RESUME SEJARAH TRANSMISI FILSAFAT HELLENISME DALAM FILSAFAT ISLAM OLEH: MAWADDAH RAHMI
A. ISLAM DAN HELLENISME
Ketika Hellenisme dan Islam bersinggungan maka terjadilah Hellenisasi Islam dan Islamisasi Hellenism. Hellenisasi Islam adalah suatu upaya untuk memasukkan nilai-nilai kebenaran yang merupakan rasio ke dalam Islam. Sedangkan Islamisasi Hellenis merupakan usaha untuk memadukan nilai-nilai kebenaran dari Islam yang berasal dari wahyu ke dalam Hellenis. Masuknya Hellenis ke dalam dunia Islam tidak lain merupakan dampak dari peenrjemahan buku-buku yunani ke dalam bahasa Arab dan Persia. Masuknya filsafat ke dalam dunia Islam mengalami pro dan kontra. Filosuf muslim terbagi dua aliran, pertama, aliran peripatetik yang menggabungkan ajaran dari Aristoteles dengan ide Neo-Platonik, terutaam ide tentang akal (nous). Aliran ini dalam dunia islam di kembangkan oleh Al~Kindi dan puncaknya pada masa Ibn Rusyd. Kedua, aliran Illuminasi yang menggabungkan ajaran dan tradisi Pythagoras dan platonik. Ajaran ini memasukkan unsur doktrin dari golongan phytagoras, nabinabi, dan ajaran agama lain. Dalam Islam ajaran ini mula-mula diperkenalkan oleh Ibnu Sina dan puncaknya adalah pada masa Suhrawardi al~Maqtul.
B. Penyatuan Akal-Filsafat dan Wahyu-Agama
Antara akal dan wahyu dipisahkan sebagai sumber pengetahuan dan petunjuk kebenaran. Penyatuan antara filsafat dan agama sangat sulit karena adanya jarak antara hellenisme dan ilmu-ilmu agama. Hal tersebut menjadi perdebatan panjang diantara para Filosuf muslim, seperti antara Mu’tazilah dan Asy’ariah ataupun yang
terjadi pada masa al~Kindi,,al~Farabi, Ibnu Sina, serta Filosuf setelahnya seperti Ibnu Rusyd. Para Filosuf Muslim telah menghabiskan waktu mereka dengan mencoba untuk menyatukan antara akal dengan wahyu, seperti yang dilakukan oleh al~Kindi kemudian dilanjutkan oleh al~Farabi lewat teori emanasinya. Al~Farabi menjaabrkan bahwa akal aktif adalah akal ter tinggi dalam teori emanasi karena akal aktif disamakan dengan akal kesepuluh yang memiliki kemampuan untuk berhubung dengan malaikat Jibril. Sehingga dapat dipahami bahwa tidak perlu adanya dikotomi antara akal dengan wahyu serta imlikasinya terhadap pemihahan terhadap ilmu-ilmu agama dan ilmu hellenime. Ada beberapa alasan tidak perlunya dikotomi antara wahyu dengan akal. Pertama, karena keduanya itu merupakan sumber yang sama diciptakan dari Wujud Tunggal. Bahkan meskipun boleh dibedakan akan tetapi tidak boleh dipertentangkan. Kedua, tradisi intelektual serta peradaban awal umat manusia merupakan dari akal wahyu. Tradisi ilmu Filsafat Yunani kalai di terusuri berasal dari Harmes Trismegistus yang oleh banyak kalangan diidentufkasi dengan Nabi Idris (Abu al~Hukama’), serta Lukman al~Hakim, Nabi Daud, Nabi Sulaiman. Ketiga, serta di beberapa belahan bumi yang lain muncul órang-orang bijak” yang mungkin mendapat wahyu dari tuhan, karena tidak ada ummat satupun di muka bumi ini kecuali Allah telah mengirimkan utusan untuk membawa mereka ke jalan kebenaran. Kemungkinan Aleksander Agung, Zoroaster, Sidharta Gautama, Lao tse dan Confusius merupakan saalh satu dari nabi ataupun rasul. Bahkan islam itu sendiri tidak menghambat perkembangan Filsafat bahkan islam itu sendiri memberi ruang yang sangat besar bagi perkembangan akal (Filsafat).