KOMPAS.com mobile
Page 1 of 1
KILAS LUAR NEGERI Para Wartawan Hadapi Intimidasi Wartawan di segala penjuru dunia terus menghadapi ancaman dan intimidasi yang lebih buruk. Keadaan ini membuat kebebasan pers dari Amerika Latin hingga Asia Tenggara dikhawatirkan akan terus terbelenggu. Demikian salah satu hal yang diungkapkan dalam laporan tentang media massa yang diterbitkan PBB di New York, Senin (9/2). Dalam laporan terbarunya, Komite Perlindungan Wartawan yang bermarkas di New York, AS, mengemukakan bahwa ancaman dari kelompok kriminal, paramiliter, penyelundup obat bius, dan pelaku kejahatan di jalanan masih terus meneror para wartawan di Brasil, Kolombia, dan Meksiko. Sementara itu di Vietnam, Myanmar, Thailand, dan negara Asia Tenggara lainnya juga mengikuti China dengan mengontrol internet dan menghukum siapa pun yang melanggar larangan itu. ”Saat ini, ancaman terbesar terhadap kebebasan pers lebih tersembunyi dibandingkan dengan satu generasi lalu karena mereka memang berniat menakut-nakuti melalui kekerasan sistematis,” ujar wartawan dan penulis, Carl Bernstein, dalam pembukaan laporan tersebut. Mantan Ibu Negara Taiwan Dinyatakan Bersalah Mantan Ibu Negara Taiwan, Wu Shu-chen, Selasa (10/2), dinyatakan bersalah karena melakukan pencucian uang. Di pengadilan tentang korupsi, Wu dituduh melakukan pencucian uang atas kekayaan suaminya saat melakukan kampanye kepresidenan. Satu tahun setelah mantan Presiden Taiwan Chen Shui-bian turun dari jabatannya, pasangan tersebut didakwa melakukan korupsi dan melakukan penyuapan. Chen sudah mendekam di penjara. Chen mengakui istrinya mengirimkan uang sebanyak 20 juta dollar AS ke luar negeri yang merupakan dana kampanye, tetapi istrinya melakukan hal itu tanpa sepengetahuannya. Wu menjadi Ibu Negara pertama yang menghadapi tuduhan kriminal pada tahun 2006 karena menggelapkan dana masyarakat sebesar 440.000 dollar AS. Dia menyangkal menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadinya. Pekerja Migran di Rusia Dipukuli Para pekerja migran di Rusia tidak memperoleh gaji serta diancam oleh polisi. Krisis ekonomi yang terjadi tamnpaknya memperburuk kehidupan mereka. Demikian laporan dari Human Rights Watch yang dikeluarkan di Moskwa, Rusia, Selasa (10/2). Jutaan pekerja migran di Rusia asal negara-negara miskin eks Republik Uni Soviet membanjiri Rusia. Akan tetapi, pemerintah gagal melindungi mereka dari penguasa jahat dan pejabat yang korup. Laporan itu memfokuskan masalah pada sektor konstruksi yang menyerap 40 persen dari 9 juta pekerja migran yang diperkirakan bekerja di Rusia. ”Tanpa tindakan segera dari Pemerintah Rusia, pekerja migran pada sektor konstruksi akan semakin rentan terhadap siksaan. Baik pengusaha maupun pihak lain akan mencari kambing hitam,” ujar penulis laporan itu, Jane Buchanan. Setengah juta orang kehilangan pekerjaan di Rusia pada Desember lalu karena negeri itu juga terkena dampak krisis global. Sektor konstruksi mengalami hantaman paling berat. Laporan tersebut disusun atas wawancara dengan 146 pekerja konstruksi atau mantan pekerja konstruksi yang mengeluh dipaksa tidur di trailer kotor, bekerja dengan peralatan keamanan sekadarnya, dipukuli, bahkan tidak menerima gaji. Masalah itu muncul setelah para pekerja dari Tajikistan dan Uzbekistan mengeluhkan semua siksaan di Rusia itu. (AP/AFP/Reuters/joe) Kanal : NEWS | BOLA | TEKNO | OTOMOTIF | CETAK | INDONESIA MEMILIH © 2008-2009 KOMPAS.com. All rights reserved
http://m.kompas.com/index.php/news/read/data/2009.02.11.01082364
2/19/2009