung yang halus dan berbentuk seperti genta. b. Simetris terhadap rataan (mean).

26 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF c. Kedua ekor/ujungnya semakin mendekati sumbu absisnya tetapi tidak pernah memotong. d. Jarak titik belok kurva tersebut dengan sumbu simetrisnya sama dengan σ e. Luas daerah di bawah lengkungan kurva tersebut dari -∞ sampai +∞ Suatu peubah acak berdistribusi normal dapat ditulis 𝑋~𝑁(µ, 𝜎 2 ) . Distribusi normal memiliki dua parameter yaitu rataan (µ) dan simpangan baku (σ). Jika X merupakan peubah acak, maka fungsi padat peluang dari peubah acak X dengan distibusi normal dapat dinyatkan dengan: 1

1 𝑥−µ 2 ) 𝜎

𝑁(𝑥; µ; 𝜎) = 𝑓(𝑥) = √2𝜋𝜎2 𝑒 −2(

; -∞<x<∞, -∞<x<∞,𝜎 2 ≥

0 Dimana: π = 3.14 e

= 2.71828

2. Distribusi Eksponensial Distribusi eksponensial merupakan pengujian yang digunakan untuk melakukan perkiraan atau prediksi dengan hanya membutuhkan perkiraan rata-rata populasi karena distribusi eksponensial memiliki standar deviasi sama dengan rata-rata. Distribusi ini termasuk ke dalam distribusi kontinu. Ciri dari distribusi ini adalah kurvanya mempunyai ekor di sebelah kanan dan nilai x dimulai dari 0 sampai tak hingga. Distribusi eksponensial memiliki pertalian erat dengan distribusi poisson. Jika pada poisson, peubah acak poisson X menggambarkan jumlah keluaran yang terjadi pada suatu selang waktu atau luas daerah tertentu, maka peubah acak eksponensial X menggambarkan panjang rentang waktu antara suatu kejadian dengan kejadian lainnya. Gambar kurva distribusi eksponensial berbedabeda tergantung dari nilai x dan λ seperti gambar berikut.

Gambar 2. 2 Kurva Eksponensial

Syarat dari Distribusi Eksponensial, yaitu:

27 Modul Materi 2017

PENGOLAHAN DAN PENYAJIAN DATA STATISTIKA DESKRIPTIF a. 𝑋 ≥ 0 b. 𝜆 > 0 c. 𝑒 = 2.71828.. Suatu variabel random X yang berdistribusi eksponensial dengan parameter

dinotasikan

dengan 𝑋~𝐸𝑥𝑝 (𝜆). Dalam menghitung probabilitas pada distribusi eksponensial, fungsi kepadatan peluang dari distribusi eksponensial dapat ditulis sebagai berikut. 𝑓(𝑥) = 𝜆𝑒 −𝜆𝑥 ; 𝑥 > 0, 𝜆 > 0 Mean dan variansi dari distribusi eksponensial adalah sebagai berikut. 𝜇=

1 1 𝑑𝑎𝑛 𝜎 2 = 2 𝜆 𝜆

28 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT MODUL 3 ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mengetahui dan memahami perbedaan analisis univariat dan bivariat. 2. Praktikan mengetahui cara menguji dan memahami mengenai statistika parametrik. 3. Praktikan mengetahui dan memahami uji-uji yang digunakan dalam statistika parametrik. 4. Praktikan mampu menyelesaikan contoh kasus terkait dengan statistika parametrik

REFERENSI 1. Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: UNDIP 2. Tim Dosen Statistika Industri. 2011. Buku Ajar Statistika Industri. Bandung: ITT 3. Walpole, Ronald E. & Raymond H., Myers. 1995. Ilmu Peluang dan Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan. Bandung: ITB

DASAR TEORI Statistika Industri sebagai applied statistics merupakan hasil pengembangan dari teori probabilitas (statistical theory) mencakup aplikasi metode statistika untuk menyelesaikan persoalan di dunia industri Berikut merupakan pengelompokkan statistika industri.

29 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Uji F

Uji T

Statistika Parametrik

Koefisien Korelasi

Uji Logrank

Uji Z

Analisis Univariat

Uji Tanda

Uji Rang Tanda

Uji Jumlah Rang Statistika Non Parametrik

Uji Kruskal Wallis

Uji K-S

Statistika Industri

Uji Binomial

Uji Liliefors

Korelasi Pearson Statistika Parametrik Regresi Linier Analisis Bivariat Korelasi Kendall Statistika Non Parametrik Korelasi Spearman Rank

30 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT A. Analisis Univariat Analisis univariat merupakan teknik analisis statistika yang hanya melibatkan satu variabel dependent, namun dapat dilakukan pada dua atau lebih variabel independent. Analisis univariat dibagi menjadi statistika parametrik dan statistika non parametrik. Dalam modul ini, akan dibahas analisis univariat statistika parametrik. Di mana cara pengujian hipotesisnya didasarkan pada anggapan bahwa sampel acak diambil dari populasi normal. Kebanyakan uji tersebut masih dapat diandalkan bila penyimpangannya dari kenormalan sedikit, terutama bila ukuran sampel besar. Biasanya cara pengujian ini dinamakan metode parametrik. (Walpole dan Myers, Ilmu Peluang dan Statistika hal. 691) statistika parametrik merupakan teknik statistika di mana dilakukan pengumpulan data, pengolahan, dan penganalisisan terhadap data yang diperoleh, sehingga nantinya dapat diambil suatu kesimpulan. Ciri-ciri dari statistika parametrik, yaitu : 1. Data berdistribusi normal. 2. Tipe data yang digunakan adalah data interval atau data rasio. 3. Menggunakan rata-rata (mean) sebagai parameter. Berikut merupakan keunggulan dan kelemahan statistika parametrik, yaitu : Keunggulan

Kelemahan

1. Syarat-syarat parameter dari suatu populasi yang menjadi sampel biasanya tidak diuji dan dianggap memenuhi syarat, pengukuran terhadap data dilakukan dengan kuat. 2. Observasi bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta memiliki varian yang homogen. 1. Populasi harus memiliki varian yang sama. 2. Variabel-variabel yang diteliti harus dapat diukur setidaknya dalam skala interval. 3. Dalam analisis varian, ditambahkan persyaratan rata-rata dari populasi harus normal dan bervarian sama serta harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang ditimbulkan.

Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis adalah suatu prosedur yang didasarkan pada bukti sampel yang dipakai untuk menentukan apakah hipotesis merupakan suatu pernyataan atau dugaan yang wajar dan

31 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT oleh karenanya tidak ditolak, atau hipotesis tersebut tidak wajar dan oleh karena itu harus ditolak. Dalam pengujian hipotesis, ada dua rumusan hipotesis, yaitu : a) Hipotesis nol (H0) Hipotesis ini disebut juga hipotesis awal yang diharapkan akan ditolak dan sering menyatakan kondisi yang menjadi dasar pembandingan serta harus menyatakan satu pernyataan mengenai nilai parameter populasi. H0 dinyatakan dalam bentuk persamaan (=). b) Hipotesis alternatif (H1) Penolakan H0 membawa kita pada penerimaan hipotesis alternatif (H1), yaitu suatu pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup bukti bahwa hipotesis nol (H0) adalah salah. H1 dinyatakan dalam bentuk pertidaksamaan (<; >; dan ≠). Adapun prosedur pengujian hipotesis adalah sebagai berikut. Langkah 1. Merumuskan Hipotesis Hipotesis nol H0 dan hipotesis alternatif H1

Langkah 2. Menentukan Taraf Nyata/Signifikansi Penelitian (α) Probabilitas menolak hipotesis

Langkah 3. Menentukan Uji Statistik Alat uji statitsik, Uji Z, Uji T, Uji F, dan lain-lain

Langkah 4. Menentukan Daerah Keputusan Daerah dimana H0 diterima atau ditolak

Langkah 5. Mengambil Keputusan Menerima H0

Menolak H0, menerima H1

Uji Kenormalan Uji kenormalan digunakan untuk menguji apakah sampel suatu variabel mengikuti distribusi normal. Uji kenormalan menggunakan Uji Kolmogorv-Smirnov.

32 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Uji hipotesis : H0 : Sampel berasal dari distribusi normal. H1 : Sampel tidak berasal dari distribusi normal. Kriteria uji : Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima Uji Analisis Univariat Statistika Pada analisis univariat statistika parametrik, ada beberapa uji yang dapat digunakan, seperti uji T, uji F (ANOVA), koefisien korelasi, uji log-rank, dan uji Z. Dalam modul ini, hanya akan dibahas uji T. Di mana tujuan dari uji tersebut, yaitu untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hitung beberapa kelompok data. Uji T merupakan jenis pengujian statistika untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari nilai yang diperkirakan dengan nilai hasil perhitungan statistika. Ciri utama uji T adalah jumlah sampel relatif kecil (n < 30). Asumsi yang harus dipenuhi untuk melakukan uji T, yaitu : 1. Varian kedua populasi yang diuji sama. 2. Sampel yang diambil berdistribusi normal. Berikut merupakan tiga macam uji T, yaitu : 1. One Sample T Test Pengujian satu sampel yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rataan sampel dan nilai rataan populasi yang diketahui. Pada one sample t test, kita mengetahui rataan dari populasi. Kita mengambil sebuah sampel acak dari populasi dan menarik kesimpulan apakah rataan sampel berbeda dengan populasi atau tidak. Pada uji ini, ukuran sampel harus lebih kecil dari 30 (n < 30). Uji hipotesis : H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara rataan populasi dan rataan sampel. H1 : Ada perbedaan yang signifikan antara rataan populasi dan rataan sampel.

33 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Kriteria uji : Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima 2. Independent Sample T Test Pengujian dua sampel yang bertujuan membandingkan rata-rata dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain, apakah kedua grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama ataukah tidak. Uji hipotesis : H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata diantara kedua sampel H1 : Terdapat perbedaan rata-rata diantara kedua sampel Kriteria uji : Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima 3. Paired Sample T Test Pengujian dua sampel yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda. Ciri dari sampel berpasangan, yaitu subjeknya tetap sama dengan setiap subjek tersebut diberikan dua kali perlakuan. Uji hipotesis : H0 : Rataan dari dua sampel berpasangan sama H1 : Rataan dari dua sampel berpasangan tidak sama Kriteria uji : Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak. Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima. B. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan teknik analisis statistika yang melibatkan dua variabel untuk menganalisis perbedaan atau hubungan diantara keduanya. Dua variabel tersebut terdiri dari satu variabel dependen dan satu variabel independen. Hal ini biasanya dilakukan untuk melihat

34 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT apakah satu variabel terkait dengan variabel lain. Sehingga, kegunaan dari analisis bivariat adalah untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih. Contoh mengukur hubungan antara dua variabel, yaitu : 1. Kecepatan membaca dengan dengan ketepatan bacaan 2. Motivasi belajar dengan prestasi belajar Analisis bivariat terdiri dari metode-metode statistik inferensial yang digunakan untuk menganalisis data dua variabel penelitian. Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan distribusi data, menguji perbedaan, dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis bivariat dibagi menjadi statistika parametrik dan statistika non parametrik. Uji Analisis Bivariat Pada analisis bivariat ada beberapa uji yang dapat digunakan, seperti korelasi pearson dan regresi linier. 1. Analisis Korelasi Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi atau hubungan (measure of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistika bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (Sarwono: 2006). Korelasi mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi dan menentukan arah yang dinyatakan dalam bentuk hubungan positif atau negatif. Analisis korelasi dapat digunakan untuk mempelajari derajat asosiasi antara dua variabel, tetapi hubungan korelasional ini tidak menjelaskan apakah suatu variabel menjadi penyebab dari variabel lainnya. Ada dua macam koefisien korelasi, yaitu : a. Koefisien Korelasi Sampel (r) Koefisien korelasi linier dinyatakan sebagai ukuran hubungan linier antara dua peubah acak X dan Y, dilambangkan dengan r. Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah (berbanding lurus). Begitu sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik. Berikut merupakan kriteria kekuatan dan hubungan dua variabel menurut Sarwono (2006).

35 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Tabel 3.1 Kriteria Kekuatan Hubungan Antara Dua Variabel menurut Sarwono (2006)

Kriteria Kekuatan Hubungan Antara Dua Variabel Nilai Korelasi

Keterangan

0

Tidak ada korelasi antar variabel

> 0 – 0.25

Korelasi sangat lemah

> 0.25 – 0.5

Korelasi cukup

> 0.5 – 0.75

Korelasi kuat

> 0.75 – 0.99

Korelasi sangat kuat

1

Korelasi sempurna

b. Koefisien Determinasi (r2) Menyatakan proporsi variansi keseluruhan dalam nilai peubah acak Y yang dapat diterangkan oleh hubungan linier dengan peubah acak X. 0 ≤ r2 ≤ 1 Koefisien determinasi biasanya dinyatakan dengan persen. Jika koefisien korelasi dinyatakan sebesar r = 0.912, maka koefisien determinasi r2 = 0.83 atau 83% yang menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Sedangkan sisanya sebesar 17% dipengaruhi oleh variabel lain, selain variabel independen. Koefisien determinasi banyak digunakan dalam penjelasan tambahan untuk hasil perhitungan koefisien regresi. Uji hipotesis : H0 : Tidak ada hubungan antara dua variabel atau korelasi kedua variabel tidak signifikan H1 : Ada hubungan antara dua variabel atau korelasi kedua variabel signifikan Kriteria uji : Jika signifikansi penelitian ≤ α maka H0 ditolak Jika signifikansi penelitian > α maka H0 diterima Terdapat bermacam-macam teknik statistik korelasi yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif. Teknik koefisien yang akan digunakan tergantung pada jenis data yang akan dianalisis.

36 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Tabel 3.2 Penggunaan Teknik Korelasi Berdasarkan Tingkatan Data

Penggunaan Teknik Korelasi Berdasarkan Tingkatan Data Macam/Tingkat

Teknik Korelasi yang Digunakan

Nominal

Koefisien Contingency Spearman Rank

Ordinal

Kendall Tau Pearson Product Moment

Interval dan Ration

Korelasi Ganda Korelasi Parsial

1) Korelasi Linier (Pearson Product Moment) Untuk mengetahui apakah bentuk hubungan antara dua variabel linier atau tidak, kita dapat menggunakan scatter diagram, yaitu dengan memplotkan data ke dalam grafik. Seringkali hubungan antara dua variabel tidak linier, tetapi untuk mempermudah analisis biasanya dianggap linier. Dalam scatter diagram, ada tiga kriteria untuk menyatakan korelasi linier, yaitu : a) Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif, maka kedua peubah dinyatakan memiliki korelasi positif yang tinggi. b) Bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan negatif, maka peubah dinyatakan memiliki korelasi negatif yang tinggi. c) Bila titik-titik memencar atau menjauh dari suatu garis lurus mengikuti sebuah pola yang acak atau tidak ada pola, maka kedua peubah dinyatakan memiliki korelasi nol atau tidak ada hubungan linier. Koefisien korelasi pada korelasi pearson product moment dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 𝑟=

𝑛 ∑ 𝑋𝑖 𝑌𝑖 − (∑ 𝑋𝑖 )(𝑌𝑖 ) √[𝑛 ∑ 𝑋𝑖2



(∑ 𝑋𝑖 )2 ][𝑛 ∑ 𝑌𝑖2



; −1 ≤ 𝑟 ≤ 1 (∑ 𝑌𝑖 )2 ]

2) Korelasi Spearman Rank Untuk mengetahui korelasi antara dua variabel yang tidak berdasarkan pada pasangan data di mana nilai sebenarnya diketahui, tetapi menggunakan urutanurutan nilai tertentu atau biasa disebut rank. Teknik korelasi ini dilakukan untuk data yang tidak berdistribusi normal dan bisa juga digunakan untuk data bertipe

37 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT ordinal. Selain itu dengan menggunakan teknik ini, kita tidak lagi harus mengasumsikan bahwa hubungan yang mendasari variabel yang satu dengan variabel yang lain harus linier. Koefisien korelasi Spearman Rank (rs) dapat dihitungkan dengan menggunakan rumus : 𝑟𝑠 = 1 −

6 ∑𝑛𝑖=1(𝑑1 )2 𝑛(𝑛2 − 1)

Keterangan : 𝑑1 = disparitas atau selisih tiap pasang rank 𝑛 = banyaknya pasangan data 3) Korelasi Parsial Korelasi parsial merupakan korelasi yang menunjukkan hubungan antara dua variabel dengan mengendalikan variabel lain yang dianggap mempengaruhi (dibuat konstan). Hal ini berarti agar hubungan kedua variabel tidak dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis akan didapatkan koefisien korelasi yang menunjukkan erat atau tidaknya hubungan, arah hubungan, dan berarti atau tidaknya hubungan. Asumsi yang mendasari analisis korelasi parsial, yaitu bahwa data berdistribusi normal. Persamaan korelasi antara x2 dengan y, dengan variabel x2 dibuat konstan, yaitu : 𝑟𝑦2−1 =

𝑟𝑦2 − (𝑟𝑦1 )(𝑟12 ) √(1 − 𝑟𝑦1 2 )(1 − 𝑟12 2 )

Keterangan : 𝑟𝑦1−2 = korelasi antara X1 dan Y dengan mengendalikan X2 𝑟𝑦2−1 = korelasi antara X2 dan Y dengan mengendalikan X1 𝑟𝑦1

= korelasi antara X1 dengan Y

𝑟𝑦2

= korelasi antara X2 dengan Y

𝑟12

= korelasi antara X1 dengan X2

38 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT 2. Analisis Regresi Analisis regresi merupakan suatu teknik untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan antara variabel tidak bebas/dependen (Y) dengan variabel bebas/independen (X) dan sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Kita dapat mengembangkan suatu persamaan untuk mengetahui nilai variabel terikat, Y (dependent variable) berdasarkan nilai variabel bebas, X (independent variabel). Persamaan yang menyatakan bentuk hubungan antara variabel terikat Y dengan variabel bebas X disebut persamaan regresi. Persamaan regresi merupakan suatu persamaan matematika yang mendefinisikan hubungan antara dua variabel. Persamaan regresi yang digunakan pada umumnya adalah, di mana: y ̀ = a+bx 𝑦̀ : nilai dugaan atau ramalan dari variabel Y berdasarkan nilai variabel X yang diketahui, biasa disebut dengan Y topi. a : intercept, yaitu titik potong garis dengan sumbu Y atau nilai perkiraan bagi Y pada saat nilai X sama dengan nol. b

: slope (kemiringan garis), yaitu perubahan rata-rata untuk setiap unit perubahan pada variabel X.

Pada analisis regresi, dipelajari hubungan yang ada di antara variabel, sehingga dari hubungan yang diperoleh dapat menaksir variabel yang satu apabila harga variabel lainnya diketahui. Berikut merupakan rumus untuk mencari nilai a dan b, yaitu : 𝑏=

𝑛 ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 𝑌𝑖 − (∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 )(∑𝑛𝑖=1 𝑌𝑖 ) 𝑛(∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 2 ) − (∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 )2

𝑎=

∑𝑛𝑖=1 𝑌𝑖 − 𝑏(∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 ) 𝑛

Keterangan : 𝑌𝑖 = nilai variabel terikat Y 𝑎 = intercept 𝑏 = slope 𝑋𝑖 = nilai variabel bebas X 𝑛 = jumlah sampel

39 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Dalam regresi linier sederhana, ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu : a. Uji cek outlier Untuk membuktikan ada tidaknya outlier/pencilan, dilihat dari nilai standar residual. Jika nilai standar residual berada diantara -3 sampai 3, maka tidak ada outlier/pencilan pada data tersebut. b. Uji normalitas Pengujian terhadap residual apakah residual terdistribusi secara random. Uji normalitas dapat diuji dengan scatter plot residual dan uji Kolmogorv-Smirnov. c. Uji heterokedastisitas Untuk mengetahui apakah pada model regresi terjadi ketidaksamaan variansi residual. Jika terjadi kesamaan variansi residual dinamakan homokedastisitas. Model regresi yang baik tidak boleh terjadi heterokedastisitas. Untuk melihat model regresi terkena heterokedastisitas atau tidak, dapat dilihat dengan melihat scatter plot nilai prediksi dengan residual. 1) Apabila terjadi titik-titik membentuk suatu pola yang teratur (melebar kemudian menyempit atau bergelombang), maka terjadi heterokedastisitas. 2) Apabila tidak ada pola yang teratur dengan titik-titik yang menyebar sepanjang sumbu Y positif dan Y negatif, maka dikatakan tidak terjadi heterokedastisitas. Heterokedastisitas juga bisa dilihat dari nilai residual pada scatter plot. Jika nilai residual berada diantara -1.96 dan 1.96 maka tidak terjadi heterokedastisitas. Adapun uji yang perlu dilakukan untuk membuktikan bahwa model regresi yang ada sudah baik, yaitu : 1. Uji T Untuk menguji signifikansi koefisien regresi dan untuk mengetahui pengaruh koefisien regresi terhadap variabel independen. Uji hipotesis : H0 : Koefisien regresi tidak signifikan terhadap variabel independen. H1 : Koefisien regresi signifikan terhadap variabel independen. Berikut merupakan rumus dari uji T, yaitu : 𝑡0 =

𝑏 − 𝐵0 𝑆𝑏

40 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT Keterangan : B0 : mewakili nilai B tertentu, sesuai hipotesisnya. Sb : simpangan baku koefisien regresi b 𝑆𝑐

𝑆𝑏 =

√∑ 𝑥 2 −

𝑆𝑐 =

(∑ 𝑥 2 ) √𝑛

√∑ 𝑦 2 − 𝑎 ∑ 𝑦 − 𝑏 ∑ 𝑥𝑦 √𝑛 − 2

Dengan kriteria uji : Jika tpenelitian > ttabel maka H0 ditolak. Jika tpenelitian < ttabel maka H0 diterima. 2. Uji F (ANOVA) Uji kelayakan model, apakah model regresi linier yang diajukan adalah model yang layak untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (simultan). Uji hipotesis : H0 : Model regresi yang ada tidak tepat bila digunakan. H1 : Model regresi yang ada tepat bila digunakan. Berikut merupakan rumus dari uji F (ANOVA), yaitu :

𝐹=

𝑏 2 ∑(𝑥 − 𝑥̅ ) 𝑆𝑐 2

Keterangan : b = slope 𝑥̅ = rata-rata variabel independen 𝑥 = variabel independen Sc = simpangan baku Dengan kriteria uji : Jika Fpenelitian > Ftabel maka H0 ditolak. Jika Fpenelitian < Ftabel maka H0 diterima.

41 Modul Materi 2017

ANALISIS UNIVARIAT DAN BIVARIAT 3. Perhitungan koefisien determinasi Menjelaskan seberapa jauh persentase variabel-variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Untuk melihat nilai koefisien determinasi, maka bisa melihat nilai R2.

42 Modul Materi 2017

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS MODUL 4 UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mampu mengetahui konsep dasar uji validitas dan uji reliabilitas 2. Praktikan mampu melakukan uji validitas dan reliabilitas menggunakan IBM SPSS 3. Praktikan mampu melakukan uji validitas dan uji reliabilitas untuk studi kasus nyata.

REFERENSI 1. Budiharto. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta

DASAR TEORI Kuesioner Metode kuesioner menurut (Sugiyono, 2008), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Menurut Koentjaraningrat (2001:125), Kuesioner merupakan suatu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan mengenai hal atau suatu bidang Daftar pertanyaan tersebut dibuat cukup terperinci dan lengkap. Kuesioner juga dapat didefinisikan sebagai alat ukur yang berbentuk daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis dan dipakai sebagai pedoman atau panduan pengumpulan data sesuai tujuan penelitian. Jenis Data Jenis data yang dapat dikumpulkan menggunakan kuesioner bisa kualitatif maupun kuantitatif. 1. Untuk penelitian kualitatif, informasi yang ingin didapatkan mayoritas adalah informasi yang lebih mendalam sehingga kuisioner yang diperlukan adalah kuisioner yang dapat mengeksplorasi jawaban responden 2. Untuk penelitian kuantitatif, informasi yang ingin didapatkan mayoritas adalah informasi yang menyebar, sehingga jumlah responden yang dibutuhkan besar dan pertanyaanpertanyaan dalam kuisioner dirancang agar cepat dan mudah dijawab oleh responden

43 Modul Materi 2017

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS Jenis-Jenis Kuesioner Terdapat tiga jenis kuesioner, yaitu: 1. Bentuk Pertanyaan Tertutup (Closed Ended) Bentuk pertanyaan tertutup adalah bentuk pertanyaan yang telah diberikan pilihan jawaban (satu jawaban saja yang benar atau beberapa jawaban yang benar). 2. Bentuk Pertanyaan Terbuka (Open Ended) Bentuk pertanyaan terbuka adalah pertanyaan dengan jawaban terbuka, artinya responden dapat menjawab pertanyaan menurut pikirannya atau dengan kalimat sendiri. 3. Kombinasi antara Tertutup dan Terbuka Terdapat beberapa pertanyaan yang telah diberi beberapa jawaban untuk dipilih dan pertanyaan yang jawabannya sesuai dengan dipikirkan responden dengan menyusun kalimat sendiri. Uji Validitas Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar; 1986). Uji validasi digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran. Teknik-Teknik Uji Validitas a. Total Item Terkoreksi Uji validitas yang digunakan adalah koefisien korelasi item-total yang terkoreksi. Menurut Kaplan dan Saccuzo (1993 : 106) : “Suatu item pertanyaan dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika nilai koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0.300”. Untuk pengujian validitas instrumen penelitian yang berupa skor yang memliki tingkatan (ordinal).

44 Modul Materi 2017

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS b. Korelasi Product Moment Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah ukuran yang menujukkan bahwa alat ukur yang digunakan dalam penelitian keperilakukan mempunyai keandalan sebagai alat ukur, diantaranya di ukur melalui konsistensi hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah (Harrison, 2006). Menurut Sekaran (2006), reliabilitas atau keandalan suatu pengukuran menunjukkan sejauh mana pengukuran tersebut tanpa bias (bebas dari kesalahan) dan karena itu menjamin pengukuran yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrumen. Dengan kata lain, Uji reliabilitas adalah pengujian untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dengan kata lain, keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai stabilitas dan konsistensi di mana instrumen mengukur konsep dan membantu menilai “ketepatan” sebuah pengukuran. Dengan analisis uji reliabilitas dapat diperoleh: a. Mengetahui bagaimana butir-butir pertanyaan dalam kuesioner anda saling berhubungan. b. Mendapat nilai alfa Cronbachyang merupakan indeks internal consistency dari skala pengukuran secara keseluruhan. c. Mengidentifikasi butir-butir pertanyaan dalam kuesioner yang bermasalah dan harus dihapus. Pengujian reliabilitas bisa dengan menggunakan excel dan SPSS. Untuk SPSS sendiri tersedia beberapa pilihan metode reliability, yaitu: 1. Koefisien Alpha Cronbach : metode internal consistency score berdasarkan korelasi rata-rata antara butir-butir (items) yang ekivalen. 2. Test Re-test : metode mencari indeks kesesuaian kasar (crude index of agreement). Caranya adalah dengan mengulang penelitian (test and retest) dengan menggunakan alat atau instrumen yang sama, responden yang sama, situasi yang lebih kurang sama, dan pada waktu yang berlainan.

45 Modul Materi 2017

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 3. Koefisien Split-Half : metode consistency score berdasarkan korelasi antara separuh butir-butir pertama dan separuh butir-butir kedua yang ekivalen. 4. Guttman : metode alternative Split-Half. Model ini menghitung batas bawah Guttman untuk reliabilitas sebenarnya. Teknik-Teknik Uji Reliabilitas 1. Teknik Reliabilitas Alfa Cronbach Keandalan konsistensi antar-item (inter-item consistency reliability) merupakan pengujian konsistensi jawaban responden atas semua item yang diukur. Sampai tingkat dimana itemitem merupakan ukuran bebas dari konsep yang sama mereka akan berkorelasi satu sama lain. Tes keandalan antar-item yang paling popular adalah koefisien Alfa Cronbach (Cronbach, 1946), yang digunakan untuk item skala-multipoin, dan formula KuderRichardson (Kuder & Richardson, 1937), yang digunakan untuk item dikotomi. Semakin tinggi nilai koefisien, semakin baik instrumen pengukuran. . Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2013). Rumus Alfa Cronbach adalah sebagai berikut: 𝐾 𝑆𝑟2 − ∑𝑆𝑖2 𝛼=( )( ) 𝐾−1 𝑆𝑥2 Keterangan: α

= Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

K = Jumlah instrument pertanyaan 𝑆𝑖2 = Jumlah variansi dari tiap instrument 𝑆𝑥2 = Variansi dari keseluruhan instrumen 2. Teknik Reliabilitas Spit-Half Keandalan belah-dua (spit-half reliability) mencerminkan korelasi antara dua bagian instrumen. Estimasi akan berbeda-beda tergantung pada bagaimana item dalam pengukuran dibelah ke dalam dua bagian. Keandalan belah dua bisa lebih tinggi daripada alfa Cronbach hanya dalam keadaan dimana terdapat lebih dari satu dimensi respons mendasar yang diungkap oleh pengukuran dan jika beberapa kondisi lainnya terpenuhi. Nilai reliabilitas menggunakan teknik ini dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Sperman-Brown, yaitu:

46 Modul Materi 2017

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 𝑟𝑠𝑏 =

2𝑟𝑥𝑦 (1 + 𝑟𝑥𝑦 )

Dimana rxy merupakan korelasi antara 2 bagian dari skala yang dipisahkan sebelumnya. 3. Teknik Test Re-Test Reliabilitas Test Re-test adalah menguji keandalan instrumen pengukuran/hasil pengukuran yang didapatkan dari pengukuran secara berulang. Setiap subjek mendapatkan tes yang sama banyak dua kali. Estimasi reliabilitas ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan hasil pengukuran pertama dan kedua. Teknik reliabilitas ini menggunakan rumus korelasi product moment dengan rumus sebagai berikut: 𝑟𝑥𝑦 =

𝑆𝑥𝑦 𝑆𝑥 𝑆𝑦

Keterangan: Sxy

= Kovarian antar tes

Sx dan Sy = Standar Deviasi Tes Kaplan dan Saccuzo (1993) menyatakan: “Sekumpulan pertanyaan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reliabel dan berhasil mengukur variabel yang kita ukur jika koefisien reliabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,7. Successive Interval Menurut Syarifudin Hidayat (2005) pengertian Method of Successive Interval adalah”Metode penskalaan untuk menaikan skala pengukuran ordinal ke skala pengukuran interval”. Dalam teknik pengolahan data, skala pengukuran yang diperoleh dari hasil penelitian atau survey dapat berupa data dengan skala ordinal. Agar diperoleh hasil analisis hubungan yang baik, data dari kuesioner perlu dinaikkan menjadi skala interval berurutan (Method of Successive Interval). Tahapan-tahapan successive interval menurut Harun Al-Rasyid (1993), yaitu: 1. Menentukan frekuensi setiap respon. 2. Menentukan proporsi setiap respon dengan membagi frekuensi dengan jumlah sampel. 3. Menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setiap respon sehingga diperoleh proporsikumulatif.

47 Modul Materi 2017

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 4. Menentukan Z untuk masing-masing proporsi kumulatif yang dianggap menyebar mengikutisebaran normal baku. 5. Menghitung scale value (SV) untuk masing-masing respon dengan rumus: 𝑍2 f(Z) = exp(− ) 2 √2𝜋 1

6. Mengubah

scale

value

(SV)

terkecil

menjadi

sama

dengan

satu

dan

mentransformasikan masing-masing skala menurut perubahan skala terkecil sehingga diperoleh Transformed Scale Value (TSV).

48 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) MODUL 5 ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mampu memahami konsep dasar Analytical Hierarchy Process (AHP). 2. Praktikan mampu menggunakan software Microsoft Excel untuk menentukan pilihan terbaik berdasarkan konsep AHP.

REFERENSI 1. Taha, Hamdy A, 2001, Operational Research, Ninth Edition, International Edition. New Jersey: Pearson.

DASAR TEORI Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi satu hirarki. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode analisis untuk struktur suatu masalah dan dipergunakan untuk mengambil keputusan atas suatu alternatif. Kegunaan AHP adalah untuk memecahkan masalah kompleks yang tidak terstruktur, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi masalah perencanaan, penentuan alternatif, penyusunan prioritas, pemilihan kebijakan, alokasi sumber, penentuan kebutuhan, peramalan hasil, perancangan sistem, pengukuran performansi dan optimasi. Seperti metode analisis lainnya, AHP memiliki kelebihan dan kelemahan dalam sistem analisisnya.

Kelebihan AHP 1.

Kesatuan (Unity). AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami.

49 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) 2.

Kompleksitas (Complexity). AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.

3.

Saling Ketergantungan (Interdependence) AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier.

4.

Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring) AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa.

5.

Pengukuran (Measurement). AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas.

6.

Konsistensi (Consistency) AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.

7.

Sintesis (Synthesis) AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masingmasing alternatif.

8.

Trade off. AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka

9.

Penilaian dan Konsensus (Judgement and Concencus) AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda.

10. Pengulangan proses (process repeatation) AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. Kelemahan AHP 1. Ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subjektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. 2. Metode AHP ini hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

50 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Langkah-Langkah AHP 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. 2. Menstrukturkan permasalahan ke dalam hirarki yang diawali dengan membuat tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatifalternatif pada tingkatan kriteria paling bawah. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbeda-beda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). 3. Melakukan pengumpulan data kontribusi relatif tiap elemen. a. Pengumpulan data perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dapat dilakukan dengan metode kuesioner. b. Kemudian data diterjemahkan ke dalam nilai kontribusi relatif terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. c. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5. 1 Intensitas Kepentingan

Intensitas Kepentingan

Keterangan

Penjelasan

1

Kedua Elemen sama Pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

51 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) 3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya

Penilaian sedikit memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5

Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Peneliaian secara kuat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7

Elemen yang satu sangat penting daripada elemen lainnya

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan elemen pasangannya pada tingkat keyakinan tinggi

9

Mutlak lebih penting

Diberikan bila terdapat penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

2, 4, 6, 8

Nilai tengah diantara dua pedapat yang berdampingan

Diberikan bila terdapat penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebaikan dari nilai diatas : bila elemen i mendapatkan salah satu nilai diatas pada saat dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j mempunyai nilai kebaikan bila dibandingkan dengan elemen i. (ay = 1/ay)

4. Perhitungan Bobot (Tahap Pertama). Dalam kasus ideal (yang didasarkan hasil pengukuran eksak), hubungan antara bobot wi dengan hasil judgment aij adalah sebagai berikut : aij = wi/wj , untuk ij =1, 2, ... , n. Bila vektor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2, ..., An tersebut dinyatakan sebagai vektor w = (w1, w2, ..., wn), maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 dibandingkan dengan A2 dapat dinyatakan sebagai perbandingan bobot elemen operasi A1 terhadap A2 yaitu w1/w2 yang sama dengan a12 sehingga matrik perbandingan semula dapat diperlihatkan berikut ini:

52 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Gambar 5. 1 Matriks Perbandingan

a. Kepentingan relatif tiap faktor dari setiap baris pada matrik dapat dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). b. Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masingmasing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. c. Eigen-vector utama yang dinormalkan (normalized principal eigen-vector) adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matriks perbandingan berpasangan. d. Ini merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada setiap barisnya.

Contoh Pengisian Matriks Perbandingan : Martin Hans menerima beasiswa untuk melanjutkan studi nya ke tiga Universitas yang berbeda yaitu Universitas X dan Universitas Y. Martin memilih Universitas berdasarkan 2 kriteria, yaitu Akreditasi Universitas dan Lokasi. Menurut Martin, Universitas X lebih 1

bagus akreditasi nya dibandingkan Universitas Y, maka dari itu A21= 5 dan A12 = 5. Maka matriks perbandingannya yaitu : A

L 1

𝑋 1 5 A= ( ) 𝑌 5 1 5. Perhitungan Bobot (Tahap Kedua). Tahap ini dilakukan untuk melihat seberapa besar kelonggaran yang pantas diberikan untuk penyimpangan. Untuk itu, kita perlu menghitung vektor eigen dengan persamaan: AijWj = nWi i = 1,2,....n

53 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) yang ekuivalen dengan : AW = nW dengan, W adalah vektor eigen dari matriks A dengan eigen value (n). 6. Perhitungan Bobot (Tahap ketiga). a. Pada kasus nyata, nilai aij tidak selalu sama dengan wi/wj. b. Untuk selanjutnya nilai n diganti dengan vektor , sehingga persamaan menjadi: AW = W dengan  = (1, 2, 3, …, n) c. Setiap n yang memenuhi persamaan di atas disebut nilai eigen, sedangkan vektor W disebut vektor eigen. d. Bila matriks A adalah matriks yang konsisten maka semua nilai eigen bernilai 0 kecuali satu yang bernilai sama dengan n. e. Bila matriks A adalah matriks yang tak konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat nilai eigen value terbesar maks tetap dekat dengan n, dan nilai eigen lainnya mendekati nol. f. Nilai maks dapat dicari dari persamaan: AW=maks.W Atau (A-maks.I)W = 0 I adalah matriks identitas dan 0 adalah matriks nol 7. Perhitungan Konsistensi. Konsistensi menyiratkan penilaian rasional pada pengambilan keputusan. Dalam perhitungan AHP, rasio konsistensi didapatkan dengan melihat index konsistensi (CI). Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %. Nilai CI didapat dari persamaan berikut:

CI =

𝜆 𝑚𝑎𝑘𝑠−𝑛 𝑛−1

54 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Keterangan: CI

: Indeks Konsistensi / Rasio penyimpangan konsistensi

λmax

: Nilai Eigen Maksimum

n

: Ukuran Matriks

Indeks Konsistensi (CI) matriks random dengan skala penilaian 1 s/d 9 beserta kebalikannya disebut Random Index (RI). Tabel 5. 2 Nilai Random Index (Thomas L.Saaty, 1998)

Nilai Random Index Ukuran Matriks

Random Index (RI)

1

0

2

0

3

0,58

4

0,9

5

1,12

6

1,24

7

1,32

8

1,41

9

1,45

10

1,49

11

1,51

12

1,48

13

1,56

14

1,57

15

1,59

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai berikut :

CR

𝐶𝐼

= 𝑅𝐼

CR : Consistency Ratio CI

: Consistency Index

RI

: Random Index

55 Modul Materi 2017

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Menurut Thomas L. Saaty, hasil penilaian yang diterima adalah matriks yang mempunyai perbandingan konsistensi lebih kecil atau sama dengan 10% (CR ≤ 0,1). Jika lebih besar dari angka 10% berarti penilaian yang telah dilakukan bersifat random dan perlu diperbaiki. 8. Mengulangi langkah 3, 4, 5, 6, 7, 8 untuk seluruh tingkat hirarki. 9. Menghitung Priority Ranking. Setelah mendapat nilai normalisasi dari setiap kriteria dan alternatif pilihannya, langkah selanjutnya menghitung Priority Ranking. Nilai ini nantinya akan menunjukkan apa yang menjadi prioritas utama dari beberapa kriteria.

56 Modul Materi 2017

LINEAR PROGRAMMING, TRANSPORTASI, DAN PENUGASAN MODUL 6 LINEAR PROGRAMMING, TRANSPORTASI DAN PENUGASAN TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mampu memahami dan menentukan decision variables, fungsi tujuan, dan constraints pada kasus linear programming. 2. Praktikan mampu memahami metode Northwest Corner, Least Cost, dan Vogel’s Approximation pada kasus transportasi. 3. Praktikan mampu memahami kasus transportasi dan penugasan. 4. Praktikan mampu mengetahui dan memahami tools pada software POM-QM for Windows yang digunakan untuk menyelesaikan kasus linear programming, transportasi, dan penugasan.

REFERENSI 1. Dimyati, T. T. (2009). Operation Research: Model-model Pengambilan Keputusan. Bandung: Sinar Baru Algesindo. 2. Muchlis , M. (2009). Metode Pengambilan Keputusan Kuantitatif Ed. 1, Cet. 1. Jakarta: Bumi Aksara. 3. Siagian, P. (1987). Penelitian Operasional: Teori dan Praktek. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 4. Taha, H. A. (1996). Riset Operasi Suatu Pengantar - Edisi 5 Jilid 1. Jakarta Barat: Binarupa Aksara.

DASAR TEORI Linear Programming (Pemrograman Linier) Pemrograman Linier (LP) adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan pengalokasian sumber-sumber yang terbatas di antara beberapa aktivitas yang bersaing, dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan. Persoalan pengalokasian ini akan muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktifitas-aktifitas tertentu yang bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut.

57 Modul Materi 2017

LINEAR PROGRAMMING, TRANSPORTASI, DAN PENUGASAN Pemrograman linier ini menggunakan model matematis untuk menjelaskan persoalan yang dihadapinya. Sifat “linier” di sini memberi arti bahwa seluruh fungsi matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan kata “pemrograman” merupakan sinonim untuk perencanaan. Dengan demikian, pemrograman linier (LP) adalah perencanaan aktivitasaktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu hasil yang mencapai tujuan terbaik di antara seluruh alternatif yang fisibel. Pemrograman linier merupakan dasar penting untuk pengembangan teknik-teknik Operational Research lainnya, termasuk Pemrograman integer, stokastik, arus jaringan, dan kuadratik. Pada modul ini, pemrograman linier yang dijelaskan meliputi formulasi dan pemecahan grafik serta penerapan metode simpleks sederhana. Metode grafik memperlihatkan bahwa Linear Programming yang optimum selalu berkaitan dengan titik ekstrim atau titik sudut dari ruang pemecahan, sedangkan yang dilakukan metode simpleks adalah menerjemahkan definisi geometris dari titik ekstrim menjadi definisi aljabar. (Hamdy A Taha,1996) Menurut Hamdy A Taha, 1996 terdapat tiga hal yang diperlukan dalam pengembangan model matematis sebagai berikut: 1. Menentukan variabel keputusan. Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap keputusan-keputusan yang akan dibuat dan dinyatakan dalam simbol. Dalam persoalan ini, variabel keputusan akan menentukan berapa banyak boneka dan kereta api masing-masing harus dibuat setiap minggunya. Misalkan : X1 = banyaknya boneka yang dibuat setiap minggu X2 = banyaknya kereta api yang dibuat setiap minggu 2. Menentukan pembatas. Batasan yang harus dikenakan atas variabel untuk memenuhi batasan sistem yang dimodelkan tersebut dan mengekspresikannya dalam persamaan atau pertidaksamaan. 3. Membentuk fungsi tujuan (sasaran) yang harus dicapai untuk menentukan pemecahan optimum (terbaik) dari semua nilai yang layak dari variabel yang ada. Transportasi Tipe khusus persoalan pemograman linier lebih dikenal sebagai persoalan transportasi. Masalah transportasi umumnya berkaitan dengan masalah pendistribusian suatu produk dari beberapa sumber (supply) kepada sejumlah tujuan (destination dan demand) dengan tujuan meminimumkan ongkos pengangkutan yang terjadi. Dalam pembuatan model matematik,

58 Modul Materi 2017

LINEAR PROGRAMMING, TRANSPORTASI, DAN PENUGASAN masalah transportasi dapat diformulasikan seperti permodelan di kasus program linier yaitu sebagai berikut: 

Model matematik kasus standar/seimbang Suatu model transportasi dikatakan seimbang apabila total supply (sumber) sama dengan total demand (tujuan). Dengan kata lain:

Gambar 6.1 Model matematik kasus standar/seimbang

Metode-metode Transportasi Dalam menyelesaikan persoalan angkutan adalah menentukan solusi yang memenuhi semua kendala atau sistem angkutan yang diperlukan. Dari solusi tersebut dapat dicari solusi optimal yaitu solusi yang meminimumkan ongkos angkutan. Ini dapat dilakukan dengan beberapa cara di antaranya: 1. Metode North West Corner Method Diperkenalkan oleh Charnes dan Cooper, kemudian dikembangkan oleh Danzig. Merupakan pemecahan awal yang layak, namun belum optimal sehingga harus dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan mempergunakan metode lanjut. Prosedur: a. Pengisian sel/kotak dimulai dari ujung kiri atas. b. Alokasi jumlah maksimum (terbesar) sesuai syarat sehingga layak untuk memenuhi permintaan. c. Bergerak ke kotak sebelah kanan bila masih terdapat suplai yang cukup. Kalau tidak, bergerak ke kotak di bawahnya sesuai demand. Bergerak terus hingga suplai habis dan demand terpenuhi. 2. Metode Least Cost Prinsip cara ini adalah dengan pemberian prioritas pengalokasian pada tempat yang mempunyai satuan ongkos terkecil. Hampir mirip dengan metode Northwest Corner, dengan prosedur :

59 Modul Materi 2017

LINEAR PROGRAMMING, TRANSPORTASI, DAN PENUGASAN a. Pengisian sel/kotak dimulai dari kotak yang memiliki harga paling kecil. b. Alokasi jumlah maksimum (terbesar) sesuai syarat sehingga layak untuk memenuhi permintaan. c. Bergerak ke kotak selanjutnya yang tersedia dengan harga termurah bila masih terdapat suplai yang cukup. Kalau tidak, bergerak ke kotak di bawahnya sesuai demand. Bergerak terus hingga suplai habis dan demand terpenuhi. 3. Vogel’s Approximation Method (VAM) Cara ini merupakan cara terbaik dibandingkan dengan kedua cara di atas, umumnya didapatkan alokasi biaya yang paling minimum dibandingkan dengan metode lain. Prosedur Pemecahan: a. Hitung perbedaan antara dua biaya terkecil dari setiap baris dan kolom. Nilai perbedaan/selisih ditulis di kolom baru di samping kolom yang ada (disebut baris/kolom penalti). b. Pilih baris atau kolom dengan nilai hukuman terbesar, lalu beri tanda kurung. Jika nilai pada baris atau kolom adalah sama, pilih yang dapat memindahkan barang paling banyak. c. Dari baris/kolom yang dipilih pada (2), tentukan jumlah barang yang bisa terangkut dengan memperhatikan pembatasan yang berlaku bagi baris atau kolomnya serta sel dengan biaya terkecil. d. Hapus baris atau kolom yang sudah memenuhi syarat sebelumnya (artinya suplai telah dapat terpenuhi). e. Ulangi langkah (1) sampai (4) hingga semua alokasi terpenuhi. Assigment (Penugasan) Model penugasan merupakan kasus khusus dari model transportasi, dimana sejumlah m sumber ditugaskan kepada sejumlah n tujuan (satu sumber untuk satu tujuan) sedemikan sehingga didapat ongkos total yang minimum. Biasanya yang dimaksud dengan sumber ialah pekerjaan (atau pekerja), sedangkan yang dimaksud dengan tujuan ialah mesin-mesin. 

Terdapat m mesin (M1, M2, …, Mm).



Terdapat n job (J1, J2, …, Jn) yang harus ditugaskan (dikerjakan) pada mesin.

Biaya pengerjaan untuk setiap job tergantung pada mesin yang ditugaskan. Model Matematik untuk kasus penugasan sebagai berikut.

60 Modul Materi 2017

LINEAR PROGRAMMING, TRANSPORTASI, DAN PENUGASAN

Gambar 6.1 Model matematik kasus penugasan

Masalah Penugasan Tak Standar : 

Jika jumlah mesin lebih banyak dari jumlah job (m > n) maka dibuat tambahan (m – n) job fiktif dengan biaya penugasan nol.



Jika jumlah mesin lebih sedikit dari jumlah job (m < n) maka dibuat tambahan (n – m) mesin fiktif dengan biaya penugasan nol.

61 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS MODUL 7 PEMROGRAMAN DINAMIS TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mengetahui dan memahami pemrograman dinamis deterministik dan stokastik 2. Praktikan dapat menyelesaikan permasalahan industri menggunakan metode pemrograman dinamis deterministik dan stokastik 3. Praktikan mampu menggunakan software WinQSB untuk penyelesaian menggunakan metode pemrograman dinamis deterministik

REFERENSI 1. Acemoglu, D. a. (2007). Advanced Economic Growth. General Course (p. 2). Cambridge: Massachusetts Institute of Technology. 2. Bradley, H. M. (1977). Applied Mathematical Programming. Boston: Addison-Wesley. 3. Hillier, Frederick S., & Lieberman, Gerald J. (2010). Introduction to OPERATION RESEARCH, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill. 4. Taha, Hamdy A. (2007). Operational Research An Introduction, Eight Edition. New Jersey: PEARSON 5. Zulhidayati, I. (2013). Aplikasi Algoritma Greedy Dan Program Dinamis (Dynamis Programming) Pada Permainan Greedy Spiders.

DASAR TEORI Pengertian Program Dinamis Menurut Dimyati (1992), program dinamis adalah suatu teknik matematis yang biasanya digunakan untuk membuat suatu keputusan dari serangkaian keputusan yang saling berkaitan. Menurut Siagian (2003), program dinamis adalah salah satu teknik matematis yang digunakan untuk mengoptimalkan proses pengambilan keputusan secara bertahap-ganda. Tujuan utama model ini adalah untuk mempermudah penyelesaian persoalan optimasi yang mempunyai karakteristik tertentu. Inti teknik ini adalah membagi satu persoalan atas beberapa bagian persoalan yang dalam program dinamis disebut tahap, kemudian memecahkan tiap tahap dengan mengoptimalkan keputusan atas tiap tahap sampai seluruh persoalan telah terpecahkan.

62 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS Pada program dinamis, rangkaian keputusan yang optimal dibuat dengan menggunakan Prinsip Optimalitas. Prinsip Optimalitas dalam program dinamis berbunyi “Jika solusi total optimal, maka bagian solusi sampai tahap ke-k juga optimal”. Dalam menyelesaikan persoalan dengan program dinamis, dapat digunakan dua pendekatan berbeda yaitu: 1. Maju (forward atau top-down) : bergerak mulai dari tahap 1 terus maju ke tahap 2, 3, .., n. Urutan variabel keputusannya adalah (x1,x2,…,xn). 2. Mundur (backward atau bottom-up) : bergerak mulai dari tahap n terus mundur ke tahap n-1, n-2, n-3, 2, 1. Urutan variabel keputusannya adalah (xn, xn-1, xn-2, xn-3, x2, x1). Dalam

perkembangannya

program

dinamis

dapat dikategorikan

sebagai

program

dinamis deterministik dan program dinamis stokastik (Istiarto 1992). Program dinamis deterministik memperlakukan fenomena yang terjadi sebagai suatu yang bersifat pasti. Sedangkan

program

dinamis

stokastik memperhitungkan sifat ketidakpastian ke dalam

masukan utamanya yang berupa aliran. Prinsip – Prinsip Program Dinamis Menurut Ika Zulhidayati (2013) prinsip-prinsip program dinamis dibagi menjadi : 1. Prinsip dasar pendekatan program dinamis adalah bahwa masalah dapat dibagi dalam bagian-bagian masalah yang lebih kecil. Masalah yang lebih kecil atau submasalah ini disebut sebagai tahap atau titik keputusan. Dalam program dinamis diasumsikan bahwa dalam membagi masalah ke dalam submasalah, suatu masalah dapat dievaluasi lebih mudah. Oleh karena itu, program dinamis disebut juga model multiproses atau model multitahap. Proses urutan pembagian masalah dalam model dynamic programming digambarkan sebagai berikut :

Gambar 7.1 Urutan pembagian masalah

Pendekatan penyelesaian masalah dalam program dinamis dilakukan secara maju. Penyelesaian dimulai pada awal proses dan berjalan maju dengan selalu menggunakan keputusan optimal dari keputusan sebelumnya. Dengan proses penyelesaian semacam ini, maka akan didapatkan suatu set keputusan yang optimal. 2. Prinsip kedua dalam model program dinamis adalah tentang status. Pengertian status dalam program dinamis adalah arus informasi dari suatu tahap ke tahap

63 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS berikutnya. Arus informasi tersebut dinamakan status input. Status input ini penting karena keputusan pada tahap berikutnya tergantung dari status input sebelumnya. Hubungan antara status input dengan tahap ditunjukkan dalam gambar 7.2 berikut ini:

Gambar 7.2 Hubungan status input dengan tahap

Dari gambar 7.2 di atas tampak bahwa status input untuk tahap 2 merupakan status output untuk tahap keputusan sebelumnya, yaitu tahap keputusan 1. Status output dari tahap keputusan 1 merupakan status input untuk tahap keputusan berikutnya, atau tahap keputusan 2. 3. Prinsip ketiga dalam program dinamis adalah tentang variabel keputusan. Variabel keputusan menyatakan berbagai alternatif yang dapat dipilih pada saat melakukan atau mengambil keputusan pada tahap tertentu. Berbagai alternatif keputusan yang dapat diambil dalam setiap tahap keputusan dapat dibatasi dengan sejumlah persyaratan yang dikenakan dalam struktur masalah. 4. Prinsip keempat dalam model program dinamis adalah tentang fungsi transformasi. Fungsi transformasi menjelaskan bagaimana hubungan antara tahaptahap keputusan dalam dynamic programming saling berhubungan. Fungsi transformasi ini juga menyatakan tentang hubungan fungsional nilai status pada setiap tahap keputusan. Karakteristik Program Dinamis Menurut Hillier dan Lieberman, berikut ini merupakan gambaran dasar atau karakteristik program dinamis: 1. Persoalan dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yang pada masing-masing tahap diperlukan adanya satu keputusan. 2. Masing-masing tahap terdiri atas sejumlah status yang berhubungan dengan tahap yang bersangkutan.

64 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS 3. Hasil dari keputusan yang diambil pada setiap tahap ditransformasikan dari status yang bersangkutan ke status berikutnya pada tahap yang berikutnya pula. 4. Prosedur solusi dirancang untuk menemukan kebijakan yang optimal untuk masalah secara keseluruhan. 5. Keputusan terbaik pada suatu tahap bersifat independen terhadap keputusan yang dilakukan pada tahap sebelumnya. 6. Prosedur solusi dimulai dengan menemukan kebijakan optimal untuk tahap terakhir. 7. Prosedur pemecahan persoalan dimulai dengan mendapatakan cara (keputusan) terbaik untuk setiap tahap dari tahap sebelumnya. Langkah – Langkah Menyelesaikan Program Dinamis Adapun bagaimana langkah-langkah dalam menyelesaikan persoalan program dinamis yaitu :

Tentukan prosedur pemecahan (maju atau mundur)

Definisikan fungsi transisi

Definisikan fungsi rekursif

Tentukan tahap (stage)

Definisikan fungsi pengembalian pada tiap tahap

Perhitungan

Definisikan variabel status (state) pada tiap tahap

Definisikan variabel keputusan pada tiap tahap

Tentukan solusi optimal

Gambar 7.3 Langkah Penyelesaian Program Dinamis

Program Dinamis Deterministik Pada bagian ini akan dikemukakan pendekatan program dinamis sebagai persoalan deterministik, di mana status pada tahap berikutnya sepenuhnya ditentukan oleh status dan keputusan pada tahap ini. Program dinamis deterministik ini dapat diterangkan dengan gambar 7.4 berikut:

65 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS

Gambar 7.4 Program Dinamis Deterministik

Dengan demikian, maka pada tahap n, prosesnya akan berada pada status . Pada status ini dibuat keputusan , kemudian proses bergerak ke status 𝑆𝑛+1 pada tahap (n+1). Dari titik ini ke depan, nilai fungsi tujuan untuk keputusan optimumnya telah terlebih dahulu dihitung, yaitu 𝑓𝑛+1 𝑆𝑛+1. Keputusan memilih 𝑥𝑛 juga memberikan kontribusi terhadap fungsi tujuan, dengan menggabungkan kedua besaran ini akan diperoleh nilai fungsi tujuan

, 𝑥𝑛 yang

berawal pada tahap n. Persamaan rekursif program dinamis deterministik: fi(Si,Xi) = {ri(Xi) + fi-1*(Si - Xi)} Keterangan: Xi

=

Jumlah alokasi

fi(Si,Xi)

=

Fungsi tujuan

Si

=

Storage/source

ri(Xi)

=

Persamaan return

i

=

Tahap

fi-1*(Si-Xi)

=

Persamaan return terpilih sesuai sisa dari iterasi ke-i

Suatu cara untuk mengategorikan persoalan program dinamis deterministik ini adalah dengan melihat bentuk fungsi tujuannya. Sebagai contoh, fungsi tujuannya mungkin meminimumkan jumlah kontribusi dari masing-masing tahap atau dapat pula memaksimumkannya atau meminimumkan hasil perkaliannya, dan sebagainya. Cara pengategorian yang lain didasarkan pada keadaan dari kumpulan (set) state pada suatu stage. Artinya, apakah state 𝑆𝑛 dapat direpresentasikan sebagai variabel state diskrit atau kontinu, atau mungkin diperlukan suatu vector state (lebih dari satu variabel) (Ahmad Dimyati.1994.285). Aplikasi Pemrograman Dinamis Deterministik Pemrograman dinamis deterministik dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan beberapa persolan seperti : 1. Pendistribusian. Menentukan alokasi pendistribusian yang menghasilkan hasil paling optimum

66 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS 2. Penentuan rute yang paling optimal. Menentukan ongkos / jarak terpendek 3. Penjadwalan. Menentukan sistem penjadwalan yang paling efektif dan efisien sesuai dengan tujuan Pemrograman Dinamis Stokastik Definisi dan Aplikasi Stokastik menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah sesuatu yang mempunyai unsur peluang atau kebolehjadian. Pemrograman dinamik stokastik menyangkut optimasi permasalahan pemrograman dinamik deterministik namun melibatkan peluang yang kejadiannya tidak menentu dan dapat dihitung. Optimasi dalam pemrograman dinamik yang melibatkan peluang cenderung lebih sulit. Pemrograman dinamik stokastik dapat diaplikasikan untuk optimasi permasalahan pada lantai produksi, ekonomi makro, investasi, dan lainnya (Acemoglu, 2007). 1. Investasi. Investasi yang mempertimbangkan probabilitas bahwa investasi akan berlipat, balik modal ataupun rugi. 2. Keuntungan. Memperkirakan keuntungan bagi suatu keputusan yang berubah-ubah seiring dengan periode dan mengikuti probabilitas yang sudah dihitung dan diperkirakan. 3. Biaya. Biaya yang akan dikeluarkan apabila memilih suatu keputusan yang akan berubah mengikuti probabilitas yang telah ditentukan. 4. Produksi. Produksi di setiap periode pada lantai produksi yang memperkirakan barang reject yang telah diperkirakan dan dihitung mengikuti suatu distribusi probabilitas. Metode Penyelesaian Umum Menurut (Bradley, 1977), dalam pengerjaan pemrograman dinamik stokastik mirip dengan algoritma deterministik hanya saja status dan hasil di setiap tahap dalam bentuk probabilitas atau kemungkinan. Fungsi return dan hasil dari setiap tahap (stage) yang berbentuk probabilitas, kita tidak bisa langsung menjumlahkan fungsi stage-return. Namun, kita harus optimasi expected-return dalam setiap tahap dan mengerjakannya secara berurutan sehingga keputusan dapat dibuat dan hasil dari kejadian probabilistik ini dapat diketahui oleh pembuat keputusan. Dalam kasus stokastik disarankan menggunakan metode backward (mundur). Tipe dan Metode Penyelesaian Ada dua tipe permasalahan program stokastik, yaitu : 1. Recourse Models (Model Rekursif)

67 Modul Materi 2017

PEMROGRAMAN DINAMIS Suatu cara logis yang diperlukan dalam persoalan adalah membuat sebuah keputusan sekarang dan meminimumkan biaya rata-rata harapan (yang digunakan) sebagai konsekuensi dari keputusan. Paradigma ini dikenal sebagai model recourse. Model Recourse dapat diperluas dengan banyak cara. Untuk persoalan tahap ganda, pengaruh keputusan sekarang akan ditunggu untuk beberapa ketidakpastian yang diselesaikan kembali (direalisasikan), sehingga pembuatan keputusan yang lain didasarkan pada apa yang terjadi. Tujuannya adalah untuk meminimumkan biaya yang diharapkan dari semua keputusan yang diambil. Rumus yang digunakan kondisi ini adalah: 𝑛

𝑀𝑎𝑥/ min ∏ 𝑝𝑖 (𝑥𝑖 ) = 𝑝1 (𝑥1 ). 𝑝2 (𝑥2 ). 𝑝𝑛 (𝑥𝑛 ) 𝑖=1

Keterangan: Max/min = peluang disesuaikan dengan kebutuhan masalah pi (xi)

= hasil akhir perhitungan peluang dari beberapa pilihan yang dipilih

p1 (x1)

= peluang dari pilihan yang terpilih dalam iterasi ke-1

pn (xn)

= peluang dari pilihan yang terpilih dalam iterasi ke-n

Fungsi Pembatas: x1 + x2 + xn ≤ s s = jumlah resource Persamaan rekursif: fn(s,xn) = pn(xn) . f*n+1(s-xn) , n = 0,1,…s Keterangan: fn(s,xn)

= nilai akhir pada saat kondisi tertentu

pn(xn)

= nilai peluang pada saat X ke-n

f*n+1(s-xn)

= nilai peluang terpilih pada iterasi sebelumnya

2. Probabilistically Constrained Models (model Kendala Berpeluang) Pada beberapa kasus, dapat digunakan suatu metode yang lebih tepat untuk mencoba menentukan sebuah keputusan, yang mana keputusan tersebut dijamin oleh himpunan kendala yang akan dipenuhi oleh sebuah peluang tertentu.

68 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN MODUL 8 TEORI ANTREAN TUJUAN PRAKTIKUM 1. Praktikan mampu memahami konsep dan asumsi dasar teori antrean 2. Praktikan mampu memahami perbedaan struktur dan aplikasi teori antrean dalam kehidupan sehari-hari 3. Praktikan mampu mengidentifikasi karakterisitik sistem antrean di kehidupan sehari-hari 4. Praktikan mampu menggunakan software WinQSB untuk menyelesaikan permasalahan dan perhitungan teori antrean 5. Praktikan dapat mencari solusi dari kasus antrean yang terdapat di kehidupan sehari-hari dengan memeperhatikan biaya (total cost) yang dikeluarkan.

REFERENSI 1. Taha, Hamdy A. 1997. Riset Operasi JIlid 2. Jakarta: Binarupa Aksara 2. Subagyo, Pangestu. 2000. Dasar-dasar Riset Operasi. Yogyakarta: BPFE

DASAR TEORI Definisi Teori Antrean Teori Antrean adalah teori yang menyangkut studi matematis dari antrean-antrean atau barisbaris penungguan (Taha, 1996). Teori Antrean ini pertama kali dikemukakan oleh A.K. Erlang, seorang ahli matematika kebangsaaan Denmark pada tahun 1913. Berikut merupakan definisi antrean menurut para ahli: 1. Antrean adalah kumpulan dari masukan atau objek yang menunggu pelayanan. (Pangestu Subagyo, 1995) 2. Antrean adalah suatu garis tunggu dari nasabah yang memerlukan layanan dari satu atau lebih fasilitas pelayanan. (Siagian, 1987) Adapun tujuan dari teori antrean ini sebagai berikut: 1. Untuk merancang fasilitas pelayanan, dalam mengatasi permintaan pelayanan yang berfluktuasi secara random

69 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN 2. Menjaga keseimbangan antara waktu pelayanan dan waktu yang diperlukan selama antre. Teori antrean dapat dikatakan sebagai proses yang berhubungan dengan kedatangan seorang pelanggan pada sutau fasilitas pelayanan, kemudian menunggu dalam suatu baris (antrean) jika server sibuk. arrival INPUT

antrean

Fasilitas pelayanan

Objek yang membutuhkan pelayanan

departure Objek yang telah dilayani

Gambar 8.1 Gambaran Proses Antrean

Unit-unit langganan yang memerlukan pelayanan yang diturunkan dari suatu sumber input memasuki sistem antrean dan ikut dalam antrean. Dalam waktu tertentu, anggota antrean ini dipilih untuk dilayani. Pemilihan ini didasarkan pada suatu antrean tertentu yang disebut disiplin pelayanan (service dicipline). Pelayanan yang diperlukan dilaksanakan dengan suatu mekanisme pelayanan tertentu (service mechanism). Setelah itu, unit-unit langganan meninggalkan sistem antrean. Karakteristik Sistem Antrean Berikut ini adalah karakteristik sistem antrean: 1. Pola Kedatangan Proses ini mencakup banyaknya kedatangan per satuan waktu, jumlah antrean yang dapat dibuat, maksimum panjang antrean, dan maksimum jumlah pelanggan potensial (yang menghendaki layanan). Pola kedatangan bisa teratur, bisa juga acak (random). Umumnya pola kedatangan mengikuti distribusi Poisson sedangkan waktu antar kedatangan mengikuti pola distribusi Eksponensial. Kedatangan yang terjadi secara kelompok (bulk) jika lebih dari satu pelanggan masuk ke dalam sistem secara bersamaan disebut bulk arrivals. Pelanggan dikatakan mogok (balked) jika pelanggan membatalkan untuk memasuki sistem karena antrean yang terlalu panjang disebut balking. Populasi yang akan dilayani mempunyai perilaku yang berbeda-beda dalam membentuk antrean. Ada tiga jenis perilaku, yaitu:

70 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN a. Reneging: menggambarkan situasi di mana seseorang masuk dalam antrean, namun belum memperoleh pelayanan, kemudian meninggalkan antrean tersebut. b. Balking: menggambarkan orang yang tidak masuk dalam antrean dan langsung meninggalkan tempat antrean. c. Jockeying: menggambarkan orang yang pindah-pindah antrean 2. Pola Pelayanan Proses ini mencakup sebaran waktu untuk melayani seorang pelanggan, banyaknya layanan yang tersedia, dan pengaturan layanan (paralel atau seri). Pola pelayanan biasanya dicirikan oleh waktu pelayanan atau service time (i/μ), yaitu waktu yang dibutuhkan seorang pelayan untuk melayani seorang pelanggan. Pola pelayanan ini biasanya mengikuti distribusi Poisson dan waktu pelayanannya mengikuti distribusi Eksponensial. 3. Jumlah Pelayanan Banyaknya server yang melayani pelanggan dalam satuan sistem. 4. Kapasitas Sistem Kapasitas sistem adalah jumlah maksimum pelanggan, mencakup yang sedang dilayani dan yang berada dalam antrean, yang dapat ditampung oleh fasilitas pelayanan pada saat yang sama. Sebuah sistem yang tidak membatasi jumlah pelanggan di dalam fasilitas pelayanannya dikatakan memiliki kapasitas tak berhingga (infinite). Sedangkan sebuah sistem yang membatasi jumlah pelanggan di dalam fasilitas pelayanannya dikatakan memiliki kapasitas berhingga (finite). 5. Disiplin Antrean Disiplin antrean adalah aturan untuk memilih pelanggan mana yang akan dilayani terlebih dahulu atau disiplin pelayanan (service discipline) yang memuat urutan (order) pelanggan menerima layanan. Aturan pelayanan menurut urutan kedatangan ini didasarkan pada: a. FIFO (First In First Out) merupakan aturan di mana pelanggan yang datang lebih awal akan dilayani terlebih dahulu. Contoh: Antrean di loket-loket penjualan tiket bioskop, bank, dan kasir swalayan. b. LIFO (Last In First Out) merupakan antrean di mana pelanggan yang datang terakhir akan dilayani terlebih dahulu. Contoh: Pada sistem bongkar muat barang di dalam truk, di mana barang yang masuk terakhir akan dikeluarkan terlebih dahulu.

71 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN c. SIRO (Service In Random Order) merupakan pelayanan yang dilakukan secara acak. Contoh: Pada arisan, di mana pelayanan dilakukan berdasarkan undian (random) d. PRI (Priority) merupakan pelayanan yang didasarkan prioritas khusus. Contoh: Tamu-tamu VIP dalam suatu pesta khusus akan dilayani lebih dahulu dibandingkan tamu-tamu biasa. Struktur-Struktur Antrean Proses antrean pada umumnya dikelompokkan ke dalam empat struktur dasar menurut sifatsifat fasilitas pelayanan, yaitu: 1. Single Channel, Single Phase Hanya ada satu jalur untuk memasuki sistem pelayanan atau ada satu fasilitas pelayanan. Single phase menunjukkan bahwa hanya ada satu stasiun pelayanan atau sekumpulan tunggal operasi yang dilaksanakan. Contoh: Antrean di salon dengan seorang tukang potong rambut.

Antrean

arrival s

Service Facility

departure

Gambar 8.2 Single Channel, Single Phase

2. Single Channel, Multi Phase Istilah multi phase menunjukkan ada dua atau lebih pelayanan yang dilaksanakan secara berurutan (dalam fase-fase). Contoh: Antrean di bandara. Di mana penumpang harus mengantre untuk check-in dan ketika pembayaran airport tax.

arrival s

Antrean

Service Facility

Service Facility

departure

Gambar 8.3 Single Channel, Multi Phase

72 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN 3. Multi Channel, Single Phase Sistem multi channel – single phase terjadi jika ada dua atau lebih fasilitas yang dialiri oleh antrean tunggal. Contoh: antrean pada kantor penjualan tiket pesawat. Di mana antrean jenis 1 merupakan untuk kelas ekonomi, dan antrean jenis 2 untuk kelas bisnis.

Antrean

Service Facility departure

arrival s

Service Facility Gambar 8. 4 Multi Channel, Single Phase

4. Multi Channel, Multi Phase Sistem ini terdiri dari beberapa tahap (fase) dan mempunyai beberapa fasilitas pelayanan pada setiap tahap. Contoh: antrean pada kantor penjualan tiket pesawat. Di mana antrean jenis 1 merupakan untuk kelas ekonomi, dan antrean jenis 2 untuk kelas bisnis. Tetapi masing-masing jenis fasilitas pelayanan memiliki 2 server.

arrival s

Antrean

Service Facility

Service Facility departure

Service Facility

Service Facility

Gambar 8. 5 Multi Channel, Multi Phase

Notasi Kendall-Lee untuk Antrean Notasi model antrean menurut D.G. Kendall (1953) menyebutkan tiga karakteristik antrean yaitu distribusi kedatangan, distribusi keberangkatan, dan jumlah saluran pelayanan. Dalam mengelompokkan model antrean yang berbeda-beda biasanya digunakan suatu notasi yang disebut Notasi Kendall. Notasi ini dapat mengidentifikasi elemen yang ada dalam sistem antrean dan asumsi yang harus dipenuhi. NOTASI KENDALL A/B/X/Y/Z

73 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN Tabel 8. 1 Notasi Kendall

Karakteristik

Penjelasan

Simbol

Penjelasan

A

Distribusi antar waktu

D

Berdistribusi Deterministik

kedatangan

M

Berdistribusi Eksponensial

Ek

Berdistribusi Erlang

G

Berdistribusi General

Distribusi antar waktu

D

Berdistribusi Deterministik

pelayanan

M

Berdistribusi Eksponensial

Ek

Berdistribusi Erlang

G

Berdistribusi General

B

X

1,2,3.....∞

Jumlah server (fasilitas)

Y

Kapasitas sistem

1,2,3.....∞

Z

Disiplin Antrean

Finite, Infinite

MODEL ANTREAN Model 1: M/M/1/I/I Model 2: M/M/S/I/I Model 3: M/M/1/I/F Model 4: M/M/S/F/I Contoh: Sistem M/M/1/4/F, artinya sebuah sistem antrean yang waktu antar kedatangan individunya berdistribusi eksponensial, waktu pelayanannya berdistribusi eksponensial, memiliki jumlah server 1, dapat menampung 4 orang pelanggan yang sama dengan ketentuan bahwa pelanggan yang datang ke dalam sistem antrean bersifat terbatas (finite). Keadaan steady state adalah jika sistem telah berjalan dalam waktu yang lama, maka keadaan sistem akan independent terhadap state awal dan juga terhadap waktu yang dilaluinya. Teori antrean cenderung memusatkan pada kondisi steady state. Keadaan ini dapat terpenuhi apabila ρ < 1 yang berarti bahwa rata-rata laju kedatangan pelanggan kurang dari rata-rata laju pelayanan.

74 Modul Materi 2017

TEORI ANTREAN Merumuskan Masalah Antrean Dengan menganalisis variabel performansi tersebut bisa didapatkan suatu desain model antrean yang optimum dengan biaya yang rendah. Ukuran parameter model antrean ditentukan dengan notasi sebagai berikut: Tabel 8.2 Notasi Antrean

n Pn

Jumlah pelanggan dalam sistem Probabilitas bahwa n satuan (kedatangan) dalam sistem

λ

Jumlah rata-rata pelanggan yang datang per satuan waktu

μ

Jumlah rata-rata pelanggan yang dilayani per satuan waktu

Po

Probabilitas tidak ada pelanggan dalam sistem

P

Tingkat intensitas fasilitas pelayanan

L

Jumlah rata-rata pelanggan yang diharapkan dalam sistem

Lq

Jumlah rata-rata pelanggan dalam antrean

Ls

Jumlah rata-rata pelanggan dalam sistem

W

Waktu yang diharapkan oleh pelanggan selama dalam sistem

Wq

Rata-rata waktu tunggu dalam antrean

Ws

Rata-rata waktu tunggu dalam sistem

1/ λ

Rata-rata waktu antar kedatangan

1/ μ

Rata-rata waktu pelayanan

M

Rata-rata kecepatan pelayanan

75 Modul Materi 2017

Related Documents

Contoh Modul Lab.pdf
June 2020 39
Contoh-contoh
April 2020 60
Modul
October 2019 83
Modul
August 2019 77
Contoh
November 2019 53

More Documents from ""

Turbidity
August 2019 59
Contoh Modul Lab.pdf
June 2020 39
Alkaline
August 2019 62