Kurangnya Koordinasi Antara Polri Dan Kpk Yang Menyebebkan Benturan Kewenangan Sebagai Penyidik Dalam Kasus Simulator Sim (1).docx

  • Uploaded by: Djuharmaniek Balasaraswati
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kurangnya Koordinasi Antara Polri Dan Kpk Yang Menyebebkan Benturan Kewenangan Sebagai Penyidik Dalam Kasus Simulator Sim (1).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,419
  • Pages: 10
KURANGNYA KOORDINASI ANTARA POLRI DAN KPK YANG MENYEBEBKAN BENTURAN KEWENANGAN SEBAGAI PENYIDIK DALAM KASUS SIMULATOR SIM

,

Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Dalam sebuah organisasi tentunya memerlukan suatu koordinasi yang jelas antara pimpinan dengan bawahan dan antara anggota dan masing-masing anggota dan semua pihak yang berada dalam organisasi itu. Koordinasi atau kerjasama merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam sebuah organisasi agar masingmasing komponen yang berada dalam organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik dan tujuan organisasi dapat diwujudkan. Tujuan itu tentunya menjadi salah satu prioritas yang harus diwujudkan dalam sebuah organisasi di mana tujuan itu merupakan suatu kesepakatan yang ingin dicapai bersama oleh masing-masing anggota yang berada dalam organisasi tersebut. Jika dalam sebuah organisasi kurang adanya sebuah koordinasi dan bahkan tidak ada maka yang akan terjadi adalah permasalahan-permasalahan baru yang bahkan mungkin menyebabkan konflik ,baik itu konflik internal ataupun konflik eksternal pada organisasi tersebut. Dengan munculnya permasalahan permasalahan dalam organisasi tersebut, maka akan menyebabkan hambatan-hambatan dalam upaya untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati. Hal ini tentunya akan membuat suatu organisasi tidak akan berjalan baik bahkan tidak menutup kemungkinan organisasi itu akan mengalami kemunduran yang berakibat pada perpecahan pada organisasi tersebut. Dan yang lebih parah akibat kurangnya koordinasi antara masing-masing anggota atau komponen yang berada dalam sebuah organisasi dapat berujung pada konflik, karena adanya kesalahpahaman akibat kurangnya koordinasi dalam organisasi tersebut. Dan juga tidak menutup kemungkinan konflik dengan luar organisasi dan tentunya hal ini merupakan suatu hal yang harus dihindari agar tidak menjadi permasalahan baru yang dapat membuat permasalahan yang lebih parah pada sebuah organisasi. Kurangnya koordinasi di antara masing-masing komponen yang ada dalam organisasi akan berakibat pada efektivitas organisasi. Agar yang menjadi tujuan yang telah dicitacitakan bersama dapat tercapai dengan baik dan tidak memiliki hambatan-hambatan dalam mencapai tujuan bersama tersebut. Untuk bekerja secara efektif dalam organisasi, manajer harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai srtuktur organisasi.

Bab II Pembahasan Identifikasi masalah Sama halnya dengan apa yang terjadi dengan kasus penyelesaian yang terjadi dalam kasus korupsi simulator surat Ijin Mengemusi (SIM), dimana telah terjadi benturan

kewenangan

antara

lembaga

kepolisiaan

dan

lembaga

Komisi

Pembewrantasan Korupsi. Akar yang menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah kurangnya koordinasi antar lembaga negara tersebut hingga masing-masinh pighak merasa paling berhak dan pantas dalam penanganan kasus tersebut. Pada realaitasnya dalam kasus ini telah terjadi suatu sengketa atau tumpang tindih kewenganan antara Kepolisian Republik Indonesia deanga Komisi pemberantasan Korupsi dalam melakukan tidakan dengan penyidikan pada kasus korupsi simulator SIM. Dalam proses peyidikan kasus ini , KPK menyatakan bahwa telah terlebih dahulu dalam melakukan tindakan penyidikan serta menetapkan tersangkanya yaitu Irjen Polisi Djoko Susilo. Namun tiba-tiba dalam kasus ini dari pihak kepolisian juga menyatakan bahwa dari pihaknya telah melakukan penyidikan dan juga telah menetapkan tersngaka dalam kasus korupsi simulator SIM tersebut. KPK dalam hal melakukan penyidikan berpedoman pada pasal 11 huruf a Undang-undang nomor 30 tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dimana telah ditegaskan bahwa yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara adalah KPK. Namun pada saat yang sama POLRI menytakan bahwa pihaknya untuk melakukan penyidikan karena berdsarkan Memorandum of understanding (MoU) yang dtantadangani olh ketiga lemabaga tersebut yaitu POLRI, KPK dan Kejaksaan dalam pasal 8 poin 1 telah menyebutkan bahwa “ jika para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang wajib menindaklanjuti penyelidikan adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan para pihak”.

Permasalahan tersebut jika dibiarkan secara terus menerus akan menyebakan konflik diantara kedua lembaga negara tersebut. Walaupun pada saat kasus ini bergulir dintara kedua masing-masing lembaga saling beradu argumen tentan pedoman kewenangan penyidikan diantara POLRI ataupun KPK tersebut. Pada hakikatnya seharusnya masing-masing antar lembaga tersebut melakukan koordinasi terlebih dahulu sebelum penyidikan tersebut dilakukan agar proses penyidikan dapat berjalan dengan baik. Namun yang terajdi adalah saling melegitimasi wawenangnya atas penyidikan pada kasus korupsi simulaoir SIM tersebut. Sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan antara kedua lembaga tersebut dan membuat kewenangan dalam penyelesaian kasus korupsi simulator Surat Ijin Mengemudi menjadi tidak jelas antara pihak kepolisian atau pihak KPK. Dalam kenyataannnya KPK memang lembaga yang menangani tentang kasus-kasus yang berkaitan dengan korupsi. Namun disisi lain pihak kepolisian sebagai salah satu bagian penegak hukum merasa berhak karena berpedoman pada MoU yang telah terjadi diantara pihak kepolisian, KPK dan kejaksaan. Dengan kurangnya koordinasi antar lembaga POLRI dan KPK tersebut membuat penanganan kasus tersebut tidak berjalan dengan efektif suatu organisasi tersebut maka tentunya akan membuat segala urusan yang ada dalam organisasi tersebut tidak akan berjalan dengan baik karena adanya tumpang tindih kekuasaan diantara dua lembaga negara tersebut. Perkembangan kasus korupsi tersebut malah akan terhambat malah akan terhambat dengan kurangnya koordinasi tersebut. Semua kegiatan yang seharusnya berjalan dengan lancar dalam sebuah organisasi akan berjalan tidak efektif. Ketidakefektifan itu jelas dikarenakan kurangnya koordinasi dalam sebuah organisasi tersebut, baik dari lembaga kepolisian ataupun lembaga KPK itu sendiri. Terutama koordinasi antara bawahan dan atasan yang ada dalam masing-masing lembaga tersebut yang nantinya akan melakukan suatu penyidikan harus jelas. Sehingga pada saat pelaksanaan penyidkan untuk menyelidiki kasus tersebut terorganisir dan tidak ada perebutan wawenang diantara masing-masing lembaga tersebut. Dan tentunya kurang koordinasi akan sangat berpengaruh pada setiap proses yang ada dalam setiap kegiatan dari masing-masing tersebut. Sehingga apa yang telah dicanangkan dan menjadi program dari kedua lembaga tersebut tidak akan berjlan dengan baik.

Bukan hanya antara atasan dengan bawahan, kurangnya koordinasi antara masing-masing anggota dalam suatu organisasi juga akan berakibat pada proses organisasi itu sendiri. Jika tidak adanya koordinasi diantara masing masing anggota organisasi maka akan menyebabkan ketidakefektifan juga dalam organisasi. Dan Masing-masing antara anggota satu dengan anggota yang lain tdiak memiliki sinergitas untuk mencapai apa yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam sebuah organisasi termasuk dalam kasus korupsi simulator SIM tersebut. Jika dalam sebuah organisasi memiliki suatu koordinasi yang baik maka akan membuat seluruh proses kegiatan yang berada dalam suatu organisasi tersebut berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Sehingga dengan adanya koordinasi yang jelas diantara kedua belah pihak akan mempercepat penyelesaian kasus korupsi simulator Surat Ijin Mengemudi itu sendiri. Namun, jika tidak terjadi penyelesaian yang dilakuakn antra kedua belah pihak, baik lembaga kepolisian atau dari pihak kpk, maka hal tersbut akan berakibat pada mengambangnya kasus tersebut tanpa ada proses lanjutan yang lebih jelas yang dengan konkret dapat menyelseaikan persoalan korupsi tentang simulator SIM tersebut. b. Posisi pengambil keputusan dalam menghadapi permasalahan tersebut Dalam kasus ini tentunya pemerintah melakukan beberapa hal untuk berusaha menyelesaiakan konflik tumpang tindihnya kekuasaan antara lembaga negara tersebut, dimana kedua lembaga merupakan lembaga yang sama-sama memliki fungsi dalam penegakan hukum di Indonesia. Jika kedua lembaga ini dibiarkan terus menerus dalam benturan kewenangan, maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan suatu kekacauan dalam penegakan hukum yang ada di Indonesia. Sehingga memang perlu adanya sebuah tindakan yang konkret dari pemerintah sebagai pemangku kepentingan (stake holder) untuk menyelesaikan persoalan diantara kedua lembaga negara tersebut. Khususnya bagi presiden yang tentunya merupakan atasan dari kedua lembaga neagara ini, untuk melalkukan seseuatu yang dapat meredakan konflik diantara POLRI dan KPK. Sebagai pengambil keputusan dan pemangku kepentingan tentunya posisi presiden harus bersikap netral terhadap keduanya untuk bertindak seseuai kapasitasnya serta sesuai dengan prosedur dan kaidah hukum yang berlaku.

Benturan kewenangan yang terjadi diantara kedua lembaga negara ini tidak lepas dari kurangnya koordinasi diantara keduanya, yang kemudian menyebabkan saling mengakui kewenangan terhadap kasus yang menimpa salah satu petinggi POLRI tersebut. Hal itu semakin meruncing ketika permsalahan itu dibiarkan terus menerus tanpa ada kejelasan siapa yang berhak untuk menangani kasus korupsi simulator pada Surat Ijin mengemudi tersebut. Oleh karena itu membutuhkan peran dari semua pemangku kepentingan (Stake Holder) baik dari Presiden, Kepala Kepolisian Republik Inddonesia , Ketua KPK, dan Jaksa Agung untuk melakuakn konsolidasi terkait dengan benturan kewenangan antara lembaga Kepolisian dan KPK tersebut. Dalam rangka menyelesaiakan permaslahan yang terjadi antara tersebut maka pada tanggal 8 oktober 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan intruksi presiden yang didampingi Jaksa Agung Basrief Arief dan Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo memberikan keterangan untuk menanggapi kisruh antara KPK dan Polri di Istana Negara. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam hal ini menginstruksikan untuk penyidikan kasus dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan petinggi Polri yaitu Irjen Djoko Susilo akan ditangani oleh KPK. Dengan adanya penyelesaian dari tindakan dari para pemangku kepentingan yang ada, diharapkan dapat meredakan dan menyelesaikan konflik yang terjadi dinatara kedua belah pihak. Kedua lembaga negara tersebut merupakan salah satu lembaga yang cukup berpengaruh dalam menjaga keamanan, ketertiban serta penegakan hukum yang ada dimasyarakat. Sehingga kedua lembaga tersebut harus segera diselesaikan benturan kewenangannnya agar dapat bekerja sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Lembaga-lembaga tersebut merupakan organisasi pemerintah yang sangat memiliki peran vital dalam berbangsa dan bernegara, sehingga kehadiran dan kinerja mereka sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Baik pihak kepolisian yang harus menjaga keamanan dan ketertiban yang ada di masyarakat ataupun KPK yang selalu siap sedia dalam melakukan pemberantasan pada orang-orang yang melakukan tindak pidana korupsi. Konflik dapat diselesaikan dengan berbagai cara. Pertama, mungkin itu semata-mata demi kesatuan kelompk atau dalam kaitannya dengan penghematan waktu, salah salah satu partisipan menarik diri dari arena konflik. Kedua, mungkin

pemimpin kelompok atau figure otoritas yang lain mendesak untuk berada di sisi lain dalm isu konflik dan kemudian memberikan keputusan. c. Cara atau solusi dari organisasi keluar secara berkala keluar dari problem tersebut

Dalam permasalahan yang terjadi antara dua organisasi pemerintah atau lembaga negara tersebut, ada hal yang menarik yaitu MoU yang terjadi antra pihak kepolisian, KPK dan Kejaksaan. Pada realitasnya MoU tidak termasuk dalam tata urutan perundang-undangan yang ada di Indonesia. MoU sebenarnya adalah suatu hal atau bentuk perjanjian serta kesepakatan awal yang kemudian menyatakan pencapaian yang salin mengertia diantara pihak yang ada dan terkait dengan MoU tersebut. Di dalam hukum perdata yang ada di indonesia, Suatu perjanjian dapat dikatakan sah jika sudah mememnuhi syarat-syarat yang telah di tetapkan dalam pasal pasal 1320 KUHPerdata. Pertama , kespakatan bagi mereka yang mengikat dirinya dalam MoU tersebut. Dalam kasus ini sudah terjadi kesapakatan diamana hal tesrsebut dibuktikan dengan adanya penandatanganan kesepakatan tesrsebut oleh pihak yang terkait. Kemudian yang kedua adalah keacakapan untuk membuat suatu perjanjian, hal ini sudah terlihat dari masing-masing pimpinan yang datang untuk mewakili adanya kesepakatan tersebut. KPK diwakili oleh Abraham Samad sebagai Ketua KPK, Kepolisian diawakili oleh Jendral Polisi Timur Pradopo sebagai Kapolri, dan Kejaksaan diwakili oleh Basrief arief sebaagai Jaksa Agung. Selanjutnya sayarat yang ketiga adalah suatu hal tertentu, yang artinya bahwa MoU ini merupakan kesapakatan yang mengatur antra pihak Kepolisian, KPK dan pihak Kejaksaan dalam rangka upaya pemberantasan korupsi. Dan sayarat yang ke empat suatu sebab yang halal, artinya bahwa apa yang menjadi kesepakatan yang telah disepakati tersebut tidak bertentangan dengan prosedur, kaidah hukum serta undang-undang yang berlaku. MoU

atau

kesepakatan

daiantara

tiga

lembaga

negara

tentang

pemberantasan korupsi tersebut yang didadikan sebagai pedoman oleh pihak kepolisian dalam penanganan kasus korupsi simulator SIM. Di dalam pasal 8 ayat 1 dari MoU tersebut , menyebutkan: Dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan

adalah instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyelidikan atau atas kesepakatan para pihak. Sedangkan pada pasal yang digunakan ssebagai pedoman oleh KPK dalam Pasal 50 ayat 3 Undang-undang KPK, menyebutkan bahwa apabila komisi pemberantasan korupsi sudah mulai melakukan penyidikan maka kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan. Kumudian juga dalam Pasal 50 ayat 4 yang menyebutkan menyebutkan bahwa “dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan komisi pemberantasan korupsi, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan tersebut segera dihentikan”. Dengan adanya kedua pasal yang ada dalam undang-undang kpk. Maka dapat disimpulkan dari kedua pasal tersebut pasal-pasal yang ada dalam MoU atau kesepakatan tiga lembaga negara (POLRI, KPK, Kejaksaan ) tersebut tidak seseuai dengan pasal yang ada dalam undang-undang KPK. Dan juga dalam pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian, yamg salah satunya mengatakan bahwa sebab yang halal adalah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dan pasal-pasal yang ada dalam MoU melanggar ketiga hal tersebut. Maka dengan adanya pelanggaran tersebut, perjanjian dapat dibatalkan demi hukum. Maksud dari batal demi hukum adalah perjanjian yang telah disepakati bersama tesebut dianggap tidak pernah ada dan batalnya perjanjian itu tidak usah atau tanpa dimintakan pengesahan atau putusan terlebih dahulu dari Pengadilan. Pihak Kepolisian akhirnya melakuan pemberhentian dalam penyidikan kasus korupsi simulator SIM tersebut. Pada hari selasa di sore hari, tanggal 30 oktober2012. Tim dari Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri mendatangangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi , dalam kunjungannya tersebut

mereka

membawa sejumlah dokumen yang terkait dengan kasu korupsi pengadaan alat Simulator Surat ijin megemudi. Kepolisian memutuskan untuk melakukan pemberhentian tersebut berdsarkan dengan apa yang telah di intruksikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhono yang disampaikan di istanana pada 8 oktober 2012. Pada konsensus pengambilan keputusan, Dalam kasus ini, kompromi dicapai oleh pihak yang mengalah yang mendapati bahwa mereka lebih baik , sampai akhirnya kesepakatan

Bab III Penutup 3.1 Kesimpulan Koordinasi ataadalah sesuatu hal yang sangat penting dan memilik peran yang sangat vital dalm sebuah dalam sebuah organisasi agar masing-masing komponen yang berada dalam organisasi tersebut dapat berfungsi sebagaimna mestinya dan tujuan organisasi dapat diwujudkan dengan nyata. Tujuan tersebut tentunya menjadi salah satu prioritas yang harus diwujudkan dalam sebuah organisasi, dimana tujuan organisasi tesrsebut adalah suatu kesepakatan atau perjanjian yang ingin dicapai dan dan cita-citakan bersama oleh masing-masing anggota organisasi. Jika dalam sebuah organisasi kurang adanya sebuah koordinasi dan bahkan tidak ada maka yang akan terjadi adalah permasalahan-permasalahan baru yang bahkan tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan konflik ,baik itu konflik internal ataupun konflik eksternal pada organisasi tersebut. Seperti halnya pada benturan wawenang yang terjadi pada kasus korupsi simulator SIM antara pihak Kepolisian dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal membuktikan bahwa koordinasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam sebuah organisasi, apalagi dalam penyelenggaraan dalam lingkup negara. Maka tentunya dibutuhkan koordinasi yang dilakukan secara intensif antar lembaga yang terkait. 3.2 Saran Sebagai organisasi pemerintah atau lembaga negara tentunya koordinasi harus selalu dilakukan. Intensifitas koordinasi harus selalu ditingkatkan untuk mencegah adanya permasalah-permasalahan baru yang diakibatkan oleh kurangnya koordinasi diantara masing-masing lemaga tesrsebut. Pemerintah sebagai pengambil keputusan tentunya juga memiliki peran yang sangat vital dalam upaya pencegahan konflik yang terjadi antra masing-masing lembaga yang dibawaahnya. Ketegasan dari pengambil keputusan dangat dibutuhkan serta peran dari pemangku kepentingan (stake holder) sangat dibutuhkan dalam hal ini. Pemerintah harus selalu menjaga koordinasi dengan lembaga-lembaga dibawahnya agar tumpang tindih kekuasaan dinatara masing-masing lembaga tidak terjadi lagi. Karena hal tersebut hanya akan mengganggu kehidupan berbangsa dan bernegara jika lembaga-lembaga yang memiliki perang yang sangat penting tersebut tidak bekerja seseuai mestinya. Dan malah tumpang tindih satu sama lin dalam menjalankan wawenangnya.

, https://media.neliti.com/media/publications/34602-ID-benturan-kewenangan-polridan-kpk-sebagai-penyidik-dalam-kasus-simulator-sim-kaj.pdf https://www.kompasiana.com/nur_maya/551f984b813311f0379df203/fungsikoordinasi-dalam-sebuah-organisasi

Related Documents


More Documents from "Elsa Hidayati Fajriyah"