Konsep Dasar Penyakit Lp.docx

  • Uploaded by: Meisye Novarista
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Dasar Penyakit Lp.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,366
  • Pages: 9
.

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.

DEFENISI Sindrom

kompartemen,

suatu

keadaan

yang

potensial

menimbulkan kedaruratan adalah peningkatan tekanan interstisial dalam sebuah

ruangan

yang

tertutup, biasanya kompartemen oseofacial ekstremitas yang nonclompli nt, misalnyakompartemen lateral, anterior dan posterior dalam tungkai serta kompartemenvolar superficial dan dalam lengan serta pergelangan tangan.

Peningkatan

tekanandapat

menyebabkan

gangguan

mikrovaskular dan nekrosis jaringan lokal. (Barbara J. Gruendemann dan Billie Fernsebner). Sindrom kompartemen merupakan masalah medis akut setelah cedera pembedahan,di mana peningkatan tekanan (biasanya disebabkan oleh peradangan)di dalam ruang tertutup (kompartemen fasia) di dalam tubuh mengganggu suplaidarah atau lebih dikenal dengan sebutan kenaikan tekanan intra-abdomen. Tanpa pembedahan yang cepat dan tepat, hal ini dapat menyebabkan kerusakan saraf danotot kematian (Arief Muttaqin. 2011). 2.

ETIOLOGI Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbullnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain : a.

Penurunan Volume Kompartemen Kondisi ini disebabkan oleh : 1) Penutupan defek fascia 2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

b.

Peningkatan Tekanan Eksternal 1) Balutan yang terlalu ketat 2) Berbaring di atas lengan

3) Gips c.

Peningkatan Tekanan pada Struktur Komparteman Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain : 1) Pendarahan atau Trauma vaskuler 2) Peningkatan permeabilitas kapiler 3) Penggunaan otot yang berlebihan 4) Luka bakar 5) Operasi 6) Gigitan ular 7) Obstruksi vena Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.

3.

PATOFISIOLOGI Patofisiologi

sindrom

kompartemen

melibatkan

hemostasis

jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia. Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada titik ini, tidak ada yang masuk ke kapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen

yang

diikuti

oleh

meningkatnya

tekanan

dalam

kompartemen. Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra kompartemen, tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan

kerusakan ireversibel komponen tersebut. Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu: a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen b. Theori of critical closing pressure. Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan

tekanan

mural

arteriol

yang

tinggi. Tekanan trans mural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara darah.

patensi aliran

Bila tekanan-tekanan jaringan meningkat atau tekanan arterio

menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan critical closing pressure. Selanjutnya adalah arteriol akan menutup. c. Tipisnya dinding vena Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi kolaps.

tekanan

vena

maka

ia

Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara

akan kontinyu

dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk kembali McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen. Patogenesis dari sindroma kompartemen kronik telah digambarkan oleh Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat terjadi iskemia berulang. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang terus ± menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah.

4. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu : a.

Pain (nyeri) Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketikaada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.

b.

Pallor (pucat) Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.

c.

Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )

d.

Parestesia (rasa kesemutan)

e.

Paralysis Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjutdengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen sindrom. Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas, antara lain : 1) Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olahraga. Biasanya setelah berlari atau beraktivitas selama 20 menit. 2) Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 1530 menit. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

5. KOMPLIKASI Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain : a. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen b. Kontraktur volkan, merupakan kesrusakan otot yang disebabkan oleh terlambat

penanganan

sindrom

kompartemen

sehingga

timbul

deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah. c. Trauma vascular d. Gagal ginjal akut e. Sepsis f. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

6. PENATALAKSANAAN Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi

yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing, masih

diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan kompartemen secara umum meliputi : a. Terapi Medikal/Non Bedah Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi : 1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan keting giankompartemenyang minimal, elevasi dihindari karena dapat me nurunkan aliran darahdan akan lebih memperberat iskemia 2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut kontraiksi dilepas. 3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat mengha mbat perkembangan sindroma kompartemen 4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah 5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretic dan pemakaian manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energy seluler yang normal dan mereduksi selotot yang melalui kemampuan dari radikal bebas

b. Terapi Bedah Fasciotomi Dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya <30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal. makalah sindrom kompartemen Uploaded by HPN-HPN on May 05, 2014 https://www.pdfcoke.com/doc/221972108/makalah-sindrom-kompartemen

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMASANGAN BIDAI

1. Pengertian Pemasangan Bidai Pemasangan bidai adalah memasang alat untuk immobilisasi yang berfungsi untuk mempertahankan kedudukan tulang. 2. Tujuan Pemasangan Bidai a. Mencegah pergerakan tulang yang patah. b. Mencegah bertambahnya perlukaan pada patah tulang. c. Mengurangi rasa sakit. d. Mengistirahatkan daerah patah tulang. 3. Indikasi Pemasangan Bidai a. Patah tulang terbuka atau open fraktur. b. Patah tulang tertutup atau close fraktur. 4. Persiapan a. Alat : 1) Alat pelindung diri 2) Masker. 3) Handscoen. 4) Bidai dengan ukuran sesuai kebutuhan. 5) Verband atau mitella. b. Persiapan Pasien : 1) Diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan. 2) Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan. c. Persiapan Lingkungan : 1) Petugas - Lebih dari satu orang. 5. Cara Kerja atau Pelaksanaan Pemasangan Bidai a. Memberitahukan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. b. Petugas menggunakan masker dan handscoen sebagai alat pelindung diri.

c. Jumlah dan ukuran bidai yanng dipakai disesuaikan dengan lokasi patah tulang. d. Jika terjadi perdarahan, hentikan dulu perdarahan dengan menekan dan mengikat bagian yang luka dengan kain bersih. e. Posisikan tubuh pasien yang akan dipasang spalk pada posisi anatomi. f. Ukur bidai pada 2 sendi. g. Pasang penyanggah tulang yang patah agar patahan tulangnya tidak semakin parah baik menggunakan spalk/bidai, tongkat, kayu, dll yang ringan dan kuat dibalut tapi tidak membuat ikatan atau balutan di bagian yang patah atau terluka. h. Jangan membalut terlalu kuat atau terlalu longgar. i. Mencatat dalam catatan perawat. 6. Hal-hal yang perlu Diperhatikan pada Pemasangan Bidai a. Respons atau keluhan pasien. b. Observasi tekanan darah, nadi dan pernafasan. c. Pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar. d. Observasi vaskularisasi darah distal.

SOP Pemasangan Bidai Uploaded by c10monara on Mar 23, 2016

https://www.pdfcoke.com/doc/305748106/SOP-Pemasangan-Bidai

Related Documents

Konsep Dasar
May 2020 49
Konsep Dasar
November 2019 61
Konsep Dasar
November 2019 71

More Documents from "Communication Management UI"