Lapkas Pph Keke.docx

  • Uploaded by: zarazobell
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Pph Keke.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,681
  • Pages: 19
LAPORAN KASUS

PERDARAHAN POST PARTUM ET CAUSA RETENSIO SISA PLASENTA

Disusun oleh : dr. Dwijayanti Titie Anggraeni Dokter Internsip RSUD Balaraja

Dokter Pembimbing dr. Bondhan Prajati dr. Iik Rahmawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BALARAJA KABUPATEN TANGERANG BANTEN 2018

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui laporan kasus dengan judul:

PERDARAHAN POST PARTUM ET CAUSA RETENSIO SISA PLASENTA

Oleh: dr. Dwijayanti Titie Anggraeni Dokter Internsip RSUD Balaraja

Program Internsip Dokter Indonesia Rumah Sakit Umum Daerah Balaraja Kabupaten Tangerang Banten

Balaraja,

Agustus 2018

Mengetahui,

Dokter Pembimbing 1

dr. Bondhan Prajati

Dokter Pembimbing 2

dr. Iik Rahmawati

1

BAB I LAPORAN KASUS

A. SUBYEKTIF 1. Keluhan Utama: Keluar perdarahan dari jalan lahir 2. Keluhan Penyerta: Nyeri perut bagian bawah, badan terasa lemas, pingsan 3. Riwayat Penyakit Sekarang: Seorang wanita P2A0 berusia 34 tahun datang diantar keluarganya pada hari Selasa, 29 Mei 2018 pukul 16.00 dengan keluhan keluar perdarahan dari jalan lahir. Perdarahan dirasakan mulai keluar sejak 6 jam SMRS. Perdarahan keluar bentuk prongkol-prongkol dan dirasakan keluar terus menerus. Pasien juga mengeluh nyeri perut bagian bawah dan badan terasa lemas. Pasien menyangkal adanya demam dan nanah pada perdarahan. Pasien sempat pingsan 1 kali di rumah pukul 15.00 kurang lebih 10 menit, kemudian pasien langsung dibawa ke IGD RS Islam Harapan Anda. Pasien baru saja menjalani persalinan secara spontan di RSUD K tanggal 17 Mei 2018. Pasien sempat dipijat di bagian perut pada tanggal 27 Mei 2018. 4. Riwayat Obstetri: a. Anak pertama lahir secara spontan dibantu Bidan dengan jenis kelamin perempuan, lahir 11 tahun yang lalu, dengan berat 4500 gram. Setelah melahirkan pasien kemudian dirujuk ke RSUD K karena perdarahan yang tidak berhenti langsung setelah melahirkan. b. Anak kedua lahir setelah induksi karena usia kehamilan telah melewati perkiraan lahir 10 Mei 2018. Persalinan dibantu oleh Bidan pada tanggal 17 Mei 2018, bayi memiliki jenis kelamin laki-laki dengan berat 3900 gram. 5. Riwayat Ginekologi: a. Riwayat adanya perdarahan di luar siklus menstruasi disangkal. b. Riwayat adanya keputihan yang gatal atau cairan keluar dari jalan lahir disangkal.

2

c. Riwayat adanya nyeri perut bawah atau nyeri saat berhubungan disangkal. d. Riwayat adanya benjolan di perut bawah atau di daerah kemaluan disangkal. 6. Riwayat Menstruasi: a. Pasien mengalami menstruasi sejak usia 12 tahun. Menstruasi biasa dialami selama 5-6 hari, nyeri pada hari pertama. 7. Riwayat Kontrasepsi: a. Pasien menggunakan kontrasepsi suntik per 3 bulan setelah melahirkan anak pertama selama kurang lebih 5 tahun. 8. Riwayat Penyakit Dahulu: a. Riwayat penyakit hipertensi disangkal. b. Riwayat penyakit jantung disangkal. c. Riwayat alergi disangkal. d. Riwayat penyakit kencing manis disangkal. e. Riwayat penyakit keganasan disangkal. 9. Riwayat Penyakit Keluarga: a. Riwayat mengalami keluhan yang sama dengan pasien disangkal. b. Riwayat penyakit hipertensi disangkal. c. Riwayat penyakit jantung disangkal. d. Riwayat alergi disangkal. e. Riwayat penyakit kencing manis disangkal. f. Riwayat penyakit keganasan disangkal. 10. Riwayat Pengobatan: Riwayat menggunakan pengobatan tertentu dalam jangka waktu lama disangkal. 11. Sosial Ekonomi: Dalam kehidupan sosial di masyarakat, pasien dan keluarga pasien dapat dikatakan mengalami hubungan yang baik dengan masyarakat lainnya.

3

B. OBYEKTIF 1. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum: Tampak lemas b. Kesadaran: kompos mentis, GCS E4M6V5 = 15 c. Tanda Vital 1) TD

: 100/80 mmHg

2) RR

: 24 x/menit

3) Nadi

: 110 x/menit, regular

4) Suhu

: 36,5o C

d. Status Generalis 1) Kepala : mesocephal 2) Mata

: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

3) Hidung : nasal discharge (-), nafas cuping hidung (-) 4) Mulut

: bibir pucat (+), bibir sianosis (-)

5) Telinga : discharge (-) 6) Leher

: pembesaran kelenjar getah bening (-)

7) Thoraks a) Inspeksi

: simetris, retraksi (-/-)

b) Perkusi Pulmo

: seluruh lapang pulmo sonor

Cor

: batas cor dan pulmo kiri atas SIC II linea parasternal sinistra kanan atas SIC II linea parasternal dextra kiri bawah SIC IV linea parasternal sinistra kanan bawah SIC V linea midclavicula sinistra

c) Palpasi

: vocal fremitus simetris, thrill ictus cordis (-)

d) Auskultasi Pulmo

: suara dasar vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-

Cor

: suara I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)

8) Abdomen a) Inspeksi

: datar

b) Auskultasi : bising usus (+) N c) Perkusi

: timpani

4

d) Palpasi

: supel, NT (+) suprapubik, uterus teraba setinggi

pertengahan pusat- simfisis pubis, kontraksi lembek.

9) Genitalia : stolsel (+), VT Φ 1 cm, kesan kotiledon (+) 10) Ekstremitas: Edema Akral hangat Sianosis Anemis Clubbing finger Capillary refill

Superior -/+/+ -/-/-/<1 detik

Inferior -/+/+ -/-/-/<1 detik

2. Pemeriksaan Penunjang Awal a. Laboratorium Pemeriksaan Darah Rutin Hemoglobin Leukosit Trombosit Eritrosit Hematokrit Indeks Eritrosit MCH MCV MCHC Hitung Jenis Limfosit Monosit Neutrofil Kimia Klinik Glukosa sewaktu

LABORATORIUM DARAH Hasil Satuan

Nilai Normal

9,4 11.000 294.000 3,58 juta 28,2

g/dl sel/uL sel/uL sel/uL %

11,7-15,5 3.600-11.000 150.000-440.000 4,4 juta – 5,0 juta 35-47

26,3 78,8 33,3

Pg fL g/dL

26-34 80-100 32-36

18,9 5,4 75,7

% % %

20-40 0-10 50-70

129

mg/dl

74-100

C. ASSESMENT AWAL Perdarahan Post Partum suspek Retensi Sisa Plasenta D. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS 1. Endometritis 2. Koagulopati

5

E. PLAN 1.

Oksigen 3 liter per menit nasal kanul

2.

IVFD RL loading 500 CC selanjutnya IVFD RL + drip Oksitosin 1 amp 20 tpm

3.

Injeksi Methergin 1 amp IM

4.

Rencana kuretase

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perdarahan post partum adalah perdarahan ≥ 500 ml setelah bayi lahir pervaginam atau ≥1000 ml apabila bayi lahir perabdominal, atau yang berpotensi mempengaruhi hemodinamik ibu. Perdarahan post partum dibagi menjadi primer dan sekunder. Perdarahan post partum primer (early) terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan, sedangkan perdarahan post partum sekunder (late) adalah perdarahan pervaginam yang lebih banyak dari normal antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan (ACOG, 2014). B. Faktor Risiko Perdarahan post partum memiliki beberapa faktor risiko antara lain (ACOG, 2014): 1. Persalinan yang berlangsung lama 2. Persalinan dengan induksi 3. Partus presipitatus 4. Adanya riwayat perdarahan post partum sebelumnya 5. Episiotomi, terutama mediolateral 6. Preeklamsia 7. Uterus overdistensi (makrosomia, gemeli, dan polihidramnion) 8. Persalinan operatif 9. Korioamnionitis 10. Suku Asia atau Hispanik. C. Etiologi Etiologi perdarahan post partum umumnya dikategorikan berdasarkan jenis perdarahan post partum, yaitu primer dan sekunder. Perdarahan post partum primer apabila terjadi dalam 24 jam pasca melahirkan, sedangkan perdarahan post partum sekunder terjadi lebih dari 24 jam hingga 12 minggu pasca melahirkan (ACOG, 2017).

7

Gambar 1. Etiologi Perdarahan Post Partum (ACOG, 2017). Etiologi perdarahan post partum memiliki mnemonik 4T yang terdiri dari tonus, trauma, tissue (jaringan) dan thrombin. Atonia uteri merupakan etiologi perdarahan post partum yang paling sering (70-80%) dan merupakan diagnosis pertama yang harus dicurigasi pada perdarahan post partum. Trauma post partum ditandai dengan adanya laserasi, hematom meluas atau ruptur uterus. Retensi dari plasenta atau jaringan plasenta dapat didiagnosis secara cepat dengan eksplorasi manual atau pemeriksaan USG dari cavum uterus. Meskipun plasenta tampak intak, masih ada kemungkinan sisa jaringan konsepsi yang tertinggal (succenturiate lobe). Perdarahan post partum juga dapat disebabkan karena adanya gangguan koagulasi, sehingga penting untuk mengevaluasi status koagulasi pasien dan apabila abnormal dapat dikoreksi dengan penggantian faktor pembekuan, fibrinogen atau faktor lainnya (ACOG, 2017).

8

Gambar 2. Etiologi dan Faktor Risiko Intrapartum untuk Perdarahan Post Partum (ACOG, 2017). D. Penegakkan Diagnosis Gejala PPP pada umumnya muncul dengan jelas, perdarahan dapat muncul secara lambat dengan gejala yang sulit dikenali, tetapi dapat tetap berujung dengan kondisi syok. Hal ini terutama terjadi pada perdarahan yang terjadi karena adanya retensio jaringan atau trauma (Smith, 2018). Pemeriksaan rutin postpartum meliputi observasi ketat dan dokumentasi dari tanda vital ibu, jumlah perdarahan per vaginam, serta tonus dan ukuran uterus. Uterus harus dimasas secara teratur agar dapat mengeluarkan bekuan-bekuan darah yang dapat terakumulasi dalam uterus atau vagina (Smith, 2018). Gejala PPP yang umum adalah adanya perdarahan pervaginam berat yang dapat menyebabkan munculnya tanda dan gejala dari syok hipovolemik. Perdarahan yang paling cepat terjadi karena kombinasi dari aliran darah uterus yang tinggi dan lemahnya tonus uterus (atonia uteri). Darah tampak jelas di bagian introitus, terutama setelah plasenta lahir. Apabila plasenta belum lahir, maka sebagian darah akan tertahan di uterus (Smith, 2018). Setelah plasenta lahir, darah dapat tertahan di dalam uterus yang kehilangan tonus, sehingga diperlukan pengawasan tinggi fundus uterus dan tonus setelah kala

9

tiga (kala empat). Apabila penyebab perdarahan bukan atonia uteri, maka perdarahan akan berjalan lebih lambat, dan tanda dan gejala syok hipovolemik akan muncul lebih lambat juga. Perdarahan yang disebabkan oleh trauma akan tersamarkan dalam bentuk hematoma retroperitoneum, traktus genital inferior, atau cavum abdomen (Smith, 2018). Pemeriksaan plasenta setelah proses persalinan penting untuk melihat apakah plasenta intak atau tidak. Meskipun plasenta tampak intak, masih terdapat kemungkinan adanya jaringan konsepsi yang tertinggal. Pemeriksaan USG atau eksplorasi manual intrauteri biasanya digunakan untuk mendiagnosis retensio sisa jaringan plasenta. Hasil USG yang menunjukkan garis endometrial yang normal menunjukkan kemungkinan kecil adanya retensio jaringan plasenta, yang biasanya ditunjukkan dengan gambaran massa ekogenik (ACOG, 2017). Koagulopati pada PPP sering disebabkan oleh koagulopati konsumtif, yang disebabkan adanya aktivasi faktor pembekuan intravascular. Etiologi paling banyak dari koagulopati konsumtif pada kasus obstetrik adalah solusio plasenta. Solusio plasenta juga dapat menyebabkan atonia uteri sekunder karena adanya ekstravasasi darah ke dalam myometrium (Couvelaire uterus). Emboli cairan amnion juga dapat menyebabkan koagulopati yang berujung pada PPP (Cunningham, et al., 2014)

Tabel 1. Temuan Klinis pada Perdarahan Post Partum Volume Darah

Tekanan Darah

Yang Hilang

(Sistolik)

500-1000 ml

Normal

(10-15%)

Tanda dan Gejala

Derajat Syok

Palpitasi, takikardi, Compensated pusing

1000-1500 ml

Slight fall (80-100 Lemas,

(15-25%)

mmHg)

1500-2000 ml

Moderate fall (70- Gelisah,

(25-35%)

80 mmHg)

2000-3000 ml

Marked fall (50-70 Penurunan

(25-50%)

mmHg)

takikardi, Mild

hiperhidrosis pucat, Moderate

oliguria

kesadaran,

Severe sesak

napas, anuria

10

Tabel 2. Diagnosis Banding Perdarahan Post Partum Gejala Dan Tanda

Penyebab Yang Harus Dipikirkan Atonia Uteri

Retensio Plasenta



Perdarahan segera setelah anak lahir



Uterus tidak berkontraksi atau lembek



Plasenta belum dilahirkan dalam 30 menit setelah bayi lahir

Sisa Plasenta



Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap



Perdarahan dapat muncul 6-10 hari pascasalin disertai subinvolusi uterus

Robekan Jalan Lahir



Perdarahan segera



Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir



Ruptur Uteri

Perdarahan

segera

(perdarahan

intraabdominal/pervaginam)

Inversio Uteri



Nyeri perut yang hebat



Kontraksi yang hilang



Fundus uteri tidak teraba

pada palpasi

abdomen

Gangguan

Pembekuan



Lumen vagina terisi massa



Nyeri ringan atau berat



Perdarahan tidak berhenti, encer, tidak terlihat

Darah

gumpalan darah 

Kegagalan terbentuknya gumpalan pada uji pembekuan darah sederhana



Terdapat faktor predisposisi (Solusio plasenta, kematian janin dalam uterus, eclampsia, emboli air ketuban)

PPP sekunder terjadi setelah 24 jam pasca melahirkan hingga 12 minggu. Etiologi paling sering dari PPP sekunder adalah endometritis atau adanya retensia produk konsepsi. Diagnosis PPP dapat dipertimbangkan apabila perdarahan pada nifas melebihi dari lokia yang normal (adanya gumpalan atau perdarahan yang terus

11

menerus). Suhu pasien, kontraksi uterus, sekret vagina dan ukuran uterus harus dimonitor. Ukuran uterus normalnya tidak teraba pada hari ke-14 pasca melahirkan, uterus yang masih teraba harus dicurigai adanya endometritis atau retensia produk konsepsi (Chandraharan, 2017). E. Tatalaksana Dalam penanganan PPP penting untuk mengidentifikasi faktor risiko baik saat antepartum atau postpartum, seperti plasenta previa, tumor uterus, atau retensia plasenta. Manajemen aktif pada kala tiga persalinan adalah proses dimana plasenta dan membran dilahirkan setelah bayi lahir, setelah dilakukan masas uterus, peregangan tali pusat terkendali, dan penggunaan oksitosin atau obat-obatan lain. Manajemen aktif kala tiga dapat menurunkan insidensi PPP sebanyak 70% dibandingkan dengan partus fisiologi biasa. Panduan klinis dari PPP kemudian menyarankan metode seperti kompresi bimanual atau mengosongkan kandung kemih (Chandraharan, 2017). Penatalaksanaan PPP dilakukan dengan prinsip “HAEMOSTASIS”, yaitu (POGI, 2016): 1. Ask for HELP Segera minta pertolongan atau dirujuk ke rumah sakit jika persalinan berlangsung di bidan/PKM. 2. Assess (vital parameter, blood loss) and Resuscitate Menilai jumlah darah yang keluar seakurat mungkin kemudian menentukan derajat perubahan hemodinamik. Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen apabila fasilitas memungkinkan. Saat resusitasi gunakan kateter intravena ukuran 14G-16G ketika memasang jalur infus, kemudian segera ambil specimen darah untuk memeriksa hemoglobin, profil pembekuan darah, elektrolit, penentuan golongan darah, dan crossmatch (RIMOT: Resusitasi, Infus 2 jalur, Monitoring keadaan umum, nadi dan tekanan darah, Oksigen, dan Team Approach). Berikan cairan kristaloid dan koloid secara cepat. 3. Establish Aetiology, Ensure Availability of Blood, Ecbolics (Oxytocin, Ergometrin or Syntometrine bolus IV/IM) Sementara resusitasi berlangsung, sebaiknya dilakukan upaya menentukan etiologi PPP. Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan bebas di abdomen, adanya risiko trauma. Kelengkapan plasenta dan selaput plasenta yang telah berhasil keluar harus diperiksa kembali.

12

4. Massage the uterus Perdarahan banyak yang terjadi setelah plasenta lahir harus segera ditangani dengan masase uterus dan pemberian uterotonik. Jika uterus tetap lembek maka harus dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan tangan di dalam untuk menekan forniks anterior sehingga terdorong ke atas dengan telapak tangan di luar melakukan penekanan pada fundus belakang sehingga uterus terkompresi.

Gambar 3. Kompresi Bimanual Interna (Kemenkes, 2013). 5. Oxytocin infusion/prostaglandins- IV/per rectal/intramyometrial Oksitosin dapat diberikan sebanyak 40 IU dalam 500 cc NaCl 0,9% dengan kecepatan 125 cc/jam. Hindari kelebihan cairan karena dapat menyebabkan edem pulmo hingga edem otak. Pemberian ergometrin sebagai lini kedua oksitosin dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. Dosis awal 0,2 mg (bolus), dosis lanjutan 0,2 mg setelah 15 menit bila masih diperlukan. Pemberian dapat diulang setia; 2-4 jam bila masih diperlukan. Dosis maksimal ergometrin adalah 1mg atau 5 dosis perhari. Kontraindikasi pemberian ergometrin adalah preeklampsia, hipertensi dan vitium cordis. Bila PPP masih tidak berhasil ditangani dapat diberikan misoprostol per rektal 800-1000 ug. 6. Shift to theatre – exclude retained products and trauma/bimanual compression Bila perdarahan massif tetap terjadi, segera evakuasi pasien ke ruang operasi. Pastikan pemeriksaan untuk menyingkirkan adanya sisa plasenta atau selaput ketiban. Bila diduga ada sisa jaringan, segera lakukan tindakan kuretase. Kompresi bimanual dapat dilakukan selama ibu dibawa ke ruang operasi.

13

7. Tamponade balloon/uterine packing) Tamponade uterus dapat membantu mengurangi perdarahan. Pemasangan tamponade

uterus

dengan

menggunakan

balloon

relative

mudah

dilaksanakan dan hanya memerlukan waktu beberapa menit. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dan mencegah koagulopati karena perdarahan massif. 8. Apply compression sutures – B-Lynch/modified

Gambar 4. Jahitan B-Lynch (Kemenkes, 2013). 9. Systematic pelvic devascularization – uterine/ovarian/quadruple/internal iliac 10. Interventional radiologys, if appropriate, uterine artery embolization 11. Subtotal/total abdominal hysterectomy.

14

Gambar 5 . Algoritma HAEMOSTASIS dalam penanganan PPP (Chandraharan, 2017).

Gambar 6. Algoritma PPP (POGI, 2016). PPP sekunder sering berhubungan dengan endometritis. Pada kasus endometritis atau sepsis direkomendasikan tambahan terapi antibiotik spektrum luas. Terapi pembedahan dilakukan jika perdarahan masih berlebihan atau tidak dapat dihentikan. Pemeriksaan PPP sekunder sebaiknya melibatkan swab vagina rendah dan tinggi, kultur darah jika demam, darah lengkap dan C-reactive protein (POGI, 2016).

15

F. Komplikasi Kebanyakan pasien PPP didiagnosis dengan cepat dan berhasil ditangani sebelum terjadi komplikasi. Komplikasi paling umum dari PPP adalah anemia dan defisiensi besi post partum. Kehilangan darah dalam jumlah besar saat PPP dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik. Kerusakan organ mayor dapat terjadi, seperti ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) dan ATN (Acute Tubular Necrosis). Kegagalan fungsi ginjal biasanya hanya berlangsung sementara, dan fungsi ginjal dapat kembali normal. Edem pulmo dapat terjadi pada saat fase resusitasi karena adanya overload cairan atau disfungsi miokard (Smith, 2018). Hipopituitarisme dapat terjadi setelah PPP yang parah (Sheehan Syndrome) karena kondisi iskemia dari kelenjar hipofisis. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan dalam menyusui baik tidak adanya ASI (agalactorrhea) atau jumlah ASI yang kurang (Smith, 2018).

16

BAB III KESIMPULAN Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan Perdarahan Post Partum Sekunder dengan etiologi retensio sisa plasenta. Terapi awal yang dilakukan adalah resusitasi cairan dan pemberian uterotonik yaitu oksitosin dan ergometrin. Kemudian dilakukan tindakan kuretase dan ditemukan sisa plasenta. Kondisi pasien setelah kuretase membaik dan diperbolehkan pulang pada Rabu, 30 Mei 2018.

17

DAFTAR PUSTAKA American College of Obstetricians and Gynecologists. 2014. Obstetrics and Gynecology Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. American College of Obstetricians and Gynecologist. Postpartum Hemorrhage. ACOG Practice Bulletin Number 183 October 2017: pp 168-186. Chandraharan E. Diagnosis and Management of Postpartum Hemorrhage. British Medical Journal Number 358 September 2017. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemernterian Kesehatan RI. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Perdarahan Pasca-Salin. Available at: http://pogi.or.id/publish/download/pnpk-dan-ppk/ (Diakses pada 20 Juli 2018). Smith

JR. 2018. Postpartum Hemorrhage. Available at: https://emedicine.medscape.com/article/275038-overview (Diakses pada 20 Juli 2018).

18

Related Documents

Lapkas Pph Keke.docx
June 2020 13
Pph
August 2019 27
Pph
November 2019 19
Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40

More Documents from "Suyoslan Tambunan"