Kritis Icu Baru.docx

  • Uploaded by: ChoirunisaSuciRumandani
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kritis Icu Baru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 10,036
  • Pages: 48
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN NY. F DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) DI RUANG ICU RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

Di susun oleh : 1. Annyndhyta

(16006)

2. Chitra Fitrian

(16057)

3. Choirunisa Suci R

(16008)

4. Nadya Suhannisa

(16025)

5. Muh Zainal Abidin

(16022)

6. Puja Dwi Darmayadi

(16078)

7. Siti Balqis Ilyasa

(16041)

8. Widya Damayanti

(16097)

9. Yulia Ningsih Salamah (16098)

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA TAHUN 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkah dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini yang berjudul Asuhan Keperawatan kritis Ny F dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) di Ruang ICU Rumah Sakit Pelni Jakarta. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, tetapi berkat bimbingan dan pengarahan serta bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat di selesaikan. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, Sp.B.,Sp.BTKV(K).,MH Direktur Utama Rumah Sakit Pelni. 2. Achmad Samdani, SKM Ketua Yayasan Samudra Apta. 3. Buntar Handayani, SKp.,M.Kep.,MM Direktur Akademi Keperawatan Pelni Jakarta 4. Isnayati, Ns.S.Kep.M,Kep Dosen pembimbing di Akademi Keperawatn Pelni Jakarta 5. Sri Mulyani, APP.,S.Kep.,MKM Dosen pembimbing di Akademi Keperawatan Pelni Jakarta 6. Ida Haerida,Ns.,S.Kep Kepala urusan di ruang ICU Rumah Sakit Pelni Jakarta sekaligus CI di ruang ICU Rumah Sakit Pelni Jakarta

Akhir kata kami penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan semua yang membaca.

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom distress pernapasan akut (Acute Respiratory Distress Syndrome, ARDS) menggambarkan sindrom klinis kompleks (bukan proses penyakit tunggal) dan emnimbulkan risiko tinggi mortalitas. Diperkirakan bahwa 150.000 kasus ARDS terjadi di Amerika Serikat seriap tahunnya dan tingkat kematian 50-70 persen. Hal ini biasanya berhubungan dengan kegagalan organ multiple (Wahid dan Suprapto, 2013). Pasien yang paling beresiko mengalami ARDS adalah lansia (usia lebih dari 65 tahun) dengan penyakit akut berat ketika datang ke perawatan kritis (misalnya sepsis) atau dengan daktor resiko tambahan seperti gangguan kronis yang ada sebelumnya (Morton, dkk, 2013).

Menurut Wahid dan Suprapto (2013), ARDS dapat terjadi dalam waktu 24 sampai 48 jam dalam cedera atau penyakit akut. Pengalaman pasien sesak napas biasanya dengan cepat pernapasan dangkal, kulit dapat menjadi belang-belang atau biru, organ-organ lain seperti jantung dan otak dapat berfungsi. Pasien ARDS yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU) tanpa perawatan, angka kematiannya setinggi 90 persen. Keberhasilan pengobatan tergantung pada memperlakukan kelainan yang mendasari. Untuk memperbaiki kadar oksigen yang rendah, diberikan terapi oksigen. Beberapa orang mungkin memerlukan bantuan ventilator mekanik untuk membantu pernapasan.

Menurut Perhimpunan Subspesialis Respirologi dan Penyakit Kritis Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (2016), sebuah studi prospektif yang dilakukan oleh AECC, menujukkan bahwa dengan definisi ARDS dan ALI, insidensi penyakit ini yang dilakukan penyesuaian berdasarkan usia mencapai 86,2 dari 100.000 individu-tahun. Insidensi ini terus meningkat seiring dengan pertambahan usia, mencapai 306 per 100.000 individutahun, dalam rentang usia 75 sampai 84 tahun. Dengan data tersebut diperkirakan bahwa lebih dari 190.000 kasus terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat, yang berhubungan dengan 74.500 kematian. Data pada tahun 2016 menunjukkan, dari 50 negara, prevalensi ARDS mencapai 10,4% dari total pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU).

Commented [U1]: Tambahin prevalensi di dunia, asia, Indonesia, jaakrta. Soalnya nemu di buku nya baru di amerika dan saya mager nyari wkwk

Keparahan proses klinis, ketidakpastian hasil, dan ketergantungan pada spectrum lengkap sumber perawatan kritis untuk pengobatan menjadi tantangan bagi tim perawatan kesehatan. Peran penting perawat keperawatan kritis adalah deteksi dini dan pencegahan ARDS. Oleh karena itu, terkait dengan ARDS, penting bagi perawat keperawatan kritis untuk mengetahui factor risiko terjadinya ARDS, alat pengkajian dan protokol, dan strategi pencegahan dalam menangani pasien dengan kasus ARDS.

B. Tujuan penulisan 1. Tujuan umum Penulis ingin mendapatkan pengalaman secara nyata dalam memberikAsuhan Keperawatan pada klien Ny. F dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) di Ruang ICU Rumah Sakit Pelni Jakarta.

2. Tujuan khusus TAMBAHINNN NIH MAGER

C. Ruang lingkup Penulisan makalah ini penulis membatasi dengan menetapkan satu kasus yaitu Asuhan Keperawatan pada klien Ny. F dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) di ruang ICU Rumah Sakit Pelni Jakarta selama 3 hari perawatan dari tanggal 05 Maret 2019 – 07 Maret 2019

D. Metode Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara menggambarkan tentang penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dengan cara mengumpulkan dan mengolah data secara menarik. Kemudian disajikan dalam bentuk narasi. Penulis memperoleh data melalui wawancara dengan teknik studi kasus yaitu mengambil satu kasus ARDS dengan menerapkan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan, data-data statistik berupa data rekam medik, media internet dan catatan keperawatan. Studi kepustakaan yaitu menggunakan beberapa sumber referensi dalam pembuatan makalah.

E. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari 5 BAB yaitu BAB I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, serta Sistematika Penulisan. BAB II Tinjauan Teori terdiri dari Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Penatalaksanaan Medis, Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan. BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi Keperawatan. BAB IV Pembahasan terdiri dari Pengkajian Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan Keperawatan, Pelaksanaan Keperawatan dan Evaluasi Keperawatan. BAB V Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) atau sindrom gawat pernapasan akut adalah penyakit paru berat yang dapat ditimbulkan oleh penyebab langsung atau tidak langsung pada paru. ARDS ditandai dengan kondisi radang inflamasi yang hebat pada jaringan paru yang menyebabkan gangguan pertukaran gas dan hipoksemia dan sering disertai gagal organ multiple (Wahid dan Suprapto, 2013).

Menurut Muttaqin (2009), ARDS juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik. Sindrom ini merupakan sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen di arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanik yang lebih tinggi dari tekanan jalan napas normal.

Menurut Wahid dan Suprapto (2013) yang dikutip dari Tabrani Rab (1996), ARDS identik dengan kerusakan paru yang luas yang ditandai dengan Trias ARDS, yakni perburukan paru yang akut oleh karena infeksi, infiltrasi pada seluruh lapang paru, dan hipoksemia.

ARDS merupakan bentuk gagal napas yang berbeda di tandai dengan hipoksemia berat yang resisten terhadap pengobatan konvensional. ARDS terjadi setelah berbagai penyakit seperti sepsis, aspirasi isi lambung, trauma serius), yang menyebabkan permabilitas dan edema paru nonkardiogenik yang berat (Price, )

Sesuai dengan definisi ARDS, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, antara lain: 1. Kerusakan primer pada paru itu sendiri 2. Kerusakan terjadi selama 24-48 jam pertama 3. Kelainan paru ini bersifat ekstensif, progresif dan bilateral 4. Terjadinya kegagalan pertukaran udara di paru harus berlangsung secara akut dan bermanifestasi sebagai hipoksemia

B. Etiologi ARDS berkembang sebagai akibat kerusakan pada epitel alveolar dan endotel mikrovaskular yang diakibatkan trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung (sudoyo aru). Menurut Wahid dan Suprapto (2013), menghirup isi lambung, paru-paru infeksi, shock, trauma, luka bakar, sepsis paru ekstra, menghirup gas beracun, overdosis dan hampir tenggelam adalah beberapa penyebab ARDS.

Menurut Morton, dkk (2013), faktor resiko untuk ARDS antara lain : 1. Trauma langsung pada paru a. Emboli karena pembekuan darah, lemak, udara atau cairan amnion b. Aspirasi (cairan asam lambung, hamper tenggelam) c. Obstruksi saluran nafas atas d. Trauma paru e. Infeksi paru (TBC, radang paru difus/SARS) f. Inhalasi toksik (contohnya asap rokok yang mengandung kokain, menghisap oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu lama) g. Pneumonitis

2. Trauma tidak langsung a. Sepsis b. Cedera kepala c. Peningkatan tekanan intracranial d. Shock dengan berbagai etiologi e. Hipotermia f. Hipertermia g. Overdosis obat h. Koaguasi intravascular diseminata (disseminated intravascular coagulation, DIC) i. Pankreatitis j. Eklamsia k. Luka bakar l. Trauma nontoraks berat m. Uremia n. Bypass kardiopulmonal o. Tranfusi berulang

C. Patofsiologi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) selalu berhubungan dengan penambahan cairan dalam paru. Sindrom ini merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema paru karena kelainan jantung. Perbedaannya terletak pada tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Dari segi histologis, mula-mula terjadi kerusakan membrane kapiler-alveoli, selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas endothelium kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan terjadinya edema alveoli dan interstisial (Muttaqin, 2008). Selain itu, protein plasma diikuti dengan makrofag, neutrofil, dan beberapa sitokin akan dilepaskan dan terakumulasi dalam alveolus, yang kemudian akan menyebabkan terjadinya dan berlangsungnya proses inflamasi, yang pada akhirnya dapat memperburuk fungsi pertukaran gas yang ada. Pada keadaan ini membrane hialin (hialinisasi) juga terbentuk dalam alveoli (Amin & Purwoto,2007).

Secara lebih terperinci patofisiologi ARDS berjalan melalui 3 fase, yaitu fase eksudatif, fase proliteratif, fase fibrinolitik.

Fase-fase patologi ARDS

1. Fase eksudatif Fase eksudatif merupakan fase pertama yang timbul pada pasien ARDS, muncul lebih kurang 12 hingga 36 jam, atau hingga 7 hari sejak paparan pertama pasien dengan factor risiko. Pada fase ini terjadi kerusakan dari sel endothelial kapiler alveolar dan pneumosit tipe I, mengakibatkan penurunan kemampuan sawar alveolar untuk menahan cairan dan makromolekul. Gambaran histologis berupa eosinofilik padat membrane hialin dan kolaps alveoli. Sel endotel membesar, sambungan interselular melebar dan vesikel pinocytic meningkat, menyebabkan membrane kapiler

terganggu dan mengakibatkan kebocoran kapiler. Pneumosit tipe I juga membesar dengan vacuola sitoplasmik, yang sering terlihat di membrane basal. Lebih lanjut lagi kelainan ini akan mengakibatkan terjadinya edema alveolar yang disebabkan oleh akumulasi sel-sel radang, debris selular, protein plasma, surfaktan alveolar yang rusak, menimbulkan penurunan aerasi dan atelektaksis. Keadaan tersebut kemudian akan diperburuk dengan adanya oklusi mikrovascula dan menyebabkan penurunan dari kemampuan perfusi darah menuju ke daerah ventilasi (Lorrain et al, 2010) Kondisi tersebut di atas akan menyebabkan terjadinya sintas (shunting) interpulmonal dan hipoksemia ataupun pada keadaan lanjut hiperkarbia, disertai dengan peningkatan kerja nafas yang ditandai dengan gejala dispnea, takipnea, atau gagal nafas pada pasien. Secara radiologis, kalainan ronsen thorax yang dapat dijumpai pada fase awal perkembangan ARDS ini, dapat berupa opasitas alveolar dan interstisial yang melibatkan setidaknya dua per tiga dari keseluruhan lapangan paru (Udobi et al, 2003).

2. Fase Proliferatif Fase perkembangan selanjutnya dari ARDS adalah fase proliferative yang terjadi pada hari ke-7 hingga ke-21 dari awal gejala. Fase proliferatif ditandai dengan organisasi eksudat dan fibrosis. Paru-paru yang tetap berat dan solid, dan secara mikroskopik integritas arsitektur paru-paru menjadi lebih kaku, kapiler jaringan rusak dan ada progresifitas penurunan profil kapiler di jaringan. Proliferasi intimal jelas dalam pembuluh darah kecil lebih lanjut mengurangi daerah luminal. Ruang interstisial menjadi nekrosis yang melebar, dan mengisi lumen alveolar dengan leukosit, sel darah merah, fibrin, dan puing-puing sel. Sel alveolus tipe II berkembang dalam upaya untuk menutupi epitel permukaan yang gundul dan berdiferensiasi menjadi sel tipe I. Fibroblas menjadi jelas dalam ruang interstisial dan kemudian di alveolar lumen. Hasil dari proses ini adalah penyempitan ekstrem atau bahkan kolapnya ruang udara. Fibrin dan puing-puing sel digantikan oleh fibril kolagen. Tempat utama fibrosis adalah ruang intra-alveolar, tetapi juga terjadi di dalam interstitium (Levy et al, 2007).

3. Fase Fibrotik (Fibrosis Alveolitis) Fase terakhir dari perkembangan ARDS adalah fase fibrotic yang hanya akan dialami oleh sebagian kecil dari pasien, yakni pada minggu ke-3 atau ke-4 penyakit. Pada fase ini, edema alveolar dan eksudat inflamasi yang terlihat pada fase awal

penyakit akan mengalami perubahan menuju fibrosis duktal dan interstisial yang intensif. Struktural asiner akan mengalami kerusakan yang berat, mengakibatkan terjadinya perubahan mirip emfisema dengan munculnya bula-bula yang besar. Fibroproliferasi intimal juga akan terjadi pada jaringan mikrosirkulasi pulmoner yang pada akhirnya akan menyababkan terjadinya oklusi vaskular yang progresif dan hipertensi pulmoner. Pada akhirnya konsekuensi fisiologis yang muncul dari perubahan perubahan yang terjadi ini adalah adanya peningkatan resiko dari pneumothoraks, reduksi dari komplians paru, dan peningkatan dari ruang mati (dead space) pulmoner (Price & Wilson, 2002). ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing (Farid, 2006).

Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000).

PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat (Farid, 2006)

Komplikasi ARDS apabila tidak segera ditangani antara lain terjadinya superinfeksi bakteri paru berupa bakteri gram negatif (Klebsiella, Pseudomonas, dan Proteus spp) serta bakteri gram positif Staphylococcus aureus yang resisten merupakan penyebab utama meningkatnya mortalitas dan morbiditas akibat ARDS. Tension

pneumothorax juga bisa terjadi akibat pemasangan kateter vena sentral dengan positive pressure ventilation (PPV) serta positive end-expiratory pressure (PEEP). Pasien ARDS yang dirawat dengan bantuan ventilasi mekanis akan mengalami penurunan volume intravaskular serta penekanan curah jantung hingga berakibat penurunan transpor O2 dan kegagalan organ. Lemah, lesu, tak bergairah, seakan di ambang kematian, merupakan gejala umum yang dirasakan pasien ARDS (Farid, 2006).

D. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Oksigenasi dan Teknik Ventilasi Oksigenasi pada pembuluh darah arteri dan pengangkutan oksigen ke jaringan perifer merupakan tujuan utama dari terapi suportif ARDS. Awalnya, diberikan oksigen melalui nasal kanul. Namun, intubasi trakea dan pemberian ventilasi tekanan positif harus dimulai sesegera mungkin jika PaO 2 tidak dapat dipertahankan dengan tambahan oksigen saja. Ventilasi dengan volume tidal yang rendah (6 mL/kg volume tidal) mempunyai angka mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan ventilasi dengan volume tidal yang tinggi (12 mL/kg volume tidal). End-inspiratory plateau pressure dipertahankan pada 25 dan 45 cmH2O. Strategi ventilasi dengan volume tidal yang rendah, seingkali berakibat pada hipoventilasi yang menyebabkan peningkatan PCO2 dan menurunnya pH arteri. Hal tersebut dapat dikatakan masih aman jika pH turun hingga 7.20 selama ventilasi mekanik. Strategi ini dinamakan permissive hypercapnia” yang dapat ditoleransi dengan baik. Sedasi seringkali dibutuhkan untuk mengoptimalkan kenyamanan pasien selama teknik ini.

PEEP dengan level dari 10 sampai 15 cmH2O harus diberikan ketika ventilasi tekanan positif tidak dapat mempertahankan PaO2 lebih dari 55 sampai 60 dengan menggunakan FiO2 0,6 atau kurang dari itu. Efek fisiologis dari PEEP ini adalah sebagai hasil dari:



Redistribusi aliran darah kapiler, yang memperbaiki keseimbangan ventilasiperfusi.



Perekrutan alveolus yang sebelumnya kolaps, dan mencegah kolaps kembali selama ekshalasi. Efek dari perubahan ini adalah perbaikan dari PaO 2, yang akan menurunkan FiO2. Perbaikan fungsi karena PEEP ini membutuhkan waktu sekitar 30 sampai 60 menit, tetapi akan menurun dengan cepat jika PEEP ini dilepas.

PEEP juga mempunyai efek yang kurang baik. Ketika end-expiratory pressure meningkat, mean thoracic pressure juga meningkat, sehingga mempengaruhi aliran darah balik vena. PEEP juga mempunyai efek terhadap fungsi jantung dengan membatasi pengisian atrium dan ventrikel selama fase diastolik.

PEEP lebih dinilai sebagai tata laksana yang bermanfaat pada pasien ARDS. Namun, pemberian PEEP sebagai “profilaksis” tidak efektif untuk mencegah ARDS. Untuk mengenali efek tidak diinginkan dari teknik bantuan ventilasi tersebut, variabel-variabel berikut sebaiknya dilakukan pemantauan. Variabel tersebut adalah fungsi jantung (pulmonary artery dan pulmonary artery wedge pressures), total pengangkutan oksigen arteri (saturasi oksigen, hemoglobin, dan curah jantung), PVO2, dan C[A-V]O2. Level optimal dari PEEP adalah pada level yang rendah, dengan PaO2 antara 55 sampai 60 mmHg, dengan curah jantung yang dapat diterima. Peningkatan PEEP lebih jauh dapat memperbaiki PaO2, tetapi meningkatkan risiko cedera barotrauma dan mengganggu fungsi jantung.

2. Dukungan Nutrisi dan Pencegahan Trombosis Seperti pada pasien lainnya dengan penyakit kritis, dukungan nutrisi harus diperhatikan. Pencegahan terhadap trombosis vena juga harus dilakukan.

Pemberian sedasi dan muscle paralysis agar mempermudah pasien dalam penggunaan ventilator dan meningkatkan penggunaan oksigen. Jika ada perburukan berupa perubahan status hemodinamik, peningkatan peak airway pressure, atau penurunan PaO2, hal tersebut dapat menandakan adanya tension pneumothorax, dan harus segera mendapat penanganan. Evaluasi dengan foto polos toraks setiap hari dan pemeriksaan yang sering untuk menilai suara napas yang tidak simetris harus dilakukan.

3. Managemen Cairan Intravena Keseimbangan cairan pada pasien ARDS harus diatur agar negatif atau netral (jika pasien tidak dalam kondisi syok). Tujuannya adalah menjaga agar tekanan vena sentral < 4 atau tekanan okluasi arteri pulmonalis < 8. Restriksi cairan pada pasien ARDS dinilai dapat menurunkan tekanan mikrovaskular paru, untuk mencegah terbentuknya edema paru.

4. Terapi Farmakologi Jika curah jantung tidak disertai dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah tetapi masih memadai, maka ada tempatnya untuk menggunakan agen farmakologi, seperti agen inotropic, vasodilator, atau keduanya. Secara umum, strategi unuk mencegah edema paru dengan membatasi tekanan pengisian ventrikel dinilai lebih bermanfaat, walaupun keputusannya bersifat individual. Terapi spesifik untuk ARDS belum tersedia. Terapi untuk memblok kaskade inflamasi dengan inhibitor siklo-oksigenase atau inhibitor protease, atau terapi untuk memanipulasi kaskade sitokin dengan anti tumor necrosis factor atau antagonis reseptor IL-1, tidak bermanfaat secara klinis. Pemberian precursor glutation dapat bermanfaat pada pasien dengan cedera paru. Terapi kortikosteroid dalam tata laksana ARDS masih kontroversial. Studi sebelumnya mengatakan bahwa terapi kortikosteroid dosis tinggi tidak dapat mencegah terjadinya ARDS. Beberapa studi setelahnya mengatakan bahwa terapi

kortikosteroid dosis menengah, yakni 0,5 sampai 2,5 mg/kg/hari metilprednisolon dan ekivalennya, yang diberikan pada fase awal fibroproliferatif ARDS, dapat menurunkan angka mortalitas dan meningkatkan angka tanpa ventilator selama beberapa hari. Jika steroid ini digunakan, maka pemberian dilakukan selama 7-10 hari, dengan tapering off. Bukti untuk penggunaan steroid dalam jangka waktu yang lama pada fase ARDS yang lebih lanjut, masih mempunyai bukti yang kurang. Penggunaan antibiotik jika pasien mempunyai penyakit pencetus infeksi (pneumonia atau sepsis) sangat penting. Antibiotik empiris sesuai target infeksi penyerta harus dberikan, setelah dilakukan kultur darah, sputum, atau urin. Jika tidak ada data infeksi, pemberian antibiotik tidak direkomendasikan.

E. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas ARDS bisa terjadi pada semua umur baik anak-anak maupun dewasa. Akan tetapi insiden lebih tinggi pada orang dewasa karena faktor predisposisi (seperti trauma, sepsis, pankreatitis). b. Riwayat Penyakit 1. Dosis terapi obat (narkotik, salisilat, trisiklik, paraquat, metadon, bleomisin). 2. Gangguan hematologi (DIC, transfusi massif, bypass kardiopulmonal). 3. Eklamsia. 4. Luka bakar. 5. Pneumonia (viral, bakterial, jamur, pneumositik karinii). 6. Trauma (emboli lemak, kontusio paru). 7. Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrocarbon). 8. Pnemositis. 9. Cedera kepala. 10. Peningkatan tekanan intrakranial. 11. Pascakardioversi. 12. Pankreatitis. 13. Uremia. c. Pemeriksaan fisik 1. B1 (Breathing-Pernafasan)

Subyektif : Timbul tiba-tiba atau bertahap, kesulitan bernafas. Obyektif : Pernafasan : cepat, mendengkur, dangkal. Peningkatan kerja nafas: penggunaan otot aksesori pernafasan (retraksi intercostal atau substernal), pelebaran nasal, memerlukan konsentrasi tinggi. Bunyi nafas : pada awal normal. Krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi nafas bronkial. Perkusi dada : bunyi pekak diatas area konsolidasi. Ekspansi dada menurun atau tak sama. Sputum sedikit, berbusa. Pucat atau sianosis. 2. B2 (Blood-Kardiovaskuler) Subyektif : Fenomena embolik (lemak, darah, udara). Obyektif : Tekanan darah dapat normal atau menngkat pada awal. Hipotensi terjadi pada tahap lanjut. Frekuensi jantung : takikardi. Bunyi jantung : normal pada tahap dini. Dapat terjadi disritmia tetapi EKG sering normal. Kulit dan membrane mukosa : pucat, dingin, pada tahap lanjut bisa terjadi sianosis. 3. B3 (Brain-Persarafan) Obyektif : Penurunan mental. 4. B4 (Bladder-Perkemihan) Obyektif : Oliguri. 5. B5 (Bowel-Pencernaan) Subyektif : Kehilangan selera makan, mual. Obyektif : Hilang/berkurangnya bunyi usus. 6. B6 (Bone-Muskuloskeletal) Obyektif : Kekurangan energy /kelelahan. d. Pemeriksaan Penunjang 1.Laboratorium Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis pernapasan. Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik yang dengan atau tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi (Harman, 2011). o

Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat.

o

Seri membedakan gambaran hipoksia (penurunan PaO2 meskipun konsentrasi oksigen inspirasi meningkat).

o Hipokabnea (penurunan kadar CO2) dapat terjadi pada tahap awal sehubungan dengan kompensasi hiperventilasi. o Hiperkabnea (PaCO2 lebih besar dari 50) menunjukkan kegagalan ventilasi. o Alkalosis respiratori (pH > 7,45) dapat terjadi pada tahap dini, tapi asidosis respiratori dapat terjadi pada tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan area mati dan penurunan area ventilasi alveolar. o Asidosis metabolik dapat terjadi pada tahap lanjut sehubungan dengan peningkatan kadar laktat darah akibat dari metabolic anaerob. o Kadar asam laktat : meningkat.

Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang mendasarinya atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut (Harman, 2011). a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat. Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat pada pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel. b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat. c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler atau kolestasis. d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang meningkat dalam serum pasien pada risiko ARDS.

2. Bronkoskopi Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan dianalisis untuk diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan pemeriksaan kuantitatif (Harman, 2011).

3. Sinar X dada

Terlihat pada tahap awal atau dapat menyatakan sedikit normal. Infiltrasi jaringan parut lokasi terpusat pada regio perihiliar paru. Pada tahap lanjut interstitial bilatralipus dan alveolar infiltrate menjadi bukti dan dapat melibatkan semua lobus paru.

2. Diagnosis Keperawatan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekresi dan penurunan gerakan silia. b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksemia refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru. c. Kelebihan volume cairan di paru berhubungan dengan perpindahan protein dan cairan ke alveoli. d. Risiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksia. e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. f. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan selera makan, mual. B. Intervensi 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekresi dan penurunan gerakan silia. a. Batasan karakteristik 1) Mayor : a) Batuk tidak ada/tidak efektif. b) Tidak mampu mengeluarkan sekret di jalan nafas. 2) Minor : a) Jumlah, irama, kedalaman pernafasan tidak normal, b) Suara nafas ronkhi. b. Tujuan : mempertahankan jalan nafas paten c. Kriteria hasil 1) Bunyi nafas vesikuler. 2) Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan. 3) Irama nafas teratur. 4) Frekuensi pernafasan 12-20 x/menit. 5) Kegelisahan, sianosis, dan dispone tidak ada. 6) Saturasi O2 95-100%. d. Rencana tindakan 1) Bantu dengan batuk efektif. 2) Keadekuatan hidrasi (tingkatkan masukan cairan 2/4-3/4 perhari jika tidak dikontraindikasikan pada penyakit ginjal atau penurunan curah jantung). 3) Nebulizer. 4) Lakukan pengisapan (suction) jalan nafas sesuai kebutuhan. 5) Kolaborasi pemberian ekspektoran. Pada batuk kronis. 6) Minimalkan zat-zat yang dapat menimbulkan iritasi pada udara yang dihirup. 7) Usahakan periode istirahat.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksemia refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal/alveolar pada status cedera kapiler paru. a. Batasan karakteristik 1) Mayor : dyspnea 2) Minor : a) Nafas dengan bibir dengan fase ekspirasi yang lama. b) Kacau mental/agitasi. c) Meningkatnya tahanan vascular paru (peningkatan tekanan arteri pulmonal/tekanan ventrikel kanan). d) Penurunan saturasi oksigen. e) Sianosis. b. Tujuan : menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat. c. Kriteria hasil 1) ABG normal (Ph: 7,35 – 7,45 mmHg, pCO2: 35 – 45 mmHg, Po2: 28 – 104 – mmHg, HCO3: < 4,25 mmolP/l) 2) RR: 16 – 24 x/menit. 3) Tidak terdapat penggunaan otot bantu pernafasan. 4) Tidak sianosis. d. Rencana tindakan 1) Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang. 2) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan posisi, pengisapan. 3) Berikan oksigen lembab dengan menggunakan masker. 4) Kolaborasi pemasangan ventilator. 5) Monitor keefektifan tindakan pemasangan ventilator. Amati tanda-tanda hipoksia. 3. Kelebihan volume cairan di paru berhubungan dengan perpindahan protein dan cairan ke alveoli. a. Batasan karakteristik 1) Subyektif: Dispnea 2) Obyektif: a) Bunyi nafas tidak normal (ronkhi basah halus atau ronkhi basah kasar). b) Ansietas. c) Oliguria. d) Kongesti paru. b. Tujuan: menunjukkan keseimbangan cairan. c. Kriteria hasil: 1) Keseimbangan asupan dan haluaran dalam 24 jam. 2) Tidak terdapat bunyi nafas tambahan. 3) BB normal/stabil. 4) BJ urine 1,010 – 1,025. d. Rencana tindakan 1) Awasi vital sign. 2) Timbang BB tiap hari. 3) Observasi intake dan output.

4) Kolaborasi cairan iv dalam observasi ketat, hindari cairan berlebihan. Monitor tanda dan gejala overdehidrasi. 5) Berikan diuretic sesuai dengan keperluan. 4. Risiko perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke serebral. a. Batasan karakteristik 1) Perubahan status mental. 2) Perubahan perilaku. 3) Perubahan respon motorik. 4) Perubahan reaksi pupil. 5) Kelemahan ekstremitas atau kelumpuhan. 6) Ketidaknormalan dalam berbicara. b. Tujuan: peningkatan keadekuatan perfusi serebral. c. Kriteria hasil: 1) TD: systole 100 – 200 mmHg, diastole 60 – 80 mmHg. 2) Berkomunikasi dengan jelas sesuai dengan usia serta kemampuan. 3) Menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi. d. Rencana tindakan: 1) Tinggikan bagian kepala tempat tidur 0-45 derajat, bergantung pada kondisi pasien. 2) Berikan oksigen. 3) Berikan obat yang menyebabkan hipertensi untuk mempertahankan perfusi serebral. 4) Monitor vital sign. 5) Monitor kadar PO2 dan PCO2 serta HB. 6) Monitor perubahan perfusi jaringan serebral. 5. Ririsko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksia. a. Batasan karakteristik 1) Mayor: a) Penurunan atau tidak adanya nadi arterial. b) Perubahan warna kulit. Pucat (arterial), sianosis (vena). c) Perubahan suhu kulit. d) Penurunan tekanan darah. e) Pengisian kapiler > 3 detik. 2) Minor: Perubahan fungsi sensori b. Tujuan: perfusi jaringan perifer adekuat. c. Kriteria hasil: 1) Denyut proksimal dan perifer distal kuat dan simteris. 2) Kulit utuh, tidak ada pucat atau sianosis. 3) Suhu ekstremitas hangat. 4) Pengisian kapiler < 3 detik. d. Rencana tindakan: 1) Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi arteri. 2) Hindari suhu yang ekstrem pada ekstremitas. 3) Berikan oksigen. 4) Monitor vital sign.

5) Monitor kadar PO2 dan PCO2 serta HB. 6) Monitor perubahan perfusi jaringan perifer. 6. Intoleransi aktivitas berubungan dengan kelemahan. a. Batasan karakteristik 1) Mayor: a) Dispena b) Nafas pendek c) Frekuensi nafas meningkat/menurun. d) Nadi: lemah, menurun/meningkat berlebih, perubahan irama. e) Tekanan darah gagal meningkat dengan aktivitas. 2) Minor: a) Kelemahan. b) Kelelahan. c) Pucat atau sianosis. b. Tujuan: melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas. c. Kriteria hasil: 1) Tidak ada dyspnea. 2) Tidak ada kelamahan. 3) Vital sign dalam rentang normal. d. Rencana tindakan 1) Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama fase istirahat, berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjungan selama fase akut. 2) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. 3) Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar, duduk, berdiri, dan ambulasi yang dapat ditoleransi. 4) Simpan obyek yang sering digunakan pada tempat yang mudah dijangkau. 7. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan penurunan selera makan, mual. a. Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi. b. Kriteria hasil: 1) Peningkatan BB progresif. 2) Nilai laboratorium albumin dalam batas normal, HB = 13,5 – 18,0 mg/dl. c. Rencana tindakan 1) Ajarkan pada pasien untuk menghindari penglihatan bau-bau makanan yang digoreng, kopi bubuk. 2) Ajarkan latihan nafas dalam menelan secara teratur untuk menelan pusat muntah. 3) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering (6 kali sehari ditambah makanan ringan). 4) Berikan kesempatan pada klien untuk memilih makanan yang sesuai dengan selera, bila memungkinkan. 5) Instruksikan untuk makan makanan yang asin (bila diizinkan), hindari makanan yang terlalu manis, keras, atau makanan yang digoreng. 6) Coba makanan suplemen yang tersedia di pasaran dalam berbagai bentuk. 7) Kolaborasi pemberian TKTP. 8) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah pasien makan.

9) Timbang berat badan sesuai indikasi.

BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian keperawatan

1. Identitas klien Ny.F usia 71 tahun masuk rumah sakit pelni pada taggal 26 fenruari 2019 di ruang ICU nomer register 073725 dengan diagnose Chronic Obstructive Pulmonary Disiase. Klien jenis kelamin perempuan, sudah menikah, agama klien islam, suku bangsa Sulawesi, bahasa yang di gunakan adalah bahasa Indonesia, pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, alamat rumah jl. Palmerah barat IV No.9 RT 002 RW 001, sumber biaya JKN-BPJS, informasi yang di dapat dari keluarga

2. Resume Ny.F datang ke IGD Rumah Sakit Pelni di antar oleh keluarga pada tanggal 25 februari 2019 pada pukul 22.21 WIB, dengan keluhan sesak nafas sejak sore hari, sesak dirasakan semakin memberat, nyeri dada, batuk sudah 3 hari ada sputum, airway paten, breathing bernafas, circulation nadi teraba saturasi 91%. Dtemukan masalah keperawatan pola nafas tidak efektif, klien di lakukan tindakan keperawatan memeberikan posisi semi fowler, menukur tanda-tanda vital dengan tekanan darah 88/55mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 15x/menit dan suhu 36,0°c dan dilakukan tindakan kolabiratif pemberian obat ventolin dan pulmicort 3x dan ceftriaxone 1x2gr melalui intravena. Klien terpasang infus RL 12jam, termasang drip modor 1mg, klien terpasang ngt dialirkan , terpasang d-catheter, klien terpasang trakeostomi dan cvc. Pada tanggal 26 februari 2019 pukul 11.07 wib klien di pindahkan keruangn ICU dengan keadaan klien lemah, kesadaran composmentis, klien gelisah dan diberikan modor 1mg, klien terpasang OTT langsung sambung ke ventilator dengan mode P-simv 12/12/15/70%.

3. Riwayat keperawatan a. Riwayat kesehatan sekarang

Klien datang dengan keluhan utama badan sesak nafas, factor pencetus aktivitas berlebiham, timbulnya keluahan mendadak, lamanya kurang lebih 5menit , upaya mengatasi dengan dibawa ke IGD Rumah Sakit Pelni. b. Riwayat kesahatan masalalu Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit tuberculosis pada tahun 2015, klien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat,makanan atau lainnya, keluarga klien mengatakan lupa nama obat apa saja yang pernah di konsumsi oleh klien. c. Riwayat kesehatan keluarga (genogram dan keterangan tiga generasi dari klien

keterangan : : Laki-Laki / Perempuan hidup : Laki-Laki / perempuan meninggal ------------

: Tinggal serumah

: Garis pernikahan : Garis keturunan

d. Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang menjadi factor resiko Keluarga klien mengatakan ada keluarga yang menderita penyakit diabetes mellitus e. Riyawat psikososial dan spiritual

Klien mengatakan orang yang terdekat dengan klien adalah anak-anaknya, pola komunikasi dirumah dengan anaknya cukup baik, klien mengatakan pembuat keputusan adalah keluarganya, klien mengatakan mengikuti kegiatan

pengajian

seminggu

2x,

dampak

penyakit

klien

terhadap

keluarga

mengakibatkan anak klien menjadi sedih dan khawatir karena ibunya sakit, hal yang sedang dipikirkan klien saat ini adalah ingin cepat sembuh dan pulang, nilai yang bertentangan dengan sakit klien tidak ada, aktivitas keagamaan klien mengatakan sholat dan mengaji, kondisi lingkungan rumah klien terbuka dan padat penduduk

4. Pengkajian fisik pemeriksaan fisik umum : berat badan saat sakit 60 kg, sebelum sakit 80 kg, tinggi badan 155 cm, keadaan umum sedang, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada.

Sistem penglihatan : sisi mata simetri, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal, konjungtiva anemis, kornea keruh/berkabut, sklera anikterik, pupil anisokor, otot-otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan sedikit kabur, tanda-tanda radang tidak ada, pemakaian kaca mata tidak, pemakaian lensa kontak tidak ada, reaksi terhadap cahaya positif.

Sistem pendengaran : daun telinga normal, karakteristik serumen tidak ada, kondisi telinga tengah normal, cairan dari telinga tidak ada, perasaan penuh ditelinga tidak ada, fungsi pendengaran normal, gangguan keseimbangan tidak, pemakaian alat bantu tidak, system wicara terpasang ETT

Sistem pernafasan : jalan napas ada sumbatan sputum, pernafasan sesak, menggunakan otot bantu pernapasan, frekuensi 23x/menit, irama tidak teratur, jenis pernafasan cheynestoke, kedalaman dangkal, batuk ada produktif,

ada

sputum warne kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada simetris dan tidak ada nyeri tekan, suara nafas ronchi, nyeri saat bernafas tidak, penggunaan alat bantu nafas ventilator

Sistem kardiovaskuler : sirkulasi perifer nadi 80x/menit, irama teratur, denyut lemah, tekanan darah 109/60mmHg, distensi vena jugularis kanan dan kiri tidak ada, temperatur kulit hangat dengan suhu 36,6ºc, warna kulit pucat, pengisian

kapiler 3 detik, edema tidak. Sirkulasi jantung : kecepatan denyut apical 90 x/menit, irama teratur, kelainan bunyi jantung tidak ada, sakit dada tidak.

Sistem hematologi : gangguan hematologi, pucat iya, perdarahan tidak ada, sistem syaraf pusat : keluhan sakit kepala tidak ada, tingkat kesadaran composmentis, Glasgow coma scale (GCS) E : 4 M :6 V : TT, tanda-tanda peningkatan TIK : tidak, tidak ada gangguan system persyarafan, reflek fisiologis normal, reflek patologis tidak.

Sistem pencernaan : keadaan mulut, gigi tidak caries, penggunaan gigi palsu tidak ada, stomatitis tidak ada, lidah kotor tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak, nyeri daerah perut tidak, skala nyeri tidak ada, bising usus 8 x/menit, diare tidak ada, warna feses kuning kecokelatan, konsistensi setengah padat, konstipasi tidak ada, hepar tidak teraba, abdomen lembek, pola kebiasaan bab di rumah 1hari 1kali

Sistem endokrin : pembesaran kelenjar tiroid tidak, nafas berbau keton tidak, poliuri ada, polidipsi ada, poliphagi tidak, luka ganggren tidak ada.

Sistem endokrin : pembesaran kelenjar tiroid tidak, nafas berbau keton tidak, poliuri ada, polidipsi ada, poliphagi tidak, luka ganggren tidak ada.

Sistem urogenital : balance cairan intake enteral 200ml, parenteral 250ml output urine 100, iwl 600ml, intake 450ml dan output 700 ml, BAK warna kuning jernih, distensi/ketegangan kandung kemih tidak ada, keluhan sakit pinggang tidak ada, skala nyeri tidak ada.

Sistem integumen : turgor kulit tidak elastis, temperature kulit hangat, warna kulit pucat, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit pemasangan infuse baik, tidak bengkak dan tidak ada tanda-tanda infeksi, keadaan rambut baik, kebersihan ya.

Sistem muskoluskeletal : kesulitan dalam pergerakan tidak, kelainan bentuk tulang sendi tidak ada, kelainan struktur tulang belakang tidak ada, keadaan tonus otot baik, kekuatan otot : 3333

3333

3333

3333

Data tambahan ( pemahaman tentang penyakit )

5. Data penunjang Hasil pemeriksaan thorax pada tanggal 26 february 2019 Kesan : Kardiomegali TB Paru, destroyed lung kanan

Hasil pemeriksaan labolatorium pada tanggal 4 Maret 2019 Hemoglobin 8,6 g/dl ( 12.0-16.0 ), leukosit 16,70 10^3/UL ( 5.0-10.6), limfosit 15% ( 20-30 ), MXD 13% ( 2-11), Neutrofil 83% ( 50-70 ), trombosit 183 10^3/UL ( 150-450 ), hematocrit 25,5% ( 36-48 ), Eritrosit 2,28 juta/jul (4,5-5.5), MCV 89,3 H ( 82-92 ), MCH 29,9 pg (27-31), MCHC 33,5 g/dl (32-36), PH 7.106 (7.350-7450), PO2 68.1 mmHg (75.0-100.0), PCo2 85.1 mmHg (32.0-45.0) HC03 Actual 26.2 mmol/L (23.0-28.0), Total CO2 Plasma 28.8 mEq/L (24.030.0), BE_ECF -3.4 mEq/L (-2.5-2.5), std HCO3 19.6 mmol/L (23-28), O2 Saturasi 86.5% (80.0-100.0)

6. Penatalaksanaan a. Levofloxasin 1x500mg diberikan pada pagi pukul 07.00 wib b. Meropenem 3x1gr diberikan pada pagi pukul 07.00, siang 13.00, dan sore pukul 17.00 wib c. Ventolin + pulmicort 3x diberikan pada pagi 07.00, siang 11.00 dan sore pukul 16.00 Diiet : M.C 6x100ml @dancow

7. Data focus Data subyektif

Keluarga klien mengatakan klien tampak sesak, ada batuk sudah 3 hari dan ada dahak

Data obyektif Kesadaran klien composmenis, keadaan umum lemah, GCS E :4 M :6 V : TT, Tanda- tanda vital TD 109/60mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,6ºc dan pernapasan 23x/menit, ada sputum produktif, klien beresiko jatoh, klien tampak lemas, berat badan klien 60kg, tingggi badan 155cm, klien tampak pucat, konjumgtiva anemis, klien terpasang NGT, klien terpasang CVC, klien terpasang trakeostomi via ventilator, klien terpasang catheter urine, klien terpasang infus, aktivitas klien di bantu oleh perawat, pemeriksaan labolatorium leukosit 16,70 10^3/UL ( 5.0-10.6), PH 7.106 (7.350-7450), PO2 68.1 mmHg (75.0-100.0), PCo2 85.1 mmHg (32.045.0) HC03 Actual 26.2 mmol/L (23.0-28.0), Total CO2 Plasma 28.8 mEq/L (24.0-30.0), BE_ECF -3.4 mEq/L (-2.5-2.5), std HCO3 19.6 mmol/L (23-28), O2 Saturasi 86.5% (80.0-100.0)

8. Analisa Data NO 1

DATA

MASALAH

ETIOLOGI

Pola nafas tidak

Hiperventilasi

Data subyektif Keluarga

klien

mengatakan

klien tampak sesak, batuk sudah 3 hari dan ada dahaknya

Data obyektif Klien

tampak

pucet,

konjungtiva anemis, batuk ada dahak, hasil pemerilsaan lab AGD PH 7.106 (7.350-7450), PO2 68.1 mmHg (75.0-100.0), PCo2 85.1 mmHg (32.0-45.0) HC03

Actual

26.2

mmol/L

(23.0-28.0), Total CO2 Plasma 28.8

mEq/L

(24.0-30.0),

efektif

BE_ECF -3.4 mEq/L (-2.5-2.5), std HCO3 19.6 mmol/L (23-28), O2 Saturasi 86.5% (80.0-100.0)

2

Data subyektif Data obyektif Klien terpasang CVC, klien

Resiko penyebaran

peningkatakan

terpasang trakeostomi melalui

infeksi

paparan

ventilator, klien terpasang ngt,

lingkungan

klien terpasang infus di tangan

pathogen

sebelah kiri, klien terpasang catheter,

leukosit

16,70

10^3/UL ( 5.0-10.6), 3

Data subyektif Data obyektif

Intoleransi aktivitas

Kelemahan fisik

Klien tamapak lemas, klien beresiko jatoh, aktivitas klien di bantu

oleh

perawat

Tanda-

tanda vital TD 109/60mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,6ºc dan pernapasan 23x/menit B. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi 2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan pathogen 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

C. Perencana, pelaksanaan dan Evaluasi keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi Data subyektif

Keluarga klien mengatakan klien tampak sesak, batuk sudah 3 hari dan ada dahaknya

Data obyektif Klien tampak pucet, konjungtiva anemis, batuk ada dahak, hasil pemerilsaan lab AGD PH 7.106 (7.350-7450), PO2 68.1 mmHg (75.0-100.0), PCo2 85.1 mmHg (32.0-45.0) HC03 Actual 26.2 mmol/L (23.0-28.0), Total CO2 Plasma 28.8 mEq/L (24.0-30.0), BE_ECF -3.4 mEq/L (-2.5-2.5), std HCO3 19.6 mmol/L (2328), O2 Saturasi 86.5% (80.0-100.0)

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif

Kriteria hasil : a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Pola nafas efektif c. Menunjukkan jalan nafas yang paten (irama nafas, frekuensi pernafasan dalam) d. Jalan napas bersih e. Sputum berkurang Rencana tindakan : a. Mengukur tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Berikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fsiotrapi dada jika perlu d. Lakukan suction melalui trakeostomi dan mulut e. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesusah suction f. Berikan bronkodilator pulmicort dan ventolin 3x Pelaksanaan keperawatan Pada tanggal selasa, 5 maret 2019

Pada pukul 14.00 wib melalukan mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 109/60mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 23x/menit dan suhu 36,6°c. pada pukul 15.30 wib membantu klien untuk mika miki dan beri baby oil agar tidak terjai decubitus hasil klien miring kanan dan kiri, tidak ada decubitus. pada pukul 15.45 wib memberikan posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi dengan hasil klien diberi posisi semifowler dan klien tampak rileks. Pada pukul 16.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 104/55mmHg, nadi 112x/menit, pernapasan 23x/menit, suhu 36,8ºc. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 17.00 memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100 cc dan air putih 50cc. 18.30 wib memberikan posisi untuk memaksimalkan vemtilasi hasil klien di beri posisi semi fowler dank lien tamapak rileks. Pada pukul 19.30 wib melakukan cutcion melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 20.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 107/53mmHg, nadi 105x/menit, suhu 36,5°c dan pernapasan 19x/menit. Pada tanggal rabu, 6 maret 2019 pukul 07.00 wib melakukan personaly hygiene memandikan dan oral hygiene hasil klien tampak lebih rapih dan segar, memberikan oabta antibiotic levofloxasin 500mg. pukul 07.15 wib memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort, melalukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 08.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 102/57mmHg, nadi 90x/menit, suhu 37,3ºc, pernapasan 20x/menit. Pukul 08.30 wib melakukan auskultasi suara nafas hasil suara nafas ronchi. Pukul 09.00 wib mengukur tandatanda vital hasil tekanan darah 128/90mmHg, nadi 108x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu 36,6°c. pukul 09.30 membantu aktivitas klien, pukul 10.00 wib melakuakn suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum banyak warna kuning. Pukul 11.00 wib memberikan klien posisi untuk memaksimalkan ventilasi hasil klien diberi posisi semi fowler. Pukul 12.00 wib memberikan makan siang melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 14.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 118/60mmHg, nadi 90x/menit, pernpasan 25x/menit dan suhu 36,6ºc. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul

16.45 wib melakukan fsiotrapi dada. Pukul 17.00 wib memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 18.45 memberikan klien posisi memaksimalkan ventilasi hasil klien di beri posisi semifowler. Pukul 19.45 wib melalkukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,5°c pada tanggal kamis, 7 maret 2019 pukul 07.00 wib melakukan personaly hygiene memandikan dan oral hygiene hasil klien tampak lebih rapih dan segar, memberikan oabta antibiotic levofloxasin 500mg. pukul 07.15 wib melakukan perawatan infus, ngt, cvc dan catheter, mengganti verband trakeostomi. pukul 07.30 wib memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort, melalukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 08.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 98/75mmHg, nadi 85x/menit, suhu 37,2ºc, pernapasan 25x/menit. Pukul 08.30 wib melakukan auskultasi suara nafas hasil suara nafas ronchi. pukul 09.30 membantu aktivitas klien, pukul 10.00 wib melakuakn suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum banyak warna kuning. Pukul 11.00 wib memberikan klien posisi untuk memaksimalkan ventilasi hasil klien diberi posisi semi fowler. Pukul 12.00 wib memberikan makan siang melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 14.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 80/60mmHg, nadi 90x/menit, pernpasan 25x/menit dan suhu 36,0ºc. pukul 15.30 wib Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus hasil klien miring kanan dan kiri dan tidak ada luka decubitus. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 16.45 wib melakukan fsiotrapi dada. Pukul 17.00 wib memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 18.45 memberikan klien posisi memaksimalkan ventilasi hasil klien di beri posisi semifowler. Pukul 19.45 wib melalkukan suction melalui trakeostomi dan mulut. Pukul 20.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,7 Evaluasi keperawatan Tanggal 5 maret 2019 pukul 20.00 wib

Subyektif : Obyektif : keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, klien tampak sesak dan gelisah, GCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator mode PSIMV 16/14/10/50, ttv tekanan darah 107/53mmHg, nadi 105x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu 36,5ºc, sputum kental warna kuning Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi dilanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Berikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fsiotrapi dada jika perlu d. Lakukan suction melalui trakeostomi dan mulut e. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesusah suction f. Berikan bronkodilator pulmicort dan ventolin 3x

Tanggal 6 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : Obyektif : keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, klien tampak sesak dan gelisah, GCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator, ttv tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapasan 23x/menit, suhu 36,5ºc, sputum kental warna kuning Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi di lanjutkan

a. Mengukur tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Berikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fsiotrapi dada jika perlu d. Lakukan suction melalui trakeostomi dan mulut e. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesusah suction f. Berikan bronkodilator pulmicort dan ventolin 3x Pada tanggal 7 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : Obyektif : klien tampak gelisah, keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, klien tampak sesak dan gelisah, GCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator, ttv tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,7°c. sputum kental warna kuning Analisa : tujuan belum tercapai

Perencanaan : intervensi di lanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Berikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi c. Lakukan fsiotrapi dada jika perlu d. Lakukan suction melalui trakeostomi dan mulut e. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesusah suction f. Berikan bronkodilator pulmicort dan ventolin 3x

2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan pathogen Data subyektif Data obyektif

Klien terpasang CVC, klien terpasang trakeostomi melalui ventilator, klien terpasang ngt, klien terpasang infus di tangan sebelah kiri, klien terpasang catheter, leukosit 16,70 10^3/UL ( 5.0-10.6)

Tujuan Setelah dilakukan tindakakn keperawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak ada penyebaran infeksi

Kriteria hasil : a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi b. Jumlah leukosit dalam batas normal c. Menunjukkan kemampuan untuk mengatasi timbulnya infeksi d. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Perencanaan tindakan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Monitor tanda dan gejala infeksi c. Lakukan perawatan ngt, infus dan catheter d. Lakukan ganti verband pemasangan trakeostomi e. Beri obat antibiotic levofloxasin 1x500mg pada pagi pukul 07.00 Pelaksanaan keperawatan Pada tanggal selasa, 5 maret 2019 Pada pukul 14.00 wib melalukan mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 109/60mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 23x/menit dan suhu 36,6°c. pada pukul 15.30 wib membantu klien untuk mika miki dan beri baby oil agar tidak terjai decubitus hasil klien miring kanan dan kiri, tidak ada decubitus. pada pukul 15.45 wib memberikan posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi dengan hasil

klien diberi posisi semifowler dan klien tampak rileks. Pada pukul 16.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 104/55mmHg, nadi 112x/menit, pernapasan 23x/menit, suhu 36,8ºc. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 17.00 memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100 cc dan air putih 50cc. 18.30 wib memberikan posisi untuk memaksimalkan vemtilasi hasil klien di beri posisi semi fowler dan klien tamapak rileks.pada pukul 19.00 wib memonitoring tanda dan gejala infeksi hasil leukosit 18.90. Pada pukul 19.30 wib melakukan cutcion melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 20.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 107/53mmHg, nadi 105x/menit, suhu 36,5°c dan pernapasan 19x/menit. Pada tanggal rabu, 6 maret 2019 pukul 07.00 wib melakukan personaly hygiene memandikan dan oral hygiene hasil klien tampak lebih rapih dan segar, memberikan oabta antibiotic levofloxasin 500mg. pukul 07.15 wib memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort, melalukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 08.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 102/57mmHg, nadi 90x/menit, suhu 37,3ºc, pernapasan 20x/menit. Pukul 08.30 wib melakukan auskultasi suara nafas hasil suara nafas ronchi. Pukul 09.00 wib mengukur tandatanda vital hasil tekanan darah 128/90mmHg, nadi 108x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu 36,6°c. pukul 09.30 membantu aktivitas klien, pukul 10.00 wib melakuakn suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum banyak warna kuning. Pukul 11.00 wib memberikan klien posisi untuk memaksimalkan ventilasi hasil klien diberi posisi semi fowler. Pukul 12.00 wib memberikan makan siang melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 14.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 118/60mmHg, nadi 90x/menit, pernpasan 25x/menit dan suhu 36,6ºc. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 16.45 wib melakukan fsiotrapi dada. Pukul 17.00 wib memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 18.45 memberikan klien posisi memaksimalkan ventilasi hasil klien di beri posisi semifowler. Pukul 19.45

wib melalkukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,5°c pada tanggal kamis, 7 maret 2019 pukul 07.00 wib melakukan personaly hygiene memandikan dan oral hygiene hasil klien tampak lebih rapih dan segar, memberikan oabta antibiotic levofloxasin 500mg. pukul 07.15 wib melakukan perawatan infus, ngt, cvc dan catheter, mengganti verband trakeostomi. pukul 07.30 wib memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort, melalukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 08.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 98/75mmHg, nadi 85x/menit, suhu 37,2ºc, pernapasan 25x/menit. Pukul 08.30 wib melakukan auskultasi suara nafas hasil suara nafas ronchi. pukul 09.30 membantu aktivitas klien, pukul 10.00 wib melakuakn suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum banyak warna kuning. Pukul 11.00 wib memberikan klien posisi untuk memaksimalkan ventilasi hasil klien diberi posisi semi fowler. Pukul 12.00 wib memberikan makan siang melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 14.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 80/60mmHg, nadi 90x/menit, pernpasan 25x/menit dan suhu 36,0ºc. pukul 15.30 wib Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus hasil klien miring kanan dan kiri dan tidak ada luka decubitus. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 16.45 wib melakukan fsiotrapi dada. Pukul 17.00 wib memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 17.30 monitoring tanda dan gejala infeksi hasil klien tidak demam dan tidak ada kemerahan. pukul 18.45 memberikan klien posisi memaksimalkan ventilasi hasil klien di beri posisi semifowler. Pukul 19.45 wib melalkukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,7 evaluasi keperawatan tanggal 5 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : -

Obyektif : keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, GCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator mode PSIMV 16/14/10/50, ttv tekanan darah 107/53mmHg, nadi 105x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu 36,5ºc, leukosit 18.90 Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi dilanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Monitor tanda dan gejala infeksi c. Lakukan perawatan ngt, infus dan catheter d. Lakukan ganti verband pemasangan trakeostomi e. Beri obat antibiotic levofloxasin 1x500mg pada pagi pukul 07.00

Tanggal 6 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : Obyektif : keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, GCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator, ttv tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapasan 23x/menit, suhu 36,5ºc, Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi di lanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Monitor tanda dan gejala infeksi c. Lakukan perawatan ngt, infus dan catheter d. Lakukan ganti verband pemasangan trakeostomi e. Beri obat antibiotic levofloxasin 1x500mg pada pagi pukul 07.00 Pada tanggal 7 maret 2019 pukul 20.00 wib

Subyektif : Obyektif

:

klien

tampak

gelisah,

keadaan

umum

lemah,

kesadaran

composmentisGCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator, ttv tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,7°c. leukosit 15.47 Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi di lanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Monitor tanda dan gejala infeksi c. Lakukan perawatan ngt, infus dan catheter d. Lakukan ganti verband pemasangan trakeostomi e. Beri obat antibiotic levofloxasin 1x500mg pada pagi pukul 07.00

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Data subyektif Data obyektif Klien tamapak lemas, klien beresiko jatoh, aktivitas klien di bantu oleh perawat Tanda- tanda vital TD 109/60mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,6ºc dan pernapasan 23x/menit

Tujuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam diharapkan klien dpt beraktivitas ringan

Kriteria hasil a. Tanda-tanda vital dalam batas normal b. Klien mampu beraktivitas ringan Perencanaan tindakan

a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Membantu adl klien c. Lakukan personal hygiene seperti memandikan dan oral hygiene d. Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus Pelaksanaan keperawatan Pada tanggal selasa, 5 maret 2019 Pada pukul 14.00 wib melalukan mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 109/60mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 23x/menit dan suhu 36,6°c. pada pukul 15.30 wib membantu klien untuk mika miki dan beri baby oil agar tidak terjai decubitus hasil klien miring kanan dan kiri, tidak ada decubitus. pada pukul 15.45 wib memberikan posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi dengan hasil klien diberi posisi semifowler dan klien tampak rileks. Pada pukul 16.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 104/55mmHg, nadi 112x/menit, pernapasan 23x/menit, suhu 36,8ºc. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 17.00 memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100 cc dan air putih 50cc. 18.30 wib memberikan posisi untuk memaksimalkan vemtilasi hasil klien di beri posisi semi fowler dank lien tamapak rileks. Pada pukul 19.30 wib melakukan cutcion melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 20.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 107/53mmHg, nadi 105x/menit, suhu 36,5°c dan pernapasan 19x/menit. Pada tanggal rabu, 6 maret 2019 pukul 07.00 wib melakukan personaly hygiene memandikan dan oral hygiene hasil klien tampak lebih rapih dan segar, memberikan oabta antibiotic levofloxasin 500mg. pukul 07.15 wib memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort, melalukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 08.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 102/57mmHg, nadi 90x/menit, suhu 37,3ºc, pernapasan 20x/menit. Pukul 08.30 wib melakukan auskultasi suara nafas hasil suara nafas ronchi. Pukul 09.00 wib mengukur tanda-

tanda vital hasil tekanan darah 128/90mmHg, nadi 108x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu 36,6°c. pukul 09.30 membantu aktivitas klien, pukul 10.00 wib melakuakn suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum banyak warna kuning. Pukul 11.00 wib memberikan klien posisi untuk memaksimalkan ventilasi hasil klien diberi posisi semi fowler. Pukul 12.00 wib memberikan makan siang melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 14.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 118/60mmHg, nadi 90x/menit, pernpasan 25x/menit dan suhu 36,6ºc. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental warna kuning. Pukul 16.45 wib melakukan fsiotrapi dada. Pukul 17.00 wib memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 18.45 memberikan klien posisi memaksimalkan ventilasi hasil klien di beri posisi semifowler. Pukul 19.45 wib melalkukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,5°c pada tanggal kamis, 7 maret 2019 pukul 07.00 wib melakukan personaly hygiene memandikan dan oral hygiene hasil klien tampak lebih rapih dan segar, memberikan oabta antibiotic levofloxasin 500mg. pukul 07.15 wib melakukan perawatan infus, ngt, cvc dan catheter, mengganti verband trakeostomi. pukul 07.30 wib memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort, melalukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum kental. Pukul 08.00 wib mengukur tanda-tanda vital hasil tekanan darah 98/75mmHg, nadi 85x/menit, suhu 37,2ºc, pernapasan 25x/menit. Pukul 08.30 wib melakukan auskultasi suara nafas hasil suara nafas ronchi. pukul 09.30 membantu aktivitas klien, pukul 10.00 wib melakuakn suction melalui trakeostomi dan mulut hasil sputum banyak warna kuning. Pukul 11.00 wib memberikan klien posisi untuk memaksimalkan ventilasi hasil klien diberi posisi semi fowler. Pukul 12.00 wib memberikan makan siang melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 14.00 wib mengukur tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 80/60mmHg, nadi 90x/menit, pernpasan 25x/menit dan suhu 36,0ºc. pukul 15.30 wib Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus hasil klien miring kanan dan kiri dan tidak ada luka decubitus. pukul 16.25 memberikan obat bronkodilator ventolin dan pulmicort hasil sputum kental

warna kuning. Pukul 16.45 wib melakukan fsiotrapi dada. Pukul 17.00 wib memberikan makan melalui ngt hasil makanan cair 100cc dan air putih 50cc. pukul 18.45 memberikan klien posisi memaksimalkan ventilasi hasil klien di beri posisi semifowler. Pukul 19.45 wib melalkukan suction melalui trakeostomi dan mulut hasil tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,7 evaluasi keperawatan tanggal 5 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : Obyektif : keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, GCS E 4 M 6 V TT , klien beresiko jatuh, aktivitas klien harus di bantu, klien terpasang trakeostomi via ventilator mode PSIMV 16/14/10/50, ttv tekanan darah 107/53mmHg, nadi 105x/menit, pernapasan 25x/menit, suhu 36,5ºc Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi dilanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Membantu adl klien c. Lakukan personal hygiene seperti memandikan dan oral hygiene d. Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus Tanggal 6 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : Obyektif : keadaan umum lemah, kesadaran composmentis, GCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator, ttv tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapasan 23x/menit, suhu 36,5ºc, aktivitas klien masih di bantu, mobilisasi klien mika miki di bantu

Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi di lanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Membantu adl klien c. Lakukan personal hygiene seperti memandikan dan oral hygiene d. Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus

Pada tanggal 7 maret 2019 pukul 20.00 wib Subyektif : Obyektif

:

klien

tampak

gelisah,

keadaan

umum

lemah,

kesadaran

composmentisGCS E 4 M 6 V TT , klien terpasang trakeostomi via ventilator, ttv tekanan darah 98/60mmHg, nadi 85x/menit, pernapaasan 23x/menit, suhu 36,7°c. Analisa : tujuan belum tercapai Perencanaan : intervensi di lanjutkan a. Mengukur tanda-tanda vital sepetri tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan pernafasan pada pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib b. Membantu adl klien c. Lakukan personal hygiene seperti memandikan dan oral hygiene d. Bantu klien melalukakn mika miki dan berikan baby oil agar tidak terjadi decubitus

BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada teori dan kasus yang penulis dapatkan dalam menerapkan asuhan keperawatan pada Ny. F dengan ARDS di ruang ICU rumah sakit pelni Jakarta selama 3 hari pada tanggal 5 maret – 7 maret 2019. Mulai asuhan keperawatan yang terdiri dari 5 tahap proses keperawatan yaitu pengkajian keperawatan, diagnose keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan , dan evaluasi. A. Pengkajian Keperawatan Pada tahap ini pengkajian etiologi yaitu factor dari masa lalu klien pernah mengalami infeksi TBC , klien sesak nafas obstruksi saluran nafas atas Teori dan kasus sesuai. Pemeriksaan diagnostic yang ada pada teori yaitu analisa gas darah, bronkoskopi, sinar x dada. Sedangkan pada pemeriksaan diagnostic antara teori dan kasus yang sesuai yaitu pemeriksaan sinar x dada serta hasil analisa gas darah sehingga tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Penatalaksanaan medis pada teori yaitu oksigenasi dan teknik ventilasi , dukungan nutrisi dan pencegahan thrombosis, managemen cairan. Dan terapi farmakologi menngunakan inotropic, vasodilator sehingga terdapat kesamaan dalam pemberian terapi. B. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang ada pada teori ada 6 sedangkan pada kasus ada 3 diagnosa, diagnose yang sesuai dengan teori yaitu intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan. Sedangkan diagnose keperawatan yang ada pada kasus tetapi tidak ada pada teori yaitu pola nafas tidakefektif berhubungan dengan hiperventilasi penulis mengambil diagnose tersebut karena ditemukan dari hasil laboratorium yang menunjukan hasil AGD Ph 7.106, P02 68,1 mmHg , PCo2 85,1 , HC03 19,6 dan saturasi 86,5%, dan Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan pathogen yang menunjukan klien terpasang CVC, trakeostomi melalui ventilator. sehingga terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

C. Perencanaan Keperawatan Pada Tahap perencanaan penulis membuat perencanaan sesuai dengan teori sesuai dengan kebutuhan pasien, penulis memprioritaskan diagnose keperawatan yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi. Perencanaan antara kasus dan teori sesuai dengan tujuan 3x24 jam diharapkan pola nafas efektif yaitu tanda tanda vital dalam batas normal pukul 05.00, 10.00, 15.00, 20.00 wib ,

berikan posisi untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi dada , lakukan suction melalui trakeostomi dan mulut, auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction, berikan pulmicort dan ventolin 3x1

Diagnose yang kedua yaituResiko penyebaran infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan pathogen tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 3x24 jam diharapkan tidak ada penyebaran infeksi klien bebas dari tanda tanda gejala infeks., kriteria hasil. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal, menunjukan kemampuan mengatasi timbulnya infeksi. Rencana monitor tanda dan gejala infeksi, lakukan perawatan ngrt, infus dan catheter, ganti verbanda pemasangan takeostomi, beri obat antibiotic levofloxasin 1x500 mg pukul 07.00.

Diagnose yang ketiga yaitu intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik tujuan dalam tindakan 3x24 jam diharapkan klien dapat bersktivitas ringan, dengan kriteria hasil ttv dalam batas normal, membantu adl klien, lakukan personal hygine memandikan dan oral ygine.

D. Pelaksanaan Keperawatan Pada tahap pelaksanaan semua dignosa keperawatan dilaksanakan.

E. Evaluasi Keperawatan Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien kasus ARDS selama 3 hari penulis dapat mengevaluasi dari 3 diagnosa keperawatan pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi tujuan belum tercapai, resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan pathogen tujuan tercapai sebagian, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik tujuan tercapai.

Factor pendukung yang penulis dapatkan yaitu adanya acuan kriteria hasil pada tahap perencanaan sehinggan menjadi tolak ukur asuhan keperawatan berhasil atau tidak. Factor penghambat tidak di temukan pada tahap ini.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pengkajian Ny. F usia 71 tahun dengan penyakit chronic obstructive pulmonary yaitu disebabkan oleh factor trauma langsung pada paru, pasien dengan TB dan terpasang trakeostomi serta venitlaor, sehingga menyebbkan sesak berat. Orang yang mengalami ARDS harus dilakukan pemerikasaan AGD, laboratorium, sinar x, bronskoskopi. Penatalaksanaan medis yang diberikan kepada klien adalah levofloxasin pada pagi hari pukul 07.00 , meropenem pada pukul 07.00, 11.00, dan 16.00. dan ventolin + pulmicort. Diagnose utama yang penulis angkat adalah pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi. Pada evaluasi keperawatan pada diagnose keperawatan 1 belum teratasi 1 teratasi sebagian dan 1 teratasi.

B. Saran Berdasarkan kesimpulan diats maka penulis menyarakankan agar: 1. Hendaknya perawat ruyangan dan mahasiswa dapat memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga klien tentang ARDS 2. Diharapkan kelompol dapat meningkatan bekerja sama dengan klien dan keluarga agar mudah dalam meberikan asuhan keperawatan, khususnya mahasiwa harus banhyak belajar dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Diharapkan perawat ruangan dapat menjadi role mode yang baik bagi kami sebagai mahasiswa. 4. Penulis lebih menyelesaikan asuhan keperawatan dengan buku sumber.

DAFTAR PUSTAKA Hurst, Marlene. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Volume 1. Jakarta: EGC Morton, Patricia Gone,. et.al. (2013). Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Volume 1. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Perhimpunan Subspesialis Respirologi dan Penyakit Kritis Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Indonesia. (2016). Konsensus Acute Respiratory Distress Syndrome. Perhimpunan Respirologi Indonesia

Wahid, Abdul dan Imam, Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: Trans Info Medika

48

Related Documents

Kritis Icu Baru.docx
October 2019 25
Kritis Icu Baru-1.docx
October 2019 13
Kritis
October 2019 58
Icu Mpii.docx
December 2019 47
Icu Final
May 2020 12
Icu Logbook
June 2020 9

More Documents from ""

Tbc.docx
October 2019 14
Kritis Icu Baru.docx
October 2019 25
Soal Ukom Vinete (2).docx
December 2019 17
Lengkap Hcu.docx
October 2019 14
Kritis Icu Baru-1.docx
October 2019 13