Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan Perpustakaan

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kesiapan Pemerintah Daerah Dalam Menyelenggarakan Perpustakaan as PDF for free.

More details

  • Words: 1,376
  • Pages: 7
Kesiapan Pemerintah Daerah dalam Menyelenggarakan Perpustakaan: Menyikapi Lahirnya UU Perpustakaan (UU No. 43/2007) Oleh: Agus Saputera

Di akhir tahun 2007 lalu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden dengan persetujuan bersama telah menetapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Lebih kurang setengah tahun vakum, barulah di awal triwulan kedua 2008 ini gaungnya kembali terdengar dimana pemerintah pusat melalui Departemen Pendidikan Nasional di awal bulan April ini baru saja mulai mensosialisasikannya dengan mengirimkan buku Undang-undang tentang perpustakaan tersebut ke semua gubernur, bupati, walikota, dan kepala dinas/instansi di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota se Indonesia. Diharapkan dengan adanya Undang-undang tersebut pemerintah daerah beserta unsur penyelenggara pemerintahan dapat merespon serius apa yang diamanatkan dalam Undangundang itu. Namun kelihatannya sambutan terhadap keluarnya Undang-undang itu masih dianggap bersifat pemberitahuan formal saja. Hal ini dapat dimaklumi karena pengembangan perpustakaan khususnya setelah era otonomi akan menghadapi berbagai macam kendala. Meskipun sebenarnya peluang untuk memajukan perpustakaan juga cukup besar. Beberapa kendala itu diantaranya seperti yang dikemukakan oleh Supriyanto (2007), bahwa pengembangan perpustakaan setelah era otonomi daerah terbentur kepada kurangnya kesiapan berbagai pihak terutama di daerah dalam menghadapi dan mengantisipasi perubahan tatanan yang ada. Ditambah lagi belum adanya persepsi dan apresiasi yang sama terhadap 1

perpustakaan dari pejabat di daerah serta karena adanya perbedaan kemampuan dan potensi yang ada pada masing-masing daerah. Akibatnya belum ada keseragaman pengembangan dan pembinaan antara satu daerah/kota dengan yang lain. Adanya perbedaan tersebut akan mempengaruhi kebijakan pembiayaan alokasi anggaran, kegiatan pengembangan, pembinaan, pelestarian bahan pustaka, pelayanan perpustakaan dan informasi kepada masyarakat. Termasuk kendala sumber daya manusia pengelola/tenaga perpustakaan. Seperti juga sudah sama dimaklumi bahwa selama ini apresiasi terhadap buku dan minat baca masyarakat Indonesia masih digolongkan rendah. Salah satunya ditandai dengan jumlah pengguna perpustakaan yang sangat kecil. Hal ini disebabkan karena waktu yang mereka miliki untuk membaca sangat sedikit, dan sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bekerja. Rendahnya minat baca di kalangan masyarakat membuat mereka tidak mempunyai kebiasaan membaca yang baik, sehingga mempengaruhi kemampuan seseorang di dalam membaca dan menulis. Ironisnya lagi ternyata di kalangan perguruan tinggi masih sedikit yang mempunyai kebiasaan membaca yang baik dan kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia tidak memiliki koleksi yang cukup memadai sebagai sebuah lembaga yang berkecimpung di bidang pendidikan dan penelitian. Kebanyakan mahasiswa dan staf pengajar perguruan tinggi tidak mempunyai kebiasaan berkunjung ke perpustakaan. Hal ini seringkali disebabkan karena tanpa ke perpustakaanpun seorang mahasiswa dapat lulus mata kuliah tertentu tanpa harus bersusah payah mencari literatur di perpustakaan. (Prabandari, 2006). Minimnya jumlah perpustakaan dan kurang memadainya koleksi yang tersedia ikut menjadi penyebab rendahnya minat baca di perpustakaan. Selain itu rasio antara penerbit dan jumlah penduduk sangat tidak berimbang, ditambah lagi harga buku yang tidak terjangkau oleh sebagian besar rakyat juga ikut menjadi faktor penyebabnya. 2

Jauh sebelumnya sebenarnya pemerintah sudah berkomitmen untuk memajukan dan memberdayakan perpustakaan. Tidak kurang dari pemimpin atau mantan pemimpin negara kita sendiri seperti Presiden Soeharto mencanangkan Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca 14 September 1996, Presiden Megawati Soekarnoputri mencanangkan Gerakan Membaca Nasional 12 Nopember 2003, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakaan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat 17 Mei 2006. Peraturan perundang-undangan tentang perpustakaan juga sudah pernah dibuat. Mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Penetapan Presiden, Keputusan Presiden, SK Menteri, Instruksi Menteri, sampai kepada yang terakhir sekali disahkan yaitu Undang-undang Perpustakaan (UU no. 43/2007) - meskipun dianggap agak terlambat kehadirannya. Itupun baru berhasil disahkan kurang dari satu tahun lalu. Dalam hal ini Indonesia sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah lebih dahulu memiliki Undang-undang tentang perpustakaan. Setelah lahirnya Undang-undang tersebut barulah kelihatannya pemerintah benar-benar serius memperhatikan masalah perpustakaan. Masyarakat juga hendaknya turut berpartisipasi mendukungnya. Oleh karena itu, upaya pemberdayaan perpustakaan harus dilakukan secara terpadu oleh semua pihak, baik pemerintah sebagai penyelenggara maupun masyarakat sebagai pengguna; dan juga terhadap segala aspek yang mendukung terselenggaranya sebuah perpustakaan. Tidak hanya terhadap peraturan perundangan (UU Perpustakaan) sebagai payung hukum penyelenggaraannya, tetapi juga terhadap tenaga perpustakaan (pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan) dan entiti perpustakaan itu sendiri.

3

Undang-undang perpustakaan adalah mutlak diperlukan karena berfungsi sebagai payung hukum yang mengikat baik pemerintah maupun warga negara dalam menatalaksana perpustakaan di seluruh wilayah negara sebagai suatu sistem nasional. Sistem nasional perpustakaan juga berfungsi sebagai prasarana atau infrastruktur untuk memperluas cakrawala pengetahuan, serta melestarikan warisan budaya tulis bangsa. Di dalam Undang-undang Perpustakaan atau Sistem Nasional Perpustakaan yang merupakan landasan hukum tertinggi perpustakaan di Indonesia tersebut diatur tentang penyelenggaraan, pembinaan, dan pengembangan serta pendayagunaan berbagai jenis perpustakaan dalam menunjang terbentuknya pemeratan layanan informasi kepada masyarakat menuju pendidikan seumur hidup yang diselenggarakan secara terprogram dan berkelanjutan. Sedangkan tenaga perpustakaan adalah sebagai pihak pelaksana atau penyelenggara yang menentukan keberhasilan perpustakaan di masa mendatang. Karena itu mereka disyaratkan agar memiliki keahlian, ketrampilan, profesional dan berkompeten di bidangnya sehingga tujuan perpustakaan sebagai pelayan kebutuhan informasi masyarakat bisa tercapai. Disamping itu kondisi fisik perpustakaan (koleksi, fasilitas, dan pelayanan) adalah salah satu faktor yang sangat penting karena merupakan daya tarik bagi pengunjung, membuat mereka merasa nyaman, dan betah untuk berlama-lama di dalamnya. Bangunan serta fasilitas perpustakaan hendaknya representatif, memenuhi syarat, atau mendekati kriteria perpustakaan modern masa depan. Dalam rangka menjawab tantangan (dan sekaligus peluang) seperti yang diamanatkan dalam UU Perpustakaan tersebut maka Pemerintah Daerah khususnya Pemerintahan Provinsi Riau dan penyelenggara pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten/kota perlu merancang 4

strategi ke depan sehingga ikut berperan menjadikan sistem Nasional Perpustakaan Indonesia secara keseluruhan menjadi benar-benar berdaya. Diantara beberapa langkah, strategi, atau program yang bisa dilaksanakan antara lain: 1. Reorientasi dan revitalisasi peran dan fungsi perpustakaan dalam masyarakat terutama bagi

pemerintah provinsi dan penyelenggara pemerintahan agar seluruh jajaran mulai dari pimpinan sampai kepada bawahan memiliki persepsi positif, apresiasi tinggi, dan paradigma baru terhadap perpustakaan. Untuk itu pemerintah sebagai stake holder (pemilik modal) harus benar-benar memegang komitmennya untuk mengembangkan dan memberdayakan perpustakaan. Sebab citra/imej suatu institusi ini tidak hanya tercermin dari sikap dan perilaku pegawainya tetapi juga termasuk penampilan perpustakaan baik koleksi, pelayanan, ataupun fasilitas yang tersedia. Perpustakaan adalah bagian integral dari seluruh sistem keorganisasian suatu institusi, bukan merupakan bagian yang terpisah apalagi sebagai “pelengkap”. Menghapus paradigma lama yang beranggapan bahwa belanja untuk menambah koleksi, membeli buku, melengkapi fasilitas adalah tindakan konsumtif, membuang-buang duit. Sebab perpustakaan bukanlah lembaga untuk mendapatkan keuntungan material, bukan lembaga bisnis (profit oriented). Perpustakaan adalah lembaga investasi intelektual. 2. Membentuk, menata ulang, merenovasi, dan memodifikasi penyelenggaraan perpustakaan di masing-masing unit dengan merancang model perpustakaan masa depan yang menerapkan teknologi informasi dan komunikasi perpustakaan namun tetap menyesuikan dengan kemampuan dan potensi masing-masing daerah/unit serta memperhatikan kebutuhan

5

pemustaka (pengguna). Termasuk di dalamnya menetapkan dan menyepakati visi dan misi perpustakaan yang sejalan dengan visi dan misi institusi/kantor. 3. Memanfaatkan dan mengalokasikan sumber daya perpustakaan secara efektif dan

proporsional. Sumber daya perpustakaan adalah semua tenaga, sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perpustakaan. 4. Meningkatkan ketrampilan, keahlian, kwalitas, dan kompetensi tenaga perpustakaan

(pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan) malalui kegiatan pelatihan, workshop, seminar, dan sebagainya. 5. Berusaha untuk mengetahui, memahami, dan mensosialisasikan Undang-undang Republik

Indonesia tentang Perpustakaan (UU No. 43/2007) yang dimulai dari diri pribadi. Untuk kemudian melebarkannya ke kalangan terdekat, dan masyarakat luas. 6. Mengenalkan perpustakaan kepada pemustaka (pengguna) yang dimulai dari kalangan

internal, kemudian kepada masyarakat luas sehingga menimbulkan kesadaran akan besarnya manfaat yang dapat diperoleh atas keberadaan perpustakaan. Yang pada gilirannya akan menjadi suatu kebiasaan mengunjungi perpustakaan, bahkan menjadi gaya hidup seperti bebiasaan mengunjungi mall. Sebab perpustakaan juga mempunyai fungsi rekreasi. 7. Menampilkan citra atau image yang baik dan positif di tengah masyarakat pemakainya. Oleh

karena itu bangunan, koleksi, serta fasilitas perpustakaan hendaknya representatif, memenuhi syarat atau paling tidak mendekati kriteria perpustakaan modern masa depan. Dengan demikian pelayanan akan serta merta menjadi lebih baik dan lebih luas/bervariasi.

6

8. Dengan meningkatnya pelayanan yang didapat oleh pemustaka, maka akan menimbulkan dan

mempertinggi minat baca masyarakat dan apresiasi terhadap buku, pengarang, dan penulis. Sehingga akan mendorong seseorang untuk membiasakan budaya baca-tulis menggantikan (paling tidak melengkapi) budaya dengar-tonton-cakap yang masih mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Dengan disahkannya Undang-undang Perpustakaan (UU no. 43/2007) sebagai payung hukum penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia diharapkan akan membangkitkan lagi kesadaran

kita

untuk

lebih

memperhatikan

penyelenggaraan

perpustakaan

dan

pemberdayaannya. Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat harus bersama-sama berupaya agar perpustakaan di Indonesia menjadi berdaya sehingga masyarakat mendapatkan akses yang sebesar-besarnya terhadap informasi dan pengetahuan.

Published August 5, 2008 Agus Saputera Alumni International Islamic University Malaysia (Master of Library and Information Science), peminat dan pemerhati masalah sosial keagamaan dan perpustakaan.

7

Related Documents