Kti Alfin Askep Meningitis Gabungan Ok.docx

  • Uploaded by: Suci Aulia Permata
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kti Alfin Askep Meningitis Gabungan Ok.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 28,739
  • Pages: 145
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH

ALFINIA YULITA 143110204

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 2017

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan

ALFINIA YULITA 143110204

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN 2017

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Alfinia Yulita

NIM

: 143110204

Tempat/Tanggal Lahir: Tampunik/ 29 juli 1996 Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum Kawin

Orang Tua Ayah

: Asnawi Aripin

Ibu

: Lendri Maini

Alamat

: Tampunik, Kecamatan lengayang Kabupaten Pesisir Selatan

Riwayat Pendidikan : Pendidikan

Tahun

TK Dinda Koto Rawang

2001- 2002

SD N 23 Tampunik Kecamatan Lengayang

2002- 2008

MTsN Kayu kalek

2008- 2011

SMA N 3 Lengayang

2011- 2014

Poltekkes Kemenkes Padang

2014- 2017

ii

iii

KATA PENGANTAR Puji Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kasus Meningitis di Ruang Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang”. Shalawat beriringan salam buat Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan hingga alam yang berpengetahuan.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Karya Tulis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1) Ibu Hj. Tisnawati, S.St, M. Kes selaku pembimbing I yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini. 2) Ibu Delima, S.Pd, M.Kes selaku pembimbing II yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan dengan penuh kesabaran dan perhatian dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini. 3) Bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang. 4) Ibu Hj. Murniati Muchtar, SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang. 5) Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M. Kep selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrerian Kesehatan RI Padang. 6) Bapak Direktur RSUP Dr. M. DJamil Padang beserta staf yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian. 7) Bapak dan Ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.

iv

8) Orang Tua yang telah memberi semagat dan dukungan serta do’anya yang tak ternilai dengan apapun. 9) Rekan- rekan seperjuangan Bp 2014 D-III keperawatan, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis meneyelesaikan karya tulis ini.

Akhir kata saya, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Imiah ini membawa manfaat.

Padang, 16 Juni 2017

Peneliti

v

vi

vii

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN PADANG JURUSAN KEPERAWATAN Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Alfinia Yulita

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Kasus Meningitis di Ruang Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2017 Isi : ix + 77 halaman + daftar tabel 2 +10 lampiran

ABSTRAK Meningitis adalah kegawatdaruratan neurologik yang mengancam jiwa yang memerlukan diagnosis dan terapi yang cepat. Angka kejadian meningitis yang dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2015 terdapat 73 orang anak. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang. Jenis penelitian yang di gunakan kualitatif dengan desain studi kasus diruang rawat anak, waktu pelaksanaan selama 7 hari. Populasi penelitian semua anak dengan meningitis, sampel sebanyak 2 partisipan dengan teknik purposive sampling. Instrumen pengumpulan data digunakan format pengkajian anak, alat perlindungan diri dan alat pemeriksaan fisik. Cara pengumpulan data dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis pada semua temuan menggunakan konsep dan teori keperawatan. Hasil penelitian, An.Z mengalami penurunan kesadaran, tampak lemah, nafas sesak, demam, batuk berdahak dan hanya mengerang. Sedangkan By.F tampak spastik, otot kaku, kelopak mata sebelah kiri tidak simetris, demam dan hanya mampu merintih. Diagnosa utama adalah Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak. Rencana keperawatan terapi oksigen, manajemen edema serebral dan monitor PTIK. Evaluasi masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil kesadaran, fungsi sensorik dan motorik, tidak terjadi kejang dan sakit kepala. intervensi dilanjutkan dengan didelegasikan kepada perawat ruangan. Disarankan kepada kepala instalasi kebidan dan Anak agar dapat mengadakan pelatihan pelaksanaan asuhan keperawatan dalam merawat pasien dengan meningitis. Kata Kunci : Kasus Meningitis, Asuhan Keperawatan Daftar pustaka : 25 (2006-2016)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ KATA PENGANTAR ................................................................................ LEMBAR ORISINALITAS ....................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... ABSTRAK ........................................................................................ .......... DAFTAR ISI ..................................................................................... .......... DAFTAR SKEMA ...................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................. ......... DAFTAR LAMPIRAN...................................................................... .........

i ii iii iv vi vii viii ix xi xii xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .......................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar kasus Meningitis 1. Pengertian .................................................................................. 7 2. Klasifikasi .................................................................................. 7 3. Penyebab .................................................................................... 8 4. Patofisiologi ............................................................................... 9 5. Tanda dan Gejala ....................................................................... 10 6. WOC............................................................................... ........... 13 7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis ......................... 15 8. Penatalaksanaan ......................................................................... 15 9. Pencegahan ................................................................................ 19 B. Konsep Asuhan keperawatan Pada Kasus 1. Pengkajian .................................................................................. 19 2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan ....................................... 26 3. Intervensi Keperawatan ..............................................................26 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian .............................................................................. 39 B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 39 C. Populasi dan Sampel ......................................................................... 39 D. Instrumen Pengumpulan Data............................................................ 40 E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................................ 41 F. Rencana Analisis ...............................................................................43

ix

BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS A. Deskripsi kasus ............................................................................. B. Asuhan Keperawatan ................................................................... C. Pembahsan Kasus .........................................................................

45 46 57

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................. B. Saran ...........................................................................................

78 79

DAFTAR PUSTAKA

x

DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 WOC .......................................................................................

xi

14

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Cairan Serebrospinal (LCS) pada Bayi dan Anak... 24 Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan ................................................................ 26 Tabel 2.3 Asuhan Keperawatn ...................................................................... 46

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lampiran 2: Lampiran 3: Lampiran 4: Lampiran 5: Lampiran 6: Lampiran 7: Lampiran 8: Lampiran 9:

Ghan Chart Kegiatan Lembaran Bimbingan Pembimbing 1 Lembaran Bimbingan Pembimbing 2 Surat izin memulai penelitian Surat Persetujuan responden Daftar hadir penelitian Surat selesai penelitian Asuhan Keperawatan pada An.Z Asuhan Keperawatan pada By.F

xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun (Betz & Sowden, 2009). Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal. Pengetahuan dari orang tua sangat penting untuk mengenali gejala awal meningitis sehingga anak mendapatkan pengobatan sesegera mungkin dan terhindar dari komplikasi yang lebih parah. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014). Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis meningokokus

yang

memunculkan

tanda-tanda

septikemia

yang

berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC) 1 Poltekkes Kemenkes Padang

2

terjadi secara mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013). Data World Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan jumlah kematian sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis bakteri mempengaruhi lebih dari 400 juta orang yang tinggal di 26 negara (dari Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1995-2014). kasus meningitis tersebut mengakibatkan kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan gejala sisa neurologis.

Insiden meningitis di negara berkembang cukup tinggi. Meningitis di Indonesia merupakan penyebab kematian pada semua umur dengan urutan ke 17 (0,8%) setelah malaria. Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari - 11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%). Proporsi meningitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%) dan merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis (NEC) yaitu (10,7%) (Balitbangkes 2008).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan Shinta (2010) di RSUP H. Adam Malik Medan, anak yang mengalami kematian karena meningitis (42,16%), dari 102 kasus yang ditemukan terdapat penderita meningitis Purulenta (43,1%) sedangkan penderita meningitis Serosa (56,9%) dan penderita paling banyak yaitu usia nol sampai kurang dari lima tahun (58,8%).

Penelitian Arydina, dkk (2014) di

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

melaporkan bahwa Bacterial Meningeal Score merupakan indikator yang baik untuk menilai meningitis bakteri pada bayi dan anak karena memiliki sensitivitas, spesifisitas, nilai praduga negatif, nilai praduga positif, likelihood ratio positif dan likelihood ratio negatif yang tinggi. Parameter BMS berdasarkan kriteria WHO. Skor BMS berkisar antara 0–6. Pasien

Poltekkes Kemenkes Padang

3

berdasarkan BMS dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu BMS <2 yang artinya pasien mempunyai risiko rendah untuk menderita meningitis bakteri dan BMS ≥2 yang artinya pasien mempunyai risiko tinggi untuk menderita meningitis bakteri. Hasil pemeriksaan BMS tersebut di dapatkan meningitis bakteri lebih banyak terjadi pada anak usia 1-5 tahun dengan perbandingan laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Terdapat 15 dari 31 subjek datang dengan penurunan kesadaran dan rangsangan meningeal positif. Tanda meningeal pada kelompok curiga meningitis 17/31 dan pada kelompok meningitis bakteri adalah 8/12.

Sedangkan Relontina, dkk (2014) menemukan di RS. Elizabet Medan, Proporsi penderita Meningitis anak berdasarkan pekerjaan orang tua yang tertinggi adalah wiraswasta yaitu 25 orang (28,1%), pekerjaan orang tua lain-lain yaitu (6,7%) diantaranya adalah dokter, sopir, serta bidan dan proporsi terendah adalah yang bekerja sebagai bidan yaitu 1 orang (1,1%). Selain itu juga di laporkan bahwa penderita meningitis purulenta terbanyak pada anak laki-laki (71,9%) dan penderita meningitis Serosa lebih tinggi pada perempuan (52,6%). Kejadian meningitis paling tinggi terjadi pada pasien dengan riwayat Tb Paru (30,3%), gejala yang paling sering terjadi adalah demam (52,8%), kejang (29,2%) dan terendah adalah diare (4,5%). Monita, ddk (2012) menemukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang 2 orang anak (1,1%) mengalami meningitis yang merupakan komplikasi dari pneumonia. Sedangkan data di RSUP Dr. M. Djamil padang yang di dapat melalui data Rekam Medis, pada tahun 2014 terdapat 96 orang pasien anak dengan meningitis dan pada tahun 2015 terdapat 73 orang anak dengan kasus meningitis. Prognosis sangat bergantung pada asuhan suporatif yang di berikan. Pada pasien meningitis perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes. Selain itu dalam pemberian cairan harus di lakukan secara cermat untuk mencegah

Poltekkes Kemenkes Padang

4

komplikasi kelebihan cairan seperti edema serebri. Turunkan suhu anak dengan kompres hangat dan nilai status hidrasi pada anak (Ngastiyah, 2012). Survey awal yang dilakukan pada tanggal 11 januari 2017 di RSUP Dr. M. Djamil Padang di temukan lima orang anak yang dirawat di diruangan HCU anak dan 1 dari 5 orang anak mengalami meningitis dengan diagnosa medis meningitis TB. Saat observasi anak tampak terpasang triway, terpasang oksigen dengan kosentrasi 3 liter, terpasang monitor dan terpasang NGT, anak tampak mengalami penurunan kesadaran. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan hipertermi. Tindakan keperawatan yang telah di lakukan diruangan berupa melakukan pemasangan O2, memantau aliran O2, memonitor suhu pasien, melakukan pemberian makan melalui NGT dan memonitor intake output serta menganjurkan keluarga untuk melakukan pengompresan. Evaluasi dilakukan dengan baik, namun pendokumentasian yang dilakukan lebih berfokus pada shift sebelumnya, sehingga perkembangan dari kesehatan pasien kurang bisa dinilai secara tepat. Perawat berperan penting dalam memberikan asuhan kepada pasien. Mortalitas bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara pengobatan dan perawatan yang diberikan. Hasil survey ditemukan perawat lebih sering melakukan perawatan kepada pasien jika pasien mengalami keluhan, sehingga asuhan yang sering di berikan hanya bersifat biologis. Akibatnya anak lebih sering mengalami stress hospitalisasi. Berdasarkan latar belakang diatas dengan tingginya kejadian meningitis serta masih perlunya asuhan keperawatan yang komprehensif untuk kesembuhan pasien. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan meningitis di ruangan HCU dan Akut IRNA kebidanan dan anak RSUP Dr.M.Djamil Padang.

Poltekkes Kemenkes Padang

5

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah peniliti uraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus meningitis di ruangan HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017”? C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017. 2. Tujuan Khusus a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017. b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017. c. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada anak dengan dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017. d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017 e. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada anak dengan kasus Meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr.M. Djamil Padang pada tahun 2017.

Poltekkes Kemenkes Padang

6

D. Manfaat Penulisan 1. Peneliti Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan peneliti dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan kasus meningitis. 2. Rumah sakit Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi tenaga kesehatan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan dengan kasus meningitis. 3. Institusi Pendidikan Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan dengan kasus meningitis.

Poltekkes Kemenkes Padang

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Kasus Meningitis 1. Pengertian Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan medula spinalis (Muttaqin, 2008). Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010).

Infeksi meningeal biasanya muncul melalui aliran darah akibat infeksi lain (selulitis) atau melalui perluasan langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Meningitis bakterial atau meningokokal juga muncul sebagai infeksi oportunis pada pasien AIDS dan sebagai komplikasi dari penyakit limfe (Brunner & Suddart, 2013).

2. Klasifikasi Menurut Muttaqin (2008), meningitis di klasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya antara lain terdiri dari meningitis asepsis, sepsis dan tuberkulosa. a.

Asepsis Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus. Meningitis ini biasanya di sebabkan berbagai jenis penyakit yang di sebabkan virus seperti gondongan, herpes simpleks dan herpes zooster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak di temukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

7 Poltekkes Kemenkes Padang

8

b.

Sepsis/ Meningitis Purulenta Meningitis sepsis merupakan meningitis yang di sebabkan oleh organisme bakteri. Penyebab meningitis bakteri akut yaitu Neisseria meningitidis (meningitis meningokokus), streptococus pneumoniae (pada dewasa), dan haemophilus influenzae (pada anak-anak dan dewasa muda).

c. Tuberkulosa Meningitis tuberculosa di sebabkan oleh basilus tuberkel. Menurut Rich

&

McCoredck,

Meningitis

tuberkulosa

terjadi

akibat

komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga arachnoid. Kadang dapat juga terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan meningoensefalitis. (Ngastiyah, 2012).

3. Penyebab Meningitis merupakan akibat dari komplikasi penyakit lain atau kuman secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis dan dapat pula sebagai perluasan kontinuitatum dari peradangan organ/jaringan di dekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis, trombosis sinus kavernosus dan lain-lain (Ngastiyah, 2012).

Penyebab meningitis adalah sebagai berikut : a. Bakteri Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia colli merupakan patogen yang sangat penting bagi

Poltekkes Kemenkes Padang

9

kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC. b. Virus: echovirus, coxsackie virus, virus gondongan dan virus imunodefisiensi manusia (HIV). c. Faktor maternal: ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan. d. Faktor

imunologi:

defesiensi

mekanisme

imun,

defesiensi

imunoglobin dan anak yang mendapat obat-obatan imunosupresi. e. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat , pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

4. Patofisiologi Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi, selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang menyebabkan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya organisme dapat melalui trauma, penetrasi prosedur pembedahan, pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorhea akibat fraktur dasar tengkorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi hubungan antara Cerebral spinal fluid (CSF) dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan Hidrosefalus.

Poltekkes Kemenkes Padang

10

Meningitis bakteri; netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel respon radang. Eksudet terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang di bentuk di ruang sub arachnoid. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medula spinalis. Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah dapat menimbulkan ruptur atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak yang berakibat menjadi infarct CSF (Suriadi & Yuliani, 2010).

5. Tanda dan Gejala Menurut Wong, dkk (2010), manifestasi klinis meningitis antara lain: a. Meningitis bakteri 1) Neonatus: tanda-tanda Spesifik a) Sangat sulit menegakkan diagnosis b) Manifestasi penyakit samar dan tidak spesifik c) Pada saat lahir terlihat sehat tetapi dalam beberapa hari mulai terlihat dan menunjukkan perilaku yang buruk d) Menolak pemberian susu/makan e) Kemampuan menghisap buruk f) Diare g) Tonus otot buruk h) Penurunan gerakan i) Fontanela yang penuh, tegang dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit j) Leher biasanya lemas (supel) 2) Neonatus: tanda-tanda non spesifik a) Hipotermia atau demam (tergantung maturitas bayi) b) Ikterus c) Iritabilitas d) Mengantuk e) Kejang f) Pernapasan ireguler atau apnea g) Sianosis

Poltekkes Kemenkes Padang

11

h) Penurunan berat badan 3) Bayi dan anak yang masih kecil a) Demam b) Pemberian makan buruk c) Vomitus d) Iritabilitas yang nyata e) Serangan kejang ( sering di sertai dengan tangisan bernada tinggi) f) Fontanela menonjol g) Kaku kuduk dapat terjadi atau tidak terjadi h) Tanda brudzinski dan kernig tidak membantu dalam penegakan diagnosis 4) Anak-anak dan remaja a) Demam b) Menggigil c) Sakit kepala d) Vomitus e) Perubahan sensorik f) Kejang g) Iritabilitas h) Agitasi i) Dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif, mengantuk, stupor, koma dan kaku kuduk j) Dapat berlanjut menjadi opistotonus k) Tanda kernig dan brudzinski positif l) Ruam ptikie atau purpurik (infeksi meningokokus), khusus nya jika disertai dengan keadaan mirip syok m) Telinga mengeluarkan sekret yang kronis

(meningitis

pneumokokus). b. Meningitis non bakteri (Aseptik) Awitan meningitis aseptik bisa bersifat mendadak atau bertahap. Manifestasi awal adalah sakit kepala, demam, malaise, gejala

Poltekkes Kemenkes Padang

12

gastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi meningen yang timbul satu atau dua hari setelah awitan penyakit. Nyeri abdomen, mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan; nyeri punggung dan tungkai, tukak tenggorokan serta nyeri dada kadang-kadang di jumpai dan dapat terjadi ruam mukulopapular. Biasanya semua gejala ini menghilang secara spontan dan cepat. Anak akan sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari tanpa dampak yang tersisa.

Gambaran klinis pada meningitis tuberkulosa : Gejala awal biasanya di dahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak. Meningitis biasanya mulai perlahan – lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja. Sering di jumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidur nya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, anoreksia, obstipasi dan muntah juga sering di jumpai.

Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala ransangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Stadium terminal berupa kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernapasan cheyne Stokes. Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan stadium lainya, namun jika tidak di obati umumnya berlangung 3 minggu sebelum anak meninggal (Ngastiyah, 2012)

Poltekkes Kemenkes Padang

6. WOC Meningitis Bakteri : haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae, mycobacterium tuberculosa dan Escherichia colli

Virus : echovirus, coxsackie virus, virus gondongan

Faktor maternal : ruptur membran fetal & infeksi maternal pada minggu terakhir

Faktor imunologi : Defesiensi imunoglobin & Anak yang mendapat imunodepresan

Organisme masuk ke aliran darah Pelepasan zat virogen endogen

Aktivitas makrofag dan virus

Reaksi radang pada meningen meningitis

Merangsang kerja hipotalamus

Menekan saraf

Sakit kepala

Obstuksi pada saluran ventrikel

MK : nyeri Peningkatan CSS

Hidrosefalus

Thrombus aliran darah serebral

Instabil thermoregulasi Suhu tubuh ↑

Eksudet purulen menyebar ke dasar otak dan medula spinalis

MK : hipertermi

Kerusakan neurologis

TIK ↑ CO2 ↑ Permeabilitas vaskuler pada serebri Transudat cairan

Ketidakseimbangan asam basa

Ggn hemostatis neuron Kelainan depolarisasi neuron Hiperaktivitas neuron

Ketidakseimbangan ion

Volume cairan interstitial ↑

Kebocoran cairan dari intrvaskuler

Edema serebral Volume tekanan otak

Keb. Energi ↑

kejang MK : resiko cedera

TIK↑

Vasospasme pembuluh darah serebri

MK : ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

Sirkulasi di serebral ↓

13 Poltekkes Kemenkes Padang

14 TIK ↑ Edema serebral -

Penurunan kesadaran TD ↑

Merangsang saraf simpatis

Mual dan muntah

Menekan saraf di servikal

desensepalon

Ransangan otot di sekitar servikal

Penekanan pd hipotalamus

Kerusakan pada fungsional farmasi kerja RAS

Otot berkontraksi

Ransangan pd hipofise anterior ↑

Kesadaran ↓

demam

Penurunan refleks batuk

mesenpalon

Penekanan pada pusat pernapasan Upaya bernapas ↑

Mk: ketidakefektifan pola nafas

MK : Resiko aspirasi

Otot pada tengkuk meregang

Penekanan pada pusat pernapasan

Kaku kuduk evavorasi

Sesak nafas

MK: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Keringat berlebihan MK : kekurangan Volume cairan

Diaphoresis

Penumpukan sekret di jalan nafas

MK : pola nafas tidak efektif

Bagan 2.1 WOC Meningitis Sumber: Price & Wilson (2006) , Muttaqin (2008) & Suriadi & Yuliani (2010).

Poltekkes Kemenkes Padang

15

7. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis a. Sistem Pernapasan Pada anak dengan meningitis laju metabolisme akan meningkat, sebagai

kompensasi

tubuh

pernapasan

akan

mengalami

peningkatan pula sehingga anak tampak pucat sampai kebiruan terutama pada jaringan perifer. Pasien meningitis sering terjadi peningkatan TIK yang dapat menyebabkan terjadinya koma. Pasien koma pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan kebutuhan O2 (Brunner & Suddart, 2013). b. Sistem Thermogulasi Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. (Suriadi & Yuliani, 2010). c. Sistem Neurologis Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkam iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan

menyebabkan

hipertrofi pada jaringan otak yang beresiko pada abses serebri. Keluhan yang muncul pada anak meningitis adalah kejang atau bahkan

penurunan

kesadaran

serta

positifnya

pemeriksaan

ransangan meningeal pada anak (Muttaqin, 2008).

8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis 1) Meningitis purulenta a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare. b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat

Poltekkes Kemenkes Padang

16

di ulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular. c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari. d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10 pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resisten kuman. 2) Dasar

pengobatan

meningitis

tuberkulosa

ialah

pemberian

kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/ hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1 mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid

Poltekkes Kemenkes Padang

17

seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.

b. Penatalaksanaan Keperawatan Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. 1) Gangguan kesadaran Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2 perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Selain itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum ada catatan perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien. 2) Resiko terjadi komplikasi Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan sonde tetapi untuk kebutuhan elektroloit tidak akan cukup. Bila terjadi dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan kecukupan cairan atau tidak.

Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan, teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada

Poltekkes Kemenkes Padang

18

sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki – tangan tetapi usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak). 3) Gangguan rasa aman dan nyaman Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan selalu bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak akan tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya matahari, sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012). 4) Penatalaksanaan kejang a) Airway (1) Baringkan

pasien

ditempat

yang

rata,

kepala

dimiringkan dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik. (2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan (3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt. b) Breathing (1) Isap lendir sampai bersih c) Circulation (1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif. (2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat ( berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap sadar).

Poltekkes Kemenkes Padang

19

9. Pencegahan Meningitis Imunisasi dini dapat mencegah agar anak dalam keluarga tidak mengalami kematian yang tragis. Perawat memainkan peran yang signifikan dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga mengenai berbagai tindakan pencegahan seperti vaksinasi. Pemberian vaksinasi yang dapat mencegah terjadinya meningitis adalah vaksin DPT(difteri, pertusis dan tetanus) Hib (Haemofilus Influenza Tipe b) untuk mencegah meningitis yang di sebabkan oleh H. Influenzae, N. Meningitidis dan penyebab meningitis akibat komplikasi dari pneumonia, di berikan pada usia 2, 3 dan 4 bulan. Selain itu vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin) diberikan untuk mencegah penyakit TBC, pemberian dilakukan pada usia 1 bulan (Pusdiknakes, 2015).

B. Konsep Asuhan keperawatan pada pasien dengan meningitis 1. Pengkajian Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi : a. Identitas Pasien Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal lahir/umur, jenis kelamin , berat badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan identitas orang tua.

b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran. 2) Riwayat penyakit saat ini Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan demam. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak

Poltekkes Kemenkes Padang

20

mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma. 3) Riwayat penyakit dahulu Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas

bagian atas, otitis media,

mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil (Muttaqin, 2008). 4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berdekatan dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan seperti

retardasi

mental,

gangguan

kelemahan

atau

ketidakmampuan menggerakkan tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.

c. Pemeriksaan Fisik 1) Tingkat Keadaran kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar antara 3 sampai dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009).

Poltekkes Kemenkes Padang

21

2) Tanda-tanda vital Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal. penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan meningkat > 30 x/menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningktan TIK. (suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan - < 12 bulan < 50 x/menit, 12 bulan - <5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008). 3) Kepala Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang lebih besar jarang di temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk, 2009). 4) Mata Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil biasanya tidak ada kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil mungkin akan di temukan, dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. 5) Hidung Biasanya tidak ditemukan kelainan. 6) Mulut Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi. 7) Telinga Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan meningitis pneumokokus dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.

Poltekkes Kemenkes Padang

22

8) Dada a) Thoraks 1. Inspeksi,

akan

nampak

penggunaan

otot

bantu

meningitis

jarang

penapasan. 2. Palpasi,

pada

pasien

dengan

dilakukan dan biasanya tidak ditemukan kelainan. 3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada pasien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru. b) Jantung penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung yang terkesan lemah < 100x/menit. (normal 100140x/i). 9) Kulit Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan. 10) Ekstremitas Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak mengalami gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak. 11) Genitalia, jarang di temukan kelainan. 12) Pemeriksaan saraf kranial a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada kelainan. b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama. c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan meningitis yang tidak disertai penurunan

Poltekkes Kemenkes Padang

23

kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris. f)

Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik. h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk. i)

Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi serta indra pengecap normal.

13) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak, anak bisa mengalami hemiplegi dan/atau hemiparise. 14)

Pemeriksaan ransangan meningeal a) Kaku kuduk Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat. b) Tanda kernig positif Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna. c) Tanda brudzinski

Poltekkes Kemenkes Padang

24

Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka d hasilnya fleksi lutut dan pinggul, bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).

d. Pemeriksaan Penunjang 1)

Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut : a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3 (normal : < 6/µL). b) Pewarnaan gram CSS c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa). d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada meningtis virus protein sedikit meningkat.

Tabel 2.1 karakteristik Cairan Serebro Spinal pada bayi dan anak

Karakteristik cairan serebrospinal (LCS) pada bayi dan anak Normal

Meningitis viral

Meningitis bakterial

Penampakan

Jernih

Berkabut atau purulen

Sel (mm3)

0-4

Jernih atau agak keruh 20-100

Tipe

Limfosit

Limfosit

Neutrofil

Protein g/L

0,2-0,4



↑↑

3-6



Glukosa 3-6 mmol/L Sumber : Meadow & Newell (2006).

500-5000

Poltekkes Kemenkes Padang

25

2) Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis

yang

buruk

terutama

pada

penyakit

akibat

meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit normal : 5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-400.000/mm3, Hb normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl). b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl). 3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L). b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH. 4) Pemeriksaan kultur a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab. b) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi

organisme

penyebab. c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab. 5) Pemeriksaan diagnostik Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).

Poltekkes Kemenkes Padang

26

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Berdasarkan

Diagnosis

Keperawatan

Nanda

2015-2017,

diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul antara lain: a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi, edema pada otak. b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif. c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kesadaran. d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di otak, perubahan tingkat kesadaran. e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak. f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi. g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.

3. Intervensi Keperawatan Bulechek (2009) dan Moorhead (2009), menjelaskan

teori rencana

keperawatan yang dapat dilakukan untuk diagnosa keperawatan diatas adalah : Tabel 2.2 : Diagnosis dan perencanaan keperawatan

No

Diagnosa

NOC

NIC

1.

Resiko a. Status sirkulasi ketidakefektifan 1) Tekanan darah perfusi jaringan sistol serebral 2) Tekanan darah diastol 3) Tekanan nadi Faktor resiko a. Gangguan 4) PaO2 (tekanan serebrovaskuler parsial oksigen b. penyakit dalam darah arteri) neurologis. 5) PaCO2 (tekanan parial

Terapi oksigen 1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea 2. Pertahankan jalan napas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi tanda-tanda

Poltekkes Kemenkes Padang

27

karbondioksida dalam darah arteri 6) Saturasi oksigen 7) Urine output 8) Capillary refill.

hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

b. Status neurologi 1) Kesadaran 2) Fungsi sensorik dan motorik kranial 3) Tekanan intrakranial 4) Ukuran pupil 5) Pola istirahat-tidur 6) Orientasi kognitif 7) Aktivitas kejang 8) Sakit kepala.

Manajemen edema serebral 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal : warna, kejernihan,konsistensi 4. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, PaO2,PaCO2, pH, Bicarbonat 5. Catat perubahan pasien dalam berespon terhadap stimulus 6. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan 7. Batasi cairan 8. Dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien 9. Posisikan tinggi o kepala 30 atau lebih. Monitoring peningkatan intrakranial 1. Monitor tekanan perfusi serebral 2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF) 3. Monitor intake dan output

Poltekkes Kemenkes Padang

28

4. Monitor suhu dan jumlah leukosit 5. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk 6. Berikan antibiotik 7. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan 8. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral 9. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu. Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat 2. Monitor kualitas dari nadi 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheynestokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan bernapas berlebihan) 5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.

Poltekkes Kemenkes Padang

29

2. Kekurangan volume cairan

a. Keseimbangan cairan Kriteria hasil : 1) Tekanan darah 2) Keseimbangan intake output dalam 24 jam 3) Berat badan stabil 4) Turgor kulit 5) Kelembaban membran mukosa 6) Serum elektrolit 7) Hematokrit 8) Edema perifer 9) Bola mata cekung dan lembek 10) Kehausan 11) Pusing.

Manajemen cairan 1. Timbang BB setiap hari dan monitor status pasien Batasan 2. Hitung atau timbang karakteristik a. Haus popok dengan baik b. Kelemahan 3. Jaga dan catat intake c. Kulit kering dan output d. Membran 4. Monitir status hidrasi mukosa kering 5. Monitor hasil e. Peningkatan laboratorium yang frekuensi nadi relevan dengan dengan f. Peningkatan retensi cairan hematokrit 6. Monitor status g. Peningkatan hemodinamik kosentrasi urine 7. Monitor tanda-tanda h. Peningkatan vital suhu tubuh 8. Berikan terapi IV i. Penurunan berat seperti yang badan tiba-tiba ditentukan b. Dehidrasi j. Penurunan Kriteria hasil : 9. Berikan cairan dengan haluan urine 1) Warna urine keruh tepat k. Penurunan 2) Fontanela cekung 10. Tingkatkan asupan pengisian vena 3) Nadi cepat dan oral l. Penurunan lambat 11. Dukung pasien dan tekanan darah 4) Peningkatan BUN keluarga untuk m. Penurunan blood urea Nitrogen) membantu dalam turgor kulit. 5) Peningkatan suhu pemberian makan tubuh. dengan baik 12. Berikan produkFaktor yang produk darah. berhubungan a. Kegagalan mekanisme Manajemen elektrolit regulasi 1. Monitor nilai serum b. Kehilangan elektrolit abnormal cairan aktif. 2. Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit 3. Pertahankan kepatenan akses IV 4. Berikan cairan sesuai resep, jika diperlukan 5. Ambil spesimen sesuai order untuk dapat melakukan analisis level elektrolit (ABG, urine, dan level serum) dengan tepat

Poltekkes Kemenkes Padang

30

6. Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan dan/elektrolit menetap atau memburuk 7. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Manajemen muntah 1. Identifikasi faktorfaktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap muntah (obat-obatan dan prosedur) 2. Posisikan untuk mencegah aspirasi 3. Tunggu minimal 30 menit setelah episode mutah sebelum menawarkan cairan kepada pasien 4. Tingkatkan pemberian cairan secara bertahap jika tidak ada muntah yang terjadi selama 30 menit. 3.

Ketidakefektifan pola nafas

a. Status penrnapasan : Terapi oksigen 1. Bersihkan mulut, ventilasi Kriteria hasil hidung dan sekret 1) Frekuensi trakea dengan tepat Batasan pernapasan 2. Pertahankan karakteristik a. Bradipnea 2) Irama pernapasan kepatenan jalan nafas b. Dispnea 3) Kedalaman 3. Berikan oksigen c. Penggunaan pernapasan tambahan seperti yang otot bantu 4) Penggunaan otot diperintahkan penapasan bantu nafas 4. Monitor aliran oksigen d. Penurunan 5) Suara nafas 5. Periksa perangkat kapasitas vital tambahan pemberian oksigen e. Penurunan 6) Retraksi dinding secara berkala untuk tekanan dada memastikan bahwa ekspirasi 7) Dispnea saat istirahat kosentrasi yang telah f. Penurunan 8) Atelektasis. di tentukan sedang di

Poltekkes Kemenkes Padang

31

g. h. i. j.

tekanan inpsirasi b. Status pernapasan : Pernapasan kepatenan jalan bibir nafas Pernapasan Kriteria Hasil : cuping hidung 1) frekuensi pernapasan Pola nafas 2) pernapasan cuping abnormal hidung Takipnea. 3) mendesah

Faktor yang berhubungan

Monitor neurologi 1. Pantau ukuran pupil, bentuk kesimetrisan dan reaktivitas 2. Monitor tingkat kesadaran 3. Monitor GCS 4. Monitor status pernapasan.

a. Cedera medula spinalis b. Gangguan neurologis c. Nyeri

4.

berikan 6. Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti 7. Pantau adanya tandatanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis.

Ketidakefektifan a. Status pernapasan: bersihan jalan nafas kepatenan jalan nafas Kriteria hasil: Batasan 1) Frekuensi karakteristik a. Batuk yang pernapasan tidak efektif 2) Irama pernapasan b. Gelisah 3) Kemampuan untuk c. Dispnea mengeluarkan d. Mata terbuka sekret lebar 4) Penggunaan otot

Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi dari penyebab perubahan vital sign. Kepatenan jalan nafas 1. Pastikan kebutuhan oral suctioning 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4. Monitor status oksigen pasien

Poltekkes Kemenkes Padang

32

e. Perubahan pola bantu pernapasan nafas 5) Batuk. f. Sianosis g. Sputum dalam b. Status pernapasan jumlah yang Kriteria hasil: berlebihan 1) Kedalaman h. Suara nafas inspirasi tambahan 2) Suara auskultasi nafas 3) Kepatenan jalan Faktor yang nafas berhubungan a. Infeksi 4) Kapasitas vital b. Difungsi neuromuskular c. Mukus berlebihan d. Benda asing di jalan nafas.

5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal Manajemen jalan nafas 1. Buka jalan nafas. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi. 3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu 4. Auskultasi suara nafas , catat adanya suara tambahan 5. Monitor respirasi dan status O2 Manajemen batuk 1. Bantu pasien untuk mengatur posisi duduk. 2. Dorong pasien untuk melakukan latihan nafas dalam 3. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam selama dua detik dan batukkan, lakukan dua atau tiga kali berturut turut Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi penyebab

Poltekkes Kemenkes Padang

33

5.

dari perubahan vital sign. Nyeri akut a. Tingkat nyeri Manajemen nyeri Kriteria hasil : 1. Lakukan pengkajian Batasan 1) Nyeri yang di nyeri secara laporkan komprehensif karakteristik 2) Panjangnya episode termasuk lokasi, a. Diaforesis nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan b. Ekspresi wajah 3) Ekspresi nyeri wajah 4) Berkeringat faktor presipitasi nyeri berlebihan 2. Observasi reaksi nonverbal dari c. Keluhan tentang 5) Kehilangan nafsu makan. ketidaknyamanan karakteristik 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik nyeri dengan b. Kontrol nyeri Kriteria hasil : untuk mengetahui menggunakan 1) Mengenali kapan pengalaman nyeri nyeri terjadi pasien standar 2) Menggambarkan 4. Kaji kultur yang instrumen nyeri faktor penyebab mempengaruhi respon nyeri d. Mengekspresika 3) Menggunakan tindakan pencegahan 5. Kontrol lingkungan n perilaku 4) Menggunakan yang dapat tindakan pengurangan mempengaruhi nyeri (gelisah,mereng nyeri tanpa analgesik. seperti suhu ruangan, ek, menangis, pencahayaan dan kebisingan waspada) c. Status kenyamanan Kriteria hasil : 6. Kurangi faktor e. perubahan pada 1) Nyeri berkurang presipitasi nyeri 2) Kecemasan 7. Pilih dan lakukan parameter berkurang penanganan nyeri fisiologis 3) Stres berkurang (farmakologi, non farmakologi, (mis.,tekanan 4) Ketakutan berkurang. interpersonal) darah, frekueni 8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi jantung, 9. Berikan analgetik frekuensi untuk mengurangi nyeri pernapasan) 10. Evaluasi tingkat f. perubahan keefektifan kontrol nyeri selera makan 11. Tingkatkan istirahat Faktor yang 12. Monitor penerimaan pasien tentang berhubungan manajemen nyeri. Agen cedera biologis

(infeksi,

Poltekkes Kemenkes Padang

34

iskemia).

Pemberian Analgesik 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,dosis dan frekuensi 3. Cek riwayat alergi 4. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 5. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 6. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat 2. Monitor kualitas dari nadi 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheynestokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan bernapas berlebihan) 5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital

Poltekkes Kemenkes Padang

35

sign. 6.

Hipertermia

a. Termoregulasi

Batasan

Kriteria hasil :

karakteristik

1) Merasa merinding saat dingin 2) Berkeringat saat panas 3) Tingkat pernapasan 4) Melaporkan kenyamanan suhu 5) Perubahan warna kulit 6) Sakit kepala

a. Apnea b. Bayi tidak dapat mempertahanka n menyusu c. Gelisah d. Hipotensi e. Kulit kemerahan f. Kulit terasa hangat g. Latergi h. Kejang i. Koma j. Stupor k. Takikardia l. Takipnea m. Vasodilatasi Faktor yang berhubungan a. Peningkatan laju metabolisme b. Penyakit c. Sepsis

Perawatan demam 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya 2. Monitor warna kulit dan suhu 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak di rasakan 4. Beri obat atau cairan IV 5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan 6. Dorong konsumsi cairan 7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika di perlukan 8. Berikan oksigen yang sesuai 9. Tingkatkan sirkulasi udara 10. Mandikan pasien dengan spon hangat dengan hati-hati. Pengaturan suhu 1. monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan 2. monitor dan laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia 3. tingkatka intake cairan dan nutrisi adekuat 4. berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.

Poltekkes Kemenkes Padang

36

Manajemen pengobatan 1. Tentukan obat apa yang di perlukan, dan kelola menurut resep dan/atau protokol 2. Monitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai. Manajemen kejang 1. Pertahankan jalan nafas 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi 3. Longgarkan pakaian 4. Tetap disisi pasien selama kejang 5. Catat lama kejang 6. Monitor tingkat obatobatan anti epilepsi dengan benar. 7.

Resiko Aspirasi

a. Status pernapasan: Pencegahan aspirasi tingkat kepatenan jalan nafas 1. Monitor 1) Frekuensi pernapasan kesadaran, refleks Faktor resiko a. Penurunan 2) Irama pernapasan batuk dan kemampuan motilitas 3) Tersedak menelan gastrointestinal 4) Suara nafas tambahan 2. Monitor stastus b. Penurunan pernapasan tingkat kesadarn 3. Jaga kepala tempat c. Peningkatan tidur ditinggikan 30 b. Pencegahan aspirasi residu lambung 1) Memposisikan tubuh menit setelah untuk miring ketika pemberian makan makan dan minum 4. Periksa residu pada jika dibutuhkan. selang makanan atau 2) Mengidentifikasi lebih besar 100 cc faktor-faktor resiko. pada selang. Manajemen muntah 1. Kaji emesis terkait dengan warna, konsistensi, akan adanya darah, waktu dan sejauh mana kekuatan emesis. 2. Ukur atau perkirakan volume emesis.pastikan obat

Poltekkes Kemenkes Padang

37

antiemetik yang di berikan untuk mencegah muntah bila memungkinkan 3. Tingkatkan pemberian cairan secara bertahap jika tidak ada muntah yang terjadi selama 30 menit. 4. Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh.

8.

Resiko cidera Faktor resiko 1) Eksternal a) Gangguan fungsi kognitif b) Agens nosokomial 2) Internal a) Hipoksia jaringan b) Gangguan

a. Kontrol resiko Kriteria hasil : 1) Klien terbebas dari cidera 2) Klien mampu menjelaskan cara atau metode untuk mencegah cidera 3) Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan 4) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada 5) Mampu mengenali perubahan status kesehatan.

sensasi (akibat

dari

cedera medula spinalis, dll)

b. Kejadian jatuh 1) Jatuh dari tempat tidur 2) Jatuh saat di pindahkan.

Pengaturan posisi 1. Jelaskan kepada pasien badan pasien akan di balik 2. Jangan menempatkan pasien pada posisi yang bisa meningkatkan nyeri. 3. Manajemen lingkungan 1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien 2. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik 3. Dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakir dahulu pasien 4. Memasang side rail tempat tidur 5. Menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih 6. Membatasi pengunjunng 7. Memberikan penerangan yang cukup 8. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya

Poltekkes Kemenkes Padang

38

c) Malnutrisi.

perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit. Pencegahan jatuh 1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh 2. Sediakan pengawasan ketat dan /atau alat pengikatan

Sumber : Nanda Internasional (2015-2017) & NIC-NOC (2016).

Poltekkes Kemenkes Padang

39

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Pada penelitian ini jenis penelitian yang di gunakan adalah kualitatif dengan desain studi kasus yang di jabarkan secara deskriptif. Metode penelitian ini di lakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang keadaan secara objektif. Penelitian ini diarahkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kasus meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang.

B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2107. Tempatnya di ruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Pengelolaan kasus dilakukan selama 7 hari, pada partisipan I peneliti mulai mengelola dari tanggal 24 sampai 30 Mei 2017. Sedangkan pada partisipan II di mulai pada tanggal 25 sampai 31 Mei 2017.

C. Populasi dan Sampel Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Sampel merupakan bagian populasi yang akan di teliti atau sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Hidayat, 2012).

Pada penelitian ini populasi yang di gunakan adalah semua pasien anak yang mengalami meningitis di ruang HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Sampel diambil sebanyak 2 orang secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan berdasarkan pada tujuan dari peneliti.

Poltekkes Kemenkes Padang

40

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah: 1. Kriteria inklusi a) Semua pasien anak dengan masalah meningitis yang dirawat di ruangan HCU dan Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang. b) Pasien dan Orangtua bersedia menjadi responden. 2. Kriteria eksklusi Pasien pulang dalam hari rawatan kurang dari lima hari dan berada di luar kota.

D. Instrumen Pengumpulan data Alat dan instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian adalah format asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi ), alat perlindungan diri (Handscoon dan maker) dan alat pemeriksaan fisik (Tensi meter, Termometer, stetoskop, timbangan, arloji dengan detik dan penlight). 1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien, identifikasi penanggung jawab, riwayat kesehatan, kebutuhan dasar, pemeriksaan fisik, data psikologis, data ekonomi sosial, data spiritual, lingkungan tempat tinggal, pemeriksaan laboratorium dan program pengobatan. 2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, data, masalah dan etiologi. 3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah. 4. Format rencana asuhan keperwatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi NOC dan NIC. 5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan, dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan.

Poltekkes Kemenkes Padang

41

6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan, dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan data 1. Jenis data a. Data Primer Data primer adalah data yang di dapatkan secara langsung, dimana sumber data secara langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini data primer di dapatkan langsung dari pasien seperti pengkajian, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah, dan pemeriksaan fisik terhadap pasien. b. Data Sekunder Pada penelitian ini data sekunder didapatkan langsung dari keluarga, rekam medis dan Ruang Rawat Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Teknik Pengumpulan data a. Teknink Wawancara Wawancara digunakan untuk menemukan permasalahan yang diteliti dan mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini wawancara dilakukan kepada pasien dan keluarga. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data tentang identitas pasien, riwayat kesehatan pasien (sekarang, dahulu dan riwayat kesehatan keluarga) dan aktivitas sehari-hari pasien. b. Observasi Observasi yang dilakukan peneliti berkaitan dengan keadaan fisik pasien serta kegiatan sehari-hari pasien seperti pola makan, pola aktivitas dan lain-lain (Sugiyono, 2014).

Poltekkes Kemenkes Padang

42

Pada penelitian ini obeservasi dilakukan untuk pemeriksaan fisik pasien yang dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, menilai tingkat kesadaran, memantau intake output dan memonitor bagaimana perubahan kesehatan dari pasien. c. Dokumentasi Dalam penelitian ini menggunakan dokumen dari rumah sakit untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan lumbal pungsi, pemeriksaan darah lengkap (Hb, trombosit, leukosit, eritrosit, dan Ht), hasil pemeriksaan elektrolit, hasil pemeriksaan kultur dan pemeriksaan rontgen atau CT scan kepala dan/atau MRI. d. Pengukuran Pengukuran adalah cara pengumpulan data penelitian dengan mengukur objek (Supardi & Rustika, 2013). Pada penelitian ini dilakukan pemantau kondisi pasien dengan metoda pengukuran menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran tanda-tanda vital dan menimbang berat badan anak.

Prosedur dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah: 1) Peneliti meminta izin penelitian dari instansi asal penelitian yaitu Poltekkes Kemenkes Padang. 2) Meminta surat rekomendasi ke RSUP DR. M. Djamil Padang. 3) Meminta izin ke Kepala RSUP Dr. M. Djamil Padang. 4) Meminta izin ke Kepala Keperawatan Ruang HCU IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. 5) Melakukan pemilihan sampel sebanyak 2 orang pasien anak dengan meningitis. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti. 6) Mendatangi responden serta keluarga dan menjelaskan tentang tujuan penelitian.

Poltekkes Kemenkes Padang

43

7) Responden dan keluarga memberikan persetujuan untuk dijadikan responden dalam penelitian. 8) Responden dan keluarga diberikan kesempatan untuk bertanya. 9) Responden/ orang tua

menandatangani informed consent. Peneliti

meminta waktu responden untuk melakukan asuhan keperawatan dan pamit.

Proses keperawatan yang dilakukan peneliti adalah: 1) Peneliti melakukan pengkajian kepada responden menggunakan metode wawancara, observasi dan pengukuran. 2) Peneliti merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada responden. 3) Peneliti membuat perencanaan asuhan keperawatan yang akan diberikan pada responden. 4) Peneliti melakukan asuhan keperawatan pada responden. 5) Peneliti melakukan tindakan keperawatan pada responden. 6) Peneliti mendokumentasikan proses asuhan keperawatan yang diberikan pada responden mulai dari melakukan pengkajian sampai pada evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.

F. Analisis Data Analisis terhadap proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan yang dibandingkan dengan teori. Pada penelitian ini, yang akan dilakukan peneliti adalah setelah di dapatkan data tentang pasien melalui pengkajian keperawatan, data akan di kelompokkan melalui analisis data dalam bentuk data subjektif dan data objektif. Kemudian baru di rumuskan diagnosa

keperawatan,

disusun

rencana

keperawatan,

melakukan

implementasi dan evaluasi keperawatan. Asuhan keperawatan yang telah dibuat selanjutnya dibandingkan dengan teori yang telah dibahas sebelumnya.

Poltekkes Kemenkes Padang

44

BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kasus An.Z (Partisipan I) perempuan berusia 7 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang pada tanggal 27 April 2017 pukul 24.56 WIB melalui IGD rujukan dari RSI Yarsi Bukit Tinggi. Pasien datang dengan keluhan demam selama 2 minggu, kejang seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali, lamanya 10 menit dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. An.Z di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis Tb.

By. F (Partisipan I) laki-laki berusia 9 bulan datang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 5 April 2017, pukul 04.00 WIB melalui IGD rujukan dari RS. Silaguri. Pasien datang dengan keluhan demam disertai muntah dan diare selama 3 hari, frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer. Bayi mengalami kejang pada sebagian tubuh, frekuensi 1x lamanya 3 jam dan penurunan kesadaran setelah kejang. By.F di di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis Tb.

Poltekkes Kemenkes Padang

45

B. Asuhan Keperawatan

Tabel 2.3 Asuhan Keperawatan Partisipan I

Partisipan II

1. Hasil Pengkajian An.Z perempuan berusia 7 tahun datang ke RSUP Dr. M Djamil Padang pada tanggal 27 April 2017 pukul 24.56 WIB melalui IGD rujukan dari RSI Yarsi Bukit Tinggi. Pasien datang dengan keluhan demam selama 2 minggu, kejang seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali, lamanya 10 menit dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. An.Z di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis TB.

By. F laki-laki berusia 9 bulan datang ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 5 April 2017, pukul 04.00 WIB melalui IGD rujukan dari RS. Silaguri. Pasien datang dengan keluhan demam disertai muntah dan diare selama 3 hari, frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer. Bayi mengalami kejang pada sebagian tubuh, frekuensi 1x lamanya 3 jam dan penurunan kesadaran setelah kejang. By.F di di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis TB.

Riwayat kesehatan sekarang yang di dapatkan saat pengkajian tanggal 24 Mei 2017 pukul 14.30 WIB dengan hari rawatan ke-28, anak mengalami penurunan kesadaran, tampak lemah dan nafas sesak, Ayah mengatakan anak demam, batuk berdahak, refleks batuk lemah, tidak mampu bicara dan hanya mengerang.

Riwayat kesehatan sekarang yang di dapatkan saat pengkajian pada tanggal 25 Mei 2017 pukul 16.00 WIB dengan hari rawatan ke-47, bayi tampak spastik, otot kaku, kelopak mata sebelah kiri tidak simetris, Ibu mengatakan anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi hanya mampu merintih.

Sedangkan Riwayat kesehatan dahulu yang dimiliki An.Z adalah sering mengeluh sakit kepala, kemudian di belikan obat di warung namun sakit kepala tidak hilang. pasien juga mengalami demam selama 2 minggu. Badan sudah tampak kurus 3 bulan sebelum masuk RS dan tidak ditimbang. Pasien memiliki riwayat kontak dengan penderita Tb (saudara laki-laki ayah), menderita TB selama 2,5 tahun dan sudah mendapat obat OAT. An.Z tidak memiliki Riwayat trauma kepala dan riwayat keluar cairan dari telinga.

Riwayat kesehatan dahulu pada By.F adalah pernah di rawat di klinik selama 8 hari dengan diare dan memiliki riwayat Post VP-shunting 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Paman dari By.F memiliki riwayat kejang tanpa demam, kakek menderita hipertensi serta ayahnya memiliki riwayat alergi. Orang tua tidak mengetahui apakah anak pernah kontak dengan penderita TB Paru.

Poltekkes Kemenkes Padang

46

Riwayat prenatal di dapatkan selama masa kehamilan istrinya tidak pernah menderita penyakit yang berat. Ny.Y memeriksakan kehamilannya ke bidan dengan teratur, Persalinan secara spontan dan di bantu oleh Bidan di Klinik dengan usia kehamilan cukup bulan. Saat lahir bayi langsung menangis berat badan lahirnya 2300 gr dan panjang lahir 40 cm. An.Z mendapatkan ASI eklusif dan imunisasi yang lengkap.

Riwayat Prenatal di dapatkan selama masa kehamilan ibu tidak pernah menderita penyakit yang berat dan Ibu memeriksakan kehamilan secara rutin ke bidan dan dokter. Ny.M mengakui saat hamil emosinya labil. Saat melahirkan anak pertamanya ini, Ny.M mengalami partus lama dan dilakukan operasi SC, usia kehamilan cukup bulan, bayi langsung menangis, berat badan lahir 3500 gr, panjang lahir 51 cm. By.F tidak mendapatkan ASI eksklusif karena puting susu ibu terbenam dan imunisasi yang di dapat juga belum lengkap hanya sampai DPT HB1.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data GCS 9 (E4V2M3), TD 110/70 mmHg (Normal 120/80 mmHg), HR 87 x/i (Normal 60-100x/i), T 37,80 C (Normal 36-37,5oC), RR 30 x/i. Hasil pengukuran BB 14,5 kg dan TB 105 Cm. Pada pemeriksaan kepala di temukan bentuk kepala normal, mata simetris kiri dan kanan, refleks pupil positif, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis. Pada pasien tidak ditemukannya pernapasan cuping hidung. pasien terpasang NGT serta O2 binasal kanul dengan kosentrasi 2L/i. Pemeriksaan bibir ditemukan bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor dan rongga mulut kurang bersih sedangkan pada telinganya tidak ada infeksi, dari telinga tidak ada keluar cairan dan pada leher tidak ditemukannya kaku kuduk.

Hasil pemeriksaan fisik pada By.F adalah sebagai berikut; di peroleh GCS 10 (E4V2M4), berat badan 8,2 Kg, tinggi badan 70 cm, TD 160/120 mmHg (normal 120/80 mmHg), suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i, bentuk kepala makrosepal, lingkar kepala 45 cm (41,5-48 cm), fontanela anterior menonjol, terdapat bekas luka dekubitus pada oksipital, kelopak mata tidak simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil lambat dan tidak sama, mata tampak stabismus (mata juling), Pada pemeriksaan hidung tidak ditemukannya pernapasan cuping hidung, pasien terpasang NGT dan O2 binasal kanul 2 L/i, mukosa bibir kering, tidak ada keluar cairan dari telinga dan pada leher tidak di temukan kaku kuduk.

Hasil inspeksi pada paru-paru di dapatkan thoraks simetris kiri dan kanan, terdapat tarikan dinding dada, saat di palpasi premitus kiri dan kanan sama, saat di perkusi terdengar redup dan di auskultasi terdengar bronkial dan ronkhi. Pemeriksaan jantung tidak ada masalah, iramanya reguler.

Hasil Pemeriksaan paru-paru di dapatkan thoraks simetris kiri dan kanan, saat di perkusi terdengar sonor, saat di palpasi fremitus kiri dan kanan sama, di auskultasi terdengar vesikuler. Pemeriksaan jantung tidak ada masalah. Pada Abdomen pasien tidak ditemukan asites, turgor kulitnya kembali cepat

Poltekkes Kemenkes Padang

47

Pemeriksaan abdomen di dapatkan tidak ada asites dan bising usus normal. Pada Ekstremitas atas kanan terpasang infus, sedangkan pada ekstremitas bawah tampak kaku, spastik dan ekstensi abnormal. Pemeriksaan kulit ditemukannya ruam kemerahan di seluruh tubuh, teraba panas, akralnya hangat dan CRT kembali dalam 3 detik, tanda Kernig sign dan brdudzinski tidak ditemukan. Pemeriksaan genitalia tidak ada kelainan, bentuk normal dan lengkap.

dan bising usus normal.

Kegiataan aktivitas An.Z memiliki kebiasaan makan 3 x sehari, jenis nasi, lauk dan sayur. Pola makan teratur dan habis. Jenis minum air putih, frekuensi minum lebih dari 5 gelas/ hari. Tn.F mengatakan selama di rawat di rumah sakit An.Z makan melalui NGT dengan Jenis MC 6x200 cc dan di berikan secara teratur. Ketika sehat An.Z jarang tidur siang, tidur malam ± 10 jam/ hari dan teratur. Saat di rawat anak tidur siang ± 2 jam dan tidur malam selama ± 7 jam, anak sering terbangun. eliminasi BAB dan BAK di rumah sakit memakai pempers. BAK warna normal, frekuensi 3-4x/hari cc/hari, tidak ada masalah BAK. sedangkan BAB frekuensi 2x/ hari, warna kuning, konsistensi lunak dan tidak ada masalah. ketika sehat An.Z mandi 2x sehari. Sedangkan selama di RS An.Z mandi lap 1x/hari, tidak pernah cuci rambut dan sikat gigi.

Kegiataan aktivitas By.F memiliki kebiasaan makan 8 kali sehari, konsistensi makanan biasa, jenis susu formula, pola makan teratur, selama di rumah sakit ibu mengatakan bayi makan 8x120 cc/hari diberikan secara teratur seperti biasanya. Kebiasaan tidur siang teratur dengan lama tidur lebih kurang 2 jam, dan tidur malam tidur 10 jam, selama di rumah sakit ibu pasien mengatakan tidur By.F sama seperti biasanya. Ketika sehat By.F BAK dan BAB memakai pumpers, warna normal, tidak ada masalah. Sedangkan selama di RS tidak ada masalah dengan BAB dan BAK pasien. Kebiasaan mandi 2 kali sehari, selama di rumah sakit ibu mengatakan By.F mandi 1 kali sehari, hanya di lap.

Hasil pemeriksaan diagnostik di peroleh data sebagai berikut: Pada tanggal 16 Mei 2017 didapatkan hasil Hb 10,7 gr/dl (Normal 12-16), leukosit 8.620/mm3 (Normal 6000-18.000), trombosit 229.000/mm3 (Normal 150.000-400.000), dan hematokrit 30 % (Normal 37-43%). Tanggal 18 Mei

Hasil pemeriksaan diagnostik di dapatkan hasil, pada tanggal 17 Mei 2017 Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl, leukosit 5300/mm3 (Normal 600018.000), trombosit 458.000/mm3 (Normal 150.000-400.000), Ht 29 % ( Normal 35-51 %). Tanggal 18 Mei 2017 dilakukan pemeriksaan elektrolit

Pemeriksaan ekstremitas ditemukan kedua anggota gerak kaku, mengalami spastik. Pemeriksaan kulit ditemukan ruam kemerahan di seluruh tubuh, kulit teraba panas, akral teraba hangat, mukosanya lembab dan CRT kembali dalam 3 detik Pada pemeriksaan ransangan meningeal kernig sign dan Brudzinski hasilnya negatif sedangkan pemeriksaan refleks babinsky hasilnya positif. Pemeriksaan genitalia bentuk normal dan lengkap.

Poltekkes Kemenkes Padang

48

2017 di dapatkan hasil pemeriksaan kalsium 8 mg/dl (Normal 8,1-10,4), natrium 132 mmol/L (Normal 136145), kalium 3,1 mmol/L (Normal 3,55,1) dan korida serum 107 mmol/L (Normal 97-111).

serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111).

Hasil pemeriksaan Lumbal Pungsi pada tanggal 4 Mei 2017 di dapatkan hasil volume ± 2 CC, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl.

Pemeriksaan Lumbal Pungsi yang di lakukan pada tanggal 11 April 2017 di dapatkan hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl.

Terapi pengobatan yang di dapatkan oleh pasien adalah INH 1x150 mg, luminal 2x30 gr, etambutol 1x250 mg, diazepam 3x1 mg, rifampisin 1x225 mg, Prednison 3x10 mg, pirazinamid 1x300 mg, Asam folat 1x1 mg, Ambroxol sirup 3x1/2 sdt, Bicnat 3x3/4 tablet, Vit B6, diamox 3x150 gr, paracetamol 4x150 mg, , IVFD KaEN 1 B 22 tts/i.

Terapi pengobatan yang di dapatkan By.F adalah streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, etambutol 3x50 mg, diazepam 3x1,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, metil dopa 3x45 gr, curcuma syrup 3x1/2 sdt, Vit.B6 1x10 mg, urdafalf 3x65 mg, Paracetamol 3x100 mg (IV), , IVFD KaEN 1 B 18 tts/i.

2. Diagnosa Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian dari tanggal 24 sampai 28 Mei 2017, maka selanjutnya peneliti melakukan analisa data dan dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1) Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, dengan data subjektif: ayah mengatakan anak demam, batuk berdahak, refleks batuk lemah, tidak mampu bicara dan hanya mengerang. Data objektif: GCS 9 (E4V2M3), ekstremitas bawah kaku, ransangan meningeal negatif, badan teraba panas T 37,8oC, TD 110/70 mmHg, HR 87x/i, P 30x/i, Hb 10,7 gr/dl, dan hasil pemeriksaan LP volume ± 2 CC, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44

Setelah dilakukan pengkajian dari tanggal 25 Mei sampai 29 Mei 2017, maka selanjutnya peneliti melakukan analisa data dan dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebabagai berikut: 1) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral beruhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, dengan data subjektif: ibu mengatakan kelopak mata bayinya tidak simteris, badan panas, bayi hanya mampu merintih. Data objektif: GCS 10 (E4V2M4), ekstremitas atas dan bawah kaku, TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i dan CRT < 3 detik, Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl. Pemeriksaan Lumbal Pungsi di dapatkan hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif (-), warna bening,

Poltekkes Kemenkes Padang

49

mg/dl.

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas dengan data subjektif: ayah mengatakan anak batuk berdahak, refleks batuk lemah dan tampak sesak. Data objektif: terdapat tarikan dinding dada, saat auskultasi terdengar bronkial dan ronkhi, TD 110/70 mmHg, P 30 x/i, T 37,80C, HR 87x/i. 3) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, dengan data subjektif: ayah mengatakan anak demam dan badannya panas. Data objektif: kulit pasien teraba panas, TD 110/70 mmHg, P 30 x/i, T 37,80C, HR 87x/i.

jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl. 2) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme dengan data subjektif: ibu mengatakan anak demam dan gelisah. Data objektif: didapatkan badan teraba panas, kulit memerah, TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR 28x/i.

3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi yang ditandai dengan data subjektif: ibu mengatakan anaknya demam dan tampak gelisah. Data objektif: di dapatkan TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR 28x/i. Pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111). 4) defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi dengan data subjektif: ibu mengatakan sangat khawatir dengan kondisi anaknya dan kurang mengetahui tentang penyakit anaknya, ia tidak tahu cara yang benar dalam merawat anaknya . Data Objektif: ibu tidak cuci tangan sebelum menyentuh dan memberikan makan By.F, tidak menggunakan masker saat di dekat pasien.

3. Intervensi Keperawatan Berdasarkan masing-masing diagnosa yang telah peneliti rumuskan maka dibuat intervensi keperawatan sebagai berikut: Rencana keperawatan untuk diagnosa pertama Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi, tujuannya, mencegah peningkatan TIK dan

Setelah dirumuskan diagnosa keperawatan, selanjutnya peneliti menyusun intervensi untuk mengatasi masalah pada pasien sebagai berikut: rencana keperawatan untuk diagnosa pertama Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi, tujuannya untuk mencegah

Poltekkes Kemenkes Padang

50

terjadinya kejang. Intervensinya adalah 1) terapi oksigen dengan aktivitas; Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea, pertahankan jalan napas yang paten, berikan oksigen sesuai kebutuhan, monitor aliran oksigen. 2) manajemen edema serebral, dengan kegiatan; monitor tanda-tanda vital, monitor status pernapasan, Monitor karakteristik cairan serebrospinal (warna, kejernihan, konsistensi), Berikan anti kejang sesuai kebutuhan dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien dan posisikan tinggi kepala 30o atau lebih. 3) monitoring peningkatan intrakranial, dengan kegiatan; Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF), monitor intake dan output, monitor suhu dan jumlah leukosit dan berikan antibiotik.

peningkatannya tekanan darah, mencegah terjadinya kejang dan peningkatan TIK. Intervensi yang akan di lakukan adalah 1) Terapi oksigen dengan aktivitas kegiatan; Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea, pertahankan jalan napas yang paten, monitor aliran oksigen. 2) manajemen edema serebral, dengan kegiatan; monitor tanda-tanda vital, monitor karakteristik cairan serebrospinal (seperti warna, kejernihan dan konsistensi), monitor status pernapasan (seperti frekuensi, irama, kedalaman pernapasan), anjurkan keluarga untuk bicara pada pasien dan posisikan tinggi kepala 30o atau lebih. 3) monitoring peningkatan intrakranial, dengan kegiatan; Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF), monitor intake dan output, monitor suhu dan jumlah leukosit, berikan antibiotik.

Rencana tindakan untuk diagnosa kedua, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas, tujuannya Frekuensi pernapasan normal , irama pernapasan reguler, adanya kemampuan untuk mengeluarkan sekret dan tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan. Rencana keperawatannya adalah 1) Kepatenan jalan nafas dengan kegiatan; Pastikan kebutuhan oral suctioning, Monitor status oksigen pasien, Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction. 2) Manajemen jalan nafas, dengan kegaiatan; Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara tambahan, perhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi, monitor respirasi dan status O2.

Rencana tindakan untuk diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, tujuan untuk mencegah peningkatan frekuensi napas, tidak terjadi perubahan warna kulit, mencegah terjadinya kejang dan sakit kepala. Intervensi nya adalah; 1) Perawatan demam, kegiatannya meliputi; Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya, monitor warna kulit dan suhu, beri obat atau cairan IV, berikan oksigen yang sesuai. 2) Pengaturan suhu dengan kegiatan, monitor suhu setiap 3 jam sesuai kebutuhan, monitor dan laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia, tingkatka intake cairan dan nutrisi adekuat dan berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.

Poltekkes Kemenkes Padang

51

Rencana keperawatan untuk diagnosa ketiga hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme tujuannya pernapasan pasien normal, tidak terjadi perubahan warna kulit, mencegah terjadinya kejang dan Sakit kepala. Intervensi nya adalah; 1) Perawatan demam, dengan aktivitas; Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya, monitor warna kulit dan suhu, beri obat atau cairan IV, berikan oksigen yang sesuai dan turunkan suhu tubuh dengan kompres air hangat (2) Pengaturan suhu dengan aktivitas, monitor suhu setiap 3 jam sesuai kebutuhan, monitor dan laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia, tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat dan berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.

Rencana keperawatan untuk diagnosa ketiga resiko kekurangan volume cairan berhubungan kegagalan mekanisme regulasi, tujuannya agar di dapatkan tekanan darah dalam batas normal, Keseimbangan intake output dalam 24 jam, berat badan stabil, Turgor kulit kembali cepat, Kelembaban membran mukosa, serum elektrolit dalam batas normal, dan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh. Intervensinya adalah 1) Manajemen cairan, kegiatannya yaitu Jaga dan catat intake dan output, Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan dengan retensi cairan, Monitor status hemodinamik, Monitor tanda-tanda vital, Berikan terapi IV seperti yang ditentukan, Berikan cairan dengan tepat, dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 2) Manajemen elektrolit, kegiatannya adalah Monitor nilai serum elektrolit abnormal, Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit, Pertahankan kepatenan akses IV, ambil spesimen sesuai order untuk dapat melakukan analisis level elektrolit (ABG, urine, dan level serum) dengan tepat dan monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Rencana Keperawatan untuk diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi kriteria hasil yang diharapkan adalah berinteraksi positif dengan anak, menyediakan kebutuhan fisik anak, memberikan nutrisi sesuai kebutuhan, menggambarkan perilaku yang mengurangi resiko tinggi tujuannya untuk meningkatkan pengetahun pasien dan keluarga. Intervensinya adalah a) pendidikan kesehatan, b) fasilitas kesehatan, dan c) pengurangan kecemasan.

Poltekkes Kemenkes Padang

52

4. Implementasi Keperawatan Implementasi yang dilakukan pada pasien selama pengelolaan kasus adalah sebagai berikut: untuk diagnosa pertama Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi, tindakan yang dilakukan mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang, memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya, mengukur dan memonitor tanda-tanda vital, menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien, menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. Setelah dilakukan tindakan di dapatkan hasil GCS 9 (E4V2M3), pasien tampak sesak, terpasang O2 binasal 2 liter/i, aliran lancar, T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa kedua ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas adalah; melakukan suction, memonitor aliran O2, mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan, memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. Setelah dilakukan tindakan di dapatkan hasil sekret dijalan nafas sudah berkurang, pasien masih sesak, tarikan dinding dada masih ada, tampak penggunaan otot bantu pernafasan, T 38,4o C, HR 93 x/i, P 28 x/i.

Implementasi yang dilakukan pada pasien selama pengelolaan kasus adalah sebagai berikut: pada masalah ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi, tindakan yang dilakukan mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang, memberikan O2 2 liter/i dan memonitor alirannya, mengukur dan memonitor tanda-tanda vital, menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien, memonitor dan mencatat intake dan output, memberikan terapi obat streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. Setelah dilakukan tindakan di dapatkan hasil ibu mengatakan anak masih mengalami penurunan kesadaran GCS 10 (E4V2M4), pasien masih demam, terpasang O2 binasal 2 liter/i, aliran oksigen lancar, TD 160/ 120 mmHg, T 38o C, HR 120 x/i, P 28 x/i. Tindakan yang dilakukan untuk masalah hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme yaitu mengukur dan memantau TTV pasien, memonitor warna kulit dan suhu, memberikan oksigen binasal 2 liter/i, memonitor suhu setiap 3 jam dan memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg. Setelah dilakukan implementasi di dapatkan hasil ibu mengatakan demam sudah turun (T 37,8), HR 120 x/i, P 28 x/i.

Poltekkes Kemenkes Padang

53

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme adalah; mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan), memonitor warna kulit dan suhu, memonitor suhu setiap 3 jam, melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha dan memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. Setelah dilakukan implementasi di dapatkan hasil pasien masih demam, ada penurunan suhu tubuh, kulit teraba panas, tampak sesak, T 37,8o C, HR 93 x/i, P 28 x/i.

Tindakan yang dilakukan untuk diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan kegagalan mekanisme regulasi, adalah memberikan makan dan minum sesuai dengan tepat, meonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi cairan infus KaEN 1B, memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Setelah dilakukan tindakan di dapatkan hasil pasien tampak lemah, mukosa bibir kering, kulit lembab, turgor baik, intake seimbang 1.600 cc/hari. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi adalah memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu tentang meningitis , penyebab menigtis TB, cara pencegahan menghindari penularan kuman TB. Setelah dilakukan tindakan di daptkan hasil ibu pasien antusias mendengarkan penjelasan, ibu mampu menjelaskan kembali tentang meningitis dan bagaimana cara penularan dan pencegahannya.

5. Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama lima hari, maka di dapatkan hasil progress kesehatan pasien sebagai berikut; Pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi dengan data Subjektif: ayah mengatakan An.Z sudah mampu menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika dipanggil, anak masih demam. Data objektif: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas, terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi kepala

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama lima hari, maka di dapatkan hasil progress kesehatan pasien sebagai berikut; pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di dapatkan data subjektif: ibu mengatakan By.F suaranya sudah mulai terdengar keras, gerak mulai akif, demam naik turun. Data objektif: GCS 12 (E4V3M5), terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi kepala ditinggikan 15o dan pemberian antibiotik masih di lanjutkan. Masalah

Poltekkes Kemenkes Padang

54

ditinggikan 300. Masalah teratasi sebagian karena semua kriteria hasil dan tujuan belum tercapai sepenuhnya (terjadinya peningkatan kesadaran, Kesadaran, Fungsi sensorik dan motorik kranial, orientasi kognitif dan Sakit kepala) sehingga semua intervensi masih dilanjutkan.

teratasi sebagian karena semua kriteria hasil dan tujuan belum tercapai sepenuhnya, sehingga semua intervensi masih dilanjutkan.

Evaluasi pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas didapatkan data Subjektif: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah berkurang, Data objektif: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas, tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara nafas bronkial. Masalah belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan.

Pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, di dapatkan hasil data subjektif: ibu mengatakan anak masih demam dan badan teraba panas. Data objektif: kulit memerah dan teraba panas, T 39o c, P 25x/i. Masalah belum teratasi karena kriteria hasil dan tujuan belum tercapai, sehingga semua intervensi masih dilanjutkan anak masih harus dilakukan pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta pemberian terapi obat.

Evaluasi pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, dengan data subjektif: ayah mengatakan anak masih demam naik turun, badan teraba panas. Data objektif: T 38,4 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta pemberian obat antipiretik. masalah belum teratasi. semua intervensi dilanjutkan.

Evaluasi pada diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi di dapatkan hasil data subjektif: ibu mengatakan anak masih demam. Data objektif: di dapatkan badan By.F teraba panas, turgor kulit baik dan lembab, mukosa bibir lembab, TD 140/100, intake dan output seimbang ± 1500 cc. Masalah tidak terjadi sehingga intervensi masih dilanjutkan untuk mencegah kekurangan cairan pada pasien. Evaluasi pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi di dapatkan hasil data subjektif: ibu mengatakan ia sudah paham tentang penyakit anaknya dan tahu bagiamana cara penularan dan pencegahannya. Data Objektif: ibu bisa menjelaskan kembali tentang meningitis TB, cara penularan dan pencegahnnya. Ibu tampak belum menggunakan APD saat merawat anaknya dan tidak cuci

Poltekkes Kemenkes Padang

55

tangan saat menyentuh By.F. Masalah belum teratasi. Sehingga intervensi dilanjutkan.

Poltekkes Kemenkes Padang

56

C. Pembahasan Kasus Pada pembahasan kasus ini peneliti akan membahas kolerasi antara teori dengan laporan kasus asuhan keperawatan antara An.Z dan By.F dengan meningitis di ruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak yang dilakukan sejak tanggal 24-29 Mei 2017. Kegaiatan yang dilakukan meliputi mendeskripsikan pengkajian,

merumuskan

diagnosa

keperawatan,

membuat

intervensi

keperawatan, mendeskripsikan implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Pengakajian Keperawatan Setelah dilakukan pengkajian didapatkan Partisipan I (An.Z) perempuan berusia 7 tahun datang dengan keluhan utama 1 demam selama 2 minggu, kejang seluruh tubuh sejak 6 jam sebelum masuk, frekuensi 1 kali, lamanya 10 menit dan mengalami penurunan kesadaran setelah kejang. Sedangkan Partisipan II (By.F) laki-laki berusia 9 bulan datang dengan keluhan demam disertai muntah dan diare selama 3 hari, frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer. Bayi mengalami kejang pada sebagian tubuh, frekuensi 1x lamanya 3 jam dan penurunan kesadaran setelah kejang.

Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak, usia balita dan orang tua (Andareto 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun (Betz & Sowden 2009).

Alasan anak dengan meningitis di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang dan penurunan kesadaran. (Muttaqin, 2008). Pasien dengan meningitis pada Stadium transisi gejala lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kaku kuduk, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat

Poltekkes Kemenkes Padang

57

kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan mistagismus. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor (Ngastiyah, 2012).

Menurut analisa peneliti tanda dan gejala yang ada pada teori juga di temukan pada anak seperti demam, penurunan kesadaran dan kejang. penurunan

kesadaran terjadi pada pasien disebabkan oksigen ke otak

kurang dari 15-20% kebutuhan tubuh, sehingga akan terjadi hipoksia jaringan otak yang menyebabkan metabolisme anaerob dan ditandai dengan letargi atau penurunan kesadaran. Selain itu adanya lendir yang terkumpul dapat menghalangi kelancaran lalu lintas udara (O2). Untuk membantu pemasukan O2 perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit.

Hasil pengkajian riwayat kesehatan sekarang pada partisipan I di dapatkan anak mengalami penurunan kesadaran, ekstremitas bawah kaku dan nafas sesak, Ayah mengatakan anak demam, batuk berdahak, refleks batuk lemah, tidak mampu bicara dan hanya mengerang. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan GCS 9 (E4V2M3), pemeriksaan rangsangan meningeal tidak ditemukan pada An.Z ,TTV di dapatkan TD 110/70 mmHg (Normal 120/80 mmHg), HR 87 x/i (Normal 60-100x/i), T 37,80 C, RR 30 x/i. ekstremitas bawah mengalami spastik, dan terdapat ruam kemerahan. Sedangkan pada partisipan II bayi tampak spastik, otot kaku pada kedua ekstremitas, kelopak mata sebelah kiri tidak simetris, Ibu mengatakan anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi hanya mampu merintih. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan GCS 10 (E4V2M4), pemeriksaan ransangan meningeal negatif, hasil pengukuran TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i)

RR 28 x/i, mata

strabismus, ekstremitas atas dan bawah mengalami spastik dan terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang

58

Tanda-tanda peningktatan TIK sekunder akibat eksudet purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsate dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan adanya penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2008).

Menurut analisa peneliti pada kedua partisipan terjadi peningkatan TIK (Tekanan IntraKranial) dengan ditemukannya penurunan kesadaran dan sakit kepala yang ditandai dengan pasien sering merintih. Nyeri terjadi akibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Adanya perubahan tba-tiba pada kondisi pasien seperti gelisah (tanpa penyebab yang nyata), terlihat konfusi, atau menunjukkan peningkatan mengantuk. Tanda-tada ini dapat diakibatkan dari kompresi otak karena edema atau meluasnya lesi intarakranial.

Sikap desebrasi merupakan suatu keadaan yang terjadi saat suatu lesi otak atau akibat peningkatan ICP (IntraCranial Pressure) mengganggu sinyal dari struktur yang lebih tinggi ke pons dan medula oblangata dan ke struktur di bawahnya. Akibatnya terjadi hambatan masukan eksitatorik yang kuat dari ukleus rubra korteks serebral, dan genitalia basalis ke sistem inhibitorik medular. Sistem eksitatorik pontine menjadi dominan, menyebabkan kekakuan generalisata pada ekstremitas bagian atas dan bawah (Price & Wilson, 2006).

Menurut analisa peneliti pada Partisipan II kekakuan kedua ekstremitas disebabkan karena sinyal antigravitasi pontine secara khusus mengeksitasi neuron motorik gamma dan medula spinalis, memepererat gelondong otot dan mengaktifkan refleks regangan. Sehingga akan terjadi kekakuan menyeluruh otot ekstensor antigravitasi pada leher, batang tubuh dan tungkai. Sedangkan pada partisipan I kekakuan hanya pada ekstremitas bawah di sebabkan karena lesi pada korteks bagian atas, dengan cidera yang lebih ringan pada satu atau kedua hemisfer otak.

Poltekkes Kemenkes Padang

59

Menurut Ngastiyah (2012), pada pemeriksaan hitologis, meningitis tuberkulosa merupakan meningoensefalitis. Peradangan di temukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus.

Berdasarkan analisa peneliti Pada Partisipan II belum tejadi hidrosefalus. Hal ini di sebabkan karena hidrosefalus dapat terjadi apabila masuknya mikroorganisme kesusunan saraf pusat melalui ruang sub arachnoid dan menimbulkan respon peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel, dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan sekeliling ventrikel yang akan menyebabkan obstruksi pada CSF.

Riwayat kesehatan dahulu pada Partisipan I di dapatkan anak pernah kontak dengan penderita Tb paru yaitu saudara laki-laki ayah yang menderita Tb selama 2,5 tahun dan mendapatkan obat OAT. Sedangkan pada partisipan II orang tua tidak mengetahui apakah anak pernah kontak dengan penderita Tb.

Meningitis dapat di sebabkan oleh bakteri, virus, Faktor maternal, Faktor imunologi, anak dengan kelainan sistem saraf pusat , dan pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan. Sebagian besar kasus meningitis pada neonatus disebabkan oleh flora dalam saluran genitalia ibu. Streptokokkus grup B dan Escherichia colli merupakan patogen yang sangat penting bagi kelompok usia ini. Pada anak berusia 6 bulan atau lebih haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae merupakan penyebab tersering. Selain itu meningitis juga di sebabkan mycobacterium tuberculosa yang berawal dari penyakit TBC (Suriadi & Yuliani, 2010).

Poltekkes Kemenkes Padang

60

Menurut Muttaqin (2008), Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi pada saat hamil

penyakit meningitis dapat terjadi pada anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan (Suriadi & Yuliani, 2010).

Analisa dari peneliti penyebab dari meningitis yang terjadi pada Partisipan I dan Partisipan II sesuai dengan teori di sebabkan Mycobacterium tuberculosa, dari riwayat kesehatan dahulu dinyatakan bahwa Partisipan I pernah kontak dengan pamannya yang sudah menderita Tb Paru selama 2,5 tahun. Sedangkan pada partisipan II, memiliki riwayat post Vp Shunting. Penularan TB dapat terjadi baik pada masa bayi di dalam kandungan (inutero), persalinan, maupun pasca persalinan. Rute yang diyakini sebagai transmisi mycobacterium tuberculosa

dari ibu hamil

kepada bayi adalah secara hematogen dari lesi TB di plasenta ibu, menelan cairan amnion yang terinfeksi mycobacterium tuberculosa dan melalui droplet infection(infeksi percik renik) dari penderita TB dewasa setelah bayi lahir. Pada Partisipan II penularan Mycobacterium tuberculosa dapat terjadi melalui tindakan pembedahan yang dilakukan.

Pemeriksaan Lumbal Pungsi pada partisipan I di dapatkan hasil volume ± 2 CC, kekeruhan (-), warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl. Sedangkan pada partisipan II pemeriksaan Lumbal Pungsi di

Poltekkes Kemenkes Padang

61

dapatkan hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif (-), warna bening, jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl.

Hasil

pemeriksaan

Pungsi

lumbal

berguna

untuk

menentukan

mikroorganisme penyebab. Dari hasil Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari 100/mm3 (normal : < 6/µL), Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum glukosa), dan Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada meningtis virus protein sedikit meningkat (Suriadi dan Yuliani, 2010). Dugaan bahwa seorang pasien menderita meningitis tuberkulosa dengan melihat hasil lumbal pungsi berupa cairan serebro spinal yang jernih (Ngastiyah, 2012).

Asumsi dari peneliti bahwa hasil lumbal pungsi pada kedua partisipan ditemukan cairannya jernih dan terjadi peningkatan jumlah protein, hal ini sesuai dengan teori yang ada. Peningkatan protein maupun penurunan glukosa LCS bisa disebabkan oleh infeksi bacterial, fungal, maupun TB. Penurunan glukosa disebabkan karena pemakaian glukosa oleh bakteri dan metabolisme oleh leukosit. Pemeriksaan leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri berat dan leukopenia yang merupakan tanda prognosis yang buruk terutama pada penyakit akibat

meningokokus

dan

pneumokokus.

Sama

halnya

dengan

memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler deseminata.

Hasil pemeriksaan elektrrolit serum pada partisipan I di dapatkan kalsium 8 mg/dl (Normal 8,1-10,4), natrium 132 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,1 mmol/L (Normal 3,5-5,1) dan korida serum 107 mmol/L (Normal 97-111). Sedangkan pada partisipan II di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111).

Poltekkes Kemenkes Padang

62

Pemeriksaan

diagnostik

pada

pasien

meningitis

disertai

dengan

peningkatan leukosit dan penanda inflamasi, dan kadang disertai hipokalsemia, hiponatremia, serta gangguan fungsi ginjal dengan asidosis metabolik (Meisadona, ddk, 2015). Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal: 136-145mmol/L, K+ normal: 3,5-5,1 mmol/L). Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH (Betz & Sowden, 2009).

Berdasarkan analisis peneliti rendahnya konsentrasi natrium karena kelenjar hipofise di dasar otak mengeluarkan terlalu banyak hormon antidiuretik. Hormon antidiuretik menyebabkan tubuh menahan air dan melarutkan sejumlah natrium dalam darah. Otak sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi natrium darah. Karena itu gejala awal dari hiponatremia adalah letargi (keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali).

2. Diagnosa keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang muncul pada Partisipan I adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubugan dengan penumpukan sekret di jalan nafas dan Hipertermia

berhubungan

dengan

peningkatan

laju

metabolisme.

Sedangkan pada partisipan II diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, resiko kekurangan volume cairan berhubungan kegagalan mekanisme regulasi dan defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017, terdapat delapan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain: Resiko

Poltekkes Kemenkes Padang

63

ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi, kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan kesadaran, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di otak, nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak, Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi, resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran dan resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.

Menurut Ngastiyah (2012), Pasien meningitis walaupun mula-mula hanya selaput otaknya saja yang mendapat infeksi tetapi pada umumnya meluas kebagian otak lainnya sehingga

menjadi

meningoensefalitis

dan

menyebabkan gangguan kesadaran hingga koma. Pasien yang koma memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasanya sering Cheyne Stokes sehingga terdapat gangguan kebutuhan Oksigen.

Berdasarkan analisa peneliti Pada partisipan I dan II sama-sama muncul diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan dengan etiologi proses inflamasi di otak. Inflamasi yang terjadi di selaput otak ditandai dengan adanya tanda gejala demam dan anak sering merintih yang mungkin sebagai tanda nyeri pada anak. Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkan iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan kejang atau bahkan penurunan kesadaran.

Masuknya Exogenus dan virogenus ke selaput otak akan menstimulasi sel host inflamasi.hipotalamus akan menghasilkan “set poin”. Demam terjadi karena adanya gangguan pada “set poin”. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat (Suriadi & Yuliani, 2010).

Poltekkes Kemenkes Padang

64

Menurut Analisis munculnya diagnosa hipertermi pada kedua partisipan berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme sudah sesuai dengan teori. Alasan ditegakkan diagnosa ini sesuai dengan batasan dan karakteristik yang ada yaitu gelisah, Kulit kemerahan, kulit terasa hangat, latergi dan vasodilatasi. Demam merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri, atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Ketika kuman, bakteri, atau virus masuk ke tubuh kita, sel-sel darah putih dalam tubuh memproduksi hormon interleukin yang kemudian berjalan ke otak untuk memberi perintah kepada hypothalamus (pusat pengatur suhu di otak) agar menaikkan suhu tubuh. Hal ini terjadi karena dengan suhu tubuh yang tinggi, sistem pertahanan tubuh akan meningkat dan lebih mampu memerangi infeksi. Hipertermi yang terjadi pada pasien disebabkan karena peningkatan laju metabolisme akibat proses inflamasi yang terjadi di selaput otak.

Menurut Nanda (2015), ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas. Peningkatan tekanan intrakranial dapat menggangu fungsi sensori maupun motorik serta fungsi memori yang terdapat pada serebrum sehingga penderita mengalami penurunan respon (penurunan kesadaran). Penurunan kesadaran ini dapat menurunkan pengeluaran sekresi trakeobronkial yang berakibat pada penumpukan sekret di trakea dan bronkial. Kondisi ini berdampak pada penumpukan sekret di trakea dan bronkus sehingga bronkus dan trakea menjadi sempit (Riyadi & Sukarmin. 2009).

Menurut asumsi peneliti, berdasarkan pada data yang diperoleh saat penelitian, pada partisipan I dirumuskan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan penumpukan sekret di jalan nafas sudah sesuai dengan teori dengan batasan karakteristik seperti batuk yang tidak efektif, Perubahan pola nafas, sputum dalam jumlah yang berlebihan dan

Poltekkes Kemenkes Padang

65

suara nafas tambahan terdapat pada pasien. selain itu pasien juga mengalami penurunan kesadaran. Pasien dengan penurunan kesadaran menyebabkan refleks batuk lemah. Terbentuknya sekret di jalan nafas disebabkan karena proses infeksi di paru-paru oleh bakteri Tuberculosa. Imunitas sangat berpenagaruh dalam penyebaran kuman TB. bila daya tahan tubuh penjamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait salah satunya meningitis.

Resiko ketidakseimbangan volume cairan adalah beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, selular atau intraseluler (Nanda (2015). Pasien yang koma jika tidak diberikan cairan intravena dapat terjadi dehidrasi asidosis. Untuk memenuhi kebutuhan kalori mungkin dapat dengan memeberikan makan per sonde tetapi untuk kebutuhan elektrolit tidak akan tercukupi. Bila terjadi dehidrasi akan memeperberat keadaan umum pasien (Ngastiyah, 2012).

Menurut Asumsi peneliti pada Partisipan II ditegakkannya diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan Nanda diagnosa yang mungkin muncul pada pasien meningitis adalah kekurangan volume cairan sedangkan Pada pasien masih belum terjadi masih beresiko, dari pengkajian di dapatkan data ibu mengatakan anaknya di berikan makan SF 8x120 CC secara teratur dan turgor kulit kembali dengan cepat. Selain itu hasil pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111). Namun walaupun belum menunjukkan tanda dan gejala, kebutuhan cairan pasien juga perlu diperhatikan karena mengalami penurunan kesadaran dan demam.

Analisa dari peneliti Pada Partisipan I tidak dapat ditegakkan diagnosa resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif, karena ayah pasien mengatakan selama di rawat di rumah

Poltekkes Kemenkes Padang

66

sakit An.Z makan melalui NGT dengan Jenis MC 6x200 cc dan makan secara teratur, dari pemeriksan fisik di dapatkan turgor kulit baik dan lembab, dan dari hasil pemeriksaan elektrolit serum normal, sehingga diagnosa tidak dapat ditegakkan.

Menurut analisa peneliti di rumuskan diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ini sangat perlu. Kurangnya pengetahuan orangtua disebabkan sediktinya informasi pendidikan kesehatan yang didapatkan dari pihak pelayanan kesehatan. Sehingga orang tua kurang mengetahui tentang kondisi anaknya yang menyebabkan hampir sebagian anak dengan meningitis datang dengan kondisi yang gawat.

3. Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan yang dibuat berdasarkan kepada diagnosa keperawatan yang muncul pada partisipan I dan partisipan II. Berdasarkan kasus, tindakan yang dilakukan selama 5 hari sesuai dengan intervensi yang telah peneliti susun.

Pada diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral Intervensi yang akan di lakukan tujuannya, meningkatnya kesadaran pasien, mencegah peningkatan TIK dan terjadinya kejang. Intervensinya adalah 1) terapi oksigen dengan aktivitas; Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea, pertahankan jalan napas yang paten, berikan oksigen sesuai kebutuhan, monitor aliran oksigen. Tindakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen diotak. 2) manajemen edema serebral, dengan kegiatan; monitor

tanda-tanda

vital,

monitor

status

pernapasan,

Monitor

karakteristik cairan serebrospinal (warna, kejernihan, konsistensi), Berikan anti kejang sesuai kebutuhan dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien dan posisikan tinggi kepala 30o atau lebih. 3) monitoring peningkatan intrakranial, dengan kegiatan; Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF), monitor

Poltekkes Kemenkes Padang

67

intake dan output, monitor suhu dan jumlah leukosit dan berikan antibiotik.

Rencana tindakan untuk diagnosa kedua, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas, tujuannya Frekuensi pernapasan normal , irama pernapasan reguler, adanya kemampuan untuk mengeluarkan sekret dan tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan. Rencana keperawatannya adalah 1) Kepatenan jalan nafas dengan kegiatan; Pastikan kebutuhan oral suctioning, Monitor status oksigen pasien, Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction. 2) Manajemen jalan nafas, dengan kegaiatan; Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara tambahan, perhatikan gerakan dada saat inspirasiekspirasi, monitor respirasi dan status O2.

Rencana keperawatan untuk diagnosa ketiga hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme tujuannya agar pernapasan pasien normal, tidak terjadi perubahan warna kulit, mencegah terjadinya kejang dan Sakit kepala. Intervensi nya adalah; 1) Perawatan demam, dengan aktivitas; Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya, monitor warna kulit dan suhu, beri obat atau cairan IV, berikan oksigen yang sesuai dan turunkan suhu tubuh dengan kompres air hangat (2) Pengaturan suhu dengan aktivitas, monitor suhu setiap 3 jam sesuai kebutuhan, monitor dan laporkan adanya tanda

gejala hipotermia dan hipertermia, tingkatkan

intake cairan dan nutrisi adekuat dan berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.

Pada dignosa kekurangan volume cairan berhubungan kegagalan mekanisme regulasi tujuannya agar di dapatkan tekanan darah dalam batas normal, Keseimbangan intake output dalam 24 jam, berat badan stabil, Turgor kulit kembali cepat, Kelembaban membran mukosa, serum elektrolit dalam batas normal, dan tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.

Poltekkes Kemenkes Padang

68

Intervensinya adalah 1) Manajemen cairan, kegiatannya yaitu Jaga dan catat intake dan output, Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan dengan retensi cairan, Monitor status hemodinamik, Monitor tanda-tanda vital, Berikan terapi IV seperti yang ditentukan, Berikan cairan dengan tepat, dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 2) Manajemen elektrolit, kegiatannya adalah Monitor nilai serum elektrolit abnormal, Monitor manifestasi ketidakseimbangan elektrolit, Pertahankan kepatenan akses IV, ambil spesimen sesuai order untuk dapat melakukan analisis level elektrolit (ABG, urine, dan level serum) dengan tepat dan monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan.

Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tandatanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingga terdapat gangguan O2. Untuk membantu pemasukan O2 perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/ menit. Terapi dehidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Pengawasan tetesan infus perlu dilakukan secara cermat untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan seperti edema serebri (Betz dan Sawden, 2009).

Berdasarkan analisa peneliti tindakan keperawatan yang dibuat sudah sesuai dengan kondisi pasien. Intervensi untuk ketidakefektifan bersihan jalan nafas sangat perlu dilakukannya suction karena anak mengalami penurunan kesadaran dan refleks batuk lemah. Selain itu dengan adanya penumpukan lendir dapat mempengaruhi pasokan O2 di otak. Hipertermi perlu diatasi sesegera mungkin karena dapat menyebabkan kehilangan cairan secara tidak diketahui. Oleh sebab itu dilakukan pemberian cairan infus untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.

Poltekkes Kemenkes Padang

69

4. Implementasi Keperawatan Implementasi untuk mengatasi masalah resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yaitu mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang, memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya, mengukur dan memonitor tanda-tanda vital, menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien, menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr.

Meningitis menyebabkan terjadinya kebocoran protein plasma ke dalam CSS yang akan memicu inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang subaraknoid. Eksudat akan menumpuk dengan cepat dan akan terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke selubung saraf-saraf kranial dan spinal. Selain itu, eksudat akan menginfiltrasi dinding arteri dan menyebabkan penebalan tunika intima serta vasokonstriksi, yang dapat mengakibatkan iskemia serebral (Meisadona, ddk, 2015).

Berdasarkan analisa peneliti tindakan keperawatan yang telah di lakukan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral sudah sesuai dengan teori yang ada. Pasien dengan meningitis perlu dilakukan pemasangan O2 untuk membantu kebutuhan oksigen di otak. Pengaturan posisi kepala di tinggikan 300 hiperektensi kebelakang berguna untuk mengurangi terjadinya edema serebri. Pengaturan posisi sangat penting dilakukan untuk membuat jalan nafas lurus sehingga memudahkan oksigen masuk. Posisi kepala sedikit miring tujuannya mencegah aspirasi benda asing seperti muntahan kesaluran pernapasan.

Implementasi yang di lakukan untuk mengatasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas adalah; melakukan suction, memonitor aliran O2, mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan, memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan memeberikan terapi obat INH 1x150 mg,

Poltekkes Kemenkes Padang

70

rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan.

Pasien meningitis walaupun mula-mula hanya selaput otaknya saja yang mendapat infeksi tetapi pada umumnya meluas kebagian otak lainnya sehingga menjadi meningoensefalitis dan menyebabkan gangguan kesadaran hingga koma. Adanya lendir yang terkumpul dalam rongga mulut dapat menyebabkan terjadinya aspirasi jika tidak sering di hisap (Ngastiyah, 2012).

Menurut asumsi peneliti melakukan tindakan suction sudah tepat dan sesuai dengan teori. Pasien dengan penurunan kesadaran refleks batuk lemah.

Meningitis

tuberkulosa

terjadi

karena

akibat

komplikasi

penyebaran tuberkulosis secara primer dari paru. Infeksi di paru akan menghasilkan tuberkel. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Jika sekret dibiarkan menumpuk di jalan nafas dapat mengakibatkan gangguan difusi antara O2 dan CO2 sehingga pasien akan tampak sianosis dan bahkan mengalami apnue.

Tindakan keperawatan untuk masalah hipertermi adalah; mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan), memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam, melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha dan memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i.

Analisa peneliti tindakan yang dilakukan sudah baik, pengompresan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh bertujuan untuk mengurangi beban pemakaian oksigen pada jantung dan otak. Mekanisme tubuh secara fisiologis pada anak dengan meningitis mengalami vasokontriksi perifer sehingga suhu tubuh meningkat. Peningkatan suhu tubuh yang tinggi dapat

Poltekkes Kemenkes Padang

71

menyebabkan terjadinya kejang. Memonitor suhu dilakukan untuk mengetahui perubahan kondisi pasien sehingga dapat dilakukan tindakan dengan cepat.

Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi, adalah memberikan makan dan minum sesuai dengan tepat, memonitor tandatanda vital, memberikan terapi cairan infus KaEN 1B, memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan.

Terapi hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit. Dalam pemberian cairan ini perlu dilakukan pengakajian yang sering untuk memantau volume cairan yang dinfuskan untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan. Pasien meningitis pada umumnya dalam kesadaran yang menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Oleh karenanya untuk menghindarkan kekurangan cairan/elektrolit pasien perlu langsung dipasang cairan intravena. Jika terdapat gejala asidosis harus

dilakukan

koreksi

darah

atau

plasma

bila

di

perlukan

(Ngastiyah,2012).

Menurut analisa peneliti tindakan untuk mengatasi masalah resiko kekurangan volume cairan sudah sesuai dengan teori, dimana pasien perlu di monitor intake dan output serta perlunya dilakukannya pemeriksaan elektrolit serum yang bertujuan melihat status dehidrasi pasien dan mencegah komplikasi pada pasien.

Tindakan

yang

pengetahuan

dilakukan

berhubungan

untuk dengan

mengatasi kurangnya

diagnosa informasi

defisiensi adalah

memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu tentang meningitis, penyebab meningtis TB, cara pencegahan dengan cara imunisasi dan cara penularan kuman TB.

Poltekkes Kemenkes Padang

72

Pencegahan Penyakit meningitis TB dapat dilakukan secara dini dengan melakukan pemberian imunisasi BCG kepada bayi, Menurut Ni’mah Nurida Ulin, dkk (2013), di dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap efek samping imunisasi dengan sikap ibu tentang imunisasi dasar lengkap, dimana terdapat sebanyak 26 responden memiliki pengetahuan yang baik tentang efek samping imunisasi. Sedangkan pada sikap sebanyak 56.3% ibu atau responden memiliki sikap yang setuju atau mendukung terhadap imunisasi dasar lengkap.

Menurut analisa peneliti dengan memberikan informasi kepada orangtua dapat meningkatkan rasa waspada orangtua untuk segera menyadari tentang kondisi kesehatan anaknya dan mencegah timbulnya kondisi yang tidak di inginkan. Selain itu orang tua juga memerlukan informasi yang kontineu mengenai kondisi kemajuan anak dan semua prosedur serta pengobatan yang dilakukan. Hal ini tujuannya untuk menghilangkan rasa cemas yang di rasakan orang tua pasien.

5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dilakukan dari tanggal 24 mei sampai dengan 30 Mei 2017 dengan metode penilaian Subjektiv, Objektiv, Assasment, Planning (SOAP) untuk mengetahui keefektifan dari tindakan yang telah dilakukan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada partisipan I dengan diagnosa resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di otak, sudah terdapat kemajuan, di tandai dengan S: ayah pasien mengatakan An.Z sudah mampu menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika dipanggil, anak masih demam, O: GCS E4V2M5, pasien masih demam, kulit teraba panas, terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi kepala ditinggikan 30 o dan pemberian antibiotik masih di lanjutkan. A: masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil: tingkat kesadaran normal, tidak terjadi sakit kepala

Poltekkes Kemenkes Padang

73

dan kejang serta fungsi sensorik dan motorik dalam batas normal. I: tindakan di lanjutkan.

Sedangkan pada partisipan II dengan Diagnosa Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di otak teratasi sebagian, di temukan S: ibu pasien mengatakan By.F suaranya sudah mulai terdengar keras, gerak mulai akif, pasien masih demam naik turun, O: GCS E4V3M5, terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi kepala ditinggikan 15o dan pemberian antibiotik masih di lanjutkan. A: masalah teratasi sebagian. P: Intervensi dilanjutkan.

Mortalitas bergantung pada virulensi kuman penyebab, daya tahan tubuh pasien, terlambat atau cepatnya mendapat pengobatan yang tepat dan cara pengobatan dan perawatan yang diberikan.Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2 (Ngastiyah, 2012).

Menurut asumsi peneliti masalah teratasi sebagian pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di sebabkan karena maih adanya infeksi pada selaput otak. Tanda yang muncul yaitu mengalami penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran akan mengakibatkan peningkatan sekresi trakeobronkial dan spasme otot bronkial sehingga asupan oksigen menjadi berkurang. Pada kondisi pasien pemberian antibitik masih harus diberikan sampai mikroorganisme penyebab tidak ditemukan lagi. Kriteria hasil dan tujuan yang di inginkan masih belum tercapai yaitu tidak terjadi penurunan kesadaran, mencegah terjadinya kejang dan fungsi sensorik motorik yang normal sehingga tindakan keperawatan masih harus dilakukan.

Poltekkes Kemenkes Padang

74

Pada partisipan I dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas di dapatkan hasil S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah berkurang, O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas, tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara nafas tambahan sudah tidak terdengar, An.Z terpasang O2 binasal 2 liter/i dan infus KaEN 1 B 22 tts/i. A: masalah belum teratasi, P: Intervensi dilanjutkan

Menurut asumsi peneliti masalah belum teratasi karena Infeksi yang terjadi di paru oleh Mycobacterium tuberculosa menghasilkan tuberkel yang banyak dan membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Selain itu penurunan kesadaran yang terjadi pada anak juga membuat refleks batuk lemah sehingga tidak ada upaya untuk mengeluarkan sekret di jalan nafas. Oleh sebab itu tindakan masih harus dilanjutkan untuk memperbaiki kondisi tubuh pasien.

Diagnosa resiko kekurangan volume cairan pada partisipan II di dapatkan hasil S: orang tua mengatakan anak masih demam naik turun, O: dari pemeriksaan di dapatkan badan By.F teraba panas, turgor kulit baik dan lembab, mukosa bibir lembab, TD 140/100, intake dan output seimbang ± 1500 cc Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl, Ht 29 % ( Normal 35-51 %). Pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111), A: masalah tidak terjadi, P: Intervensi dilanjutkan.

Menurut asumsi peneliti masalah ini belum teratasi karena anak mengalami penurunan kesadaran dan demam. Kekurangan cairan melalui evavorasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun menjadi indikasi masih perlunya dilakukan tindakan keperawatan pada pasien walaupun masalah belum terjadi.

Poltekkes Kemenkes Padang

75

Masalah hipertermi pada partisipan I belum dapat teratasi, di dapatkan hasil S: ayah pasien mengatakan anak masih demam naik turun, badan teraba panas, O: T 38,4 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta pemberian obat antipiretik, A: masalah belum teratasi, P: Intervensi dilanjutkan. Sedangkan Pada partisipan II dengan masalah yang sama hipertermi belum dapat teratasi, di dapatkan hasil anak masih demam naik turun, badan teraba panas, T 39o c, anak masih dilakukan pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta pemberian obat antipiretik, A: masalah belum teratasi, P: Intervensi dilanjutkan.

Demam merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri, atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Ketika kuman, bakteri, atau virus masuk ke tubuh kita, sel-sel darah putih dalam tubuh memproduksi hormon interleukin yang kemudian berjalan ke otak untuk memberi perintah kepada hypothalamus (pusat pengatur suhu di otak) agar menaikkan suhu tubuh (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Menurut analisa peneliti masalah hipertermi belum teratasi karena toksik yang

dihasilkan

mikroorganisme

melalui

hematogen

sampai

ke

hipotalamus yang kemudian menaikkan suhu sebagai tanda bahaya. Kenaikan suhu ini akan diikuti dengan peningkatan mediator kimiawi akibat peradangan seperti prostaglandi, epinefrin dan norepinefrin. Kenaikan mediator tersebut dapat merangsang peningkatan metabolisme sehingga dapat terjadi kenaikan suhu di seluruh tubuh, rasa sakit kepala, peningkatan respon gastrointestinal yang memunculkan rasa mual dan muntah. Pada pasien masih mengalami demam, sehingga belum tercapainya kriteria hasil dan tujuan yang diinginkan. Oleh sebab itu intervensi masih dilanjutkan.

Poltekkes Kemenkes Padang

76

Evaluasi pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi di dapatkan hasil data subjektif: ibu mengatakan ia sudah paham tentang penyakit anaknya dan tahu bagiamana cara penularan dan pencegahannya. Data Objektif: ibu bisa menjelaskan kembali tentang meningitis TB, cara penularan dan pencegahnnya. Ibu tampak belum menggunakan APD saat merawat anaknya dan btidak cuci tangan saat menyentuh By.F.

Poltekkes Kemenkes Padang

77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada An.Z dan By.F dengan kasus meningitis diruang Akut IRNA Kebidanan dan Anak RSUP DR. M. Djamil Padang, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengkajian didapatkan data bahwa An.Z mengalami penurunan kesadaran dan nafas sesak, demam, batuk berdahak, refleks batuk lemah, tidak mampu

bicara dan hanya mengerang, pemeriksaan GCS 9

(E4V2M3), pemeriksaan rangsangan meningeal tidak ditemukan,TTV di dapatkan TD 110/70 mmHg (Normal 120/80 mmHg), HR 87 x/i (Normal 60-100x/i), T 37,80 C, RR 30 x/i. Ekstremitas bawah spastik dan kaku, kaku serta terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh. Sedangkan pada By.F Ibu mengatakan anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi hanya mampu merintih. GCS 10 (E4V2M4), pemeriksaan kaku kuduk (-), kernig sign (-), brudzinski (+), hasil pengukuran TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i, pada mata strabismus, ekstremitas bawah mengalami spastik dan terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh.

2. Diagnosa keperawatan pada An.Z yaitu: ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubugan dengan penumpukan sekret di jalan nafas dan Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Sedangkan pada By.F diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, resiko kekurangan volume cairan

Poltekkes Kemenkes Padang

78

berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi

dan defisiensi

pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. 3. Tindakan keperawatan yang direncakan untuk diagnosa utama adalah Terapi oksigen, manajemen edema serebral dan monitoring peningkatan intrakranial 4. Implementasi keperawatan yang telah dilakukan utuk diagnosa utama ktidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak adalah

mengatur posisi kepala 30o arah

kebelakang, memonitor aliran oksigen, memonitor tanda-tanda vital, menganjurkan keluarga

untuk bicara pada pasien, menghitung dan

mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan menilai tingkat kesadaran pasien. 5. Evaluasi dilakukan oleh peneliti selama 5 hari rawatan yang di buat dalam bentuk SOAP. Hasil evaluasi didapatkan pada An.Z dan By.F masalah teratasi sebagian dengan kriteria hasil kesadaran dalam keadaan normal (Compos Mentis), respon sensorik dan motorik normal dan tidak terjadi kejang serta sakit kepala. Pasien mengalami penurunan kesadaran dan ekstensi abnormal pada ekstremitas sehingga Intervensi masih dilanjutkan.

B. Saran 1. Bagi Direktur RSUP Dr. M. Djamil Padang Melalui pimpinan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada semua staf agar memberikan pelayanan kepada pasien secara optimal dan meningkatkan mutu dalam pelayanan di rumah sakit. 2. Bagi Ruang Rawat Inap Anak Studi kasus yang peneliti lakukan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi perawat di ruang Rawat Anak IRNA Kebidanan dan Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam melakukan asuhan keperawatan secara profesional dan melaksanakan prinsip rawatan yang benar pada pasin dengan kasus meningitis.

Poltekkes Kemenkes Padang

79

3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pendidikan sehingga terciptanya lulusan perawat yang profesional, terampil,

dan bermutu yang mampu

memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Diharapkan

peneliti

mendeskripsikan

pengkajian,

diagnosa

mendeskripsikan intervensi dan implementasi keperawatan secara tepat dengan harus terlebih dahulu memahami masalah dengan baik, serta mendokumentasikan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan benar. b. Diharapkan peneliti dapat menggunakan atau memanfaatkan waktu seefektif

mungkin,

sehingga

dapat

memberikan

asuhan

keperawatan yang baik pada pasien dengan kasus meningitis.

Poltekkes Kemenkes Padang

DAFTAR PUTAKA

Andareto, Obi. 2015. Katalog Dalam Terbitan (KDT) Kesehatan Obi Andareto Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu Semesta Arydina, dkk. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sari Pediatri, vol 5. http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=473972 Diakses pada tanggal 7 januari 2017 pukul 14.46 Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas 2007. http://www.k4health.org/system/files/laporanNasional%20Riskesdas%202 007.pdf. Diakses pada tanggal 19 desember 2016, Pukul 11.05 Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku keperawatan Pediatri: Edisi 5. Jakarta: EGC Brunner & Suddart. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Edisi 12. Jakarta: EGC. Bulechek, et.al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi Ke-6. Singapore: Elsevier Data Rekam Medik RSUP. Dr. M. Djamil padang tahun 2014 sampai 2015 Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika Kemenkes. 2015. Buku Ajar Imunisasi Cetakan II. Jakarta selatan: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Meadow, Sir Roy & Newell, Simon J. 2005, Pediatrika. Jakarta: Erlangga Meisadona, dkk, 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Meningitis Bakterialis. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_224Diagnosis%20dan%20Tatalak sana%20Meningitis%20Bakterialis.pdf. Diakses pada tanggal 12 Juni 2017, pukul 24.17 WIB Monita, dkk. 2015. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan Andalas. http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=299944 Diakses pada tanggal 8 januri 2017, Pukul 19.37 Moorhead,et.al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Ke-5. Singapore: Elsevier

Muttaqin, Arif. 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem persarafan. Jakarta: Salemba Medika NANDA. 2014. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2015-2017. (Budi Anna Keliat dkk, penerjemah). Jakarta: EGC Ngastiyah. 2012, Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC Ni’mah, dkk. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Efek Samping Imunisasi BCG Dengan Sikap Ibu Tentang Imunisasi Dasar Lengkap Di Puskesmas Ngesrep Semarang. jurnal.unimus.ac.id http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=98422. Diakses pada tanggal 10 Juni 2017, pukul 14.17 WIB Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis PosesProses Penyakit. Jakarta: EGC Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada anak/ Sujono Riyadi & Sukarmin – Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu Rolentina, dkk. 2014. Karakteristik Penderita Meningitis Anak yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2014. http://id.portalgaruda.org/?Ref=browse&mod=viewarticle&article=438120 . Diakses pada tanggal 19 Desember 2016, Pukul 10.58 Suariadi & Yuliani, Rita. 2010, Asuhan Keperawatan Pada Anak: Jakarta: CV Sagung Seto.

Edisi 2.

Sugiyono. 2014. Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta Supardi, Sudibyo & Rustika. 2013. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: TIM Wong, Donna L., dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik: Volume 2. Jakarta: EGC World

Health Organization (WHO). 2015. http://www.who.int/gho/epidemic_diseases/meningitis/en/. Diakses pada tanggal 23 Maret 2017, pukul 19.13.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK 1.

Pengkajian

Hari Rabu

Waktu Pengkajian

Tanggal 24 Mei 2017

Jam 14.30 WIB

Rumah Sakit / : RSUP. Dr. M. Djamil Padang Klinik/Puskesmas Ruangan : Ruang Akut Anak IRNA Kebidanan dan Anak Tanggal Masuk RS : 27 April 2017 pukul 24.56 WIB No. Rekam Medik : 976979 Sumber informasi : Ayah kandung I. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA 1. IDENTITAS ANAK An.Z Nama / Panggilan Tanggal lahir / Umur 7 tahun Jenis kelamin  Laki-laki  Perempuan Agama Islam Pendidikan SD Anak ke / jumlah I/4 saudara saudara Diagnosa Medis Meningitis TB 2. IDENTITAS IBU AYAH ORANGTUA Ny.Y Nama Tn.F Umur 36 tahun 43 tahun Agama Islam Islam Suku bangsa Minang Minang Pendidikan MTS MAN Pekerjaan Ibu RT Wiraswasta Alamat Jorong Tandikek Bukit Tinggi Jorong Tandikek Bukit Tinggi 3. IDENTITAS ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH No 1 2 3

Nama (Inisial) An.N An.F By.A

Usia (bl/th) 5 th 2,5 th 7 bl

Jenis Kelamin Pr Lk Pr

Pendi dikan

Hub.dg KK Anak Anak Anak

-

Status kesehatan

Ket

Tidak ada masalah Tidak ada masalah Tidak ada masalah

II. RIWAYAT KESEHATAN Ayah pasien mengatakan anaknya kejang seluruh tubuh dan anak mengalami penurunan kesadaran setelah kejang selama 6 jam sebelum KELUHAN masuk RS. kejang berhenti setelah di berikan diazepam secara injeksi. UTAMA An.Z di rawat di ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak dengan diagnosa medis Meningitis Tb. 1. Riwayat Kesehatan Sekarang Saat di lakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 14.30 WIB pada An.Z dengan hari rawatan ke-28, Ayah pasien mengatakan anaknya masih mengalami penurunan kesadaran, demam, kejang (-), anak batuk berdahak, refleks batuk lemah, tampak sesak, tidak bisa bicara dan hanya mengerang 2. Riwayat kesehatan dahulu Ayah pasien mengatakan anaknya sering mengeluh sakit kepala yang hilang timbul, kemudian di

belikan obat di warung namun sakit kepala tidak hilang. pasien juga mengalami demam selama 2 minggu. Badan sudah tampak kurus 3 bulan sebelum masuk RS dan tidak ditimbang. Anak memiliki riwayat kontak dengan penderita Tb (saudara laki-laki ayah), menderita Tb selama 2,5 tahun dan sudah mendapat obat OAT. Riwayat trauma kepala pada anak (-), riwayat keluar cairan dari telinga (-) dan anak tidak megalami batuk pilek. Anak tidak memiliki riwayat kejang dengan atau tanpa demam.

a. Prenatal Riwayat gestasi HPHT Pemeriksaan kehamilan Frekuensi Masalah waktu hamil Sikap ibu terhadap kehamilan Emosi ibu pada saat hamil Obat-obatan yang digunakan Perokok Alkohol b. Intranatal Tanggal persalinan BBL / PBL Usia gestasi saat lahir Tempat persalinan Penolong persalinan Jenis persalinan Penyulit persalinan c. Post natal (24 jam) APGAR skor Pemberian Vit K

G4P4A0 H4  RS/Puskesmas Bidan  dokter  dll Teratur  Tidak teratur  Tidak pernah  Ada, sebutkan............................ Tidak ada Positif  Negatif  Stabil Labil  Ada, sebutkan............................................... Tidak ada  Ya  Tidak  Ya  Tidak 07 januari 2017 2300 gr / 40 cm 36 mg  Rumah Sakit  Puskesmas  Klinik Rumah  Dokter  Bidan  Paraji  spontan  alat  Sectio Caesaria (SC)  ada, sebutkan...............................................  tidak ada Menit ke-1 = 8  Ada  Tidak  Baik

Menit ke-5 = 10

Koord. reflek hisap dan reflek  Buruk menelan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)  ada  tidak Kelainan kongenital  ada, sebutkan...............................................  tidak ada 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Anggota keluarga pernah sakit  Tidak  Ada, : saudara laki-lakinya menderita Tb paru ada selama 2,5 tahun dan sudah mendapat obat OAT Riwayat penyakit keturunan  Tidak  Ada, sebutkan penyakitnya: ada III. RIWAYAT IMUNISASI BCG Simpulan :  DPT 1 2 3  lengkap sesuai usia Polio 1 2 3 4  tidak lengkap Hepatitis B 0 1 2 3 Campak  V. Lingkungan Ventilasi rumah memadai, sumber air minum air sumur, sampah di bakar di depan rumah, tidak ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.

VI. PENGKAJIAN KHUSUS A. ANAK 1) Pemeriksaan Fisik a. Kesadaran  CM  Apatis  Soporus  Somnolen  Coma GCS : E4V2M3 Jumlah : 9 b. Tanda Vital Suhu : 37,8 oC RR : 30 x/m HR : 87 x/m TD : 110/70 mmHg c. Posture d. Kepala

e. Mata

f. Hidung

g. Mulut h. Telinga

i. Leher j. Dada - Toraks

- Jantung

k. Abdomen

l. Kulit

BB : 14,5 kg PB/TB : 05 cm Bentuk :  Normal  Makrocepal  Mikrocepal  Hidrocepal Kebersihan :  Bersih  Kotor Lingkar kepala : ....................cm Fontanel anterior :  Ada  tidak Fontanel posterior :  menutup  belum Benjolan :  ada, lokasi..........................ukuran ............  tidak ada Data lain : ..pemeriksaan kaku kuduk negatif (-).  Simetris  Tidak simetris  Menonjol Sklera :  ikterik  tidak Konjungtiva :  anemis  tidak Reflek cahaya :  positif  negatif Palbebra :  edema  tidak Pupil :  isokor  anisokor Letak :  Simetri  Asimetris Pernapasan cuping hidung :  Ada  Tidak Kebersihan :  Bersih  Kotor Data lain : terpasang NGT serta O2 binasal kanul kosentrasi 2L/i Warna bibir merah muda, mukosa bibir kering dan pecah-pecah. Kebersihan rongga mulut :  bersih  tidak Bentuk :  Simetris  Asimetris Kebersihan :  Bersih  Kotor Posisi puncak pina :  Sejajar kantus mata  Tidak sejajar kantus mata Pemeriksaan pendengaran :  baik  tidak, pada telinga ................ Data lain : Telinga tampak bersih, tidak ada sekret keluar cairan. Pembesaran kelenjer getah bening :  ada  tidak ada Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi

: simetris kiri dan kanan dan terdapat tarikan dinding : bronkial dan ronkhi : premitus kiri dan kanan sama : sonor

Inspeksi Auskultasi

: iktus cordis tidak terlihat : pekak

Palpasi Inspeksi Auskultasi Palpasi

: ictus cordis teraba di RIC 5 : tidak ada asites : bising usus (+) dan normal : tidak ada nyeri tekan, hepar dan limfa tidak teraba

Perkusi

: timpani

Turgor : Kelembaban:

 Kembali cepat  Lembab

 Lambat  Kering

dada

 Sangat lambat

m. Ekstremitas Atas n. Ekstremitas Bawah o. Genitalia dan anus

Warna:  Merah muda  Pucat Data lain : terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh Lingkar lengan atas : cm Capillary refill :  < 3 dtk  > 3 dtk Data lain yang ditemukan : terpasang infus pada ekstremitas kanan, otot kaku Ekstensi abnormal, otot kaku dan spastik.

Perempuan Labia minora&mayora :  Normal  Tdk Kebersihan :  bersih  kotor p. Pemeriksaan 1. Kaku kuduk :  positif negatif tanda 2. Kernig sign :  positif negatif rangsangan 3. Brudzinsky sign :  positif negatif meningeal 4. Refleks babyski :  positif negatif 2) Kebiasaan sehari-hari a. Nutrisi dan cairan Jenis : Makanan Cair Jumlah : 200 cc Frek : 8kali /hari Pola makan :  teratur  tidak teratur Minum : Jenis : air putih Jumlah : 50 cc Frek : 8 kali/hari Masalah :tidak ada masalah b. Istirahat dan Siang Malam tidur Pola tidur :  teratur  tidak Pola tidur :  teratur  tidak teratur teratur Jumlah jam tidur : 7 jam/hari Jumlah jam tidur : 2 jam/hari Masalah : anak sering terbangun Masalah : tidak ada masalah tanpa tahu apa penyebabnya. c. Eliminasi BAK : Frek 3-4x /hari Jumlah 1000 Warna jernih Masalah : tidak ada masalah BAB : Frek 1-2x /hari Jumlah 800 Warna kuning Konsistensi lunak Masalah : tidak ada masalah Bayi mengunakan diapers :  ya  tidak Latihan BAK/BAB di toilet :  ya  tidak d. Personal higiene Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : tidak pernah Sikat gigi : tidak pernah Masalah : Pasien hanya mandi lap karena pasien penurunan kesadaran. e. Aktivitas bermain  sendiri  saudara/teman  dalam rumah  luar rumah f. Rekreasi Pola rekreasi keluarga :  teratur  tidak teratur VI. DATA PENUNJANG Laboratorium Tanggal 16 Mei 2017 : Hb 10,7 gr/dl (Normal 12-16), leukosit 8.620/mm3 (Normal 6000-18.000), trombosit 229.000/mm3 (Normal 150.000-400.000), dan hematokrit 30 % (Normal 37-43%). Tanggal 18 Mei 2017 : kalsium 8 mg/dl (Normal 8,1-10,4), natrium 132 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,1 mmol/L (Normal 3,5-5,1) dan korida serum 107 mmol/L (Normal 97-111). Lumbal Pungsi pada tanggal 4 Mei 2017 di dapatkan hasil volume ± 2 CC, kekeruhan (-), warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl. Terapi medis INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg, diazepam 3x1 mg, Asam folat 1x1 mg, Ambroxol sirup 3x1/2, Bicnat 3x3/4 tablet, Prednison 3x10 mg, Vit B6, diamox 3x150 gr, paracetamol 4x150 mg, luminal 2x30 gr, IVFD KaEN 1 B 22 tts/i.

Perawat Yang Melakukan Pengkajian

( Alfinia Yulita )

Analisa Data No

Data 1. Data subjektif: - ayah mengatakan anak demam, - batuk berdahak, - refleks batuk lemah, - tidak mampu bicara dan - hanya mengerang. Data objektif: - GCS 9 (E4V2M3), - badan teraba panas - T 37,8oC, TD 110/70 mmHg, HR 87x/i, P 30x/i, - Hb 10,7 gr/dl, dan - hasil pemeriksaan LP volume ± 2 CC, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah sel 8/mm3 dan glukosa 44 mg/dl. 2. Data subjektif: - ayah mengatakan anak batuk berdahak, - refleks batuk lemah dan - tampak sesak. Data objektif: - terdapat tarikan dinding dada, - saat auskultasi terdengar bronkial dan ronkhi, - TD 110/70 mmHg, P 30 x/i, T 37,80C, HR 87x/i.

Etiologi proses inflamasi di selaput otak

Problem Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral

3. Data subjektif: - ayah mengatakan anak demam dan - badannya panas. Data objektif: - kulit pasien teraba panas, - TD 110/70 mmHg, P 30 x/i, - T 37,80C, HR 87x/i.

peningkatan Hipertermi laju metabolisme

penumpukan Ketidakefektifan sekret di bersihan jalan jalan nafas nafas

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme 3. Intervesi Keperawatan No

Diagnosa NOC 1.Resiko a. Status sirkulasi ketidakefektifan 1) Tekanan darah perfusi jaringan sistol serebral 2) Tekanan darah berhubungan diastol dengan proses 3) Tekanan nadi inflamasi di 4) PaO2 (tekanan selaput otak parsial oksigen dalam darah arteri) 5) PaCO2 (tekanan parial karbondioksida dalam darah arteri 6) Saturasi oksigen 7) Urine output 8) Capillary refill.

NIC Terapi oksigen 1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea 2. Pertahankan jalan napas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

Manajemen edema serebral 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Monitor karakteristik cairan serebrospinal : warna, kejernihan,konsistensi 4. Monitor status pernapasan: frekuensi, irama, kedalaman pernapasan, PaO2,PaCO2, pH, Bicarbonat b. Status neurologi 1) Kesadaran 5. Catat perubahan pasien dalam berespon 2) Fungsi sensorik terhadap stimulus dan motorik 6. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan kranial 7. Batasi cairan 3) Tekanan 8. Dorong keluarga/orang yang penting intrakranial untuk bicara pada pasien 4) Ukuran pupil 9. Posisikan tinggi kepala 30o atau lebih. 5) Pola istirahattidur Monitoring peningkatan intrakranial 6) Orientasi kognitif 1. Monitor tekanan perfusi serebral 7) Aktivitas kejang 2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik 8) Sakit kepala. pengeluaran cairan serebrispinal (CSF) 3. Monitor intake dan output 4. Monitor suhu dan jumlah leukosit 5. Periksa pasien terkait ada tidaknya gejala kaku kuduk 6. Berikan antibiotik 7. Letakkan kepala dan leher pasien dalam

posisi netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan 8. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral 9. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu.

2.

Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat 2. Monitor kualitas dari nadi 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheyne-stokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan bernapas berlebihan) 5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign. Ketidakefektifan a. Status pernapasan: Kepatenan jalan nafas bersihan jalan kepatenan jalan 1. Pastikan kebutuhan oral suctioning nafas 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan nafas berhubungan Kriteria hasil: sesudah suctioning dengan 1) Frekuensi 3. Informasikan pada klien dan keluarga penumpukan pernapasan tentang suctioning sekret di jalan 2) Irama pernapasan 4. Monitor status oksigen pasien nafas 3) Kemampuan untuk 5. Berikan oksigen dengan menggunakan mengeluarkan nasal untuk memfasilitasi suction sekret nasotrakeal Batasan 4) Penggunaan otot karakteristik a. Batuk yang bantu pernapasan Manajemen jalan nafas tidak efektif 5) Batuk. 1. Buka jalan nafas. b. Gelisah 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan c. Dispnea ventilasi. b. Status d. Mata terbuka 3. Lakukan fisioterapi dada bila perlu pernapasan lebar Kriteria hasil: 4. Auskultasi suara nafas , catat adanya e. Perubahan 1) Kedalaman suara tambahan pola nafas inspirasi 5. Monitor respirasi dan status O2 f. Sianosis 2) Suara auskultasi g. Sputum nafas Manajemen batuk dalam 3) Kepatenan jalan 1. Bantu pasien untuk mengatur posisi jumlah yang nafas duduk.

berlebihan 4) Kapasitas vital h. Suara nafas tambahan

3.

Hipertermia a. Termoregulasi berhubungan Kriteria hasil : dengan 1) Merasa merinding peningkatan laju saat dingin metabolisme 2) Berkeringat saat panas 3) Tingkat Batasan pernapasan karakteristik a. Apnea 4) Melaporkan b. Bayi tidak kenyamanan suhu dapat 5) Perubahan warna mempertahan kulit kan menyusu 6) Sakit kepala c. Gelisah d. Hipotensi e. Kulit kemerahan f. Kulit terasa hangat g. Latergi h. Kejang i. Koma j. Stupor k. Takikardia l. Takipnea m. Vasodilatasi

2. Dorong pasien untuk melakukan latihan nafas dalam 3. Dorong pasien untuk tarik nafas dalam selama dua detik dan batukkan, lakukan dua atau tiga kali berturut turut Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah 3. Monitor kualitas nadi 4. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 5. Monitor suara paru 6. Monitor pola pernapasan abnormal 7. Monitor suhu, warna, dan kelembapan kulit. 8. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign. Perawatan demam 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya 2. Monitor warna kulit dan suhu 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak di rasakan 4. Beri obat atau cairan IV 5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan 6. Dorong konsumsi cairan 7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika di perlukan 8. Berikan oksigen yang sesuai 9. Tingkatkan sirkulasi udara 10. Mandikan pasien dengan spon hangat dengan hati-hati. Pengaturan suhu 1. monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan 2. monitor dan laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia 3. tingkatka intake cairan dan nutrisi adekuat 4. berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.

Manajemen pengobatan 3. Tentukan obat apa yang di perlukan, dan

kelola menurut resep dan/atau protokol 4. Monitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai. Manajemen kejang 1. Pertahankan jalan nafas 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi 3. Longgarkan pakaian 4. Tetap disisi pasien selama kejang 5. Catat lama kejang 6. Monitor tingkat obat-obatan anti epilepsi dengan benar.

4. Implementasi Keperawatan Hari/ Tanggal Rabu/2 4 Mei 2017

Diagnosa Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Implementasi 1. mengatur posisi kepala hiperkestensi 30 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 5. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan 6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam 3. melakukan pengompresan air hangat di

Paraf

Kamis/ 25 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Jumat/2 6 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. 1. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 2. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 3. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 4. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan 5. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam 3. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. 1. mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 5. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan 6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Sabtu/2 7 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju

diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam 3. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. 1. mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 5. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan 6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam

metabolisme

Minggu /28 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Senin/ 29 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

3. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. 1. mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 5. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan 6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam 3. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. 1. mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 5. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Selasa/ 30 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas

Hipertermi

infus, BAB dan BAK) dan 6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam 3. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i. 1. mengatur posisi kepala 30o arah kebelakang 2. memberikan O2 binasal kanul 2 liter/i, memonitor alirannya 3. mengukur dan memonitor tanda-tanda vital 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien 5. menghitung dan mencatat jumlah masukan dan pengeluaran (NGT, cairan infus, BAB dan BAK) dan 6. memberikan terapi obat diazepam 3x1 mg, Prednison 3x10 mg, luminal 2x30gr dan diamox 3x150 gr. 1. melakukan suction 2. memonitor aliran O2 3. mengauskultasi suara nafas dan mencatat adanya suara tambahan 4. memperhatikan gerakan dada saat inspirasi-ekspirasi dan 5. memeberikan terapi obat INH 1x150 mg, rifampisin 1x225 mg, pirazinamid 1x300 mg, etambutol 1x250 mg dan ambroxol sirup 3x1/2 sendok makan. 1. mengukur dan memantau TTV (Tekanan

berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

darah, nadi, suhu dan pernapasan) 2. memonitor warna kulit dan suhu, monitor suhu setiap 3 jam 3. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 4. memberikan terapi obat paracetamol 4x150 mg dan terapi cairan infus KaEN 1B 22 tts/i.

5. Evaluasi Keperawatan Hari/ Diagnosa Evaluasi Tanggal Rabu/24 Resiko S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan Mei ketidakfektifan demam 2017 perfusi jaringan serebral O: - GCS 9 (E4V2M3) berhubungan - terdapat sekret di jalan nafas, dan dengan proses - pasien masih demam. inflamasi di - Pasien terpasang O2 binasal 2 liter/i, selaput otak - aliran oksigen lancar, - T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i, - leukosit 8.620/mm3 (Normal 600018.000), - terapi pengobatan diberikan dengan tepat waktu dan sesuai order. A: masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan bersihan jalan reflek untuk batuk lemah. nafas O: - hasil sekret dijalan nafas sudah berkurang, berhubungan - pasien masih sesak, dengan - tampak penggunaan otot bantu nafas, penumpukan - irama nafas reguler, sekret di jalan - T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i. nafas A: masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Hipertermi S: Ayah mengatakan anaknya demam dan badan berhubungan teraba panas dengan O: - hasil pasien masih demam, peningkatan laju - ada penurunan suhu tubuh, metabolisme - kulit teraba panas, tampak sesak, - T 38,4o C, HR 93 x/i, P 30 x/i. Kamis/2 Resiko S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan 5 Mei ketidakfektifan demam 2017 perfusi jaringan

Paraf

serebral O: - GCS 9 (E4V2M3) berhubungan - terdapat sekret di jalan nafas, dan dengan proses - pasien masih demam. inflamasi di - aliran oksigen lancar, selaput otak - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i, - terapi pengobatan diberikan dengan tepat waktu dan sesuai order. A: masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan bersihan jalan reflek untuk batuk lemah. nafas O: - hasil sekret dijalan nafas sudah berkurang, berhubungan - sesak sudah berkurang dengan - tampak penggunaan otot bantu nafas, penumpukan - suara nafas tambahan sudah tidak terdengar sekret di jalan - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i, nafas A: masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Hipertermi S: Ayah mengatakan badan anaknya teraba panas berhubungan O: hasil pasien masih demam, ada penurunan suhu dengan tubuh, kulit teraba panas, tampak sesak, T 37,8o peningkatan laju C, HR 96 x/i, P 24 x/i. metabolisme A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Jumat/26 Resiko S: Ayah mengatakan anak tampak sesak dan Mei ketidakfektifan demam, kejang (-) 2017 perfusi jaringan O: - GCS 9 Pasien terpasang O2 binasal 2 liter/i, serebral aliran oksigen lancar, berhubungan - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i, dengan proses A: masalah belum teratasi inflamasi di P: Intervensi dilanjutkan selaput otak Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak sudah tidak tampak bersihan jalan sesak nafas O: sekret dijalan nafas sudah berkurang, sesak berhubungan sudah berkurang, tampak penggunaan otot dengan bantu nafas, suara nafas tambahan sudah penumpukan tidak terdengar, T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 sekret di jalan x/i. nafas A: Masalah belum teratasi P: aintervensi dilanjutkan Hipertermi A: ayah mengatakan demam anak sudah turun berhubungan O: - pasien masih demam, dengan - ada penurunan suhu tubuh, kulit teraba peningkatan laju panas, dan tampak memerah metabolisme - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i.

A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Sabtu/27 Mei 2017

Minggu/ 28 Mei 2017

Resiko ketidakfektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak

S: Ayah mengatakan anak masih demam, kejang (-) O: - GCS 9 Pasien terpasang O2 binasal 2 liter/i, aliran oksigen lancar, - T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i, A: masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan

Ketidakefektifan S: Ayah mengatakan anak sudah tidak tampak bersihan jalan sesak nafas O: sekret dijalan nafas sudah berkurang, sesak berhubungan sudah berkurang, tampak penggunaan otot dengan bantu nafas, suara nafas tambahan sudah penumpukan tidak terdengar, T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 sekret di jalan x/i. nafas A: Masalah belum teratasi P: aintervensi dilanjutkan Hipertermi A: ayah mengatakan demam anak sudah turun berhubungan O: - ada penurunan suhu tubuh, kulit teraba panas, dengan dan tampak memerah peningkatan laju T 37,8o C, HR 96 x/i, P 24 x/i. metabolisme A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Resiko S: ayah mengatakan An.Z sudah mampu ketidakfektifan menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika perfusi jaringan dipanggil, anak masih demam, serebral O: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas, berhubungan terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, dengan proses intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi inflamasi di kepala ditinggikan 300. selaput otak A: Masalah tidak terjadi P: intervensi masih dilanjutkan. Ketidakefektifan S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah bersihan jalan berkurang, nafas O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas, berhubungan tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum dengan masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara penumpukan nafas bronkial. sekret di jalan A: Masalah belum teratasi, nafas P : intervensi dilanjutkan. Hipertermi berhubungan dengan

S: ayah mengatakan anak masih demam naik turun, badan teraba panas, O: T 38,4 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan

peningkatan laju metabolisme

Senin/ 29 Mei 2017

Selasa/ 30 Mei 2017

pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha serta pemberian obat antipiretik. A: masalah belum teratasi. Semua P: intervensi dilanjutkan.

Resiko S: ayah mengatakan An.Z sudah mampu ketidakfektifan menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika perfusi jaringan dipanggil, anak masih demam, serebral O: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas, berhubungan terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, dengan proses intake 1200 cc, output ± 1300 cc, posisi inflamasi di kepala ditinggikan 300. selaput otak A: Masalah tidak terjadi P: intervensi masih dilanjutkan. Ketidakefektifan S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah bersihan jalan berkurang, nafas O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas, berhubungan tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum dengan masih ada, frekuensi pernapasan 25x/i, suara penumpukan nafas bronkial. sekret di jalan A: Masalah belum teratasi, nafas P : intervensi dilanjutkan. Hipertermi S: ayah mengatakan anak masih demam naik berhubungan turun, badan teraba panas, dengan O: T 38 o c, P 25x/i, anak masih dilakukan peningkatan laju pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha metabolisme serta pemberian obat antipiretik. A: masalah belum teratasi. Semua P: intervensi dilanjutkan. Resiko S: ayah mengatakan An.Z sudah mampu ketidakfektifan menggerakkan ekstremitas nya, melihat ketika perfusi jaringan dipanggil, anak masih demam, serebral O: GCS 11 (E4V2M5), kulit teraba panas, berhubungan terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, dengan proses intake 1500 cc, output ± 1300 cc, posisi inflamasi di kepala ditinggikan 300. selaput otak Hasil pemeriksaan elektrolit serum kalium 2,2 Mmol/L (3,5-5,1), natrium 125 Mmol/L (136-145), klorida serum 92 Mmol/L (97111). Anak dilakukan koreksi KCl untuk meningkatkan kadar kalium dalam darah. A: Masalah tidak terjadi P: intervensi masih dilanjutkan. Ketidakefektifan S: ayah pasien mengatakan sesak pada anak sudah bersihan jalan berkurang,

nafas O: tampak penggunaan otot bantu saat bernafas, berhubungan tarikan dinding dada sudah tidak ada, sputum dengan masih ada, frekuensi pernapasan 28x/i, suara penumpukan nafas bronkial. sekret di jalan A: Masalah belum teratasi, nafas P : intervensi dilanjutkan. Hipertermi S: ayah mengatakan anak masih demam naik berhubungan turun, badan teraba panas, dengan O: T 375 o c, P 28x/i, anak masih dilakukan peningkatan laju pengompresan di dahi, ketiak, dan lipatan paha metabolisme serta pemberian obat antipiretik. A: masalah belum teratasi. Semua P: intervensi dilanjutkan.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN ANAK 1. Pengkajian

Waktu Pengkajian

Hari

Tanggal

Jam

Kamis

25 Mei 2017

16.00 WIB

Rumah Sakit / Klinik/Puskesmas

:

RSUP Dr. M. Djamil Padang

Ruangan

:

ruang Akut IRNA Kebidanan dan anak

Tanggal Masuk RS

:

5 April 2017

No. Rekam Medik

:

975016

Sumber informasi

:

Ibu Kandung

J. IDENTITAS KLIEN DAN KELUARGA 4. IDENTITAS ANAK Nama / Panggilan By.F Tanggal lahir / Umur 9 bulan Jenis kelamin  Laki-laki  Perempuan Agama Islam Pendidikan Belum sekolah Anak ke / jumlah 1 (satu) saudara Diagnosa Medis Meningitis Tb 5. IDENTITAS IBU ORANGTUA Tn.I Nama Ny.M Umur 33 tahun 36 tahun Agama Islam Islam Suku bangsa Minang Minang D3 Pendidikan S1 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga wiraswasta Alamat Padang Padang III. RIWAYAT KESEHATAN

AYAH

Pasien datang dengan keluhan demam disertai muntah dan diare selama 3 hari, frekuensi 3-4 kali, konsistensi encer. Bayi mengalami kejang pada sebagian tubuh, frekuensi 1x lamanya 3 jam dan penurunan kesadaran setelah kejang. 1. Riwayat Kesehatan Sekarang Saat pengkajian pada tanggal 25 Mei 2017 pukul 16.00 WIB dengan hari rawatan ke-47, bayi tampak spastik, otot kaku, kelopak mata sebelah kiri tidak simetris, Ibu mengatakan anak demam, badan teraba panas, gelisah dan bayi hanya mampu merintih. 2. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan dahulu pada By.F adalah pernah di rawat di klinik selama 8 hari dengan diare dan memiliki riwayat Post VP-shunting 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Paman dari By.F memiliki riwayat kejang tanpa demam, kakek menderita hipertensi serta ayahnya memiliki riwayat alergi. Orang tua tidak mengetahui apakah anak pernah KELUHAN UTAMA

kontak dengan penderita Tb Paru. d. Prenatal Riwayat gestasi G1P1A0 H1 Pemeriksaan kehamilan  RS/Puskesmas  Bidan  dokter  dll Frekuensi  Teratur  Tidak teratur  Tidak pernah Masalah waktu hamil  Ada, sebutkan............................  Tidak ada Sikap ibu terhadap kehamilan  Positif  Negatif Emosi ibu pada saat hamil  Stabil  Labil Obat-obatan yang digunakan  Ada, sebutkan : tablet fe yang di berikan bidan  Tidak ada Perokok  Ya  Tidak Alkohol  Ya  Tidak e. Intranatal Tanggal persalinan 22 Agustus 2016 BBL / PBL 3500 gr, gr / 51 cm cm Usia gestasi saat lahir 36 mg Tempat persalinan  Rumah Sakit  Puskesmas  Klinik Rumah Penolong persalinan  Dokter  Bidan/Perawat  Paraji Jenis persalinan  spontan  alat  Sectio Caesaria (SC) Penyulit persalinan  ada, sebutkan ibu mengalami partus lama  tidak ada f. Post natal (24 jam) APGAR skor Menit ke-1 = 7 Menit ke-5 = 10 Pemberian Vit K

 Ada



Tidak Koord. reflek hisap dan reflek menelan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Kelainan kongenital

 Baik

 Buruk

 ada  tidak  ada, sebutkan...............................................  tidak ada 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Anggota keluarga pernah sakit  Tidak  Ada, sebutkan siapa dan penyakitnya : ada Paman dari By.F memiliki riwayat kejang tanpa demam, kakek menderita hipertensi serta ayahnya memiliki riwayat alergi. Riwayat penyakit keturunan  Tidak  Ada, sebutkan penyakitnya: hipertensi, ada asma dan kejang tanpa demam. III. RIWAYAT IMUNISASI BCG Simpulan :  DPT 1 2 3  lengkap sesuai usia Polio 1 2 3 4  tidak lengkap Hepatitis B 0 1 2 3 Campak  IV. Lingkungan Ventilasi rumah memadai, sumber air minum air galon, membuang sampah di belakang rumah dan dibakar dan memiliki WC dengan septi tank.

V. PENGKAJIAN KHUSUS A. ANAK 2) Pemeriksaan Fisik a. Kesadaran  CM  Apatis  Soporus  Somnolen  Coma GCS : E4V2M4 Jumlah : 10 Suhu : 38,4 oC RR :28 x/m HR : 92 x/m TD : b. Tanda Vital 160/120mmHg BB : 8,2 kg PB/TB : 70 cm c. Posture d. Kepala Bentuk :  Normal  Makrocepal  Mikrocepal  Hidrocepal Kebersihan :  Bersih  Kotor Lingkar kepala : .45.cm Fontanel anterior :  Ada  tidak Fontanel posterior :  menutup  belum Benjolan :  ada, lokasi..........................ukuran ............  tidak ada Data lain : bekas luka dekubitus pada bagian oksipital e. Mata  Simetris  Tidak simetris  Menonjol Sklera :  ikterik  tidak Konjungtiva :  anemis  tidak Reflek cahaya :  positif  negatif Palbebra :  edema  tidak Pupil :  isokor  anisokor Data lain : mata strabismus f. Hidung Letak :  Simetri  Asimetris Pernapasan cuping hidung :  Ada  Tidak Kebersihan :  Bersih  Kotor Data lain : terpasang NGT dan O2 binasal 2 liter/i g. Mulut Warna bibir, lidah, palatum : .merah muda Gigi : Kebersihan rongga mulut :  bersih  tidak h. Telinga Bentuk :  Simetris  Asimetris Kebersihan :  Bersih  Kotor Posisi puncak pina :  Sejajar kantus mata  Tidak sejajar kantus mata Pemeriksaan pendengaran :  baik  tidak, pada telinga ................ i. Leher Pembesaran kelenjer getah bening :  ada  tidak ada Pemeriksaan Kaku kuduk negatif j. Dada - Toraks Inspeksi : simetris kiri dan kanan Auskultasi : vesikuler Palpasi : fremitus kiri dan kanan sama Perkusi : sonor, - Jantung

k. Abdomen

Inspeksi Auskultasi Palpasi Inspeksi Auskultasi Palpasi

: ictus cordis tidak terlihat : Reguler : Ictus cordis teraba : Simetris, kulit tidak mengkilat : bising usus (+) dan normal : hepar dan limfe tidak teraba

Perkusi

: timpani

Turgor :  Kembali cepat  Lambat  Sangat lambat Kelembaban:  Lembab  Kering Warna:  Merah muda  Pucat Data lain : .terdapat ruam kemerahan di seluruh tubuh m. Ekstremitas Lingkar lengan atas : cm Atas Capillary refill :  < 3 dtk  > 3 dtk Data lain yang ditemukan :. Otot kaku dan mengalami spastik. Terpasang ifus KaEN 1B 18 tts/i n. Ekstremitas Spastik dan ekstensi abnormal. Pemeriksaan babainsky (+), kernig Bawah sign (-) dan Brudzinsky (-) o. Genitalia dan Laki-laki anus Bentuk :  Normal  Tidak Ukuran penis :  Normal  Tidak Testis :  Turun  Belum p. Pemeriksaan 1. Kaku kuduk :  positif  negatif tanda 2. Kernig sign :  positif  negatif rangsangan 3. Brudzinsky sign :  positif  negatif meningeal 4. Refleks babyski :  positif  negatif 2) Kebiasaan sehari-hari g. Nutrisi dan > 6 bl : Makanan yang diberikan : cairan Jenis : Susu Formula Jumlah : .120 cc Frek : 8x/ hari Pola makan :  teratur  tidak teratur Minum : Jenis : air putih Jumlah : 30 cc Frek : 9 Masalah :tidak ada masalah h. Istirahat dan Siang Malam tidur Pola tidur :  teratur  tidak Pola tidur :  teratur  tidak teratur teratur Jumlah jam tidur :.2 jam/hari Jumlah jam tidur 10. jam/hari Masalah :.tidak ada masalah Masalah :tidak ada masalah BAK : Frek 5 kali/hari Jumlah 700 Warna: jernih i. Eliminasi Masalah :tidak ada masalah BAB : Frek 1-2 x/hari Jumlah : 1200 cc Warna: kuning Konsistensi: lunak Masalah :.tidak ada masalah Bayi mengunakan diapers :  ya  tidak Latihan BAK/BAB di toilet :  ya  tidak Frek. Mandi : 1 x/hr Cuci rambut : tidak pernah Sikat j. Personal gigi : tidak dilakukan higiene Masalah : tidak ada masalah k. Aktivitas  sendiri  saudara/teman  dalam rumah  luar bermain rumah l. Rekreasi Pola rekreasi keluarga :  teratur  tidak teratur VI. DATA PENUNJANG Laboratorium Hasil pemeriksaan diagnostik di dapatkan hasil, pada tanggal 17 Mei l. Kulit

2017 Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl, leukosit 5300/mm3 (Normal 600018.000), trombosit 458.000/mm3 (Normal 150.000-400.000), Ht 29 % ( Normal 35-51 %).

Terapi medis

Tanggal 18 Mei 2017 dilakukan pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,55,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97-111). Pemeriksaan Lumbal Pungsi yang di lakukan pada tanggal 11 April 2017 di dapatkan hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif, warna bening, jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl. Terapi pengobatan yang di dapatkan By.F adalah streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, etambutol 3x50 mg, diazepam 3x1,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, metil dopa 3x45 gr, curcuma syrup 3x1/2 sdt, Vit.B6 1x10 mg, urdafalf 3x65 mg, Paracetamol 3x100 mg (IV), , IVFD KaEN 1 B 18 tts/i. Perawat Yang Melakukan Pengkajian

(______Alfinia Yulita________)

Analisa Data No

Data

Etiologi

Masalah

Data subjektif: proses Resiko ibu mengatakan kelopak mata inflamasi di ketidakefektifan bayinya tidak simteris, selaput otak, perfusi jaringan - badan panas, serebral - bayi hanya mampu merintih. Data objektif: - GCS 10 (E4V2M4), - TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i (normal 60-100 x/i) RR 28 x/i dan - CRT < 3 detik, - Hb 10,1 (Normal 14-18) gr/dl. - Pemeriksaan Lumbal Pungsi di dapatkan hasil volume ± 1 cc, kekeruhan negatif (-), warna bening, jumlah sel 10/mm3 dan glukosa 38 mg/dl.

Data subjektif: peningkatan - ibu mengatakan anak demam dan laju gelisah. metabolisme Data objektif: - badan teraba panas, kulit memerah, - TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR 28x/i.

Hipertermi

Data subjektif: kehilangan Resiko - ibu mengatakan anaknya demam cairan secara kekurangan dan tampak gelisah. aktif volume cairan Data objektif: - TD 160/120 mmHg, suhu 38,4 ºC (36,5-37,5 ºC) , nadi 92 x/i, RR 28x/i. - Pemeriksaan elektrolit serum di dapatkan natrium 131 mmol/L (Normal 136-145), kalium 3,5 mmol/L (Normal 3,5-5,1), klorida serum 93 mmol/L (Normal 97111).

2. Diagnosa Keperawatan a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral beruhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak, b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.

3. Intervensi Keperawatn

No

Diagnosa NOC 1.Resiko a. Status sirkulasi ketidakefektifan 1) Tekanan darah perfusi jaringan sistol serebral 2) Tekanan darah berhubungan diastol dengan proses 3) Tekanan nadi inflamasi di 4) PaO2 (tekanan selaput otak parsial oksigen dalam darah arteri) 5) PaCO2 (tekanan parial karbondioksida dalam darah arteri 6) Saturasi oksigen 7) Urine output 8) Capillary refill.

NIC Terapi oksigen 1. Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea 2. Pertahankan jalan napas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi 4. Monitor aliran oksigen 5. Pertahankan posisi pasien 6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi 7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

Manajemen edema serebral 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing, pingsan 2. Monitor tanda-tanda vital b. Status neurologi 1) Kesadaran 3. Monitor karakteristik cairan 2) Fungsi sensorik serebrospinal : warna, dan motorik kejernihan,konsistensi kranial 4. Monitor status pernapasan: 3) Tekanan frekuensi, irama, kedalaman intrakranial pernapasan, PaO2,PaCO2, pH, 4) Ukuran pupil Bicarbonat 5) Pola istirahat- 5. Catat perubahan pasien dalam tidur berespon terhadap stimulus 6) Orientasi kognitif 6. Berikan anti kejang sesuai 7) Aktivitas kejang kebutuhan 8) Sakit kepala. 7. Batasi cairan 8. Dorong keluarga/orang yang penting untuk bicara pada pasien 9. Posisikan tinggi kepala 30o atau lebih. Monitoring peningkatan intrakranial 1. Monitor tekanan perfusi serebral 2. Monitor jumlah, nilai dan karakteristik pengeluaran cairan serebrispinal (CSF) 3. Monitor intake dan output 4. Monitor suhu dan jumlah leukosit 5. Periksa pasien terkait ada

tidaknya gejala kaku kuduk 6. Berikan antibiotik 7. Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari fleksi pinggang yang berlebihan 8. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusi serebral 9. Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK dalam jangkauan tertentu.

2.

Hipertermia a. Termoregulasi berhubungan Kriteria hasil : dengan 1) Merasa peningkatan laju merinding saat metabolisme dingin 2) Berkeringat saat panas Batasan 3) Tingkat karakteristik a. Apnea pernapasan b. Bayi tidak 4) Melaporkan dapat kenyamanan suhu mempertahan 5) Perubahan warna kan menyusu kulit c. Gelisah 6) Sakit kepala d. Hipotensi

Monitor tanda-tanda vital 1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernapasan dengan cepat 2. Monitor kualitas dari nadi 3. Monitor frekuensi dan irama pernapasan 4. Monitor pola pernapasan abnormal (misalnya, cheynestokes, kussmaul, biot,apneustic,ataksia dan bernapas berlebihan) 5. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 6. Monitor adanya cushling triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) 7. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign. Perawatan demam 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainya 2. Monitor warna kulit dan suhu 3. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan cairan yang tak di rasakan 4. Beri obat atau cairan IV 5. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian ringan 6. Dorong konsumsi cairan 7. Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika di perlukan 8. Berikan oksigen yang sesuai

e. Kulit kemerahan f. Kulit terasa hangat g. Latergi h. Kejang i. Koma j. Stupor k. Takikardia l. Takipnea m. Vasodilatasi

9. Tingkatkan sirkulasi udara 10. Mandikan pasien dengan spon hangat dengan hati-hati. Pengaturan suhu 1. monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan 2. monitor dan laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan hipertermia 3. tingkatka intake cairan dan nutrisi adekuat 4. berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.

Manajemen pengobatan 1. Tentukan obat apa yang di perlukan, dan kelola menurut resep dan/atau protokol 2. Monitor efektivitas cara pemberian obat yang sesuai. Manajemen kejang 1. Pertahankan jalan nafas 2. Balikkan badan pasien ke satu sisi 3. Longgarkan pakaian 4. Tetap disisi pasien selama kejang 5. Catat lama kejang 6. Monitor tingkat obat-obatan anti epilepsi dengan benar. 3.

Resiko

a. Keseimbangan cairan kekurangan Kriteria hasil : volume cairan 1) Tekanan darah 2) Keseimbangan berhubungan intake output dalam 24 jam dengan kehilangan 3) Berat badan cairan secara aktif stabil 4) Turgor kulit 5) Kelembaban membran mukosa 6) Serum elektrolit 7) Hematokrit

Manajemen cairan 1. Timbang BB setiap hari dan monitor status pasien 2. Hitung atau timbang popok dengan baik 3. Jaga dan catat intake dan output 4. Monitir status hidrasi 5. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan dengan retensi cairan 6. Monitor status hemodinamik 7. Monitor tanda-tanda vital 8. Berikan terapi IV seperti yang ditentukan

8) Edema perifer 9) Bola mata cekung dan lembek 10) Kehausan 11) Pusing.

9. Berikan cairan dengan tepat 10. Tingkatkan asupan oral 11. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik 12. Berikan produk-produk darah.

b. Dehidrasi Manajemen elektrolit Kriteria hasil : 1. Monitor nilai serum elektrolit 1) Warna urine abnormal keruh 2. Monitor manifestasi 2) Fontanela cekung ketidakseimbangan elektrolit 3) Nadi cepat dan 3. Pertahankan kepatenan akses lambat IV 4) Peningkatan BUN 4. Berikan cairan sesuai resep, jika blood urea diperlukan Nitrogen) 5. Ambil spesimen sesuai order 5) Peningkatan suhu untuk dapat melakukan analisis tubuh. level elektrolit (ABG, urine, dan level serum) dengan tepat 6. Konsultasikan dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan dan/elektrolit menetap atau memburuk 7. Monitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Manajemen muntah 1. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap muntah (obat-obatan dan prosedur) 2. Posisikan untuk mencegah aspirasi 3. Tunggu minimal 30 menit setelah episode mutah sebelum menawarkan cairan kepada pasien 4. Tingkatkan pemberian cairan secara bertahap jika tidak ada muntah yang terjadi selama 30 menit.

4. Implementasi Keperawatan

Hari/tanggal Diagnosa Kamis/ 25 Resiko Mei 2017 ketidakefektifan perfusi jaringan serebral beruhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak,

Implementasi 1. mengatur posisi kepala 30o

arah kebelakang, 2. memberikan O2 2 liter/i dan

memonitor alirannya, 3. mengukur dan memonitor

tanda-tanda vital, 4. menganjurkan keluarga untuk bicara pada pasien, 5. memonitor dan mencatat intake dan output, 6. memberikan terapi obat streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr.

Hipertermi 1. mengukur dan memantau berhubungan dengan TTV pasien, peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan metabolisme suhu, 3. memberikan obat 4. memberikan oksigen binasal 2 liter/i, 5. memonitor suhu setiap 3 jam dan 6. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 7. memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan volume cairan minum sesuai dengan tepat, berhubungan dengan 2. memonitor tanda-tanda vital, kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan secara aktif infus KaEN 1B, 4. memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 5. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Jumat/ 26 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o Mei 2017 ketidakefektifan arah kebelakang, perfusi jaringan 2. memonitor aliran oksigen

Paraf

serebral 3. mengukur dan memonitor beruhubungan tanda-tanda vital, dengan proses 4. menganjurkan keluarga inflamasi di selaput untuk bicara pada pasien, otak, 5. memonitor dan mencatat intake dan output, 6. memberikan terapi obat streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. Hipertermi 1. mengukur dan memantau berhubungan dengan TTV pasien, peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan metabolisme suhu kulit, 3. memonitor suhu setiap 3 jam dan 4. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 5. memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan volume cairan minum sesuai dengan tepat, berhubungan dengan 2. memonitor tanda-tanda vital, kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan secara aktif infus KaEN 1B, 4. memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 5. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Sabtu/ 27 Resiko 1. mengatur posisi kepala 30o Mei 2017 ketidakefektifan arah kebelakang, perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor serebral tanda-tanda vital, beruhubungan 3. menganjurkan keluarga dengan proses untuk bicara pada pasien, inflamasi di selaput 4. memonitor dan mencatat otak, intake dan output, 5. memberikan terapi obat streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg,

Hipertermi 1. berhubungan dengan peningkatan laju 2. metabolisme 3. 4.

5.

Resiko kekurangan 6. volume cairan berhubungan dengan 7. kehilangan cairan 8. secara aktif 9.

etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. mengukur dan memantau TTV pasien, memonitor warna kulit dan suhu, memonitor suhu setiap 3 jam dan melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg memberikan makan dan minum sesuai dengan tepat, memonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi cairan infus KaEN 1B, memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik.

10. 1. dan

Minggu/ 28 Resiko memonitor aliran Mei 2017 ketidakefektifan oksigen, perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor serebral tanda-tanda vital, beruhubungan 3. menganjurkan keluarga dengan proses untuk bicara pada pasien, inflamasi di selaput 4. memonitor dan mencatat otak, intake dan output, 5. memberikan terapi obat streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. Hipertermi 1. mengukur dan memantau berhubungan dengan TTV pasien, peningkatan laju 2. memonitor warna kulit dan metabolisme suhu, 3. memonitor suhu setiap 3 jam dan 4. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha

Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan volume cairan minum sesuai dengan tepat, berhubungan dengan 2. memonitor tanda-tanda vital, kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan secara aktif infus KaEN 1B, 4. memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 5. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Senin/ 29 Resiko 1. mengukur dan memonitor Mei 2017 ketidakefektifan tanda-tanda vital, perfusi jaringan 2. memonitor dan mencatat serebral intake dan output, beruhubungan dengan proses 3. memberikan terapi obat streptomisin 1x340 mg, inflamasi di selaput luminal 2x2,5 mg, phenitoin otak, 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. Hipertermi 1. memonitor warna kulit dan berhubungan dengan suhu, peningkatan laju 2. memberikan oksigen binasal metabolisme 2 liter/i, 3. memonitor suhu setiap 3 jam dan 4. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 5. memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan volume cairan minum sesuai dengan tepat, berhubungan dengan 2. memberikan terapi cairan kehilangan cairan infus KaEN 1B, secara aktif 3. memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 4. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Selasa/ 30 Resiko 1. mengukur dan memonitor Mei 2017 ketidakefektifan tanda-tanda vital, perfusi jaringan 2. menganjurkan keluarga serebral untuk bicara pada pasien,

beruhubungan 3. memonitor dan mencatat dengan proses intake dan output, inflamasi di selaput 4. memberikan terapi obat otak, streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. Hipertermi 1. memonitor warna kulit dan berhubungan dengan suhu, peningkatan laju 2. memberikan obat metabolisme 3. memberikan oksigen binasal 2 liter/i, 4. memonitor suhu setiap 3 jam dan 5. melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha 6. memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg Resiko kekurangan 1. memberikan makan dan volume cairan minum sesuai dengan tepat, berhubungan dengan 2. meonitor tanda-tanda vital, kehilangan cairan 3. memberikan terapi cairan secara aktif infus KaEN 1B, 4. memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. 5. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan. Rabu/ 31 Resiko 1. memberikan O2 2 liter/i dan Mei 2017 ketidakefektifan memonitor alirannya, perfusi jaringan 2. mengukur dan memonitor serebral tanda-tanda vital, beruhubungan 3. memonitor dan mencatat dengan proses intake dan output, inflamasi di selaput 4. memberikan terapi obat otak, streptomisin 1x340 mg, luminal 2x2,5 mg, phenitoin 2x20 mg, nifedipin 3x2,5 mg, diazepam 3x1,5 mg, etambutol 3x50 mg, metil dopa 3x45 gr. 1. memonitor warna kulit dan Hipertermi suhu, berhubungan dengan 2. memberikan oksigen binasal

peningkatan

2 liter/i,

laju

3. memonitor suhu setiap 3 jam

metabolisme

4.

5.

Resiko

kekurangan 1.

volume

cairan

kehilangan

cairan

2. berhubungan dengan 3. 4.

secara aktif 5.

dan melakukan pengompresan air hangat di dahi, ketiak dan lipatan paha memberikan terapi obat Paracetamol 3x100 mg memberikan makan dan minum sesuai dengan tepat, meonitor tanda-tanda vital, memberikan terapi cairan infus KaEN 1B, memotivasi keluarga untuk membantu dalam pemberian makan dengan baik. memonitor respon pasien terhadap terapi elektrolit yang diberikan.

5. Evaluasi Keperawatan Hari/ Diagnosa Evaluasi tanggal Kamis/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami 25 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam. 2017 beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien masih proses inflamasi di demam, terpasang O2 binasal 2 selaput otak, liter/i, aliran oksigen lancar, TD 160/ 120 mmHg, T 38o C, HR 120 x/i, P 28 x/i. A: P: Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

masalah belum teratasi Intervensi dilanjutkan

S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa dengan O: badan teraba panas, kulit memerah, (T laju 37,8), HR 120 x/i, P 28 x/i. A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam volume cairan O: pasien tampak lemah, mukosa bibir berhubungan dengan kering, kulit lembab, turgor baik, kehilangan cairan intake seimbang 1.600 cc/hari.

Paraf

secara aktif

A: Masalah tidak terjadi P: Intervensi dilanjutkan

Jumat/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami 26 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam. 2017 beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien demam, proses inflamasi di ekstremitas ekstensi abnormal, selaput otak, terpasang O2 binasal 2 liter/i, aliran oksigen lancar, T 39,o C, HR 100 x/i, P 25 x/i (Normal < 40x/i). A: masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa dengan O: kulit teraba panas dan memerah, T laju 39,o C, HR 100 x/i, P 25 x/i (Normal < 40x/i).

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif Sabtu/ Resiko ketidakefektifan 27 Mei perfusi jaringan serebral 2017 beruhubungan dengan proses inflamasi di selaput otak,

A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan S: ibu mengatakan anaknya demam O: pasien tampak lemah, mukosa bibir kering, kulit lembab, turgor baik, BAB 1-2x/hari, BAK 5-6x/hari. A: Masalah tidak terjadi P: Intervensi dilanjutkan S: ibu mengatakan anak mengalami penurunan kesadaran dan demam. O: GCS 10 (E4V2M4), pasien masih demam, terpasang O2 binasal 2 liter/i, aliran oksigen lancar, T 38,o C, HR 90 x/i, P 25 x/i A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan

Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa dengan O: badan teraba panas, kulit memerah, (T laju 38,o C, HR 90 x/i, P 25 x/i A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam volume cairan O: turgor kulit kering, mukosa bibir berhubungan dengan kering, Intake 1700 cc, output 1500 cc kehilangan cairan A: Masalah tidak terjadi secara aktif P: Intervensi dilanjutkan Minggu/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan anak mengalami 28 Mei perfusi jaringan serebral penurunan kesadaran dan demam.

2017

beruhubungan dengan O: GCS 10 (E4V2M4), pasien masih proses inflamasi di demam, terpasang O2 binasal 2 selaput otak, liter/i, aliran oksigen lancar, TD 160/ 120 mmHg, T 38o C, HR 120 x/i, P 28 x/i. A: P:

Masalah belum teratasi Intervensi dilanjutkan

Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

S: Ibu mengatakan badan anaknya pansa dengan O: badan teraba panas, kulit memerah, (T laju 37,8), HR 120 x/i, P 28 x/i. A: Masalah belum teratasi P: Intervensi dilanjutkan Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anaknya demam volume cairan O: pasien tampak lemah, mukosa bibir berhubungan dengan kering, kulit lembab, turgor baik, kehilangan cairan intake seimbang secara aktif A: Masalah tidak terjadi P: Intervensi dilanjutkan Senin/ Resiko ketidakefektifan Data subjektif: 29 Mei perfusi jaringan serebral S: ibu mengatakan By.F suaranya sudah 2017 beruhubungan dengan mulai terdengar keras, gerak mulai proses inflamasi di akif, demam naik turun. selaput otak, O: - GCS 12 (E4V3M5), - terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, - intake 1500 cc, output ± 1300 cc, - posisi kepala ditinggikan 15o dan - pemberian antibiotik masih di lanjutkan. A: Masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan. Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

S: ibu mengatakan anak masih demam dengan dan badan teraba panas. laju O: - kulit memerah dan teraba panas, - T 39o c, P 25x/i. A: Masalah belum teratasi P: intervensi masih dilanjutkan Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anak masih demam. volume cairan O: - badan By.F teraba panas, berhubungan dengan - turgor kulit baik dan lembab, kehilangan cairan - mukosa bibir lembab, secara aktif - TD 140/100, - intake dan output seimbang ± 1500 cc.

A: Masalah tidak terjadi P: intervensi dilanjutkan Selasa/ Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan By.F anak hanya 30 Mei perfusi jaringan serebral merintih, gerak mulai akif, demam 2017 beruhubungan dengan naik turun. proses inflamasi di O: - GCS 12 (E4V3M5), selaput otak, - terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, - posisi kepala ditinggikan 15o dan - pemberian antibiotik masih di lanjutkan. A: Masalah belum teratasi P: intervensi dilanjutkan. Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

S: ibu mengatakan anak masih demam dengan dan badan teraba panas. laju O: - kulit memerah dan teraba panas, - T 38o c, P 27x/i. A: Masalah belum teratasi P: intervensi masih dilanjutkan

Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anak masih demam. volume cairan O: - badan By.F teraba panas, berhubungan dengan - turgor kulit baik dan lembab, kehilangan cairan - mukosa bibir kring, secara aktif - TD 140/100, - intake dan output seimbang A: Masalah tidak terjadi P: intervensi dilanjutkan Rabu/ 31 Resiko ketidakefektifan S: ibu mengatakan By.F suaranya sudah Mei perfusi jaringan serebral mulai terdengar keras, gerak mulai 2017 beruhubungan dengan akif, demam naik turun. proses inflamasi di O: - GCS 12 (E4V3M5), selaput otak, - terpasang O2 binasal 2 liter/i dan lancar, - intake 1500 cc, output ± 1300 cc, - posisi kepala ditinggikan 15o dan - pemberian antibiotik masih di lanjutkan. A: Masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan. Hipertermi berhubungan peningkatan metabolisme

S: ibu mengatakan anak masih demam dengan dan badan teraba panas. laju O: - kulit memerah dan teraba panas, - T 39o c, P 25x/i. A: Masalah belum teratasi

P: intervensi masih dilanjutkan Resiko kekurangan S: ibu mengatakan anak masih demam. volume cairan O: - badan By.F teraba panas, berhubungan dengan - turgor kulit baik dan lembab, kehilangan cairan - mukosa bibir lembab, secara aktif - TD 140/100, - intake dan output seimbang ± 1500 cc. A: Masalah tidak terjadi P: intervensi dilanjutkan

Related Documents

Meningitis
December 2019 39
Meningitis
May 2020 26
Meningitis
June 2020 23
Gabungan
June 2020 29

More Documents from ""

Laporan Hasil.docx
May 2020 5
Tulisan Ke 12.docx
May 2020 7
Vertigo
August 2019 34
Soal Jiwa Bibah
October 2019 9