Lapkas Jiwa Revisi.docx

  • Uploaded by: MDipiAbdallah
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Jiwa Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,572
  • Pages: 21
BAB 1 PENDAHULUAN Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang persisten, seperti halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah suasana (mood disorder) seperti depresi, manik, atau episode campuran. Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2% di Amerika Serikat dari populasi umum dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena gangguan ini. Gangguan skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada gangguan bipolar. Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya gejala gangguan afektif. Studi populasi tidak ada yang menunjukkan insidensi dari penyakit ini, melainkan komorbiditi antara skizofrenia dan gangguan afektif yaitu kurang dari 1%, kemungkinan dalam rentang 0,5-0,8 persen. Prevalensi pada pria lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada wanita lebih besar daripada pria, pada usia tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda lebih sering gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik, depresif atau campuran keduanya. Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan skizofrenia dan gangguan afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan resiko terjadinya gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif (Jibson, 2011). Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon baik terhadapat pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Untuk orang gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan obat antipsikotik dengan mood

1

stabilizer cenderung bekerja dengan baik. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-edukasi pada penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan pada gangguan skizoafektif.

2

IDENTITAS PASIEN Nama

: Ismail Umar

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Tanggal Lahir

: 25 Juni 1963

Umur

: 55 tahun

Alamat

: Desa Meunasah Keude, Kec. Bandar baru, Pidie jaya

Status Pernikahan

: Sudah menikah

Pekerjaan

: Petani

Pendidikan Terakhir : SD Agama

: Islam

Suku

: Aceh

TMRS

: 17 September 2018

Tanggal Pemeriksaan : 28 September 2018, 5 Oktober 2018

II

RIWAYAT PSIKIATRI Data diperoleh dari:

A.

1.

Rekam medis

: 1008004411

2.

Autoanamnesis

: 28 September 2018, 5 Oktober 2018

3.

Alloanamnesis

: 5 Oktober 2018

Keluhan Utama Mengamuk

B.

Riwayat Penyakit Sekarang Autoanamnesis: Pasien dirujuk ke IGD RSJ Aceh dengan keluhan mengamuk sejak ± 1

bulan SMRS. Pasien mudah marah dan emosi. Pasien juga memukul orang lain karena masalah rumah yang belum selesai di bangun. Pasien mengaku pekerja yang membangun rumahnya membawa kabur uang miliknya. Pasien juga mengatakan istrinya tidak pernah memberikan uang hasil panen terhadap pasien. Pasien saat malam hari sering keluyuran, tidak tidur saat malam hari dan ketika diberi obat, pasien langsung marah-marah.

3

Alloanamnesis: Pasien dibawa oleh keluarga dengan keluhan mengamuk sejak 1 bulan terakhir ini. Keluarga mengatakan pasien sering merasa curiga terhadap keluarga. Pasien juga sering berbicara sendiri serta mudah marah dan emosi. Saat keluarga memberikan obat, pasien langsung marah-marah. C.

Riwayat Penyakit Sebelumnya 1.

Riwayat psikiatrik: Pasien pernah dirawat di RSJ Aceh sebanyak 6 kali

2.

Riwayat merokok : Keluarga mengatakan pasien sudah merokok sejak usia remaja, dan sampai saat ini pasien belum berhenti merokok.

3.

D.

Penggunaan napza: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga mengaku tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.

E.

Riwayat Pengobatan Tidak Diketahui

F.

Riwayat Sosial Pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya dan berhubungan baik

dengan seluruh anggota keluarga dan dengan warga sekitar. G.

Riwayat Pendidikan Pasien dengan riwayat pendidikan terakhir kelas 4 Sekolah Dasar.

H.

Riwayat Kehidupan Pribadi 1.

Riwayat perinatal

: Normal

2.

Riwayat masa bayi

: Normal

3.

Riwayat masa anak

: Normal

4.

Riwayat masa remaja

: Pasien mulai memiliki kebiasaan merokok

4

III.

PEMERIKSAAN FISIK

A.

Status Internus

B.

1.

Kesadaran

: Compos Mentis

2.

Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

3.

Frekuensi Nadi

: 80 x/ menit

4.

Frekuensi Napas

: 24 x/ menit

5.

Temperatur

: Afebris

Status Generalisata 1.

Kepala

: Normocephali (+)

2.

Leher

: Distensi vena jugular (-), pembesaran KGB (-)

3.

Paru

: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)

4.

Jantung

: BJ I >BJII , bising (-), iktus cordis di ICSV Linea midclavicular sinistra

5.

Abdomen

6.

Ekstremitas

7. C.

: Asites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan (-)

Superior

: Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)

Inferior

: Sianosis (-/-), ikterik (-/-) tremor (-/-)

Genetalia

: Tidak diperiksa

Status Neurologi 1. GCS

: E4V5M6

2. Tanda rangsangan meningeal

: (-)

3. Peningatan TIK

: (-)

4. Mata

: Pupil isokor (+/+), Ø3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)

5. Motorik

: Dalam batas normal

6. Sensibilitas

: Dalam batas normal

7. Fungsi luhur

: Dalam batas normal

8. Gangguan khusus

: Tidak ditemukan

5

IV.

STATUS MENTAL

A.

Deskripsi Umum

B.

C.

1. Penampilan

: Tidak rapi, sesuai usia

2. Kebersihan

: Tidak bersih

3. Kesadaran

: Compos mentis

4. Perilaku & Psikomotor

: Normoaktif

5. Sikap terhadap Pemeriksa

: Kooperatif

Mood dan Afek 1. Mood

: Hipertimik

2. Afek

: Terbatas

3. Keserasian Afek

: Appropriate Afek

Pembicaraan Spontan

D.

Pikiran 1. Arus pikir  Koheren

: (+)

 Inkoheren

: (-)

 Neologisme

: (-)

 Sirkumstansial

: (-)

 Tangensial

: (-)

 Asosiasi longgar

: (-)

 Flight of idea

: (-)

 Blocking

: (-)

2. Isi pikir Banyak Ide  Waham 1. Waham Bizzare

: (-)

2. Waham Somatik

: (-)

3. Waham Erotomania

: (-)

6

4. Waham Paranoid  Waham Persekutor

: (-)

 Waham Kebesaran

: (-)

 Waham Referensi

: (-)

 Waham Dikendalikan

: (-)

 Thought 1. Thought Echo

: (-)

2. Thought Withdrawal

: (-)

3. Thought Insertion

: (-)

4. Thought Broadcasting

: (-)

 Delusion

E.

1. Delusion of Control

: (-)

2. Delusion of Influence

: (+)

3. Delusion of Passivity

: (-)

4. Delusional Perception

: (-)

Persepsi 1. Halusinasi  Auditorik

: (+)

 Visual

: (+)

 Olfaktorius

: (-)

 Taktil

: (-)

2. Ilusi

F.

: (-)

Intelektual

1. Intelektual

: Baik

2. Daya konsentrasi

: Terganggu

3. Orientasi 

Diri

: Baik



Tempat

: Baik



Waktu

: Baik

7

4

Daya ingat 

Seketika

: Baik



Jangka Pendek

: Baik



Jangka Panjang

: Baik

5

Pikiran Abstrak

H.

Daya nilai

: Baik

 Normo sosial

: Baik

 Uji Daya Nilai

: Baik

I.

Pengendalian Impuls: Baik

J.

Tilikan

K.

Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya

V.

RESUME

: T3

Pasien datang diantar oleh keluarganya karena mengamuk. Pasien mengamuk karena merasa curiga bahwa uangnya telah dibawa oleh orang lain. Pasien juga memukul orang yang bekerja membangun rumahnya. Pasien sering bicara sendiri dan tidak tidur saat malam hari. Pasien tidak mau minum obat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, temperatur afebris.Hasil pemeriksaan umum didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan status mental, tampak lak-laki, berpenampilan tidak rapi, sesuai usia, aktivitas psikomotor: normoaktif, sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mood: hipertimik, afek: terbatas , keserasian afek: Afek serasi pembicaraan: spontan, arus pikir : koheren, isi pikir : Banyak ide, waham: delution of influence, halusinasi auditorik (+) dan halusinasi visual (+). Pasien dengan tilikan T3 dan taraf kepercayaan adalah dapat dipercaya.

8

VI.

DIAGNOSIS BANDING 1. F23. Gangguan Psikotik akut 2. F20. Skizofrenia 3. F30.2. Episode mania dengan gejala psikotik

VII.

DIAGNOSIS KERJA F25.0 Gangguan Skizoafektif tipe mania

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

IX.

Axis I

: Skizoafektif tipe mania

Axis II

: Tidak ada

Axis III

: Tidak ada

Axis IV

: Masalah pekerjaan

Axis V

: GAF 40-31

TATALAKSANA A. Farmakoterapi Risperidone 2 mg (2x1) Diazepam 2 mg (1x1) Depakote ER 500 mg (1x1) Trihexyphenydil 2 mg (2x1) B. Terapi Psikososial 1. Menjelaskan

kepada

pasien

mengenai

penyakitnya

dan

menjelaskan mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus. 2. Meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. 3. Menjelaskan kepada keluarga & orang disekitar pasien mengenai kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

9

X.

PROGNOSIS Quo ad Vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

Tanggal 28 Ags 2018

Evaluasi

Terapi

S/ Pasien tenang & kooperatif. Tidur Risperidone 2 mg (2x1) malam (+), minum obat (+)

Diazepam 2 mg (1x1)

O/Penampilan: Laki-laki, sesuai usia, Depakote ER 500 mg (1x1) tidak rapi dan tidak bersih

Trihexyphenydil 2 mg (2x1)

Kesadaran : compos mentis Sikap :kooperatif Psikomotor :Normoaktif Mood :Hipertimik Afek:Terbatas Keserasian: Afek serasi Pembicaraan : spontan Arus pikir : koheren Isi pikir : Banyak Ide Waham: delusion of influence Persepsi :Halusinasi auditorik (+) Halusinasi visual (+) Tilikan : T3 A/Gangguan Skizoafektif tipe mania 3 Sept 2018

S/ Pasien tenang & kooperatif. Tidur Risperidone 2 mg (2x1) malam (+), minum obat (+)

Diazepam 2 mg (1x1)

O/Penampilan: Laki-laki, sesuai usia, Depakote ER 500 mg (1x1) tidak rapi dan tidak bersih Kesadaran : compos mentis Sikap :kooperatif Psikomotor :Normoaktif

10

Trihexyphenydil 2 mg (2x1)

Mood :Hipertimik Afek:Terbatas Keserasian: Afek serasi Pembicaraan : spontan Arus pikir : koheren Isi pikir : Banyak Ide Waham: delusion of influence Persepsi :Halusinasi auditorik (+) Halusinasi visual (+) Tilikan : T3 A/Gangguan Skizoafektif tipe mania

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sesuai dengan istilah yang digunakan, gangguan skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif (saat ini diseut gangguan mood). Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif telah berubah seiring waktu, sebagian besar merupakan refleksi perubaha kriteria diagnostik skizofrenia dan gangguan mood; namun, tetap merupakan diagnosis yang paling baik untuk pasien yang mempunyai gejala campuran keduanya. Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif. Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe manik dan tipe depresif. 2.2.Epidemiologi Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1 persen, mungkin berkisar 0,5-0,8 persen. Namun, gambaran tersebut merupakan perkiraan; berbagai studi mengenai gangguan skizoafektif telah menggunakan berbagai kriteria diagnostik. Pada praktik klinis, diagnosis permulaan gangguan skizoafektif sering digunakan bila seorang klinisi tidak yakin akan diagnosis.

2.3. Etiologi Penyebab skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah di kembangkan. Gangguan skizoafektif dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi simultan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia maupun gangguan mood. Keempat, dan paling mungkin adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok heterogen gangguan yang mencakup ketiga kemungkinan pertama.

12

Meskipun banyak riset famili dan genetik mengenai gangguan skizoafektif didasarkan pada alasan bahwa skizofrenia dan gangguan mood merupakan entitas terpisah, beberapa data menunjukkan bahwa kedua gangguan tersebut terkait secara genetis. Beberapa kebingungan yang timbul pada studi famili pasien gangguan skizoafektif dapat merefleksikan perbedaan nonabsolut antara dua gangguan primer. Oleh karena itu tidka mengherankan bila studi keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif melaporkan hasil yang tidak konsisten. Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan dalam kerabat proban dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar; namun, keluarga pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif berisiko lebih tinggi mengalami skizofrenia daripada gangguan mood.

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan. Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan. 1.

Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe gangguan mood.

2.

Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia dan gangguan mood.

3.

Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.

4.

Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.

13

2.4.Klasifikasi Berdasarkan PPDGJ III, skizoafektif terbagi kedalam 5 klasifikasi, yaitu: F25.0 Skizoafektif tipe mania: 1

kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe mania yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe mania.

2

Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol di kombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya 1 atau (lebih baik 2), gejala skizrofenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a sampai dengan d)

F25.1 Gangguan skizrofenia tipe depresif 1 . kategori ini harus di pakai, baik untuk epissode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan yang berulang, dimana sebagian besar episode di dominasi oleh skizoafektif tipe depresif. Afek depresif harus menonjol disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F.32). dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada 1, dan sebaiknya ada dua, gejala khas skizrofenia sebagaiman yang di tetapkan dalam pedoman diagnostik skizrofenia, f20.- (a sampai d) 2 F25.2 Gangguan skizoafektif tipe campuran: gangguan dengan gejalagejala skizrofenia (f20.-) yang berada secara bersama-sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (f31.6) 3 F25.8 gangguan skizoafektif lainya 4 F25.9 gangguan skizoafektif ytt

2.4 Gambaran Klinis Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila

14

gejala skizofrenik dan manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu manik maupun depresif. Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III): Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a) “thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda ; atau “thought insertion or withdrawal” = isi yang asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”= isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya; b) “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau “delusion of passivitiy” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus). “delusional perception” = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c) Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh. d)

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).

15

e)

Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus menerus. f)

Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme. g)

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor. h)

Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan

respons

emosional

yang menumpul

atau

tidak

wajar,

biasanya

yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

2.5 Diagnosis Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.

16

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif. Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV) Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia. Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi. B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol. C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit. D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum. Sebutkan tipe: Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik

17

suatu episode campuran dan episode depresif berat) Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat. Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.5 Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisikondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejalagejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguangangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif. Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJIII 

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif.



Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.



Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah

18

mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)

2.6 Penatalaksanaan Mood stabilizer adalah cara utama pengobatan gangguan bipolar dan diharapkan dapat bermanfaat pada pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif. Satu

studi yang membandingkan lithium dan karbamazepin

memperlihatkan superioritas karbamazepin pada gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi tidak ada perbedaan kedua agen tersebut untuk tipe bipolar. Namun pada prakteknya, pengobtan tersebut digunakan luas secara tersendiri, digunakan secara bersamaan, atau kombinasi dengan agen antipsikotik. Pada episode manik, pasien skizoafektif sebaiknya diobati secara agresif dengan pemberian mood stabilizer dalam kisaran konsentrasi terapeutik sedang sampai tinggi di dalam darah. Ketika psien memasuki fase pemeliharaan, pemerian dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek simpang dan efek potensial terhadap sistem organ (cth. Tiroid dan ginjal) dan memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan. Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan penapisan periodik tiroid, ginjal dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti pada semua kasus mania yang sulit disembuhkan, pemakaian terapi eletrokonvulsif (ECT) harus dipertimbangkan. Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat episode depresif mayor. Pengobatan dengan antidepresan menyerupai pengobatan depresi bipolar. Perawatan dilakukan tetapi bukan untuk mencetuskan suatu siklus pergantian cepat dari depresi menjadi mania dengan antidepresan. Pilihan antidepresan sebaiknya memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) (cth. Fluoxetine [Prozac] dan Sertralin [Zoloft] sering digunakan sebagai lini pertama. Namun, pasien teragitasi atau insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Seperti

19

pada semua kasus depresi, pemakaian ECT sebaiknya dipertimbangkan. Agen anti-psikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan skizoafektif.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Melissa

Conrad

Stöppler.

2013.

Schizoaffective

disorder.

http://www.medicinenet.com. (akses: 5 Desember 2013) 2. Kaplan, Jakarta:

Sadock.

Buku Ajar

Psikiatri

Klinis. Edisi ke-2.

EGC; 2013

3. Ken Duckworth, M.D., and Jacob L. Freedman, M.D. 2012. Schizoaffective disorder 4. Jibson MD. 2011. Schizophrenia: Clinical presentation, epidemiology, and pathophysiology. http://www.uptodate.com 5. Schizoaffective disorder. In: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders DSM-IV-TR. 4th ed. Arlington, Va.: American Psychiatric Association;2000.http://www.psychiatry online. Com 6. Rusdi Maslim. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya

21

Related Documents

Lapkas Jiwa Revisi.docx
November 2019 7
Jiwa
October 2019 51
Lapkas Anes.docx
August 2019 62
Lapkas Korea.docx
April 2020 41
Lapkas Paru.docx
June 2020 40

More Documents from "Suyoslan Tambunan"

Lapkas Jiwa Revisi.docx
November 2019 7
Cover Lapkas Jiwa.docx
November 2019 6
Lapkas.docx
November 2019 9
Jadwal Wh 1.xlsx
November 2019 12