Kupdf.net_referat-migrain-.pdf

  • Uploaded by: auliarachm
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kupdf.net_referat-migrain-.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 5,639
  • Pages: 34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sakit kepala merupakan gejala yang paling sering di keluhkan oleh seorang pasien saat berkunjung ke seorang dokter. Namun karena sering di dengar dan biasanya di kemukakan secara samar-samar, maka keluhan ini justru termasuk keluhan atau gejala yang pada umumnya masih dianggap ringan dan tidak di tanggapi secara tepat.(1,2,3) Sakit kepala sendiri bisa di sebabkan oleh karena faktor fisik dan psikis. Untuk sakit kepala yang di sebabkan oleh faktor fisik memang mudah untuk di diagnosa karena pada pasien akan di temukan gejala fisik lain yang menyertai sakit kepala, namun tidak begitu halnya bila sakit kepala di sebabkan oleh faktor psikis untuk itu di perlukan waktu yang lebih lama untuk mencai tahu penyebabnya. Migrain merupakan salah satu penyakit tertua yang telah di deskripsikan oleh Galen pada tahun 200 M, dalam bukunya di gambarkan nyeri kepala yang disebut hernicrania, dari istilah tersebut muncul istilah migrain yang digunakan samapai saat ini. Migrain kadang kala agak sulit di bedakan dengan sakit kepala jenis lain. Migrain adalh sakit kepala yang sering kita jumpai di masyarakat. Migrain merupakan salah satu sakit kepala dengan gejala yang cukup berat dan berulang. Selain sakit kepala yang khas pada satu sisi kepala ( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan dengan itu pasien juga merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual. Sebelum pasien merasakan sakit kepala migrain, terlebih dahulu mereka akan merasakan semacam aura ( gejala peringatan akan timbulnya migrain ) seperti kepala terasa berdenyut-denyut. (1,2,3)

Page 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI Secara umum migrain merupakan nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedangberat , di perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, photofobia dan fonofobia. Migrain termasuk salah satu jenis nyeri kepala primer. (1,2,3) Menurut Blau, Migren di definisikan sebagai nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual atau gastrointestinal atau kedua-duanya Migrain bukan penyakit yang boleh dianggap enteng. Penyakit ini menyerang saraf dikepala yang menyebabkan sakit kepala yang parah sehingga dapat membuat orang menjadi lemah.

2. EPIDEMIOLOGI Menurut Nurpin Pain Report sebanyak 73% nyeri pada kepala adalah tipe nyeri yang paling sering dialami. Hasil penelitian yang di lakukan oleh Lipton, steward dan korff (1997), migrain mengenai hampir 30 juta oarng di amerika serikat. Setelah itu The American Migrain Study II dengan melakukan survey terhadap 20.000 rumah tangga. Studi replikasi yang baru ini memperlihatkan bahwa selama dekade terakhir, prevalensi dan distribusi migrain tetap stabil. Prevalensi Migrain adalah : A. Prevalensi Page 2

Prevalensi migren diperkirakan antara 3% - 35% dalam satu negara. B. Umur dan Jenis Kelamin Migren banyak menyerang pada usia muda (produktif), beberapa peneliti melaporkan terjadi peningkatan prevalensi migren dari masa kanak sampai umur dekade ke 4 atau ke 5, setelah itu terjadi penurunan prevalensi sesuai peningkatan umur. Berdasarkan jenis kelamin migren lebih sering menyerang wanita daripada laki – laki. Stewart dkk melaporkan adanya korelasi kuatantara prevalensi migren dan usia. Pada laki – laki dan wanita prevalensi paling tinggi didapatkan pada usia 25 – 55 tahundan mencapai puncak pada usia pertengahan. Henry menyatakan prevalensitertinggi usia 30 -39 tahun. Pada usia kurang dari 12 tahun prevalensi lebih banyak pada anak laki – laki, prevalensi mulai mengignkat dan mencapai uncak pada usia 43 tahun. C. Umur awitan penyakit 905 serangan migren pertama kali terjadi pada usia di bawah 40 tahun, sangat jarang terjadi di atas usia 60 tahun.Umur awitan pada pria jarang lebih dari 30 tahun sedang pada wanita jarang lebih dari 40 tahun. D. Faktor familial dan herediter Laurence (1987) : resiko seorang anak menderita migren sebesar 70% bila kedua orang tuanya menderita migren, bila salah satu orang tua menderita migren maka resikonya 45% dan bila keluarga dekat maka resiko mendapat migren 30%.

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SERANGAN MIGREN Sampai saat ini belum di ketahui dengan pasti faktor penyebab migrain, di duga sebagai gangguan neurobiologis, perubahan sensivitas sistem saraf da aktivasi sistem trigeminalvaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kapala primer. Diketahui ada beberapa faktor yang mempengaruhi serangan migren yaitu : (1,2,3) Page 3

-

Faktor hormonal : Perubahan hormonal (estrogen dan progesteron) pada wanita selama siklus mnstruasi dapat berpengaruh terhadap serangan migren, timbulnya serangan beberapa saat sebelum, selama dan sesudah menstruasi. Prevalensi serangan migren yang berkaitan dengan menstruasi dari hasil peneliti didapatkan peningkatan frekuensi sejak dua hari sebelum menstruasi dan mencapai puncak pada dua hari pertama menstruasi.

-

Kelelahan fisik dan mental Pada beberapap pasien, timbulnya serangan secara temporal berhubungan dengan kelelahan yang disebabkan kegiatan fisik lama atau pekerjaan yang menggunakan pikiran “weekend headache” : pasien yang tidak timbul serangan walaupun dalam keadaan stress, setelah stress hilang atau rileks baru timbul nyeri kepala. Hal ini disebabkan terjadinya vasodilatasi setelah vasokonstriksi akibat stress.

-

Trauma Benturan kepala dapat menimbulkan gejala migren klasik pada anak – anak. Trauma ringan kepala dan kerusakan pembuluh darah karena laserasi kulit kepala atau oleh trauma tumpul diduga menyebabkan kerusakan pleksus simpatikus periartrial, mengakibatkan terganggunya ikatan noradrenalin pada lapisan adventisian arteri dan berakibat meningkatkan kepekaan nyeri terhadap keadaan dilatasi.

4. PATOFISOLOGI Dulu migran oleh Wolff di sangka sebagai kelainan pembuluh darah (teori vaskular)(2). Teori Wolff : migren disebut sebagai nyeri kepala vaskular, diamana gangguan primer pada pembuluh darah terjadi vasospasme yang bersifat lokal dan reaksi Page 4

hiperemik sehingga pembuluh – pembuluh darah di otak dan kepala mengalami vasokonstriksi pada fase awal dan kemudian vasodilatasi. Siklus ini dimulai dengan peningkatan kadar norepinefrin dalam plasma, sehingga menyebabkan platelet beragregasi dalam pembuluh darah otak. Platelet ini melepaskan serotonin yang dapat menyebabkan konstriksi arteri maupun dilatasi kapiler. Arteri –arteri tersebut pertama –tama pada satu sisi kepala berkonstriksi menyebabkan iskemia sehingga menimbulkan gejala aura berupa gangguan visual, rasa tebal atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Platelet yang beragregasi ini juga melepas neurokinin – neurokinin yang mensensitisir reseptor nyeri di dinding pembuluh darah ekstrakranial. Hal ini menerangkan mengapa skalp dan leher sering menjadi nyeri selama dan setelah serangan migren.

Gambar : Teori Vaskuler Pada Patofisiologi Migren Sekarang di perkirakan kelainan primer di otak. Sedangkan kelainan di pembuluh darah sekunder. Ini didasarkan atas tiga percobaan binatang : (2,4) Page 5

1. Penekanan aktivitas sel neuron otak yang menjalar dan meluas (cortical spreading depression theory dari Leao) Teori depresi yang meluas leao (1944), dapat menerangkan timbulnya aura pada migrain klasik. Leao pertama melakukan percobaan pada kelinci. Ia menemukan bahwa depresi yang meluas timbul akibat reaksi terhadap semacam rangsang lokal pada jaringan korteks otak. Depresi yang

meluas ini adalah gelombang yang

menjalar akibat penekanan aktivitas sel neuron otak spontan. Perjalanan dan meluasnya gelombang sama dengan yang terjadi waktu kita melempar batu ke dalam air. Kecepatan perjalanannya di perkirakan 2-5 mm/menit dan di dahului oleh fase rangsangan sel neuron otak yang berlangsung cepat. Jadi sama dengan perjalanan aura pada migren klasik, perubahan dalam aliran korteks otak pada serangan migren klasik menyebar dalam cara dan kecepatan yang sebanding dengan serangan CSD sebagai mekanismenya. Hipotesis saat ini serangan migren klasik dicetuskan oleh CSD yang berasal dari bagian posterior otak. CSD maju ke depan dengan kecepatan 2-3 mm/detik, menyebabkan aura dan penurunan aliran darah korteks otak dalam jangka waktu panjang. Percobaan ini di tunjang oleh penemuan Oleson, larsen dan Lauritzen (1981). Dengan pengukuran aliran darah otak regional pada penderita-penderita migren klasik. Pada waktu serangan migren klasik, mereka menemukan penurunan aliran darah pada bagian belakang otak yang meluas ke depan dengan kecepatan yang sama seperti pada depresi yang meluas. Mereka mengambil kesimpulan bahwa penurunan aliran darah otak regional yang meluas kedepan adalah akibat dari depresi yang meluas. Terdapat persamaan antara percobaan bianatang leao dan migren klinikal, akan tetapi terdapat juga perbedaan yang penting, misalnya tidak ada fase vase vasodilatasi pada pengamatan pada manusia, dan aliran darah yang berkurang berlangsung terus setelah gajala aura. Meskipun demikian, eksperimen perubahan aliran darah memberikan kesan bahwa manifestasi migren terletak primer di otak dan kelainan vaskular adalah sekunder. Page 6

Gambar : Terjadinya migren klasik, teori Neurogenik : Hipotesis Cortical Spreading Depression

Keterangan gambar : 1. Permulaan serangan migren klasik, CSD muncul pada kutub oksipital menyebar ke anterior

pada

sebelah

lateral,

mesial,

ventral

dari

sesisi

otak.

Pada

CSD

ketidakseimbangan ion dan metabolik sepintas akan menyebabkan gangguan fungsi sel saraf, perubahan aliran darah dan gejala fokal. 2. Setalah CSD, aliran darah kortikal berkurang 20 – 30% selama 2-6 jam. 3. Aliran darah yang tak terlibat CSD tetap normal. 4. Regio aliran darah yang berkurang akan meluas, seperti pada CSD yang bergerak ke arah lebih anterior. Page 7

5. Gejala pada ekstremitas tampak bila CSD sampai pada kortek sensori-motorik primer. 6. CSD berhenti setelah mencapai sulkus sentralis, tetapi pada kebanyakan pasien tidak mencapai sulkus sentralis. CSD juga meluas ke arah ventral mencapai serabut yang sensitif terhadap nyeri dan akan menyebabkan nyeri kepala. 7. CSD berhenti, pengurangan aliran darah kortikal masih tetap berlangsung. Pada saat ini nyeri kepala, tetapi tanpa defisit fokal. Menurut Grafstein pada depresi kortikal yang menjalar terdapat peningkatan aktifitas neuron yang menyebabkan perubahan cairan ekstraseluler (konsentrasi ion K++ bertambah, pH turun) keadaan ini akan mengaktifasi serabut nyeri dan proses ini mereda kembali karena saluran Na ++ inaktif. Neuron – neuron di sekitarnya akan mengalami proses yang sama dan deprei menjalar sesuai difusi K++. Disamping itu Ca++ akan masuk ke sel yang berperanan besar pada pada pelepasan neurotransmiter, sehingga proses ini sangat sensitif terhadap zat yang memblokir Ca++. 2. Sistem Trigemino-Vaskular (Trigeminovascular theory) (2,4) Pembuluh darah di otak dipersarafi oleh serat-serat saraf yang mengandung, substansi P (SP), neurokinin-A (NKA) dan calcitonin gene related peptide (CGRP). Ini semua berasal dari gangglion nervus trigeminus sesisi. SP, NKA, dan CGRP menimbulkan pelebaran pembuluh darah arteri otak. Selain itu, rangsangan oleh serotonin (5hydroxytryptamine) pada ujung-ujung saraf perivaskular menyebabkan rasa nyeri dan pelebaran pembuluh darah sesisi. Seperti di ketahui, waktu serangan migren, kadar serotonin dalam plasma meningkat. Dulu kita mengira bahwa serotoninlah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah pada fase aura. Pemikiran sekarang mengatakan bahwa serotonin bekerja melalui sistem trigemino-vaskular yang menyebabkan rasa nyeri kepala dan pelabaran pembuluh darah. Obat-obat anti serotonin misalnya cyproheptadine (Periactin®) dan Pizotefin (Sandomigran® ,Mosegor®) bekerja pada sistem ini untuk mencegah migren.

Page 8

3. Inti-Inti Saraf Di Batang Otak(Neurogenic Theory)(2,4) Inti-inti saraf di batang otak misalnya di rafe dan lokus serules mempunyai hubungan dengan reseptor–reseptor serotonin dan noradrenalin. Juga dengan pembuluh darah otak yang letaknya lebih tinggi dan sumsum tulang daerah leher yang letaknya lebih rendah. Rangsangan pada inti-inti ini menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak sesisi dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak. Selain itu terdapat penekanan reseptor –reseptor nyeri yang letaknya lebih rendah di sumsum tulang daerah leher. Teori ini menerangkan vasokonstriksi pembuluh darah di dalam otak dan vasodilatasi pembuluh darah di luar otak, misalnya di pelipis yang melebar dan berdenyut. Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik, misalnya ketegangan jiwa (stress), baik emosional maupun fisik atau setelah istirahat dari ketegangan, makanan tertentu, misalnya buah jeruk, pisang, coklat, keju, minuman yang mengandung alkohol, sosis yang ada bahan penyawetnya. Lain-lain faktor pencetus seperti hawa terlalu panas, terik matahari, lingkungan kerja yang kurang menyenangkan . faktor intrinsik, misalnya perubahan hormonal pada wanita yang nyeri kepalanya berhubungan dengan hari tertentu siklus haid. Di katakan bahwa migren menstruasi ini jarang terdapat, hanya di dapat pada 3 dari 600-700 penderita. Pemberian pil KB dan waktu menopause sering memperngaruhi serangan migren. Salah satu teori lagi mengenai migren adalah teori unifikasi yang di ajukan oleh Lance (1993), yang melibatkan dua sistem sekaligus; sistem saraf pusat dan pembuluh darah perifer. Teori Lance-Fozard-Pearce, yang menyatakan(2, 4, 5) : 1. Pada nukleus batang otak terjadi fluktuasi karena reaksi berbagai faktor di lingkungan, antara lain : lelah, rasa lapar, perubahan hormon. 2. Perubahan aktifitas neuron yang mengandung 5T dan noradrenalin menyebabkan perubahan dalam aliran darah vasa intra dan ektrakranial. Page 9

3. Pelepasan 5HT dalam dinding vasa intrakranial merangsang terjadinya reaksi inflamasi steril pada migren. 4. Aktifasi nosiseptor pada terminalneuron atau akhiran saraf aferen N. V oleh pro inflamatory mediator menyebabkan nyeri. 5. Rasa nyeri akan diproses dan diterima neuron batang otak, talamus, korteks serebri.



Teori Kaskade Migren(5) Serangan migren timbul dari interaksi antara faktor pencetus intrinsik atau lingkungan dengan sistem saraf yang rentan. Penelitian klinik menyatakan bahwa serangan migren melibatkan 9 tahapan, beberapa tahapan terjadi berurutan sedangkan yang lain terjadi secara bersamaan. Kemungkinan pada beberapa pasien didaptkan variasi pada tahap awal dan variasi dari satu seranganke serangan lainnya pada pasien yang sama. Tahapan ini meliputi : 1. Fase awal Lokasi dan sifat fase awal dari neurokimiawi migren belum diketahui, meskipun gejala prodormal (euphoria, depresi) dan gejala vegetatif (mengidam makanan, retensi cairan) yang timbul beberapa jam sebelum serangan menunjukkan lokasinya pada aerah subkortikal atau limbik. 2. Kejadian kortikal Terjadi pada migren aura, yang menonjol adalah gejala neurologik yan menunjukkan lokalisasi di korteks serebri. Gejala klinik yan bersifat menyebar Page 10

lambat dan penurunan aliran darah otak dijumpai selama migren aura dimana perhatian difokuskan pada “spreading depression” Penting peranan ion H dan K, faktor metabolik seperti adam arakhidonat yang dilepaskan oleh SD, dapat mengaktivasi neuron perivaskuler nosiseptif. Penelitian terbaru menunjukkan pada binatang SD dapat mengaktivasi sistem nyeri kepala dengan pengeluaran gen Cfos.

3. Faktor pembuluh darah dan autonom Meningen dan pembuluh darah meningen merupakan strukturak intrakranial pekanyeri utama, banyak mengandung serabut nosiseptif, parasimpatis dan simpatis. Penderita migren dengan aura, serangan dapat disebabkan bahan kimia eksogen(misal makanan yang mengaktifkan serabut nosiseptif pada pembuluh darah). Pada penderita migren terdapat abnormalitas sistem simpatis parasimpatis, sehingga stimulasi pada ganglion sphenopalatina pada tikus menyebabkan peningkatan ekstravasasi dura. Hal serupa dapat terjadi setelah stimulasi ganglion trigeminal. Penelitian terbaru membuktikan bahwa valproat memodulasi inflamasi neurogenik. 4. Aktivasi aferen primer

Page 11

Serabut nodideptif pada vasa meningeal berasal dari sel pada ganglion trigeminal melewati saraf ke V. Aktifasi neuron aferen trigemial menyebabkan dua kejadian kemudian pada kaskade. 5. Pelepasan neuropeptid vasoaktif Dari terminal saraf sensorik dilepaskan mediator pada proses inflamasi neurogenik, yaitu : SP, NKA, CGRP. Kadar CGRP pada vena jugularis meningkat selama serangan migren. Akibat pelepasan neuropeptid, timbul respon yaitu : kebocoran plasma dan protein plasma dari pembuluh darah kecil ke jaringan sekitar, vasodilatasi, aktivasi mast sel, respon neurogenik inflamasi/N I : respon ini bersifat maldaptid, bila terjadi pada meningen dapat merubah sensitifitas serabut perivaskuler menyebabkanstimulasi normal diterima sebagai nyeri. 6. Transmisi melalui saraf trigeminal Proses ini akan mengkativasi serabut aferen mengingeal menghantarkan informasi nosiseptif melalui ggl trigeminal dan kemudian ke nukleus trigeminal di medula khususnya nukleus kaudalis. 7. Integrasi pada nukleus kaudalis trigeminal (TNC) Pada TNC sinap serabut afferen primer dan sinyal nosiseptif dimodulasi oleh interneuron dan sistem inhibisi desenden. Aktivasi dalam TNC dapat diperiksa secara tak langsung dengan tekhnik imunohistokimia saat aktivasi neuron

Page 12

sekunder dalam TNC melepaskan gen efos. Pelepasan efos merupakan tanda khas aktivasi neuron fungsional. 8. Proyeksi rostral dari TNC Dari TNC, proyeksi neuron sekunder ke nukleus pontin parabrakhial dan serebelum dan juga thalamus ventrobasal, posterior dan medial. Dari rostral batang otak informasi nyeri ditransmisikan ke area otak lain seperti area limbik yang berperan pada emosi dan respon vegetatif. 9. Nyeri sampai di kortek somatosensori dan frontal Proyeksi berasal dari talamus ventrobasal dan naik ke kortek omatosensori untuk mnelokalisasi dan membedakan nyeri. Proyeksi talamus medial ke kortek frontal mengatur aspek afektif dan motivasi nyeri.

Gambar : Proses kaskade dan patofisiologi migren Page 13



Teori Biokimiawi Migren(5) Eadie dan Tyrer mengungkapkan adanya zat – zaat vasoaktif kimiawi yang mempunyai hubungan dengan mekanisme migren, yaitu : 5 hidrokstriptamin (serotonin, 5HT), katekolamin, histamin, oligopeptid khususnya bradikinin dan prostaglandin. 5HT telah lama dikenal sebagai mediator pada sindrom migren karena kerjanya pada pembuluh darah sebagai neurotransmiter. a. Efek vaskuler 5 HT 5 HT dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan vena besar dan vasodilatasi arteriol dan kapiler. Pembuluh darah otak mengandung reseptor 5 HT1, arteri temporalis mengandung 5 HT 2, arteri meningea media memiliki dua reseptor dan pada penelitian Friberg paling peka terhadap vasokonstriksi oleh agonis 5 HT, seperti sumatriptan sehingga dapat mengurangi nyeri kepala yang timbul karena vasodilatasi selama serangan migren tanpa adanya perubahan aliran darah serebral. b. Kerja 5 HT Sistem saraf pusat banyak mengandung reseptor 5 HT, yang secara luas didistribusikan ke seluruh tubuh dan berpern luas di sentral dan perifer. Terdapat 3 jalur hubungan antara 5 HT dan migren : proyeksi pada korteks serebri, hubungan refleknya dengan jalur penyebab vasodilatasi dan partisipasinya pada sistem pengendalian sakit. Efek menguntungkan pada Page 14

stimulasi reseptor 5HT1 (sumatriptan), antagonis reseptor 5HT2 (methisergid, pizotifen), mencegah penyerapan kembali (reuptake) 5HT dan noradrenalin dalam sel (amitriptilin) memperkuat argumen bahwa 5 HT berperan penting pada migren. Peranan Kalsium Pada Migren(5) : Pada keadaan hipoksia akan terjadi perubahan dari sel neuron dimana membran lebih permiabel terhadap kalsium (Ca influx meningkat sehingga terjadi overload). Pada overload Ca intrasel akan terjadi : -

Kematian sel neuron

-

Meningkatnya fosfolipase sehingga membran fosfolipid sel neuron akan melepaskan asam arakhidonat yang merubah keseimbangan prostasiklin dan tromboksan A2 sehingga terjadi peningkatan agregasi platelet/trombosit.

-

Kalsium juga dilepaskan dari trombosit sehingga akan menambah aktifitas saraf parasimpatis dan memacu pelepasan serotonin plasma, berakibat vasokonstriksi pembuluh darah ekstra dan intrakranial(fase prodormal), serotonin akan dikeluarkan dalam urine sebagai 5 HIAA, sehingga kadar serotonin plasma menurun yang menyebabkan tonus vaskuler menurun terjadi vasodilatasi sehingga timbul nyeri kepala.

Peranan Trombosit(5) : Trombosit pada penderita migren lebih cepat menggumpal dipengaruhi beberapa amine yang vasoaktif seperti serotonin, sehingga terjadi perubahan viskositas darah. Hal Page 15

ini dapt menimbulkan iskemik serebral, kemudian disusul gejala prodormal dari migren. Pada awal serangan migren kenaikan tajamkadar serotonin dalam darah. Neuron - neuron yang mengandung serotonin terdapat pada raphenukleus batang otak dan mempunyai proyeksi luas ke bagian laim susunan saraf dan pembuluh darah. Pada saat ini pendukung teori diatas menyatakan bahwa migren merupakan akibat interaksi kompleks antara saraf dan pembuluh darah di kepala. Disfungsi sentral mulai dalam susunan saraf pusat mungkin pada hipotalamus. Rangsang akibat stress atau kelelahan dapat memprovokasi pusat – pusat di batang otak yang melepas muatan listrik dan neurotransmiter secara abnormal dengan akibat dilatasi pembuluh darah kranial. Hal ini merangsang saraf – saraf sensoris sistem trigeminus sehingga terjadi pelepasan zat – zat nyeri dan inflamasi berakibat rasa nyeri dan lebih banyak neurotransmiter yang dilepaskan sehingga timbul circulus vitiosus yang klinis bermanifestasi sebagai serangan migren. Konsep saat ini adanya suatu ambang migren ditentukan oleh faktor – faktor : •

Defisiensi magnesium(5) Welch (1989) menemukan konsentrasi magnesium yang rendah selama serangan migren. Dari penemuan didapatkan dasar bagi hipereksitabilitas serebri yang membuat otak rentan terhadap depresi yan menjalar dan meningkatkan aliran pada hipotalamus dan nukleus batang otak.



Asam amino eksitatori(5)

Page 16

Pada penderita migren dengan aura mempunyai kadar glutamat pada platelet yang tinggi. Ferari (1990) mengukur kadar plasma, didaptkan kadar yang meningkat diantara serangan dan makin tinggi saat serangan. Jika kadarnya meningkat dalam otak, maka terjadi peningkatan eksitabilitas dari neuron. •

Axis hipotalamus-pituitari dan transmisi dopamine(5) Napi dan Savoldi (1985) : supresi sekresi prolaktin oleh bahan dopaminergik berkurang pada penderita migren wanita. Awaki dan Vardi : prolaktin disekresi berlebihan sebagai respon hipotalamus terhadap stimuluasi hormon atau pada penderita migren aura yang dilakikna tes levodopa. Dari data menunjukkan pada penderita migren mekanisme eksitasi dari 5 HT lebih dominan daripada inhibisi dopaminergik atau adanya defisiensi dopamin dan kepekaan berlebihan dari reseptor dopamin, merupakan mediator terjadinya mual, muntah dan tendensi untuk terjadinya hipotensi.



Reaktivitas vaskuler(5) Terjadi respon vasodilatasi pembuluh darah serebral yang berlebihan bila dibanding kontrol jika diberi karbondioksida. Reaksi dari arteri ekstrakranial terhadap tekanan lebih besar terhadap tekanan lebih lebih besar pada sisi yang menderita sakit kepala.

Page 17

Pencetus (trigger) migren berasal dari : (2,4) 1. Korteks serebri : sebagai respon terhadap emosi atau sterss 2. Talamus : sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan ; cahaya yang menyilaukan, suara bising, makanan/minuman. 3. Bau-bau tajam 4. Hipotalamus sebagai respon terhadap “jam internal” atau perubahan lingkungan internal (perubahan hormonal). 5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna : sebagai respon terhadap vasodilatasi, angiografi.

5. KLASIFIKASI(2,4,6)

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) : 1. Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine) 

Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam



Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :  Lokasi unilateral  Kualitas berenyut  Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.  Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.



Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul : Page 18

 Mual atau muntah  Fotofobia atau fonofobia



Minimal terdapat satu dari berikut :  Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada kelainan lain  Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya : MRI atau CT Scan Kepala)

Diagnosis migren tanpa Aura : Kriteria : 

2 dari 4 karakteristik grup A



1 dari 2 karakteristik grup B

Grup A 1. Nyeri kepala unilateral 2. Nyeri kepala berdenyut 3. Nyeri sedang atau berat dan dapat menghambat/ mambatasi kegiatan 4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik rutin, seperti membungkuk atau naik tangga

Grup B 1. Terdapat nausea atau vomit 2. Terdapat fotofobia/fonofobia

2. Migren dengan aura (classic migraine) 

Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase postdormal.



Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut

Page 19

 Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis; vertigo, tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata, disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)  Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau lebih gejala. 

Nyeri kepala  Sama dengan migrain tanpa aura

Diagnosis migren dengan aura : Kriteria : 3 dari 4 karakteristik 1. Satu atau lebih simptom aura reversibel 2. Simptom aura berlangsung lebih dari 4 menit 3. Aura yang tidak berakhir lebih dari 60 menit 4. Nyeri kepala mengikuti dalam 60 menit setelah aura berakhir

3. Migren tipe lain  Migren with prolonged aura Memenuhi kriteri migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit dan kurang dari 7 hari.  Basilar migren (Menggantikan basilar artery migriane) Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sevagai berikut : vertigo, tinitus, penurunan kesadaran, ataksia, gejala visual pada Page 20

hemifield kedua mata, disarteria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral atau penurunan derajat kesadaran.  Migraine aura without headache ( menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine) Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi tanpa di sertai nyeri kepala  Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau berhubungan dengan migren  Benign paroxysmal vertigo of childhood Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara sporadis dalam waktu singkat . Pemeriksaan neurologis normal Pemeriksaan EEG normal  Migraine infraction (menggantikan complicated migraine) Telah memenuhi kriteria migren dengan aura Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai. Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.

Aura merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat atau setelah serangan nyeri kepala. (2,4,6) Serangan migren ada empat fase, antara lain :

Page 21

1. Fase Prodrome : 1-24 jam, sebelum timbul nyeri kepala, tidak selalu timbul, biasanya sulit dibedakan menjadi iritabel, hiperaktif atau depresi. 2. Fase aura : berlangsung 0-60 menit, dapat menjelang nyeri kepala atau dengan nyeri kepala . 3. Fase sefalgia : berlangsung 4-72 jam, biasnya 60% unilateral, dan dapat pindah kesisi lainnya. Nyeri kepala Bilateral tidak dapat menyingkirkan diagnosa migren 4. Fase postdrome : pasca gejala nyeri kepala, berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari.

6. PENATALAKSANAAN (3,7,9,10) Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekwensi, durasi dan beratnya nyeri kepala. 1. Mengurangi faktor risiko/pencetus ℵ Stres dan kecemasan ℵ Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag. ℵ Hipoglikemia (terlambat makan) ℵ Kelelahan ℵ Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal

Page 22

Kadar estrogen yang berfluktuasi atau dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat pengganti estrogen ℵ Diet Menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita migrain. Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman beralkohol (anggur merah, prot, sherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort, Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan aspartame. Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak membaik, berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat diari makanan selama mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migrain, karena beberapa jenis makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur merah, MSG), sementara makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari (coklat, keju). 2. Terapi farmaka migrain 1. Terapi Abortif Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat. Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase Page 23

prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus

melalui

neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan. 1.a. Analgesik nonspesifik Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain adalah: ℵ Diklofenak. ℵ Ketorolak. ℵ Ketoprofen. ℵ Indometasin. ℵ Ibuprofen. ℵ Naproksen. ℵ Golongan fenamat. Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.

Page 24

Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen. 1.b. Analgesik spesifik Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin, dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2- nonadrenergik dan dopamin. Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini, walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hatihati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.

Page 25

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia. Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan) yang tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi Nama obat CaraPemberian NNT (95% Cl) : 

Sumatriptan 6 mg SC



Rizatriptan 10 mg oral



Eletriptan 80 mg oral



Zolmitriptan 5 mg oral



Eletriptan 40 mg oral



Sumatriptan 20 mg intranasal



Sumatriptan 100mg oral



Rizatriptan 2,5 mg oral



Zolmitriptan 2,5 mg oral



Sumatriptan 50 mg oral



Naratriptan 2,5 mg oral



Eletriptan 20 mg oral Page 26

NNT: dalam 2 jam nyeri kepala menghilang

2. Terapi preventif Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak. Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan. Indikasi:  Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan  Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan  Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita.  Adanya kontra indikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi abortif.  Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif. ℵ Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik (nortriptyline), dan beta blocker (propanolol) ℵ Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.

Page 27

ℵ Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat yang lain. oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain. ℵ Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain. Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun (kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul lagi setelah terapi dihentikan. Nama obat dan dosis  Propranolol 40-240 mg/hari  Nadolol 20-160 mg/ hari  Metoprolol 50-100 mg/ hari  Timolol 20-60 mg/ hari  Atenolol 50-100 mg/ hari  Amitriptilin 10-200 mg/ hari  Nortriptilin 10-150 mg/ hari  Fluoksetin 10-80 mg/ hari  Mirtazapin 15-45 mg/ hari  Valproat 500-1500 mg/ hari  Topiramat 50-200 mg/ hari  Gabapentin 900-3600 mg/ hari Page 28

 Verapamil 80-640 mg/hari  Flunarizin 5-1 0 mg/hari 3. Terapi nonfarmaka Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.

Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis. Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu. Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur dan fitofarmaka. Pada migrain menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi cairan.

Page 29

Page 30

ALOGORITMA PENANGANAN STATUS MIGREN (Menurut STANDAR PELAYANAN MEDIS & STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ) (3)

Page 31

BAB III KESIMPULAN 1. Migren merupakan nyeri kepala primer dengan serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral, berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam dan diperberat dengan aktifitas. 2. Klasifikasi migrain menurut International Headache Society (HIS):  Migrain tanpa aura (common migraine)  Migrain dengan aura (classic migraine)  Migraine with prolonged aura  Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)  Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic migraine)  Childhood periodic syndromes that may be precursor to or associated with migraine  Benign paroxysmal vertigo of childhood  Migrainous infraction (menggantikan complicated migraine) 3. Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas:  Mengurangi faktor resiko,  Terapi farmaka dengan memakai obat.  Terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan). Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, Page 32

terapi nonfarmaka tidak bisa dilupakan. Bahkan pada kehamilan terapi nonfarmaka diutamakan. 4. Penatalaksanaan migren diawali dengan diagnostik yang akurat dan dalam pemberian terapi farmaka perlu dikenal dan dipahami obat yang dapat diberikan pada migren dan kapan serta lama pemberiannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar, Edisi 12. Dian Rakyat 2. Sylvia.A.Price & Lorraine M. Wilson.Patofisiologi , edisi 6 jilid 2 EGC 3. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. 2006, Buku Pedoman Standar Pelayanan medik (SPM) & Standar Operasional (SPO) 4. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press. Yogyakarta. 5. Chawla,

Jasvinder.

Migraine

Headache.

Available

at

:

http://www.emedicine.medscape.com . Accessed on August 12th 2013. 6. Dahlem

M.,

Podoll

K.

2007.

Migraine

Headache.

http://www.migraine-

aura.com/content/e27892/index_en.html\ 7. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya. 8. Benson

AG,

Robbins

W.

2006.

Migraine

Associated

Vertigo.

http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm 9. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2 Page 33

10. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta.

Page 34

More Documents from "auliarachm"