Pengembangan sekolah di Indonesia mengacu pada tiga konsep yaitu pengembangan manajemen sekolah, pengembangan misi dan visi sekolah, serta pengembangan fasilitas. Arah pengembangan sekolah di Indonesia sebagaimana terangkum dalam Renstra Diknas 20052009 cenderung pada dua hal pokok, yakni pengembangan sekolah bertaraf internasional dan sekolah berbasis keunggulan daerah sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas 2003 pasal 50. Menarik untuk membicarakan pengembangan sekolah di Indonesia dari sisi misi dan visi sekolah karena ranah tersebut mempertentangkan dua hal yang bertolak belakang yaitu sekolah dengan visi dan misi internasional versus sekolah dengan visi dan misi daerah. Yang pertama sangat kental dipengaruhi oleh globalisasi atau internasionalisasi, sedangkan yang kedua muncul karena ide desentralisasi. Menunggu hasil Sejak tahun 2006 bermunculan sekolah-sekolah nasional bertaraf internasional atau lebih dikenal dengan singkatan SNBI. Menurut data Diknas, tahun 2006 terdapat 50 sekolah yang telah bergelar SNBI dan direncanakan berturut-turut pada tahun 2007 dan 2008 naik menjadi 86 dan 120 SNBI. SNBI bukan membangun sekolah baru tetapi mengembangkan sekolah nasional yang sudah mapan dengan mengadopsi kurikulum yang dipakai di beberapa negara maju. Ada beberapa input baru dalam SNBI yang membedakannya dengan sekolah nasional, yaitu penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, ruang kelas ber-AC, TV, fasilitas multimedia, bangkubangku disusun dalam formasi huruf U, serta jumlah siswa sedikit. Karena menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar, otomatis salah satu tes seleksi masuk SNBI adalah tes kemampuan bahasa Inggris seperti TOEFL. Fasilitas sekolah yang modern juga membuat b iaya untuk masuk membengkak. Bagaimana perkembangan dan hasil lulusan siswa-siswa SNBI? Kita masih harus menunggu hingga tahun 2009, sebab sekolah-sekolah model ini baru dijalankan tahun lalu. Pertanyaan yang patut diajukan terhadap lulusan SNBI kelak adalah apakah mereka setara atau melebihi lulusan sekolah negeri dari sudut kemampuan akademik? Berapa persen lulusannya melanjutkan ke perguruan tinggi luar negeri, dan apakah SNBI berhasil mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia atau justru membentuk elitisme baru di dunia pendidikan? Sebagaimana disampaikan beberapa pakar, alasan pengembangan SNBI adalah untuk menaikkan level pendidikan dasar dan menengah di Indonesia setara dengan negara-negara lain di dunia. Dari hasil TIMMS 2003, skor siswa-siswa SMP kelas 2 di bidang matematika berada di bawah rata-rata internasional (urutan ke 38 dari 49 negara peserta). Posisi itu jauh di bawah Malaysia yang berada di urutan 12 atau bahkan Singapura yang berjaya di urutan pertama. Data tersebut jelas menunjukkan kualitas pendidikan kita yang rendah. Karena itu, kebijakan menginternasionalkan pendidikan di Indonesia adalah kebijakan yang salah kaprah, jika melihat kenyataan bahwa persoalan mendasarnya adalah kualitas pengajaran yang rendah. Jika anakanak Indonesia diharapkan dapat setara dengan anak-anak dunia, maka bukan lembaga sekolah yang harus diubah menjadi sekolah internasional, tetapi kemampuan sains, matematika, dan membaca yang menjadi parameter terukur untuk menilai kemampuan siswa-siswa secara internasional-lah yang harus diperbaiki. Perbaikan dapat dilakukan dengan mereduksi dan mereformasi kurikulum agar menjadi panduan belajar mengajar yang mengarah pada kemampuan nalar dan memacu motivasi belajar siswa. Selain itu juga perlu adanya peningkatan kualitas pengajaran melalui pelatihan guru yang intensif, memperbarui fasilitas belajar-mengajar, dan sebagainya.
Untuk mencapai tujuan itu, tidak perlu bahasa Inggris dijadikan sebagai bahasa pengantar, karena bahasa tersebut bukan bahasa yang menjadi pemicu rendahnya kualitas pendidikan kita. Bahasa Indonesia sangat memadai dan akan lebih memudahkan guru. Bahasa hanyalah alat komunikasi untuk mempermudah memahami sesuatu. Karenanya layak dipertimbangkan oleh para pengambil kebijakan, mana yang lebih utama, pemahaman siswa atau keunggulan siswa berbahasa Inggris? Di antara keduanya, mana yang akan berkorelasi positif terhadap prestasi akademik yang menjadi pengukuran TIMMS atau PISA, seandainya kedua event itu dianggap sebagai institusi yang akurat menilai prestasi siswasiswa sedunia? Juga perlu dipikirkan efek samping yang mungkin muncul secara perlahan, yaitu kepunahan bahasa. Pendukung pembangunan Kebijakan sekolah berlevel internasional bertolak belakang dengan sekolah berbasis keunggulan lokal. Bentuk sekolah berbasis keunggulan lokal ini lebih mencerminkan nilai nasionalnya dengan mengembangkan sekolah-sekolah berdasarkan potensi daerah. Sedangkan SNBI cenderung untuk membentuk sekolah yang seragam bahkan sistemnya akan menyerupai model sekolah-sekolah di negara yang menjadi acuannya. Sekolah berbasis keunggulan lokal sangat menarik untuk dikembangkan karena sejalan dengan misi yang dibawa UU otonomi daerah, yang menuntut daerah agar mandiri dan mengembangkan kompetisi positif dalam pembangunan. Sekolah model ini pun dapat menjadi lembaga yang akan mencetak agen-agen pembangunan yang memahami daerahnya. Jika ini berlangsung dengan sukses, maka ungkapan ‘pendidikan harus mendukung pembangunan daerah’ menjadi kenyataan. Hal-hal yang perlu diikuti dalam pengembangan sekolah berbasis keunggulan lokal adalah kurikulum pendidikan. Sebaiknya kurikulum pendidikan di sekolah tersebut merupakan ramuan antara kurikulum nasional dan nilai-nilai daerah. Setiap daerah yang diwakili oleh dewan pendidikan hendaknya memusyawarahkan kembali nilai-nilai budaya, sumber daya alam, potensi, serta pemikiran yang layak dilestarikan melalui jalur pendidikan formal. Misalnya di daerah Jepara yang terkenal dengan ukiran kayu, hendaknya masing-masing sekolah menjadikan keahlian ini sebagai bentuk keahlian wajib bagi murid-muridnya. Bahasa daerah yang semakin lama menjadi asing di telinga kawula muda juga dapat dijadikan sebagai salah satu materi dalam kurikulum lokal. Daerah-daerah yang saat ini sering tertimpa bencana (gempa, banjir) akan lebih baik jika memasukkan pembelajaran tentang bencana dan penanggulangannya di bangku-bangku sekolah. Sekolah-sekolah yang berbasis potensi daerah akan mendapat dukungan masyarakat karena lulusannya dapat bekerja langsung di daerah masing-masing. Namun konsep pengembangan sekolah ini akan menghadapi masalah jika perekonomian di daerah bersangkutan tidak berkembang, sehingga tempat bekerja tidak memadai untuk para lulusan. Problem lain yang juga mungkin muncul adalah persoalan fasilitas belajar tentang budaya daerah, seperti taman budaya, museum, dan sebagainya. Karenanya, pengembangan sekolah harus sejalan dengan kemampuan untuk memacu perekonomian daerah dan pengembangan pelayanan serta fasilitas publik yang lain. Ikhtisar - Program internasionalisasi sekolah perlu dipertimbangkan kembali secara lebih serius. - Melihat trend dunia pendidikan di dunia saat ini, upaya untuk memberi porsi besar muatan lokal pada dunia pendidikan di Indonesia terlihat lebih penting. - Selain berpotensi memberi kontribusi pada pembangunan daerah, penguatan pada muatan lokal
juga bisa menjadi upaya pelestarian budaya lokal. - Lulusan dari tiap-tiap sekolah yang berbobot lokal itu juga bisa dimanfaatkan sebagai tenaga siap kerja di daerah setempat.