KRITIK SASTRA ILMIAH DAN NON-ILMIAH Makalah ini disusun untuk tugas Mata Kuliah Kritik Sastra Dosen Pengampu: Siswanto, S.Pd., M.A
Oleh Kelompok 2:
Alda Thoriq Ramadhan
(160210402067)
Doni Arie Fambudi
(160210402076)
Khoirul Anam
(160210402089)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER JEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT karena berkat rahmat dan limpahan-Nya penyusun mampu menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas Mata Kuliah Kritik Sastra. Dalam penyusunan makalah, tidak sedikit hambatan yang penyusun hadapi. Namun, penyusun menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan pihak yang terkait, sehingga kendala-kendala yang penyusun hadapi dapat teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang konsep dan sudut pandang mengenai “Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah” disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas. Terima kasih atas bantuan dan arahan dari dosen pembimbing yang memberi bantuan penyusunan makalah ini. Kritik yang membangun dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian agar makalah ini menjadi lebih baik.
Jember, 5 Maret 2019
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii BAB I ...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3
Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3 2.1
Pengertian Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah ...................................... 3
2.2
Perbedaan Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah ...................................... 4
2.3
Kritik Sastra Ilmiah Sebagai Sarana Pemaknaan Sastra .......................... 6
2.4
Bentuk Kritik Sastra Ilmiah ...................................................................... 7
2.5
Contoh Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah ........................................... 8
BAB III ................................................................................................................. 14 PENUTUP ............................................................................................................. 14 3.1
Kesimpulan ............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kritik sastra adalah bagian dari ilmu sastra. Istilah lain yang sering digunakan para pengkaji sastra untuk hal yang sama ialah telaah sastra, kajian sastra, analisis sastra, dan penelitian sastra. Istilah-istilah tersebut digunakan untuk menghindari kata kritik yang terkesan negatif, terkesan menghakimi. Tampaknya masyarakat kita masih belum terbuka hati dengan kata kritik. Menurut H.B Yasin, kata kritik dalam kritik sastra bermakna pertimbangan baik buruknya suatu karya sastra, pertimbangan kelemahan dan keunggulan karya sastra. Melalui kritik sastra, penulis akan mengembangkan dirinya menjadi penulis yang menyadari kelemahan dan sekaligus keunggulan dirinya dalam menghasilkan karya sastra. Di indonesia istilah kritik sastra secara akademis baru dikenal pada sekitar awal abad kedua puluh setelah para sastrawan memperolah pendidikan sastra di negara barat. Tetapi bukan berarti belum pernah terjadi kritikan terhadap karya pujangga pada masa sebelumnya. Dibakarnya syair-syair Nuruddin Ar-Raniri yang memuat ajaran mistik yang bertentangan dengan ajaran agama islam, dilarangnya beredar buku sastra suluk jawa, Kitab Darmagandul dan Suluk Gatoloco, juga karena tidak sesuai dengan ajaran agama islam, serta dilarangnya beredar buku-buku sastra oleh pemerintah karena dianggap bertentangan dengan kepentingan umum dan negara, membuktikan bahwa kegiatan kritik sastra telah pernah ada sebelumnya. Tentunya kegiatan kritik sastra seperti itu tidak dapat digolongkan ke dalam kritikan sastra dalam arti yang sesungguhnya karena tidak berbentuk tulisan dan tidak menggunakan sistematika kritik sastra. 1.2 Rumusan Masalah Masalah-masalah yang akan dikaji dirumuskan sebagai berikut: 1.2.1
Apa pengertian kritik sastra ilmiah dan non-ilmiah?
1.2.2
Bagaimana perbedaan kritik sastra ilmiah dan non-ilmiah?
1.2.3
Bagaimana kritik sastra ilmiah sebagai sarana pemaknaan sastra?
1
1.2.4
Bagaimana bentuk kritik sastra ilmiah?
1.2.5
Bagaimana contoh kritik sastra ilmiah dan non-ilmiah ?
1.3 Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penyusunan makalah adalah: 1.3.1
Dapat mengetahui apa pengertian dari kritik sastra ilmiah dan nonilmiah.
1.3.2
Dapat mengetahui perbedaan antara kritik sastra ilmiah dan nonilmiah.
1.3.3
Dapat mengetahui kritik sastra ilmiah sebagai sarana pemaknaan sastra.
1.3.4
Dapat mengetahui bentuk kritik sastra ilmiah.
1.3.5
Dapat mengetahui contoh kritik sastra ilmiah dan non-ilmiah. .
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah Berdasarkan
kritikusnya,
ragam
penulisan,
dan
bahasa
yang
digunakannya, kritik sastra juga dapat dibedakan menjadi kritik sastra ilmiah dan kritik sastra non ilmiah. Kritik sastra ilmiah adalah kritik sastra yang ditulis oleh para ahli sastra yang pada umumnya para sarjana sastra dengan menggunakan teori dan metode ilmiah. Sementara itu, kritik sastra non ilmiah atau kritik sastrawan ditulis oleh para kritikus sastrawan ataupun umum dengan tidak mempergunakan teori dan metode ilmiah (Pradopo, 1994). Contoh kritik sastra ilmiah, misalnya berupa hasil penelitian para ahli sastra, dapat berupa laporan penelitian yang banyak dikerjakan para peneliti atau dosen sastra di lembaga penelitian atau perguruan tinggi masing-masing, skripsi, tesis, atau disertasi. Sementara itu, kritik sastra non ilmiah biasanya dimuat dalam berbagai majalah dan surat-surat kabar (biasanya edisi Minggu) seperti Kompas, Republika, Bernas, Pikiran Rakyat, yang sering memuat tulisan kritik sastra. Menurut Pradopo (1994), kritik ilmiah ditulis oleh para ahli sastra yang pada umumnya para sarjana sastra lulusan universitas atau IKIP dengan teori dan metode ilmiah. Kritik non ilmiah ditulis oleh para kritikus, sastrawan, ataupun umum dengan tidak mempergunakan metode ilmiah. Kritikus ilmiah memang memiliki bekal linguistik dan kebudayaan umumnya, sehingga pembicaraan mereka juga cenderung bersifat historis dan kultural, di samping cenderung bersifat intrinsik. Sementara itu, kritik non ilmiah, yakni kritik yang dikemukakan melalui media massa, cenderung disesuaikan dengan selera masyarakat umum. Hal itu terjadi karena terbatasnya ruangan (yang disediakan media massa). Kritik non ilmiah juga cenderung memilih pembicaraan selayang pandang tentang aspek tertentu karya sastra. Walaupun demikian, di antara kedua jenis kritik itu tidak ada yang lebih superior daripada yang lainnya. Keduanya tetap dibutuhkan
3
karena peranannya dalam menumbuhkembangkan kehidupan sastra yang sehat.
2.2 Perbedaan Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah Perbedaan karakteristik antara kritik sastra ilmiah dengan non-non ilmiah, perhatikan ciri-ciri dua jenis kritik tersebut sesuai dengan identifikasi yang dikemukakan oleh Pradopo (1994) berikut ini. A. Kritik sastra ilmiah: 1. Kritikus ilmiah adalah para ahli sastra alumnus universitas atau IKIP. Mereka bekerja sebagai dosen universitas atau IKIP, para peneliti LIPI, peneliti di Pusat Bahasa dan Balai Penelitian Bahasa. 2. Kritik ilmiah berupa skripsi, tesis, disertasi, makalah ilmiah, pidato ilmiah, dan penelitian ilmiah, yang semuanya itu berupa pembahasan karya sastra yang konkret dengan teori dan metode ilmiah. 3. Kritik ilmiah mempergunakan TPI (Teknik Penulisan Ilmiah) tertentu. Biasanya kritik ilmiah mempergunakan atau mengikuti buku petunjuk tertentu, dari penomoran bab-bab, pembuatan catatan, penunjukan referensi, sampai dengan penulisan buku, nama pengarang, dan pembuatan daftar pustaka. 4. Kritik ilmiah mempergunakan sistematika ilmiah, misalnya dalam penyusunan urutan bab, subbab, dan pasal-pasal secara berjenjang. 5. Dalam kritik ilmiah, teori dan metode sastra yang menjadi dasar kritik (analisis) dinyatakan secara eksplisit, dinyatakan atau diuraikan secara jelas.
Organisasi
pemikiran,
pendapat-pendapat
orang
sebagai
penunjang argumentasi, datadata untuk argumentasi semuanya dieksplisitkan dan dipertanggungjawabkan. 6. Kritik sastra ilmiah mempergunakan penunjukan referensi secara akurat: pengarang, nama buku, tahun terbit, penerbitnya, sampai kepada halamannya dinyatakan secara eksplisit. 7. Pada umumnya kritik ilmiah berorientasi sastra objektif, memusatkan perhatian pada karya sastranya sendiri yang dianalisis struktur dalamnya. Jadi, tipe kritiknya pada umumnya kritik objektif. Kalau 4
berorientasi mimetik seperti kritik sastra berdasarkan sosiologi sastra, maka syarat-syarat keilmiahan lain dipenuhi. 8. Metode kritik sastra ilmiah adalah metode deduktif dan induktif. 9. Kritik sastra ilmiah bersifat analitik, yaitu menganalisis sastra secara merenik (mendetil). 10. Dalam kritik ilmiah dicantumkan daftar pustaka yang dipergunakan sebagai sumber penunjukan pendapat dan teori yang dipergunakan sebagai pertanggungjawaban ilmiah. 11. Kritik sastra ilmiah mempergunakan bahasa baku, misalnya di Indonesia mempergunakan bahasa Indonesia baku, bahasa yang baik dan benar secara ilmiah.
B. Kritik sastra non ilmiah: 1. Kritik nonilmiah ditulis oleh para kritikus sastrawan atau umum, misalnya wartawan atau ahli pikir yang mempunyai minat sastra seperti Arief Budiman dan Wiratmo Sukito. 2. Kritik nonilmiah berupa artikel atau esai-esai kritik sastra yang disiarkan dalam surat kabar, majalah, buletin, tabloid. Ada juga yang berupa kumpulan esai kritik berupa buku yang pada umumnya esaiesai tersebut pernah disiarkan di media umum. 3. Kritik nonilmiah tidak mempergunakan TPI. 4. Kritik nonilmiah mungkin mempergunakan sistematika, tetapi bukan sistematika penulisan ilmiah. 5. Kritik
nonilmiah
tidak
mengeksplisitkan
teori
sastra
yang
dipergunakan. Kritikus tidak perlu menjabarkan segalanya menjadi eksplisit. 6. Kritik nonilmiah tidak memerlukan penunjukan referensi secara akurat, misalnya, kalau perlu cukup menyebutkan nama buku atau pengarangnya, tanpa tahun dan halamannya. 7. Pada umumnya kritik nonilmiah berorientasi ekspresif, pusat perhatian ditekankan pada sastrawannya: perasaan, pikiran dan “riwayat hidup” yang tercermin dalam karya sastra yang dikritik.
5
8. Kritik nonilmiah tidak mempergunakan metode tertentu atau mungkin juga mempergunakannya, tetapi tidak dieksplisitkan. 9. Pada umumnya tinjauan bersifat impresionistik, hanya hal-hal yang pokok saja yang dikemukakan. Tidak ada analisis sampai merenik. 10. Kritik non ilmiah tidak mencantumkan daftar pustaka. 11. Bahasa yang dipergunakan pada umumnya bukan bahasa (Indonesia) baku atau bahasa yang tidak seluruhnya baku. Walaupun dapat dikatakan bahwa kritik nonilmiah menunjukkan ciriciri dan sifat-sifat kebalikan kritik sastra ilmiah, daftar ciri-ciri tersebut menunjukkan pula persamaan-persamaan tertentu.
2.3 Kritik Sastra Ilmiah Sebagai Sarana Pemaknaan Sastra Menurut Paradopo kritik sastra ilmiah bertujuan menerangkan karya sastra sejelas mungkin untuk dapat mengungkapkan makna karya semaksimal mungkin. Oleh karena itu, digunakan teknik penulisan ilmiah, sistematika ilmiah, dan analisis stuktur ke dalam unsur-unsurnya sampai mendetail. Karya sastra merupakan artefak yang baru mempunyai makna, bila diberi makna oleh pembaca (termasuk kritikus dan peneliti) dalam kerangka semiotik (sistem tanda). Makna sastra berarti semua hal yang membuat karya sastra berharga/ bernilai bagi kehidupan sesuai dengan fungsi yang dikatakan Horace (Wellek dan Werren, 1976: 30), indah, menyenangkan, dan berguna (dulce et utile). Metode ilmiah umum adalah metode deduktif dan induktif. Penggunaan metode deduktif berupa pengeksplisitan teori dan metode yang menjadi dasar dan jalan pencapaian kebenarannya. Berdasar pada teori dan metode itu dianalisis karya sastra. Penggunaa metode induktif berupa analisis dan deskripsi unsur-unsur karya sastra sampai hal yang sekecil-kecilnya dan dijelaskan serta di tafsirkan fungsi tiap-tiap unsur dan hubungannya dengan unsur-unsur lain dan keseluruhannya. Hal ini di sebakan oleh karya sastra itu merupakan suatu kesatuan (Piaget Via Hawkes, 1978: 16). Oleh karena itu, kritik ilmiah bersifat analitik.
6
Jadi tujuan kritik ilmiah adalah pemberian makna sastra semaksimal mungkin. Untuk tujuan itu dipergunakan teori dan metode ilmiah dalam penganalisisan karya sastra, mengingat teori dan metode ilmiah itu bertujuan untuk menerangkan segala sesuatu itu sejelas mungkin, dengan analisis sedetail mungkin.
2.4 Bentuk Kritik Sastra Ilmiah Sebagaimana karya ilmiah pengetahuan yang lain, kritik sastra ilmiah mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah tertentu, misalnya Universits Gajah Mada mempunyai buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Di dalamnya di uraikan hal-hal, petunjuk, metode secara rinci. Oleh karena itu, ktitik sastra ilmiah yang berupa skripsi, tesis, dan disertasi Universitas Gajah Mada mengikuti pedoman yang di berikan buku pedoman itu. Bagaimana bentuk kritik ilmiah sastra sebagai salah satu karya ilmiah misalnya dapat di uaraikan sebagai berikut. Karya ilmiah itu misalnya kritik novel Belenggu karya Armijn Pane dengan mempergunakan teori dan metode strukturalisme-semiotik. Kerangka kritik ilmiah terdiri atas (1) pengantar, (2) analisis berupa penerapan teori dan metode kritik strukturalisme-semiotik, dan (3) kesimpulan, dikuti daftar pustaka. Bab 1 pengantar berisi (a) latar belakang masalah penelitian; diterangkan mengapa di teliti belenggu dan mengapa di gunakan teori dan metode strukturalisme-semiotik, (b) masalah penelitian Belenggu, (c) kerangka teori dan metode strukturalisme-semiotik, (d) tujuan penelitian: tujuan praktis dan teoritis, (e) hipotesis, (i) tinjauan pustaka, (j) populasi dan sempel, dan (h) sistematika penyajian. Bab 2 berisi bahasa novel belenggu yang berupa penerapan teori dan metode strukturalisme-semiotik. Analisis Belenggu ini dapat di bagi-bagi menjadi beberapa bab tergantung pada keperluannya. Bab 3 kesimpula, adalah kesimpulan atas analisis bab 2 yang berdasarkan butir-butir bab 1. Salah satu hal yang sangat penting dalam bab 1 adalah kerangka teori dan metode, yaitu teori dan metode strukturalisme-semiotik. Disitu teori dan
7
metodenya di eksplisitkan, diuraikan secara sistematis dan jelas. Secara ringkas dapat di periksa sebagai berikut. Teori strukturalisme adalah teori yang memandang karya satrsa sebagai sebuah struktur. Pengertian struktur ini mengimplisitkan adanya unsur-unsur pembentuk struktur. Unsur-unsur dalam struktur itu saling berkaitan dengan erat (koheren). Tiap unsur hanya mempunyai
makna dalam kaitannya dengan unsur-unsur lain dan
keseluruhannya (Hawkes, 1978: 17-18).
2.5 Contoh Kritik Sastra Ilmiah dan Non-Ilmiah
1. Contoh kritik sastra non-ilmiah: NH. Dini, “HATI YANG DAMAI” Oleh: Jakob Sumardjo Novel Dini ini pernah terbit pada tahun 1961. Yang sekarang adalah cetakan kedua (Pustaka Jaya, 1976). Alasan cetakan ulangnya ini mungkin nama Dini sekarang melambung kembali dengan novel besarnya Pada Sebuah Kapal dan La Barka. Malah menurut berita penerbit Pustaka Jaya itu, sebentar lagi kita akan disuguhi novel-novel Dini yang lain, yaitu Namaku Hiroko, Keberangkatan, dan Sebuah Lorong di Kotaku. Dengan demikian, hadirnya novel kecil ini (setebal 68 halaman) adalah dalam rangka melengkapi karya Dini dalam bentuk novel. Tema novel ini adalah penyelewengan seorang istri. Setting-nya: penghidupan sebuah keluarga penerbang. Gaya berceritanya: naratif oleh orang pertama (“aku”) seperti novel-novel Dini yang akhir-akhir ini terbit di Pustaka Jaya. Imajinasinya yang kaya dalam bentuk realisme. Dengan catatan ini kita bisa menebak macam apa cerita yang disuguhkan novelis wanita kita yang terkemuka ini. Memang sepintas nampaknya seperti novel ringan yang biasa disajikan oleh majalah-majalah hiburan. Karena kecenderungan yang memudahkan persoalan hidup. Dalam jenis cerita hiburan ini seorang istri yang tidak setia selalu ditempatkan pada kondisi yang memungkinkannya. Selalu kita dapatkan bahwa si istri ternyata bersuamikan pelaut, atau si suami
8
sibuk mengurus pekerjaan, atau si suami impoten. Suatu dasar yang dengan mudah dicerna logika. Yang sebenarnya sudah bukan merupakan persoalan lagi bagi siapa pun. Begitu pula novel Dini yang mula-mula ini. Kecenderungan tidak setia seorang istri penerbang yang pada waktu itu sedang sibuk dibebani tugas berperang di “Barat” (istilah dalam novel ini yang dimaksud adalah Sumatra Barat pada masa PRRI). Suatu setting kehidupan yang nyaris bersifat pop. Tetapi tidak demikian. Ada hal-hal lain yang membuat cerita novel ini agak istimewa, memiliki keunikan persoalan yang mengejutkan. Dan akhirnya dikunci dengan kesadaran seorang istri yang tak setia di luar dugaan kita. Inilah nilai sastra novel ini. Plot cerita yang didasarkan pada penukikan psikologi tokoh-tokohnya. Dan dari sana digali titik tolak perbuatanperbuatan manusia yang bisa dialami siapa saja. Yang diceritakan Dini adalah kita sendiri, persoalan cerita dapat menjadi persoalan kita sendiri. Cerita dimulai dengan pertemuan antara tokoh utama cerita ini, yaitu Dati, dengan “bekas” jantung hatinya di kala remaja, Sidik, di lapangan terbang. Dati masih “bergetar” juga pada Sidik ini, meskipun ia telah bersuami penerbang dan beranak dua. Inilah dasar yang menerangkan mengapa si istri ini nanti berbuat “tidak setia” pada suami. Secara jelas dikatakan oleh Dati begini: “Hati perempuanku bertanya, perbuatan dan pikiran apa yang telah membawaku ke tempat ini untuk menemuinya. Dua jam yang lalu sebetulnya aku bisa mengatakan padanya ketika ia meneleponku, bahwa aku tidak bisa datang, bahwa aku mempunyai pekerjaan lain yang mengingatku. Tetapi suatu dorongan yang asing tiba-tiba saja menyebabkan aku berkata: “aku datang,” meskipun ragu. Dan setelah aku menemuinya, aku menemukan pandangan yang itu-itu juga, pandang jauh, pandang yang seakan merindukan sesuatu yang tak terduga oleh “siapa pun” Suatu gambaran hati perempuan yang instingtif. Dan Dini memang banyak berbicara tentang hati perempuan, dan penilaian terhadap perbuatan lelaki. Dati memang pada dasarnya masih mencintai lelaki ini yang dulu ia putuskan hubungannya lantaran sahabat Sidik, Nardi, juga mencintai dirinya. Dati lantas memutuskan hubungan dengan keduanya. Ada tiga korban, kata Dati,
9
yaitu Sidik, Nardi, dan aku sendiri. Dia lantas mencintai Wija seorang siswa penerbang dan akhirnya kawin dengannya. Punya dua anak. Godaan itu datang waktu Wija bertugas berminggu-minggu di front Sumatra. Dan tibatiba Dati menyadari “ketidaksetiaannya” ketika ia menyaksikan korban perang yang jatuh pada tetangganya, dan lebih-lebih karena pesawat Wija dikabarkan jatuh. Dati merasa berkhianat pada suaminya, justru adanya bayangan maut pada si suami. Inilah keistimewaan itu. Dan itu penemuan Dini, yang secara psikologis bisa kita pahami. Tokoh Dati, seperti tokoh-tokoh novelnya yang kemudian (Sri dalam “Pada Sebuah Kapal,” Rina dalam “La Barka”) adalah jenis wanita yang banyak dicintai para lelaki. Dati dihadapkan pada banyak pilihan, dilema, seperti novel-novelnya yang kemudian. Inilah sebabnya cukup ruang bagi Dini untuk menilai setiap watak lelaki. Dan dengan demikian pembaca pria banyak belajar tentang sikap wanita dalam kehidupan ini. Hal ini dimungkinkan oleh gaya bercerita Dini yang naratif dalam bentuk “orang pertama.” Semua kejadian dia ungkapkan menurut seleranya dan sekaligus motif serta penilaiannya. Novel banyak bicara soal sikap hidup. Novel Dini ini memang miskin dengan “action”, tetapi kaya dengan penggambaran sikap jiwa. Bagi mereka yang tertarik pada kehidupan ini akan banyak mengambil manfaat. Tetapi bagi mereka yang membaca hanya untuk mencari “cerita yang mengasyikkan” akan menemui kekecewaan. Begitu pula sentimentalitas tak mungkin ditemukan dalam novel ini. Ia bercerita tentang kematian cukup banyak (kawan-kawan penerbang dan iparnya Asti), tetapi ini dihadapi si pencerita secara rasional dan sikap wanita dewasa. Kematian bukan lagi alat untuk memeras air mata bagi mereka yang emosional. Kalimat-kalimat Dini padat. Ringkas. Tidak selancar novel-novelnya yang kemudian. Meskipun tercapai intensitas yang sama. Dini memang novelis yang hemat dengan kata dan adegan. Ia hanya menuliskan apa yang perlu untuk mencapai efektivitas tinggi. Novel ini kurang bisa dinikmati secara santai. Ia menuntut suatu perhatian yang konsentris. Begitu pula
10
karena kurangnya dramatik, novel lantas nampak terlalu ringkas untuk sebuah cerita yang cukup panjang.
(diambil dari: Jakob Sumardjo, Novel Indonesia Mutakhir: Sebuah Kritik, Yogyakarta: Nurcahaya, 1980, hal. 94-96)
2. Contoh kritik sastra ilmiah:
Nilai-nilai Filosofi Jawa Dalam Cerpen Kecubung Pengasihan Karya Danarto Oleh: Anwar Efendi E. PENELUSURAN ISI CERPEN “KECUBUNG PENGASIHAN” 1. Makna “Kecubung Pengasihan” “Kecubung Pengasihan” merupakan cerpen keempat dalam kumpulan cerpen “GODLOB”. Cerpen tersebut berusaha mengungkap proses yang nyata tentang hakikat persatuan manusia dengan Tuhan (Siti Sundari, dkk., 1985:24). Kata “kecubung” mengacu pada sejenis tumbuhan yang bijinya memabukkan. Selain itu, kata tersebut juga merujuk pada semacam batuan berwarna ungu seperti lembayung yang biasa dipakai sebagai hiasan. Orang Yunani menganggap batuan ini dapat digunakan sebagai penawar racun. Menurut kepercayaan Jawa, kecubung adalah sejenis batuan yang berkhasiat dapat menimbulkan daya tarik atau cinta kasih bagi pemilik atau pemakainya (aji pengasihan). Cerpen “Kecubung Pengasihan”, seperti juga cerpen-cerpen lainnya, diawali dengan paparan tentang peristiwa yang umumnya berwarna gelap. Paparan tentang keadaan kehidupan yang bervariasi, campur-baur antara
11
kebaikan dan keburukan, kecantikan/kejelitaan dan kenistaan, seperti yang terlihat dalam kutipan berikut ini. “Taman bunga itu indah harum semerbak. Banyak orang beristirahat di sana. Orang-orang tua, laki-laki dan perempuan, anak-anak muda yang berpasangan
dan
sendirian,
bocah-bocah
cilik
yang
bermain
kejarkejaran atau tenang duduk-duduk di bangku. Para pensiunan, para pegawai, para buruh, para petani yang habis belanja ke kota dan mau pulang lagi ke desanya, para profesor dan kaum cerdik pandai, para mahasiswa, para seniman yang lusuh, para pedagang…. Yah, semuanya perlu duduk-duduk di taman itu. Tidak perlu menggagas apa yang mau diperbuat ... (hlm. 51). Suasana luar biasa yang membuka cerita-cerita itu tentu saja memaksa kita membayangkan serangkaian peristiwa yang akan terjadi luar biasa pula. Kehadiran tokoh perempuan bunting di tengah-tengah peristiwa semakin menambah “keistimewaan” cerpen ini. Sosok perempuan yang lebih dari sekadar manusia biasa, manusia super yang tidak berdarah berdaging. Menurut Sapardi tahun ..., Danarto sengaja menghadirkan paparan, yang umumnya berwarna gelap sebagai landasan bagi peristiwa-peristiwa berikutnya. Paparan yang membuka cerita sebagai alat untuk memukau pembaca agar terlena dan menerima apa saja yang dikisahkan Danarto.
2. Konsep Waktu, Keseimbangan, dan Kesadaran Diri Dalam dialog awal, pengarang sudah memasukkan nilai ajaran kehidupan yang mendasar, bahwa perjalanan hidup merupakan suatu proses yang selalu berubah. Waktu senantiasa berputar dan berada dalam kebaruan. Segala hal dalam alam semesta terikat bersama daur waktu yang akan terulang terus. “Ah, cuma seperti biasanya saja. Cerita yang itu-itu juga. Hari ini di jalan aku tak menemui kejadian baru,” kata perempuan itu. “Biarlah. Karena tiap hari itu selalu hari baru, maka biarpun ceritamu yang itu-itu juga, tetaplah ia baru,”kata Kamboja (hlm. 53)
12
Setiap peristiwa sebenarnya pernah terjadi sebelumnya dan akan terjadi pula pada masa berikutnya. Dengan demikian ada anggapan bahwa sesuatu yang belum pernah terjadi, selama-lamanya juga tidak akan pernah terjadi. …. …. Penutup Melalui cerpen “Kecubung Pengasihan,” secara jelas Danarto menggambarkan perjalanan kehidupan manusia dalam usaha mencapai kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup menurut pandangan masyarakat Jawa adalah upaya penyatuan dengan Tuhan. Dalam cerpen ini, konsep tampak jelas pada amanat, ajaran, dan perilaku hidup tokoh. Perilaku hidup tokoh dalam menyikapi hubungannya dengan Tuhan, lingkungan, kehidupan dan diri sendiri. Semua itu diarahkan pada satu tujuan hakiki, yaitu proses untuk bersatu dengan Tuhan. Perjalanan seorang manusia untuk bersatu dengan Tuhannya. Perjalanan yang berupa proses perubahan wujud dari yang paling kasar (badan wadhag), menuju wujud yang paling halus, terwujud, adikodrati.
DAFTAR PUSTAKA De jong, S. 1976. Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Danarto. 1978. Godlob: Kumpulan Cerita Pendek. Jakarta: PT Temprint. ....
(diambil dari Diksi, Majalah Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Seni, Edisi 8, Th. III, Mei 1995. Hal. 26-39)
Dengan membandingkan dua kutipan di atas, Anda diharapkan telah memiliki pemahaman yang jelas mengenai hakikat kritik ilmiah, kritik non ilmiah, dan perbedaan dan persamaan di antaranya.
13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Kritik sastra ilmiah merupakan kritik sastra yang ditulis oleh akademisi lulusan sastra universitas atau ikip yang menggunakan teori dan metode ilmiah. Sedangkan, kritik sastra non-ilmiah merupakan kritik sastra yang ditulis oleh para sastrawan yang biasanya dimuat di majalah-majalah atau surat kabar. Menurut Paradopo kritik sastra ilmiah bertujuan menerangkan karya sastra sejelas mungkin untuk dapat mengungkapkan makna karya semaksimal mungkin. Oleh karena itu, digunakan teknik penulisan ilmiah, sistematika ilmiah, dan analisis stuktur ke dalam unsur-unsurnya sampai mendetail. Karya sastra merupakan artefak yang baru mempunyai makna, bila diberi makna oleh pembaca (termasuk kritikus dan peneliti) dalam kerangka semiotik (sistem tanda). Makna sastra berarti semua hal yang membuat karya sastra berharga/ bernilai bagi kehidupan sesuai dengan fungsi yang dikatakan Horace, indah, menyenangkan, dan berguna (dulce et utile). Penulisan kritik sastra ilmiah mengikuti pedoman penulisan karya ilmiah tertentu, misalnya Universits Gajah Mada mempunyai buku pedoman penulisan skripsi, tesis, dan disertasi. Di dalamnya di uraikan hal-hal, petunjuk, metode secara rinci. Oleh karena itu, kritik sastra ilmiah yang berupa skripsi, tesis, dan disertasi Universitas Gajah Mada mengikuti pedoman yang di berikan buku pedoman itu.
14
DAFTAR PUSTAKA
Djoko Pradopo, Rahmat. 2011. PRINSIP-PRINSIP KRITIK SASTRA. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Zulfahnur Z. F. Buku Lingkup Ilmu Sastra: Teori Sastra, Sejarah Sastra, Dan Kritik Sastra, Serta Hubungan Antara Ketiganya. Pengantar kritik sastra. Prof. Dr. Suminto A. Sayuti. file:///F:/PBIN4434-M1.pdf (diakses pada tanggal 5 Maret 2019)
15