Konsep Dasar Lansia.docx

  • Uploaded by: Asrori Anwar
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konsep Dasar Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,163
  • Pages: 26
KONSEP DASAR LANSIA

A. DEFINISI LANSIA Lanjut usia (Lansia) merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga meliputi psikologis dan social. Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur 65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai tampaknya ciri-ciri ketuaan. Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75 tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-orang dewasa lanjut yang lebih muda.

B. KARAKTERISTIK LANSIA Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang

kesehatan) 2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan

biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. Karakteristik penyakit yang dijumpai pada

lansia diantaranya: a. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain b. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan c. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan d. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan e. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut f.

Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenic

C. BATASAN UMUR LANSIA Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut: 1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”. 2. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria

berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 6074 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. 3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase

inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. 4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun

atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

D. TIPE LANSIA Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho 2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. 2. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut. 4. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan

melakukan pekerjaan apa saja. 5. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif, dan acuh tak acuh. 6. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen

(ketergantungan),

tipe

defensife

(bertahan),

tipe militan dan

serius,

tipe

pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

E. KLASIFIKASI LANSIA 1. Menurut Departemen Kesehatan RI lansia dibagi sebagai berikut: a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium c. Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) senium

2. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut ini: a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun b. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun c. Usia tua (old) antara 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

3. Menurut pasal 1 Undang-Undang no. 4 tahun 1965: Seseorang dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari, dan menerima nafkah dari orang lain‖ (Santoso, 2009).

F. TEORI PROSES PENUAAN Teori-teori yang mendukung terjadinya proses penuaan, antara lain: teori biologis, teori kejiwaan sosial, teori psikologis, teori kesalahan genetik, dan teori penuaan akibat metabolisme (Santoso, 2009). 1. Teori Biologis Teori biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan

ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang timbul akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedang teori ekstrinsik menjelaskan bahwa penuaan yang terjadi diakibatkan pengaruh lingkungan. a. Teori Genetik Clock Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk

spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu dan akan menghitung mitosis. Jika jam ini berhenti, maka spesies akan meninggal dunia. b. Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe Theory) Penuaan disebabkan oleh

kesalahan yang beruntun dalam jangka waktu yang lama melalui transkripsi dan translasi. Kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan berakibat pada metabolisme yang salah, sehingga mengurangi fungsional sel. c. Teori Autoimun (Auto Immune Theory) Menurut teori ini proses metabolisme

tubuh suatu saat akan memproduksi zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap suatu zat, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. d. Teori Radikal Bebas, Menurut teori ini penuaan disebabkan adanya radikal bebas

dalam tubuh. e. Teori Pemakaian dan Rusak, Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh

lelah (rusak).

f.

Teori Virus, Perlahan-Lahan Menyerang Sistem Sistem Kekebalan Tubuh (Immunology Slow Virus Theory). Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat dari sistem imun yang kurang efektif seiring dengan bertambahnya usia.

g. Teori Stres, Menurut teori ini penuaan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa

digunakan oleh tubuh. h. Teori Rantai Silang, Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai akibat adanya reaksi

kimia sel-sel yang tua atau yang telah usang menghasilkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. i.

Teori Program, Menurut teori ini penuaan terjadi karena kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) Menurut Havigusrst dan Albrecht (1953)

berpendapat bahwa sangat penting bagi lansia untuk tetap beraktifitas dan mencapai kepuasan. b. Teori Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory) Perubahan yang terjadi pada

lansia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki. c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini menyatakan bahwa dengan

bertambahnya usia, seseorang berangsurangsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.

3. Teori Psikologi

Teori-teori psikologi dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi salah satu teori yang ada. Teori tugas perkembangan yang diungkapkan oleh Hanghurst (1972) adalah bahwa setiap tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan persaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini bergantung pada maturasi fisik, penghargaan kultural, masyarakat, nilai aspirasi individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan pendapatan, respon penerimaan adanya kematian pasangan, serta mempertahankan kehidupan yang memuaskan.

4. Teori Kesalahan Genetik

Proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel genetik DNA di mana sel genetik memperbanyak diri sehingga mengakibatkan kesalahan-kesalahan yang berakibat pula pada terhambatnya pembentukan sel berikutnya, sehingga 13 mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel mengalami kematian orang akan tampak menjadi tua.

5. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh

Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition), sehingga mengakibatkan kelainan pada sel karena dianggap sel asing yang membuat hancurnya kekebalan tubuh.

G. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah : beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua, mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).

H. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000) yaitu : 1. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh terjadinya proses

degeneratif yang meliputi :

a. Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya,

serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya intraseluler. b. Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam respon dan

waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan berkurangnya penglihatan, 10 hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya. c. Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada telinga

dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek kolateral seperti komunikasi yang buruk dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan penyimpangan fungsional. d. Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih

terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan, hilangnya daya akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas. e. Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, katup

jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan 11 jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh darah feriver untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, duduk keberdiri bisa mengakibatkan tekanan darah menurun menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.

2. Perubahan mental

Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di anggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross sectional dan logitudional didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori, terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotient) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari factor waktu.

3. Perubahan-perubahan psikososial

Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia akan mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan. Merasakan sadar akan kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka tampaknya masih jauh dank arena itu mereka kurang memikirkan kematian.

4. Perubahan psikologis

Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang di sebut disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan

hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri 13 terhadap lingkungan baru. Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan demensia, biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S.2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC Azwar, A.2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Depkes: Jawa Timur Maryam, S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya .Salemba Medika:Jakarta Nasrul, E.1998.Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.Jakarta:EGC Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta Nugroho, W.2000.Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. EGC. Jakarta

KONSEP HIPERTENSI PADA LANSIA

A. Pengertian Hipertensi Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap. Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Stockslager , 2008). Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

B. Klasifikasi Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1999) : a.

Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.

b.

Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : a.

Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya

b.

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Tingkat hipertensi dan anjuran kontrol (Joint National Commitle, U.S 1992)

Tigkat

Tekanan sistolik (mmHg)

Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV

140-159 160-179 180-209 210 satau lebih

Tekanan diastolik (mmHg) 90-99 100-109 110-119 120 atau lebuh

Jadwal kontrol

1 bulan sekali 1 minggu sekali Dirawat RS

C. Etiologi Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada : 

Elastisitas dinding aorta menurun



Katub jantung menebal dan menjadi kaku



Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.



Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenase.



Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1.

Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

2.

Ciri perseorangan Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: 

Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )



Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )



Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )



Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah : a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr) b. Kegemukan atau makan berlebihan c. Stress d. Merokok e. Minum alcohol f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ) Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

D. Patofisiologi Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan

kekakuan

arteri

brachialis

sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

sehingga

tidak

dikompresi

oleh

cuff

E. Pathway

F. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : a. Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. b. Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

G. Pemeriksaan Penunjang a. Hemoglobin / hematokrit Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. b. BUN Memberikan informasi tentang perfusi ginjal Glukosa Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi) c. Kalium serum Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik. d. Kalsium serum Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi e. Kolesterol dan trigliserid serum Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

f. Pemeriksaan tiroid Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi g. Kadar aldosteron urin/serum Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ) h. Urinalisa Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes. i. Asam urat Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi j. Steroid urin Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme k. IVP Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter

l. Foto dada Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung m. CT scan n. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati o. EKG Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

H. Penatalaksanaan Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 1.

Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai

tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a. Diet Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :  Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr  Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh  Penurunan berat badan  Penurunan asupan etanol  Menghentikan merokok b. Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu. c. Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi : Ø Tehnik Biofeedback Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan. Ø Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Ø Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ) Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

2. Terapi dengan Obat Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi : o Step 1 Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor o Step 2 Alternatif yang bisa diberikan : Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator o Step 3 Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain o Step 4 Alternatif pemberian obatnya Ditambah obat ke-3 dan ke-4 Re-evaluasi dan konsultasi Follow Up untuk mempertahankan terapi Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Pengkajian secara Umum 1.

Identitas Pasien

Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi. 2.

Riwayat atau adanya factor resiko a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi

3.

Aktivitas / istirahat a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton. b. Frekuensi jantung meningkat c. Perubahan irama jantung d. Takipnea

4.

Integritas ego a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah kronik. b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan pekerjaan).

5.

Makanan dan cairan a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori. b. Mual, muntah. c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).

6.

Nyeri atau ketidak nyamanan a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung) b. Nyeri hilang timbul pada tungkai. c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya. d. Nyeri abdomen.

Pengkajian Persistem 1.

Sirkulasi a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan penyakit cerebro vaskuler. b. Episode palpitasi,perspirasi.

2.

Eleminasi a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu.

3.

Neurosensori a. Keluhan pusing. b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam).

4.

Pernapasan a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal. c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum. d. Riwayat merokok

B. Diagnosa Keperawatan 1.

Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral

2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

3.

Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi

4.

Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolic

5.

Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat

6.

Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau keterbatasan kognitif

C. Intervensi 

Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral 1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi 2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kmepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi. Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya 3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk panjang, membungkuk Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral



Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum 1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frequency nadi lebih dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri dada : kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan. Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas. 2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan. Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.



DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi 1.

Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk evaluasi awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat. Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolic sampai 130, hasil pengukuran diastolic diatas 130 dipertimbangkan sebagai penigkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan faktor resiko yang di tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit iskemi jantung bila tekanan diastolic 90-115.



DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolic 1.

Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan. Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jangtung berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.

2.

Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan membatasi masukan lemak,garam,dan sesuai indikasi. Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya ateroskelorosis dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk hipertensi dan komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal jantung. Kelebihan memasukkan garam memperbanyak volume cairan intravascular dan dpat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.



DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang tidak adekuat 1.

Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari

2.

Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respons seseorang terhadap stressor

3.

Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik

4.

Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala ketidakmampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic



DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau keterbatasan kognitif 1.

Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila pasien

tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan dipertahankan. 2.

Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol

3.

dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi 4.

Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol( lebih dari 60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress. Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.

D. Evaluasi 1.

Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol

2.

Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan

3.

Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau beban kerja jantung.

4.

Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan makan, kuantitas,dan sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.

5.

Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya

6.

Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta. Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta. Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and Company. Boston Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta. Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Related Documents

Konsep Dasar
May 2020 49
Konsep Dasar
November 2019 61
Konsep Dasar
November 2019 71
1. Konsep Dasar Entitas.docx
December 2019 26
Konsep Dasar Diare.docx
November 2019 27

More Documents from "hilal"

Merek.docx
November 2019 19
Chepalgia.docx
November 2019 23
Konsep-dasar-lansia New.docx
November 2019 25
Konsep Dasar Lansia.docx
November 2019 32
Lp-bbl.docx
November 2019 10