Lapkas Kolesistitis Dan Kolelitiasis.docx

  • Uploaded by: Ariyoko Patoding
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Kolesistitis Dan Kolelitiasis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,344
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

Kolesistitis didefinisikan sebagai inflamasi kandung empedu yang paling sering disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya kolelitiasis. Sembilan puluh persen kasus kolesistitis terjadi akibat adanya batu duktus sistikus (kolesistitis kalkulosa), sementara 10% sisanya merupakan kasus kolesistitis akalkulosa. Dari semua warga Amerika Serikat yang menderita kolelitiasis, sekitar sepertiganya juga menderita kolesistitis akut. Pada kepustakaan barat sering dilaporkan bahwa pasien kolesistitis umumnya perempuan, gemuk, dan berusia di atas 40 tahun, tetapi menurut Lesmana LA, dkk, hal ini sering tidak sesuai untuk pasien-pasien di negara kita. Penyakit batu empedu (kolelitiasis) sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara Barat, sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Kolelitiasis merupakan salah satu masalah gastrointestinal yang paling sering menyebabkan dilakukannya intervensi bedah. Tiap tahun, dilakukan sekitar 500.000 prosedur kolesistektomi di Amerika Serikat. Kolelitiasis terjadi pada sekitar 10% populasi usia dewasa di Amerika Serikat, dimana batu empedu kolesterol ditemukan 70% dari semua kasus dan 30% sisanya terdiri atas batu pigmen dan jenis batu dari sejumlah komposisi lain. Walaupun belum ada data epidemiologis penduduk, insidens kolesistitis dan batu empedu (kolelitiasis di Negara kita relative lebih rendah dibandingkan negara-negara barat.

1

BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien Nama

: Ny. KK

Umur

: 71 Tahun

Alamat

: Komp.Taman Budaya, Waena-Expo

Agama

: Kristen Protestan

Suku

: Biak

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Petani

Status

: Menikah

Berat Badan

: 65 kg

Tinggi Badan

: 150 cm

Tanggal MRS

: 27 April 2017

B. Anamnesis 1. Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas

2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke polik rumah sakit Dok 2 Jayapura dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas, nyeri yang dirasakan menjalar ke pinggang sampai ke kaki sehingga pasien sulit berjalan. Pasien mengaku nyeri yang dirasakan hilang timbul sudah sejak tahun 2012. Tahun 2016 yang lalu pasien sempat melakukan pemeriksaan USG di RSUD Dok 2 Jayapura. Dari hasil USG didapati kesan kolelitiasis dengan pielonefritis, dan pasien mengaku sudah diberi terapi pengobatan. Pada tanggal 21 April 2017 pasien datang ke polik untuk kontrol hasil laboratorium dan saat itu dilakukan juga USG lalu didapati kesan kolelitiasis multiple nefrolitiasis kanan. Pada tanggal 27 April 2017 pasien kembali lagi ke polik kemudian dilakukan kembali pemeriksaan USG dan didapati hasil bahwa terdapat batu pada kandung empedu, sehingga pasien harus dirawat di ruangan. Keluhan lain seperti pasien biasa mengalami sakit perut hingga ke punggung kanan, demam (+), perut kembung (+), mual (-), muntah (-).

2

3. Riwayat Penyakit Dahulu - Riwayat DM (-) - Riwayat Hipertensi (-) - Riwayat Asma (-) - Riwayat Penyakit Jantung (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga Pada riwayat keluarga pasien, tidak ada yang pernah menderita penyakit serupa.

5. Riwayat Sosial Ekonomi Pasien sehari – hari bekerja sebagai petani.

6. Kebiasaan Konsumsi pinang

C. Pemeriksaan Fisik 1. Status Vital saat MRS (27 April 2017) Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan Umum

: Tampak Sakit Sedang

Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 70 kali/menit

Respirasi

: 20 kali/menit

Suhu

: 35oC

SpO2

: 98%

GCS: E4 V5 M6

2. Pemeriksaan Fisik a. Kepala/leher Mata

: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-

Leher

: Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)

b. Thorax Pulmo : Inspeksi

: Simetris, Ikut gerak napas, jejas (-)

Palpasi

: Vocal Fremitus D=S

Perkusi

: Sonor/sonor

Auskultasi

: Suara Napas Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

3

Cor

: ictus cordis tidak tampak

: Inspeksi

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS IV linea parasternal dextra Batas kiri jantung ICS V linea midclavicula sinistra

Auskultasi

: BJ I–II regular, murmur (-), Gallop (-).

c. Abdomen Inspeksi

: Tampak datar, jejas (-)

Auskultasi

: Bising Usus (+) 2 – 3x/menit

Palpasi

: Supel, nyeri tekan tidak didapatkan, hepar tidak teraba, lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani

d. Ekstremitas Atas

: Akral teraba hangat, Edema (-/-), Ulkus (-/-), CRT <2’

Bawah : Akral teraba hangat, Edema (+/+), Ulkus (-/-), CRT <2’

e. Vegetatif Makan/Minum: (+/+), BAB/BAK (+/+)

D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah lengkap dan kimia lengkap.

Sampel

Darah Lengkap

Jenis pemeriksaan

Tanggal

Nilai Rujukan

Satuan

21/04/17

HGB

13,9

12-16

g/dl

RBC

5,19

3,69-5,46

106/mm3

HCT

41,5

35,2-46,7

%

PLT

250

172-378

103/mm3

MCV

80,0

86,7-102,3

fL

MCH

26,8

27,1-32,4

Pg

MCHC

33,5

29,7-33,1

g/dL

4

Kimia lengkap

WBC

8.47

3,37-8,38

103/mm3

LED

44-70

0-20

mm/jam

GDS

<200

mg/dl

Albumin

3.8-5.1

g/dL

SGOT/AST

20,6

8-31

U/L

SGPT/ALT

14,4

6-32

U/L

Asam urat

6,06

2.4-5.7

mg/dL

BUN

15,2

7,0-18,0

mg%

Kreatinin

0,79

0.5-0.9

mg%

DBII

0,12

TBII

0,53

Pemeriksaan urin lengkap: (21 April 2017)

Jenis pemeriksaan

Hasil

Glukosa

Negatif

Protein

Negatif

Bilirubin

Negatif

pH

5,5

Keton

Negatif

Blood

Negatif

Nitrit

Negatif

Leukosit

Negatif

Berat jenis

1.030

Kecerahan

Agak keruh

Warna

Kuning

5

Gambar EKG pasien tanggal 25 April 2017

Gambar Foto Thorax Posisi AP (25 April 2017)

6

Gambar USG 26 April 2016

7

Gambar USG 21 April 2017

8

E. DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis: 1. Kolesistitis 2. Kolelitiasis

F. FOLLOW UP PASIEN

Tanggal

Catatan

Tindakan

28 April

S: Os merasa nyeri ketika balik badan saat

2017

tidur. Mual (-), muntah (-), batuk (+), lendir (+) 1. IVFD Nacl 0,9% 500cc O: KU: TSS, Kesadaran: Composmentis GCS: E4V5M6 TD: 120/70, N:66/m, R:24x/m, SpO2: 98% K/L: CA(-/-), SI(-/-), OC(-), P>KGB(-), PUPIL(+) Pulmo 

I: simetris



P: V/F D=S



P: sonor



A:Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-),

Planning:

20 tpm 2. Levofloxacin (IV) 3. Inj.

Metronidazol

3x500g (IV) 4. Natrium

diklofenak

2x50g 5. Ranitidine 2x1 (IV)

wheezing (-/-)

Cor 

I: cordis tidak terlihat



P: thrill (-)



P: pekak



A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

1x500gr

9

Abdomen 

I: datar



A: BU (+)



P: supel, NT (-)



P: thympani



H/L: (ttb/ttb)

Ekstremitas 

Atas/Bawah: (hangat/hangat)



Oedem: -

-

+ + Vegetative 

Makan/Minum: (+/+)



BAB/BAK: (+/+)

A. Kolesistitis + Kolelitiasis 29 April

S: Pusing (-), lemas (-), nyeri belakang (+)

2017

O: KU: TSS, Kesadaran: Composmentis GCS: E4V5M6 TD:130/90, N:72, R:20, S:36,5 K/L: CA(-/-), SI(-/-), OC(-), P>KGB(-), Pulmo 

I: simetris



P: V/F D=S



P: sonor



A:Suara nafas vesikuler, Rhonki (+/+),

Planning: 1. IVFD Nacl 500cc 20 tpm 2. Levofloxacin 1x500gr (IV) 3. Inj.

Metronidazol

3x500g (IV) 4. Natrium diklofenak 2x50g 5. Ranitidine 2x1 (IV)

wheezing (-) Cor 

I: cordis tidak terlihat



P: thrill (-)



P: pekak



A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

0,9%

10

Abdomen 

I: datar



A: BU (+)



P: supel, NT (-)



P: thympani



H/L: (ttb/ttb) Ekstremitas



Atas/Bawah: akral (hangat/hangat)



Edema: -

-

- Vegetatif 

Makan/Minum: (+/+)



BAB/BAK: (+/+)

A. Kolesistitis + Kolelitiasis 01 Mei

S: Nyeri di punggung ketika berjalan

2017

O: KU: TSS, Kesadaran: Composmentis GCS: E4V5M6 TD: 120/80mmHg, N:80x/m, S:36,70 C, R:20x/m, SpO2: 95% K/L: CA(-/-), SI(-/-), OC(-), P>KGB(-)

Planning: 1. IVFD Nacl

0,9%

500cc 20 tpm 2. Levofloxacin 1x500gr (IV) 3. Inj.

Metronidazol

3x500g (IV) Pulmo 

I: simetris



P: VF D=S



P: sonor



A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),wheezing

4. Natrium diklofenak 2x50g 5. Ranitidine 2x1 (IV)

(-) Cor

Rencana pemeriksaan:



I: cordis tidak terlihat

 Puasa (pro operasi)



P: thrill (-)



P: pekak



A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) 11

Abdomen 

I: datar



A: BU (+)



P: supel, NT (-)



P: thympani



H/L: (ttb/ttb) Ekstremitas



Atas/Bawah: (hangat/hangat)



Oedem: -

-

-

-

1. Vegetative 

Makan/Minum: (+/+)



BAB/BAK: (+/+)

A. Kolesistitis + Kolelitiasis 02 Mei

S: Nyeri punggung belakang ketika berjalan,

Planning:

2017

puasa (+)

Laparoskopi

O: KU: TSS, Kesadaran: Composmentis

kolesistektomi

GCS: E4V5M6 TD:140/90, N:80x/m, S:36,50 C, R:20x/m K/L: CA(-/-), SI(-/-), OC(-), P>KGB(-) Pulmo 

I: simetris



P: V/F D=S



P: sonor



A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),wheezing (-)

Cor 

I: cordis tidak terlihat



P: thrill (-)



P: pekak



A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

12

Abdomen 

I: datar



A: BU (+)



P: supel, NT (-)



P: thympani



H/L: (ttb/ttb)

Ekstremitas 

Atas/Bawah: (hangat/hangat)



Oedem: -

-

- Vegetative 

Makan/Minum: (+/+)



BAB/BAK: (+/+)

A. 03 Mei

S: Nyeri di bekas operasi, nyeri ulu hati

Planning:

2017

O: KU: TSS, Kesadaran: Composmentis

 Aminofluid

GCS: E4V5M6

1000cc/24

jam

TD: 120/70, N:72x/m, S:36,9 0 C, R:20x/m

 NGT

K/L: CA(-/-), SI(-/-), OC(-), P>KGB(-)

 Levofloxacin 1x500gr  Metronidazol 3x500

Pulmo 

I: simetris

 Ketorolac 3x1amp



P: V/F D=S

 Ranitidine 2x1amp



P: sonor

 Diet lunak rendah lemak



A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),wheezing (-)

Cor 

I: cordis tidak terlihat



P: thrill (-)



P: pekak



A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

13

Abdomen 

I: datar



A: BU (+)



P: supel, NT (+)



P: thympani



H/L: (ttb/ttb)

Ekstremitas 

Atas/Bawah: (hangat/hangat)



Oedem: -

-

- Vegetative 

Makan/Minum: (+/+)



BAB/BAK: (+/+)

A. Akut kolesistitis + kolelitiasis 04 Mei

S: nyeri di bekas luka operasi

2017

O: KU: TSS, Kesadaran: Composmentis GCS: E4V5M6 TD: 120/80, N:84x/m, S:36,7 0 C, R:20x/m K/L: CA(-/-), SI(-/-), OC(-), P>KGB(-) Pulmo

Planning: 1. Levofloxacin 1x500gr (IV) 2. Inj.

Metronidazol

3x500g (IV) 3. Natrium diklofenak



I: simetris



P: V/F D=S



P: sonor



A: SN vesikuler, Rhonki (-/-),wheezing

2x50g

(-) Cor 

I: cordis tidak terlihat



P: thrill (-)



P: pekak



A: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

14

Abdomen 

I: datar



A: BU (+)



P: supel, NT (+)



P: thympani



H/L: (ttb/ttb)

Ekstremitas 

Atas/Bawah: (hangat/hangat)



Oedem: -

-

- Vegetative 

Makan/Minum: (+/+)



BAB/BAK: (+/+)

A. Akut kolesistitis + kolelitiasis

Laporan Operasi Nama Pasien

:Ny. KK

Umur

:71 tahun

Nomor DM

:375647

Nama Ahli Bedah

: dr. Sony Gunawan, Sp.B

Nama Asisten

:Br. Arjun

Nama Perawat

:Br. Gde

Nama Ahli Anestesi

:dr. Duma, Sp.An KIC

Jenis Anastesi

: General Anestesi

Diagnosis Pre Operatif

: Kolesistolitiasis

Diagnosis Post Operatif

: Kolesistolitiasis

Jaringan yang di Eksis/Insisi

: Kolesistektomi laparoskopi

Tanggal Operasi / Jam mulai

: 02 April 2017

Laporan Operasi: 1.

Posisi supine dalam general anaesthesia

2.

Insisi subumbilical, subxyphoid lateral kanan

3.

Insersi trokar 11 m 2 buah, 5 mm 2 buah

15

4.

Scope kamera dimasukkan, identifikasi ductus cycticus dan arteri cystic

5.

Kandung empedu dibebaskan dari line bed

6.

Luka operasi ditutup

7.

Operasi selesai

16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Definisi Kolesistitis (radang kandung empedu) adalah reaksi inflamasi akut dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan demam. Kolelitiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu empedu. Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.

3.2

Etiologi Faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu. Kolesistitis akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus. Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: 1) batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%, 2) batu pigmen coklat atau batu kalsium bilirubinate yang mengandung Ca-bilirubinate sebagai komponen utama, dan 3) batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.

17

3.3.

Patogenesis

3.3.1

Patogenesis Kolesistitis Faktor yang mempengaruhi timbulnya kolesistitis adalah stasis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan stasis cairan empedu. Bagaimana stasis di duktus sistikus yang menyebabkan kolesistitis masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung empedu, batu di saluran empedu atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.

3.3.2

Patogenesis Kolelitiasis Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol: 1) hiperssaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan factor diet. Kelebihan aktivitas enzim ßglucuronidase bakteri dan manusia (endogen) memegang peranan kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan mengendap sebagai kalsium bilirubinate. Enzim ß-glucuronidase bakteri berasal dari kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.

18

3.4

Manifestasi Klinis

3.4.1

Manifestasi Klinis Kolesistitis Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis adalah kolik perut di sebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau perforasi kandung empedu. Pada pemeriksaan fisis teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (tanda Murphy). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. Pada pasien – pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu spesifik dan kadang hanya berupa mual saja.

3.4.2

Manifestasi Klinis Batu Kandung Empedu Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien dengan batu

asimptomatik, pasien dengan batu

empedu

simptomatik dan pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, kolangitis, dan pancreatitis). Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis maupun selama pemantauan. Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi juga di kiri dan prekordial. Gejala lain, sering dikaitkan dengan

kolelitiasis,

termasuk

gangguan

pencernaan,

dyspepsia,

bersendawa, perut kembung, dan intoleransi lemak.

19

3.5

Diagnosis

3.5.1

Diagnosis Kolesistitis Diagnosis kolesistitis akut biasanya dibuat berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik. Trias yang terdiri dari nyeri akut kuadran kanan atas, demam, dan leukositosis sangat sugestif. Biasanya terjadi leukositosis yang berkisar antara 10.000 sampai dengan 15.000 sel per mikroliter dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Bilirubin serum sedikit meningkat [kurang dari 85,5 µmol/L (5mg/dl)] pada 45% pasien, sementara 25% pasien mengalami peningkatan aminotransferase serum (biasanya kurang dari lima kali lipat). Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis akut. Hanya pada 15% pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak tembus pandang (radiopak) oleh karena mengandung kalsium cukup banyak. Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat untuk kolesistitis akut. Pemeriksaan ultrasonografi sebaiknya dikerjakan secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatic. Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90-95%.

3.5.2

Diagnosis Kolelitiasis A. Anamnesis Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimptomatis. Pada yang simptomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

20

B. Pemeriksaan Fisik  Batu kandung empedu Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.  Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat akan timbul ikterus klinis.

C. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi serangan peradangan akut dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut.  Pemeriksaan radiologis a. Foto polos abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.

21

Gambaran batu di dalam kandung empedu pada foto polos abdomen

b. Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. c. Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.

Hasil USG pada kolelitiasis (kiri); hasil kolesistografi pada kolesistitis (kanan)

3.6

Diagnosis Banding Untuk kolelitiasis, dapat dipertimbangkan kemungkinan adanya patologi intra-abdominal maupun ekstra-abdominal yang menyebabkan

22

nyeri

abdomen

bagian

atas.

Beberapa

penyakit

yang

perlu

dipertimbangkan adalah penyakit ulkus peptic, pancreatitis (akut atau kronik), hepatitis, dyspepsia, GERD, irritable bowel syndrome, spasme esophagus, pneumonia, nyeri dada karena penyakit jantung, ketoasidosis diabetik,

apendisitis,

striktura

duktus

biliaris,

kolangiokarsinoma,

kolesistitis, atau kanker pancreas. Untuk kolesistitis akut, dapat dipertimbangkan diagnosis banding untuk nyeri perut kanan atas yang tiba-tiba, perlu dipikirkan seperti penjalaran nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma seperti appendiks yang retrosekal, sumbatan usus, perforasi ulkus peptikum, pancreatitis akut, pielonefritis dan infark miokard.

3.7

Penatalaksanaan

3.7.1

Penatalaksanaan untuk Kolesistitis Pengobatan umum termasuk istirahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan, obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodik. Pemberian antibiotik pada fase awal sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan septisemia. Golongan ampisilin,

sefalosporin

dan

metronidazol

cukup

memadai

untuk

mematikan kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut seperti E.coli, Strep.faecalis dan Klebsiella. Saat kapan dilaksanakan tindakan kolesistektomi masih diperdebatkan, apakah sebaiknya dilakukan secepatnya (3 hari) atau ditunggu 6-8 minggu setelah terapi konservatif dan keadaan umum pasien lebih baik. Sejak diperkenalkan tindakan bedah kolesistektomi laparoskopik di Indonesia pada awal 1991, hingga saat ini sudah sering dilakukan di pusatpusat bedah digestif. Menurut kebanyakan ahli bedah tindakan kolesistektomi laparoskopik ini sekalipun invasive mempunyai kelebihan seperti mengurangi rasa nyeri pasca operasi menurunkan angka kematian, secara kosmetik lebih baik, memperpendek lama perawatan di rumah sakit dan mempercepat aktifitas pasien.

23

3.7.2

Penatalaksanaan Batu Kandung Empedu Penanganan profilaktik untuk batu empedu, asimptomatik tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien dengan batu asimptomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasive minimal

di

dalam

rongga

abdomen

dengan

menggunakan

pneumoperitoneum, ssstem endokamera dan instrument khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Sejak pertama kali diperkenalkan, teknik bedah laparoskopik ini telah memperlihatkan keunggulan yang bermakna dibandingkan dengan teknik bedah konvensional.

24

DAFTAR PUSTAKA 1. Huffman JL, Schenker S. Acute acalculous cholecystitis – a review. Clin Gastroenterol Hepatology. 2009. 2. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, dkk. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I – II Edisi VI. Interna Publishing. Jakarta. 2014. 3. Lesmana I. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. 4. Hunter JG. Gallstones Diseases. In: Schwart’s Principles of Surgery 8th edition. 2007. US: McGraw-Hill Companies.826-42. 5. Schirmer BD, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and Cholecystitis. J Long Term Eff Med Implants. 2005;15(3):329-38. 6. Greenberg N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile Ducts, dari Harrison’s Principles of Internal Medicine, Edisi ke-14, hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. McGraw-Hill.1998. 7. Bloom AA,Katz J. Cholecystitis. Diunduh tanggal: 03 Mei 2017. Dari [online] http://emedicine.medscape.com/article/171886-overview 8. Heuman DM. Gallstones (Cholelithiasis). Diunduh tanggal: 03 Mei 2017. Dari [online] http://emedicine.medscape.com/article/175667-overview

25

Related Documents


More Documents from "Suyoslan Tambunan"