Makalah Pendidikan Dalam Konsep Ibnu Miskawaih.docx

  • Uploaded by: mawadddah rahmi
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pendidikan Dalam Konsep Ibnu Miskawaih.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,292
  • Pages: 5
A. Biografi ibnu miskawaih Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Al-Khozin Ahmad Ibnu Muhammad Bin Ya’kub Bin Miskawaih, dia dikenal dengan nama Ibnu Miskawaih atau Miskawaih saja. Nama tersebut diambil dari nama kakeknya yang semula beragama majusi yang kemusian masuk Islam. Gelarnya adalah Abu Ali, yang diambil dari nama sahabat nabi yang menurut kaum Syi’ah sebagai orang yang paling berhak menggantikan nabi Muhammad sebagai pemimpin umat Islam sepeninggalnya. Dari gelar inilah ada orang yang mengatakan bahwa Ibnu Miskawaih tergolong penganut aliran Syi’ah.1Miskawaih berarti seharum minyak misik karena keluhuran budi pekerti, keluasan ilmu pengetahuan, dan akhlak yang terpuji. Kota Rayy (sekarang Teheran) adalah kota kelahiran Ibnu Miskawaih, namun belum ada data yang untuk tahun kelahiran beliau. M.M Syarif menyebutkan bahwa Ibnu Miskawaih lahir pada tahun 329 H/932 M, M.Morgoliouth menyebutkan bahwa tahun 330 H/941 M, Abdul Aziz Izzat menyebutkan tahun 325 H.2 Terkait umur beliau juga tidak ada kejelasan, namun dari riwayat yang ada dituliskan bahwa beliau berumur cukup panjang dan meninggal di Isfahan pada tahun 421 H/1030 M.3 Ibnu Miskawaih lahir di kota rayy namun beliau pindah ke Isfahan untuk menekuni ilmu kimia, filsafat, logika, sastra dan sejarah untuk waktu yang lama hingga akhirnya beliau meninggal di sana. Dilihat dari tahun lahir dan wafatnya, Miskawaih hidup dan wafat pada masa pemerintahan Bani Abbas yang berada dalam pengaruh dinasti buwaihi yang beraliran Syi’ah. Ibnu Miskawaih memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan dan kesustraan. Dalam pemerintahan Ibnu Miskawaih pernah menjabat sebagai bendaharawan Adhud Al-Daulah. Dia dijuluki Abu Al-Khazin

1

Sudarsono, Filsafat Islam,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), cet I, hlm 88. A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaja Setia, 2007), cet III, hlm. 166. 3 Muhammad Usman Najati, Ad-Dirasati An-Nafsaniyyah’inda Al-Ulama` Al-Muslim, Terj. Gazii Saloom, Jiwa Dalam Pandangan Filsuf Islam, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002), Hlm 85 2

1

(sang penyimpan) karena ia penyimpan buku-buku milik khalifah. pada zamannya Ibnu Miskawaih muncul sebagai filsuf, tabib, ilmuwan, dan pujangga ABD AZIZ IZZAT menyatakan bahwa ibnu miskawaih merupakan pemikir pertama pada bidang akhlak. Ia dapat digolongkan sebagai guru ketiga setelah Al-Farabi dan Aristoteles. MS Khan menilai Ibn Miskawaih telah berhasil dengan baik mengkombinasikan pemikiran yunani dengan Al-quran dan Sunnah dalam bukunya Tahzib Al-Akhlak Wa Tathhir Al-Araq.4 B. Konsep Pendidikan Ibnu Miskawaih Ibnu Miskawaih membangun konsep pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlak yang bertujuan untuk mewujudkan pribadi susila, berwatak budi pekerti mulia, sehingga diperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.5 Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaah suatu jiwa. Keadaan inilah yang menyebabkan jiwa bertindak tanpa dipikir dan dipertimbangkan secara mendalam. Ia membagi asal keadaan jiwa menjadi dua jenis. Pertama, bersifat alamiah dan berasal dari watak. Kedua, tercipta melalui kebiasaan dan latihan. Menurutnya akhlak itu bersifat alami namun bisa berubah cepat atau lambat melalui disiplin serta nasihat-nasihat yang mulia. Pada mulanya semua keadaan ini (tingkah laku yang dilatih) terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun karena melalui prakti yang terus menerus akan menjadi akhlak.6 Ibnu Miskawaih menolak pendapat ahli pada zaman dahulu yang menyatakan bahwa watak manusia tidak dapat dididik karena bersifat alami sehingga tidak dapat berubah.7 Ibnu Miskawaih memberikan perhatian yang sangat serius terhadap pendidikan

anak-anak.

Menurutnya

anak-anak

harus

dididik

dengan

menyesuaikan rencana-rencananya dengan urutan daya-daya yang ada pada anak4

Hariyanto, Fibriana Anjaryati, “Telaah Pemikiran Ibnu Miskawaih,” JPII, Oktober 2016 Vol. I No. I (t.t.). hal 111. 5 H. Normuslim MZ, “Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih dan Al-Qabisi , Relevansinya Dengan Pendidikan Kontemporer,” Himmah, Vol. IV No.9 Januari-April 2003 (t.t.). hal. 23 6 Hadis Purba, “PEMIKIRAN PENDIDIKAN IBNU MISKAWAIH,” MIQOT , Vol XXXIII No. 2 JuliDesember 2009 (t.t.). 7 H. Normuslim MZ, “Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih dan Al-Qabisi , Relevansinya Dengan Pendidikan Kontemporer,” Himmah, Vol. IV No.9 Januari-April 2003 (t.t.). hal. 23

2

anak, yakni daya keinginan, daya marah, dan daya berpikir. Dengan daya keinginan, anak-anak dididik dalam hal adab makan, minum, berpakaian, dan lain sebagainya. Sementara daya berani diterapkan untuk mengalahkan daya marah, kemudian daya berpikir dilatih dengan menalar. Sehingga akal dapat menguasai segala tingkah laku. Selanjutnya Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa keadaan akhlak bawaan setiap anak-anak berbeda. Terkadang ada anak yang berkarakter baik, dan ada pula yang berkarakter buruk seperti kikir, keras kepala, dengki. Sebagian mereka tangggap sebagian lain tidak tanggap, sebagian mereka lembut dan sebagian lain keras, namun sebagian lain ada yang berada di antara kedua kubu ini. Sebagai pendidik, maka orang tua harus mendisiplinkan mereka. Jika tabiat ini diabaikan, tidak didisiplinkan dan dikoreksi, maka mereka akan tumbuh dengan mengikuti tabiatnya. Selama hidupnya kondisi tersebut tidak akan berubah. Tidak hanya sebatas itu, Ibnu Miskawaih memandang syariat agama dapat menjadi faktor untuk meluruskan karakter remaja. Syariat agama penting karena dapat membiasakan mereka agar berbuat baik. Hal ini dapat dilakukan dengan nasehat, ganjaran, dan hukuman. Jika mereka telah membiasakan diri dengan perilaku ini dan kondisi tersebut telah berlangsung lama, maka mereka akan melihat hasil dari perilaku mereka itu. Mereka pun akan mengetahui jalan kebajikan dan sampailah mereka pada tujuan mereka dengan cara yang baik.8 Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa ilmu-ilmu seharusnya tidak diajarkan semata-mata karena tujuan akademis itu sendiri, tetapi juga karena tujuan yang lebih substansial, pokok dan hakiki yaitu membentuk akhalak mulia. Hal ini berarti setiap ilmu harus membawa muatan akhlak daalm pengajarannya sehingga diharapkan semakin tinggi ilmu seseorang maka akan semakin tinggi pula derajat akhlaknya. Oleh karena itu dalam penyampaiannya diperlukan pendekatan yang komprehensif dan integral, yaitu pendekatan keilmuwan dan pendekatan keagamaan (akhlak). 8

Hadis Purba , “Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih,” Miqot, Vol. XXXIII No. 2 Juli-Desember 2009 (t.t). hal. 268-270.

3

Disamping itu manusia adalah makhluk sosial, maka manusia memerlukan kondisi yang baik di luar dirinya, maksudnya baik buruknya akhlak manusia juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Disini terlihat bahwa menurut Ibnu Miskawaih untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu manusia yang berakhlak mulia, tidak saja tergantung pada proses pendidikan, tetapi juga tergantung kepada lingkungan tempat manusia itu hidup. 9 C. Tujuan Dan Fungsi Pendidikan Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih, tujuan pendidikan adalah untuk terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan sejati dan sempurna serta mengangkat derajat manusia dari derajat yang tercela. Menurut Ibnu Miskawaih, kesempurnaan manusia ada dua macam, yakni kesempurnaan kognitif dan kesempurnaan praktis. Kesempurnaan kognitif akan tercapai jika manusia mendapatkan pengetahuan sehingga presepsinya, wawasan dan kerangka berfikirnya menjadi akurat. Sedangkan

kesempurnaan

praktis

ialah

kesempurnaan

karakter.

Kesempurnaan kognitif (teoritis) tidak lengkap tanpa kesempurnaan praktis, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan pengetahuan melahirkan perbuatan. Dipihak lain bagi Ibnu Miskawaih kesempurnaan manusia terletak pada kenikmatan spritual bukan pada kenikmatan jasmani.

D. Metode Pendidikan Akhlak IBNU MISKAWAIH Berpendirian bahwa akhlak seseorang dapat diusahakan dan berubah kepada yang baik apabila dididik dengan metode (cara yang efektif), yaitu: 1. Adanya kemauan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus-menerus dan menahan diri untuk memperoleh keutamaan. 9

H. Normuslim MZ, “Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih dan Al-Qabisi , Relevansinya Dengan Pendidikan Kontemporer,” Himmah, Vol. IV No.9 Januari-April 2003 (t.t.). hal. 23-25

4

2. Menjadikan pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya. Dengan cara ini seseorang tidak akan hanyut pada perbuatan yang tidak abik karena ia bercermin kepada perbuatan buruk dan akibat yang dialami orang lain. Maka dalam hal ini penting pula dilakukan koreksi terhadap diri sendiri. Jangan sampai sibuk bercermin pada keburukan orang lain tapi lupa untuk mengkoreksi keburukan pada diri sendiri.

E. MATERI PENDIDIKAN AKHLAK Ibnu Miskawaih menyebutkan tiga hal pokok yang dapat dipahami sebagai materi pendidikan akhlak, yaitu: 1. Hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia. 2. Hal-hal yang wajib bagi jiwa. 3. Hal-hal yang wajib bagi hubungannya dengan sesama manusia. Ketiga materi pokok tersebut menurut Ibnu Miskawaih dapat diperoleh dari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pemikiran dan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan panca indra. Dalam kesempatan lain Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa tugas manusia di dunia adalah untuk mengabdi kepada Allah. Karena itu, menurutnya semua materi-materi ilmu asalkan bertujuan untuk pengabdian kepada Allah atau memperlancar proses pengabdian kepada Allah, boleh dan dapat diajarkan kepada manusia.

5

Related Documents


More Documents from "Riza Sarwono"