KOMPAS cetak - Ridwan Belum Pulang
Page 1 of 2
Ridwan Belum Pulang Jumat, 4 September 2009 | 03:00 WIB Gemuruh datang mengiringi bumi yang berguncang keras. Dari jendela rumahnya di Desa Cikangkareng, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Dede Kurniati melihat dinding tebing bernama Urug Hanafi runtuh. ”Debu membubung tinggi,” katanya. Kerasnya empasan jutaan kubik batu menerbangkan debu tanah kering dan menerpa wajah Dede yang telah berlari keluar rumah. Dalam panik, Dede teringat Mohamad Ridwan Said (10 putra bungsunya. Selepas zuhur, murid kelas V Sekolah Dasar Cikangkareng itu meninggalka rumah, bermain bersama teman-temannya. Kekhawatiran Dede membuncah ketika tak menemukan Ridwan di antara warga. Kepada beberapa tetangga, ia menanyakan keberadaan Ridwan. Hingga seorang tetangganya mengatakan, Ridwan pergi bersama temannya, Ricki, bermain play station di Babakan Caring Mendengar kabar itu, seolah semua tulang dilolosi dari tubuhnya. Babakan Caringin, kampung yang dari tempatnya berdiri, telah rata, tak terlihat lagi di balik timbunan jutaan kubik batu yang luruh dari dinding Urug Hanafi. Hingga malam hari, suaminya, Sadudin, tidak juga menemukan kabar Ridwan meskipun telah dicari hingga ke Pamoyanan, desa sebelah. Sejak malam itu, Dede mencoba menata batinnya ”Saya berserah kepada Allah, mungkin ini memang jalan yang harus dilalui Ridwan.” Di gubuk tak jauh dari longsoran, Dede duduk menunggu kabar. Sebanyak 16 jenazah telah ditemukan, termasuk Ricki, tetapi hingga siang Ridwan belum ditemukan. ”Biasanya Ridwan pulang menjelang shalat asar. Jika kemarin ia minta izin main play station, pasti tidak saya izinkan,” katanya sambil menatap jutaan kubik batu. Pada tahun 1957, tutur warga, dinding tebing itu pernah runtuh dan menimbun seorang warga bernama Haji Hanafi sehingga tebing itu kemudian disebut Urug Hanafi. Gempa berkekuatan 7 skala Richter kemarin kembali menggetarkan dinding tebing itu. Pedih Kepedihan juga dirasakan Jumyati dan anaknya, Nana. Jumyati kehilangan Anah, istrinya, dan tiga anaknya yang lain, Defi Kurniati, Rosianti, dan Sudikman, serta Karis Ginandjar, cucunya. ”Saat gempa, saya sedang mencari kolang-kaling di kebun,” kata Jumyati. Di depan matanya, terjangan jutaan kubik batu melindas dan menimbun 12 rumah dan satu masjid di kampungnya. Satu di antaranya adalah rumah Unang dan Dapen, tetangganya, yang siang itu dipenuhi anak-anak penyewa play station.
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/04/03005061/Ridwan.Belum.Pulang
9/7/2009
KOMPAS cetak - Ridwan Belum Pulang
Page 2 of 2
Diperkirakan terdapat sekitar 60 warga tertimbun bebatuan. Sebagian bukan warga Babakan Ciwaringan. Mereka adalah warga Desa Cikangkareng dan Pamoyanan yang tengah berkunjung, bermain, atau sedang memperbaiki kendaraan mereka di bengkel milik Agus. Hanya beberapa warga Babakan Ciwaringin, seperti Siti Marsiah (25), yang selamat. Ia baru saja memperingatkan anak-anak Dewan Keluarga Masjid Urug Hanafi untuk kembali duduk rapi berjajar di sebuah ruangan di Pondok Pesantren Asaadah, Cikangkareng. Belum sempat Siti melanjutkan ceramah untuk pengajian Ramadhan itu, tiba-tiba ruangan bergoyang. Refleks, Siti menggiring anak didiknya keluar ruangan dan mencari tempat terbuka. ”Kami berlari ketika getaran gempa makin keras. Tembok-tembok pesantren retak dan sebagian runtuh,” kata Siti. Begitu sampai di tanah lapang depan pondok pesantren, Siti melihat tebing batuan setinggi 150 meter dengan lebar 200 meter di belakang permukiman warga longsor. Bongkahan batu besar langsung menimpa rumah-rumah warga. Pondok pesantren itu sekitar 200 meter dari tebing yang longsor. ”Ini semua tentu ada hikmahnya,” kata Dede Kurniati. Namun, ia tetap berharap Ridwan juga korban-korban yang lain ditemukan. ”Jika sampai akhir pencarian nanti Ridwan tidak juga ditemukan, saya rela, mungkin ini telah menjadi kehendak Allah,” kata Dede lagi.(jos/aha)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/04/03005061/Ridwan.Belum.Pulang
9/7/2009