Kerajaan Kerajaan Hindu Budha.docx

  • Uploaded by: combob
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kerajaan Kerajaan Hindu Budha.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,020
  • Pages: 29
Sejarah Kerajaan Kutai A. Berdirinya Kerajaan Kutai

Letak Kerajaan Kutai berada di hulu sungai Mahakam, Kalimantan Timur yang merupakan Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Ditemukannya tujuh buah batu tulis yang disebut Yupa yang mana ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta tersebut diperkirakan berasal dari tahun 400 M (abad ke-5). Prasasti Yupa tersebut merupakan prasasti tertua yang menyatakan telah beridirinya suatu Kerajaan Hindu tertua yaitu Kerajaan Kutai.

Tidak banyak informasi mengenai Kerajaan Kutai. Hanya 7 buah prasasti Yupa terseubt lah sumbernya. Penggunaan nama Kerajaan Kutai sendiri ditentukan oleh para ahli sejarah dengan mengambil nama dari tempat ditemukannya prasasti Yupa tersebut.

Yupa

Salah satu yupa dengan inskripsi, kini di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tugu peringatan yang dibuat oleh para brahman atas kedermawanan raja Mulawarman. Dalam agama hindu sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat islam. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti di atas adalah sebagai berikut: śrīmatah śrī-narendrasya; kuṇḍuṅgasya mahātmanaḥ; putro śvavarmmo vikhyātah; vaṅśakarttā yathāṅśumān; tasya putrā mahātmānaḥ; trayas traya ivāgnayaḥ; teṣān trayāṇām pravaraḥ; tapo-baladamānvitaḥ; śrī mūlavarmmā rājendro; yaṣṭvā bahusuvarṇnakam; tasya yajñasya yūpo ‘yam; dvijendrais samprakalpitaḥ.

Artinya: Sang Mahārāja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aśwawarman namanya, yang seperti Angśuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.

Dari prasati tersebut didapat bawah Kerajaan Kutai pertama kali didirikan oleh Kudungga kemudian dilanjutkan oleh anaknya Aswawarman dan mencapai puncak kejayaan pada masa Mulawarman (Anak Aswawarman). Menurut para ahli sejarah nama Kudungga merupakan nama asli pribumi yang belum tepengaruh oleh kebudayaan Hindu. Namun anaknya, Aswawarman diduga telah memeluk agama Hindu atas dasar kata 'warman' pada namnya yang merupakan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta.

B. Kejayaan Kerajaan Kutai Menurut prasasti Yupa, puncak kejayaan Kerajan Kutai berada pada masa kepemerintahan Raja Mulawarman. Pada masa pemerintahan Mulawarman, kekuasaan Kerajaan Kutai hampir meliputi seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kerajaan Kutai pun hidup sejahtera dan makmur.

C. Keruntuhan Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan melawan Aji Pangeran Sinum Panji yang merupakan Raja dari Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara merupakan dua buah kerajaan yang berbeda. Kerajaan Kutai Kartanegara berdiri pada abad ke-13 di Kutai Lama. Terdapatnya dua

kerajaan yang berada di sungai Mahakam tersebut menimbulkan friksi diantara keduanya. Pada abad ke-16 terjadi peperangan diantara kedua Kerajaan tersebut.

D. Raja-raja Kerajaan Kutai Berikut di bawah ini merupakan daftar raja-raja yang pernah memimpin Kerjaan Kutai, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Maharaja Kudungga Adalah raja pertama yang berkuasa di kerajaan kutai. Nama Maharaja Kudungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India.Dapat kita lihat, nama raja tersebut masih menggunakan nama lokal sehingga para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku. Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun. 2. Maharaja Asmawarman Prasasti yupa menceritakan bahwa Raja Aswawarman adalah raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Upacara-upacara ini pernah dilakukan di India pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai ( ditentukan dengan tapak kaki kuda yang nampak pada tanah hingga tapak yang terakhir nampak disitulah batas kekuasaan Kerajaan Kutai ). Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai. 3. Maharaja Mulawarman Raja Mulawarman merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaannya. Rakyat-rakyatnya hidup tentram dan sejahtera hingga Raja Mulawarman mengadakan upacara kurban emas yang amat banyak. 4. Maharaja Irwansyah 5. Maharaja Sri Aswawarman 6. Maharaja Marawijaya Warman 7. Maharaja Gajayana Warman 8. Maharaja Tungga Warman 9. Maharaja Jayanaga Warman 10. Maharaja Nalasinga Warman 11. Maharaja Nala Parana Tungga 12. Maharaja Gadingga Warman Dewa 13. Maharaja Indra Warman Dewa 14. Maharaja Sangga Warman Dewa 15. Maharaja Singsingamangaraja XXI 16. Maharaja Candrawarman 17. Maharaja Prabu Nefi Suriagus

18. Maharaja Ahmad Ridho Darmawan 19. Maharaja Riski Subhana 20. Maharaja Sri Langka Dewa 21. Maharaja Guna Parana Dewa 22. Maharaja Wijaya Warman 23. Maharaja Indra Mulya 24. Maharaja Sri Aji Dewa 25. Maharaja Mulia Putera 26. Maharaja Nala Pandita 27. Maharaja Indra Paruta Dewa 28. Maharaja Dharma Setia

E.Peninggalan Kerajaan Kutai Peninggalan Sejarah Kerajaan Kutai Di abad 21 sekarang ini, beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Kutai masih bisa kita temukan di Museum Mulawarman yang letaknya ada di Kota Tenggarong, Kutai Kartanegara. Jika Anda suatu saat berkunjung ke kota itu, sempatkanlah diri Anda untuk menengok bukti kebesaran dari kerajaan kutai. Saya sendiri beberapa waktu lalu berkunjung ke sana. Dengan tiket masuk Rp. 2.000, saya telah berhasil menikmati bukti eksotika masa lampau dengan melihat beberapa penginggalan kerajaan kutai. Apa saja peninggalannya yaitu sebagai berikut : 1. Prasasti Yupa Prasasti Yupa adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan kutai yang paling tua. benda bersejarah satu ini merupakan bukti terkuat adanya kerajaan hindu yang bercokol di atas tanah Kalimantan. Sedikitnya ada 7 prasasti yupa yang hingga kini masih tetap ada. 2. Ketopong Sultan Ketopong adalah mahkota Sultan Kerajaan Kutai yang terbuat dari emas. Beratnya 1,98 kg dan saat ini disimpan di Musium Nasional di Jakarta. Ketopong sultan kutai ditemukan pada 1890 di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara. Di Musium Mulawarman sendiri, ketopong yang dipajang adalah ketopong tiruan. 3. Kalung Ciwa Kalung Ciwa adalah peninggalan sejarah kerajaan Kutai yang ditemukan pada masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman. Penemuan terjadi pada tahun 1890 oleh seorang penduduk di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Kalung Ciwa sendiri hingga saat ini masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan dipakai oleh sultan saat ada pesta penobatan sultan baru. 4. Kalung Uncal Kalung Uncal adalah kalung emas seberat 170 gram yang dihiasi liontin berelief cerita ramayana. Kalung ini menjadi atribut kerajaan Kutai Martadipura dan mulai digunakan oleh Sultan Kutai

Kartanegara pasca Kutai Martadipura berhasil di taklukan. Adapun berdasar penelitian para ahli, kalung uncal sendiri diperkirakan berasal dari India (Unchele). Di dunia, saat ini hanya ada 2 kalung uncal, satu berada di India dan satunya lagi ada di Museum Mulawarman, Kota Tenggarong. 5. Kura-Kura Emas Peninggalan sejarah kerajaan kutai yang menurut saya cukup unik adalah kura-kura emas. Benda ini sekarang ada di Musium Mulawarman. Ukurannya sebesar setengah kepalan tangan. Dan berdasarkan label yang tertera di dalam etalasenya, benda unik ini ditemukan di daerah Long Lalang, daerah yang terletak di hulu sungai Mahakam. Adapun berdasar riwayat, benda ini diketahui merupakan persembahan dari seorang pangeran dari Kerajaan di China bagi sang putri raja Kutai, Aji Bidara Putih. Sang Pangeran memberikan beberapa benda unik pada kerajaan sebagai bukti kesungguhannya yang ingin mempersunting sang putri. 6. Pedang Sultan Kutai Pedang Sultan Kutai terbuat dari emas padat. Pada gagang pedang terukir gambar seekor harimau yang sedang siap menerkam, sementara pada ujung sarung pedang dihiasi dengan seekor buaya. Pedang Sultan Kutai saat ini dapat Anda lihat di Museum Nasional, Jakarta. 7. Tali Juwita Tali juwita adalah peninggalan kerajaan kutai yang menyimbolkan 7 muara dan 3 anak sungai (sungai Kelinjau, Belayan dan Kedang Pahu) yang dimiliki sungai mahakam. Tali juwita terbuat dari benang yang banyaknya 21 helai dan biasanyan digunakan dalam upacara adat Bepelas. 8. Keris Bukit Kang Keris bukit kang adalah keris yang digunakan oleh Permaisuri Aji Putri Karang Melenu, permaisuri Raja Kutai Kartanegara yang pertama. Berdasarkan legenda, permaisuri ini adalah putri yang ditemukan dalam sebuah gong yang hanyut di atas balai bambu. Dalam gong tersebut, selain ada seorang bayu perempuan, di dalamnya juga terdapat sebuah telur ayam dan sebuah keris, keris bukit kang. 9. Kelambu Kuning Ada beberapa benda peninggalan kerajaan yang dipercaya memiliki kekuatan magis oleh masyarakat adat Kutai hingga saat ini. benda-benda ini ditempatkan dalam kelambu kuning untuk menghindari tuah dan bala yang bisa ditimbulkannya. Beberapa benda peninggalan sejarah kerajaan kutai tersebut antara lain kelengkang besi, tajau, gong raden galuh, gong bende, arca singa, sangkoh piatu, serta Keliau Aji Siti Berawan. 10. Singgasana Sultan Singgasana sultan merupakan peninggalan sejarah kerajaan kutai yang masih tetap terjaga hingga kini. Benda tersebut terletak di Museum Mulawarman. Dahulu Setinggil / Singgasana ini digunakan oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad Parikesit, dan raja-raja kerajaan kutai

sebelumnya. Singgasana ini juga dilengkapi dengan payung, umbul-umbul, dan peraduan pengantin Kutai Keraton. 11. Meriam Kerajaan kutai merupakan kerajaan yang dilengkapi dengan sistem pertahanan kuat. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya peninggalan sejarah berupa meriam dan beberapa alat bela diri lainnya. Adapun meriam, kerajaan kutai memiliki 4 yang hingga kini masih terjaga dengan rapi. Keempat meriam tersebut antara lain Meriam Sapu Jagat, Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, dan Meriam Sri Gunung. Peninggalan 12. Tombak Kerajaan Majapahit Tombak-tombak tua yang berasal dari Kerajaan Majapahit juga merupakan peninggalan sejarah kerajaan kutai. Ya, tombak-tombak tersebut telah ada di Muara Kaman sejak dulu. Ini membuktikan jika kerajaan kutai dan Kerajaan Majapahit pada masa silam memiliki hubungan yang sangat erat. Peninggalan 13. Keramik Kuno Tiongkok Ratusan keramik kuno yang diperkirakan berasal dari berbagai dinasti di kekaisaran Cina tempo dulu yang sempat ditemukan tertimbun di sekitar danau Lipan membuktikan bahwa kerajaan kutai dan kekaisaran china telah melakukan hubungan perdagangan yang erat pada masa silam. Ratusan keramik kuno yang menjadi peninggalan sejarah kerajaan Kutai itu kini tersimpan di ruang bawah tanah musium mulawarman di Tenggarong, Kutai kartanegara. Peninggalan 14. Gamelan Gajah Prawoto Di Museum Mulawarman saat ini juga terdapat seperangkat gamelan. Gamelan-gamelan ini diyakini berasal dari pulau Jawa. Tak hanya itu, beberapa topeng, keris, pangkon, wayang kulit, serta barangbarang kuningan dan perak yang ada sebagai peninggalan sejarah kerajaan kutai tempo silam juga membuktikan bahwa telah ada hubungan erat antara kerajaan-kerajaan di Jawa dengan Kerajaan Kutai Kartanegara

F.Kehidupan Politik Kerajaan Kutai Kehidupan politik yang dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman, putra Aswawarman dan Aswawarman adalah putra Kudungga. Dalam yupa dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Matahari dan pendiri keluarga raja. Hal ini berarti Aswawarman sudah menganut agama Hindu dan dipandang sebagai pendiri keluarga. Berikut adalah penjelasan mengenai raja – raja di Kutai. 

Raja Kudungga adalah raja pertama yang berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi, apabila dilihat dari nama Raja yang masih menggunakan nama Indonesia, para ahli berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga berpendapat bahwa pada masa pemerintahan Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah kepala suku.



Aswawarman adalah raja pertama Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putra dan salah satunya adalah Mulawarman.



Mulawarman kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta jika dilihat dari cara penulisannya. Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Kutai mengalami masa yang gemilang. Dari Yupa diketahui bahwa masa pemerintahan Mulawarman, kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur

G.Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kutai Kehidupan ekonomi di kutai disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melakukan kegiatan dagang.

H.Kehidupan Sosial Dan Budaya Kerajaan Kutai Dalam kehidupan sosial terjalin hubungan yang harmonis antara Raja Mulawarman dengan Kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam Yupa, bahwa Raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Kaum Brahmana di dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara. Istilah Waprakeswara tempat suci untuk memuja Dewa Siwa. Dalam kehidupan budaya Kerajaan Kutai sudah maju. Hal ini dibuktikan melalui upacara penghinduan yang disebut Vratyastoma. Pada masa Mulawarman upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta Brahmana dari orang Indonesia asli. Adanya kaum Brahmana asli orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama penguasaan terhadap bahasa Sanskerta.

SEJARAH KERAJAAN TARUMANEGARA Indonesia merupakan negara dengan sejarah yang panjang, dan salah satu sejarah panjang yang tercatat dalam sejarah adalah sejarah mengenai kerajaan-kerajaan. baik itu kerajaan Hindu-Budha maupun kerajaan islam yang turut meramaikan catatan sejarah masa lalu. dan salah satu sejarah kerajaan Hindu-Budha yang tercatat adalah kerajaan Tarumanegara, yang sebagaimana akan saya jelaskan dibawah ini.

PENGANTAR : Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia (kedua setelah Kerajaan Kutai) dan kerajaan tertua di Jawa Barat (sunda) yang meninggalkan catatan sejarah. Tarumanegara berkuasa dari abad ke 4 sampai abad ke 7 Masehi. Dari catatan sejarah dan artefak yang ditinggalkan. Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan yang beralirkan Hindu. Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M (naskah wangsakerta). Kerajaan Tarumanegara merupakan kelanjutan dari kerajaan Salakanegara (130-362 M). Pada saat berdirinya kerajaan Tarumanegara,ibukota kerajaan berpindah dari Rajatapura (ibukota Salakanegara) ke Tarumanegara. Salakanegara menjadi kerajaan daerah. LETAK :

Kerajaan Tarumanegara terletak di daerah kerajaan Salakanegara tepatnya di daerah Banten dan Bogor (Jawa Barat) yang beribukota di Sundapura (Purnawarman 397M). Wilayah kekuasaan Tarumanegara menurut prasasti Tugu (417 M) meliputi daerah Banten,Jakarta,Bogor dan Cirebon.

NAMA RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH : Jayasingawarman (358-382 M) Jayasingawarman adalah pendiri Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 358 – 382. Ia adalah seorang maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada. Ia adalah menantu Raja Dewawarman VIII dan dipusarakan di tepi kali Gomati (Bekasi). Pada masa kekuasaannya, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara. RAJATAPURA atau SALAKANEGARA (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150, terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII).

Dharmayawarman (382-395 M) Dharmayawarman adalah raja kedua Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 382 – 395. Ia adalah anak dari Jayasingawarman. Ia dipusarakan di tepi kali Candrabaga. Namanya hanya tercantum dalam Naskah Wangsakerta. Purnawarman (395-434 M) Purnawarman (Purnavarmman) adalah raja yang tertera pada beberapa prasasti pada abad V. Ia menjadi raja di Kerajaan Tarumanagara. Ia mengidentifikasikan dirinya dengan Wisnu. Di Naskah Wangsakerta, Purnawarman adalah raja ketiga Kerajaan Tarumanagara yang memerintah antara 395 – 434. Ia membangun ibu kota kerajaan baru dalam tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai dan dinamainya "Sundapura". Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 untuk menyebut ibu kota kerajaan yang didirikannya. Di naskah Wangsakerta juga disebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada, Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbalingga) di Jawa Tengah. [1] Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam. Wisnuwarman (434-455 M) Indrawarman (455-515 M) Candrawarman (515-535 M) Suryawarman (535-561 M) Suryawarman (meninggal 561) ialah raja Kerajaan Tarumanagara yang ketujuh. Setelah ayahnya Candrawarman yang meninggal pada tahun 535 dan memerintah selama 26 tahun antara tahuntahun 535 - 561. Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Pada tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di Ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh pada tahun 612 M. Kertawarman (561-628 M) Sudhawarman (628-639 M) Hariwangsawarman (639-640 M) Nagajayawarman (640-666 M) Linggawarman (666-669 M) Dalam Naskah Wangsakerta, Linggawarman adalah raja terakhir Tarumanagara. Pada tahun 669, Linggawarman digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman memunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapunta Hyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, pendiri Kerajaan Galuh, untuk memisahkan negaranya dari kekuasaan Tarusbawa

Tarusbawa (669-723 M)

No. Nama Situs 1 Kampung Muara

2 3

Ciampea Gunung Cibodas

Artepak Menhir (3) Batu dakon (2) Arca batu tidak berkepala Struktur Batu kali Kuburan (tua) Arca gajah (batu) Arca 3 arca duduk arca raksasa arca (?) Arca dewa Arca dwarapala Arca brahma

4 5 6 7 8

Tanjung Barat Tanjungpriok Tidak diketahui Cilincing Buni

Arca (berdiri) (Kartikeya?) Arca singa (perunggu) Arca siwa (duduk) perunggu Arca Durga-Kali Batu granit Arca Rajaresi sejumlah besar pecahan perhiasan emas dalam periuk Tempayan Beliung Logam perunggu Logam besi Gelang kaca Manik-manik batu dan kaca Tulang belulang manusia

Keterangan

Rusak berat Terbuat dari batu kapur

Fragmen

Duduk diatas angsa (Wahana Hamsa) dilengkapi padmasana Fragmen kaki dan lapik Mus.Nas.no.771 Mus.Nas.no.514a Mus.Nas. no.296a Mus.Nas.no.6363 settlement pattern settlement pattern

Sejumlah besar gerabah bentuk wadah 9 Batujaya(Karawang) Unur (hunyur) sruktur bata Percandian Segaran I Segaran II Segaran III Segaran IV Segaran V Segaran VI Talagajaya I Talagajaya II Talagajaya III Talagajaya IV Talagajaya V Talagajaya VI Talagajaya VII 10 Cibuaya Arca Wisnu I Arca Wisnu II Arca Wisnu III Lmah Duwur Wadon Candi I Lmah Duwur Lanang Candi II Pipisan batu

Tarusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sambawa menggantikan mertuanya menjadi penguasa Tarumanagara yang ke-13. Karena pamor Tarumanagara pada zamannya sudah sangat menurun, ia ingin mengembalikan keharuman zaman Purnawarman yang berkedudukan di purasaba (ibukota) Sundapura. Dalam tahun 670 ia mengganti nama Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Peristiwa ini dijadikan alasan oleh Wretikandayun, cicit Manikmaya, untuk memisahkan Kerajaan Galuh dari kekuasaan Tarusbawa. Karena Putera Mahkota Galuh (SENA or SANNA) berjodoh dengan Sanaha puteri Maharani Sima dari Kerajaan Kalingga, Jepara, Jawa Tengah, maka dengan dukungan Kalingga, Wretikandayun menuntut kepada Tarusbawa supaya bekas kawasan Tarumanagara dipecah dua. Dalam posisi lemah dan ingin menghindarkan perang saudara, Tarusbawa menerima tuntutan Galuh. Dalam tahun 670 M Kawasan Tarumanagara dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu: Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan Citarum sebagai batas. PENINGGALAN SEJARAH :

Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara diketahui melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari dalam negeri berupa prasasti batu yang ditemukan, sedangkan dari luar negeri berasala dari catatan kerajaan cina.

1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor. Dalam prasasti ini terdapat lukisan kaki gajah yang melambangkan Airawata yaitu gajah tunggangan Wisnu.Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi: jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam Terjemahannya: Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa. Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah. Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai "huruf ikal" yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang "bhramara" (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala "kemudaan" nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun. 2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi,(kec Cilingcing,Jakarta Utara) sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Prasasti Tugu lebih jelasnya menerangkan : 1) Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi. 2) Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Februari dan April.

3) Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja. 3.Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul atau prasasti lebak

ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten tahun 1947 berbahasa sansekerta, berisi pujian kepada Raja Purnawarman. 4.Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi: vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam Terjemahannya menurut Vogel: Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara. Selain itu, ada pula gambar sepasang "padatala" (telapak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti "tanda tangan" pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama "Rajamandala" (raja daerah) Pasir Muhara. Salinan gambar prasasti Ciaruteun dari buku The Sunda Kingdom of West Java From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with the Royal Center of Bogor. Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka dengan metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Gambar telapak kaki pada prasasti Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu: 1. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).

2. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat 5.Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

Prasasti Muara Cianten terletak di tepi(sungai) Cisadane dekat Muara Cianten yang dahulu dikenal dengan sebutan prasasti Pasir Muara (Pasiran Muara) karena memang masuk ke wilayah kampung Pasirmuara.Ditemukan di Bogor ditulis dalam aksara iklal yang belum dapat dibaca. Disamping tulisan terdapat lukisan telapak kaki. 6.Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor

Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris: shriman data kertajnyo narapatir - asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam - padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam - bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam. Terjemahannya menurut Vogel: Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya. 7.Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

Ditemukan didaerah leuwiliang,juga tertulis dalam aksara iklal yang belum dapat dibaca. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak kaki. 8. Prasasti Pasir Muara Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda

Terjemahannya menurut Bosch: Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda. Karena angka tahunnya bercorak "sangkala" yang mengikuti ketentuan "angkanam vamato gatih" (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.

Sumber berita dari luar negeri Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok. 1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Yepo-ti ("Jawadwipa") hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hien[rujukan?] 2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang terletak di sebelah selatan. 3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lomo.

Dari tiga berita di atas para ahli[siapa?] menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara. Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma. Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasastprasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hampir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon. Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya

KEHIDUPAN MASYARAKAT -Kehidupan Politik Raja Purnawarman adalah raja besar yang telah berhasil meningkatkan kehidupan rakyatnya. Hal ini dibuktikan dari prasasti Tugu yang menyatakan raja Purnawarman telah memerintah untuk menggali sebuah kali. Penggalian sebuah kali ini sangat besar artinya, karena pembuatan kali ini merupakan pembuatan saluran irigasi untuk memperlancar pengairan sawah-sawah pertanian rakyat. -Kehidupan Ekonomi

Prasasti tugu menyatakan bahwavraja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar nagi masyarakat, Karena dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di Kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan daera-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur. -Kehidupan Sosial Kehidupan sosial Kerajaan Tarumanegara sudah teratur rapi, hal ini terlihat dari upaya raja Purnawarman yang terus berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Raja Purnawarman juga sangat memperhatikan kedudukan kaum brahmana yang dianggap penting dalam melaksanakan setiap upacara korban yang dilaksanakan di kerajaan sebagai tanda penghormatan kepada para dewa. -Kehidupan Budaya Dilihat dari teknik dan cara penulisan huruf-huruf dari prasasti-prasasti yang ditemukan sebagai bukti kebesaran Kerajaan Tarumanegara, dapat diketahui bahwa tingkat kebudayaan masyarakat pada saat itu sudah tinggi. Selain sebagai peninggalan budaya, keberadaan prasasti-prasasti tersebut menunjukkan telah berkembangnya kebudayaan tulis menulis di kerajaan Tarumanegara.

SEJARAH KERAJAAN KALINGGA kerajaan kalingga

Kalingga berasal dari kata kalinga,nama sebuah kerajaan di india selatan, yang didirikan oleh beberapa kelompok orang lain dari india yang berasal dari orissa, mereka melarikan diri karena daerah orissa dihancurkan oleh Maharaga Asoka. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-6 dan dibubarkan pada abad ke-7. Kerajaan kalingga diperkirakan terletak di jawa tengah, di kecamatan keling sebelah utara gunung muria, Sekarang letak nya dekat dengan kabupaten pekalongan dan kabupaten jepara. Ibu kota dari kerajaan kalingga adalah keling(jepara), bahasa yang digunakan kerajaan kalingga yaitu, melayu kuna sanskerta, agama yang dianut kerajaan kalingga yaitu, hindu dan buddha. Sebenarnya agama yang dianut oleh penduduk kerajaan ini umumnya buddha, karena agama buddha berkembang pesat pada saat itu,bahkan pendeta cina datang ke keling dan tinggal selama tiga tahun.

Ratu Sima adalah penguasa di Kerajaan Kalingga. Ia digambarkan sebagai seorang pemimpin wanita yang tegas dan taat terhadap peraturan yang berlaku dalam kerajaan itu. Ratu sima memerintah sekitar tahun 674-732 m.

Ø Kehidupan ekonomi kerajaan Kalingga : Perekonomian kerajaan kalingga bertumpu pada sector perdagangan dan pertanian. Letaknya yang dekat dengan pesisir pantai utara jawa tengah menyebabkan kalingga mudah di akses oleh pedagang luar negeri.kalingga merupakan daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, culabadak,dan gading gajah untuk dijual. Penduduk kalingga dikenal pandai membuat minuman yang berasal dari bunga kelapa dan bunga aren.

Ø Kehidupan sosial kerajaan kalingga : Kerajaan kalingga hidup dengan teratur,berkat kepemimpinan ratu sima ketentraman dan ketertiban di kerajaan kalingga berlangsung dengan baik. Dalam menegakkan hukum, ratu sima tidak membeda-bedakan antara rakyat dengan kerabatnya sendiri. Berita tentang ketegasan hukum ratu sima, raja yang bernama T-shih ia adalah kaum muslim arad dan persia, ia menguji kebenaran berita yang ia dengar.beliau memerintahkan anak buahnya untuk meletakkan satu kantong emas di jalan wilayah kerajaan kalingga. Selama tiga tahun kantong tersebut tidak ada yang menyentuh, jika ada yang melihat kantong itu ia berusaha menyingkir. Tetapi pada suatu hari, putra mahkota tidak sengaja menginjak kantong tersebut hingga isinya berceceran. Mendengar kejadian tersebut ratu sima marah, dan memerintahkan agar putra mahkota dihukum mati. Tetapi karena para menteri memohon agar putra mahkota mendapat pengampunan. Akhirnya ratu sima hanya memerintahkan agar jari putra mahkota yang menyentuh kantong emas tersebut di potong,hal ini menjadi bukti ketegasan ratu sima.

Ø Kehidupan politik kerajaan kalingga : Pada abad ketujuh masehi kerajaan kalingga dipimpin oleh ratu sima, hukum di kalingga ditegakkan dengan baik sehingga ketertiban dan ketentraman di kalingga berjalan dengan baik. Menurut naskah parahhayang, Ratu sima memiliki cucu bernama sanaha yang menikah dengan Raja Brantasenawa dari kerajaan galuh. Sanaha memiliki anak bernama sanjaya yang kelas akan menjadi raja mataram kuno. Sepeninggalan Ratu sima, kerajaan Kalingga ditaklukan oleh kerajaan Sriwijaya.

Ø Masa kejayaan kerajaan kalingga : Masa kepemimpinan Ratu sima menjadi masa keemasan bagi kerajaan kalingga sehingga membuat raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum, sekaligus penasaran. Masa masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun. Agama buddha juga berkembang secara harmonis, sehingga wilayah di sekitar kerajaan Ratu Sima juga sering disebut Di Hyang(tempat bersatunya dua kepercayaan hindu dan buddha). Dalam bercocok tanam Ratu Sima mengadopsi sistem pertanian dari kerajaan kakak mertuanya. Ia merancang sistem pengairan yang diberi nama subak. Kebudayaan baru ini yang kemudian melahikan istilah Tanibhala, atau masyarakat yang mengolah mata pencahariannya dengan cara bertani atau bercocok tanam.

Ø Masa kehancuran kerajaan kalingga : Kerajaan kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akibat serangan sriwijaya yang menguasai perdagangan, serangan tersebut mengakibatkan pemerintahan kijen menyingkir ke jawa bagian timur atau mundur ke pedalaman jawa bagian tengah antara tahun 742-755 M. Bersama

melayu dan tarumanegara yang sebelumnya telah ditaklukan kerajaan Sriwijaya. Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya-Buddha.

Ø Peninggalan kerajaan kalingga :

Prasasti Tukmas    

Ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Isi prasasti menceritakan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu. Candi Bubrah, Jepara

 

Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Candi Bubrah adalah salah satu candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di antara Percandian Rara Jonggrang dan Candi Sewu. Secara administratif, candi ini terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, KabupatenKlaten, Provinsi Jawa Tengah.





Dinamakan ‘Bubrah’ karena keadaan candi ini rusak (bubrah dalam bahasa Jawa) sejak ditemukan. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno, satu periode dengan Candi Sewu. Candi ini mempunyai ukuran 12 m x 12 m terbuat dari jenis batu andesit, dengan sisa reruntuhan setinggi 2 meter saja. Saat ditemukan masih terdapat beberapa arca Buddha, walaupun tidak utuh lagi. Candi Angin

 

Candi Angin terdapat di desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Karena letaknya yang tinggi tapi tidak roboh terkena angin, maka dinamakan “Candi Angin”. Menurut para penelitian Candi Angin lebih tua dari pada Candi Borobudur. Bahkan ada yang beranggapan kalau candi ini buatan manusia purba di karenakan tidak terdapat ornamenornamen Hindu-Budha. Prasasti Sojomerto

    



Ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuno Berasal dari sekitar abad ke-7 masehi. Bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu. Bahan prasasti ini adalah batu andesit dengan panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm. Tulisannya terdiri dari 11 baris yang sebagian barisnya rusak terkikis usia.

SEJARAH KERAJAAN SRIWIJAYA Sejarah Kerajaan Sriwijaya Lengkap. Kerajaan Sriwijaya atau biasa disebut Srivijaya adalah salah satu kerajaan maritim yang kuat di wilayah pulau Sumatera dan memberi pengaruh banyak di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Thailand, Kamboja, Semenanjung Malaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Didalam bahasa Sansekerta, sri artinya “bercahaya” dan wijaya artinya “kemenangan”. Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan Sriwijaya ini berawal dari abad ke-7, I Tsing, seorang pendeta Tiongkok, menuliskan bahwa ia tinggal selama 6 bulan saat mengunjungi Sriwijaya tahun 671. Prasasti sejarah yang paling tua mengenai Kerajaan Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, di Palembang yaitu prasasti Kedukan Bukit, pada tahun 682. Dikarenakan terjadi beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh di tahun 990 dari Jawa menjadikan pengaruh Kerajaan Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai berkurang, dan serangan Rajendra Chola I dari Koromandel di tahun 1025, selanjutnya di tahun 1183 Sriwijaya dibawah kendali kekuasaan kerajaan Dharmasraya. Setelah Sriwijaya runtuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensinya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan George Cœdès dari Perancis.

Tidak ditemukan catatan lebih lanjut mengenai Kerajaan Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang sudah terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia terkini yang mendengar mengenai sejarah Kerajaan Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès menyebarkan enemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok dalam “San-fo-ts’i”, sebelumnya dibaca “Sribhoja”, dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno bersumber pada kekaisaran yang sama. Kerajaan Sriwijaya menjadi icon kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar Nusantara di Jawa Timur selain Majapahit. Pada abad ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi rujukan oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwasanya Indonesia adalah satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda. Tertulis berbagai macam nama Sriwijaya. Orang Tionghoa menyebutnya San-fo-ts’i Shih-li-fo-shih atau atau San Fo Qi. Dalam bahasa Pali dan Sansekerta, kerajaan Sriwijaya disebut Javadeh dan Yavadesh. Khmer menyebutnya Malayu dan bangsa Arab menyebutnya Zabaj. Banyaknya nama menjadi alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan. Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan mengenai adanya 3 pulau Sabadeibei yang dimungkinkan berkaitan dengan Sriwijaya. Pierre-Yves Manguin melakukan observasi Sekitar tahun 1993 dan berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Sabokingking dan Seguntang (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang).

Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya terletak pada wilayah sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang), dengan catatan Malayu tidak di wilayah tersebut. Jika Malayu pada wilayah tersebut, ia cendrung pada pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah mengeluarkan pendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada wilayah Candi Muara Takus provinsi Riau sekarang), dengan perkiraan petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing, serta hal ini juga dapat dikaitkan denganadanya berita tentang pembangunan sebuah candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang diberi nama cheng tien wan shou (Candi Bungsu, sebagian dari candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukotakan di Kadaram (Kedah sekarang).

Pembentukan dan pertumbuhan Kerajaan Sriwijaya

Belum banyak bukti fisik mengenai Kerajaan Sriwijaya yang bisa ditemukan. Kerajaan ini merupakan negara maritim dan menjadi pusat perdagangan, namun kerajaan ini tidak meluaskan kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk sebuah populasi Madagaskar sejauh 3.300 mil di wilayah barat. Beberapa ahli masih berselisih kawasan yang menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu bisa jadi kerajaan ini biasa memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota masih tetap diperintah secara langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya dipimpin oleh datu setempat. Sesuai dengan catatan I Tsing, Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak tahun 671, pada tahun 682 dari prasasti Kedukan Bukit di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Kedah dan Malayu menjadi bagian kekuasaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur pada tahun 686 ditemukan di pulau Bangka, bagian selatan Sumatera ini telah dikuasai kemaharajaan Sriwijaya, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyatakan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan petualangan militer untuk menghukum Bumi Jawa yang tidak mau berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah dan Tarumanagara di Jawa Barat yang kemungkinan besar akibat diserang Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan sukses mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Sunda, Selat Malaka, Laut Jawa, Laut China Selatan, dan Selat Karimata. Ekspansi kerajaan ini ke Semenanjung Malaya dan Jawa, menjadikan Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan di Asia Tenggara.

Berdasarkan penelitian, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Kamboja dan Thailand. Pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina di abad ke-7, mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melakukan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di wilayah tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai pendiri imperium Khmer, raja Khmer Jayawarman II, di abad yang sama memutuskan hubungan dengan Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Holing dan Tarumanegara berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, wangsa Sailendra pada masa ini pula bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa disana. Di abad ini pula, di semenanjung Melayu Langkasuka menjadi bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Trambralinga dan Pan Pan, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Kerajaan Sriwijaya. Setelah Dharmasetu, yang menjadi penerus kerajaan adalah Samaratungga. Ia berkuasa pada tahun 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih perkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, Samaratungga membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pembangunannya pada tahun 825.

Agama dan Budaya

Sebagai pusat pengajaran Agama Buddha Vajrayana, Sriwijaya menarik banyak peziarah dan sarjana dari berbagai negara di Asia. Antara lain I Tsing seorang pendeta dari Tiongkok, yang melakukan ekspansi ke Sumatera dalam perjalanan belajarnya di Universitas Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695, dan di abad ke-11, Atisha, seorang sarjana Buddha dari Benggala yang berperan dalam perkembangan Buddha Vajrayana di Tibet. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya sebagai rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi sebuah pusat pembelajaran agama Buddha. Pelancong yang datang ke pulau ini menyatakan bahwa koin emas telah dipergunakan di pesisir kerajaan. Selain itu ajaran Buddha Mahayana dan Buddha Hinayana juga turut berkembang di Sriwijaya. budaya India banyak mempengaruhi Kerajaan Sriwijaya, diawali oleh budaya Hindu kemudian diikuti pula oleh agama Buddha. Raja-raja Sriwijaya berhasil menguasai kepulauan Melayu melalui perdagangan dan penaklukkan dari abad ke-7 hingga abad ke-9, sehingga secara langsung ikut serta mengembangkan kebudayaan Melayu beserta bahasanya di Nusantara. Sangat memungkinkan bahwa Sriwijaya yang terkenal sebagai pusat bandar perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat dari para pedagang dan ulama muslim dari wilayah Timur Tengah. Sehingga beberapa kerajaan yang awalnya merupakan bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh berkembang menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya kekuasaan Sriwijaya. Ada sumber yang menyatakan, karena adanya pengaruh orang muslim Arab yang banyak berkunjung di Sriwijaya, maka pada tahun 718 Sri Indrawarman raja Sriwijaya memeluk Islam. Sehingga sangat

memungkinkan kehidupan sosial Sriwijaya ialah masyarakat sosial yang di dalamnya ada masyarakat Muslim dan Budha sekaligus. Tercatat beberapa kali raja Sriwijaya mengirimkan surat ke khalifah Islam di Suriah. Pada salah satu teks berisi permintaan agar khalifah sudi mengirimkan da’i ke istana Sriwijaya, surat itu ditujukan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720M).

Perdagangan

Di dalam dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi penguasa dalam mengendalikan jalur perdagangan antara Tiongkok dan India, yakni dengan penguasaan atas selat Sunda dan selat Malaka. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya mempunyai aneka komoditi seperti kayu gaharu, kapur barus, kepulaga cengkeh, pala,, gading, timah, dan emas, yang membuat raja Sriwijaya kaya seperti raja-raja di India. Kekayaan yang amat banyak ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassalvassalnya di seluruh Asia Tenggara. Pada paruh pertama abad ke-10, diantara jatuhnya dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup heboh, terutama Fujian, negeri kaya Guangdong, kerajaan Min, dan kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya merauk keuntungan dari perdagangan ini.

Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya

Untuk memperkuat posisi kekuasaannyanya atas penguasaan kawasan di Asia Tenggara, Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan sering mengantarkan utusan beserta upeti. Pada masa pertama kerajaan Khmer adalah daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengaku bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan, sebagai ibu kota kerajaan Khmer, pengaruh Sriwijaya terlihat pada bangunan pagoda Borom That yang arsitektur Sriwijaya. Setelah Sriwijaya jatuh, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yaitu (Mueang) Chaiya, Khirirat Nikhom, dan Thatong (Kanchanadit).

Sriwijaya juga ada hubungan dekat dengan kerajaan Pala dari Benggala, pada prasasti Nalanda mencatat bahwasanya raja Balaputradewa memberikan sebuah biara kepada Universitas Nalanda. Hubungan dengan dinasti Chola di selat India juga cukup baik, dari prasasti Leiden mencatat bahwa raja Sriwijaya telah membangun vihara yang dinamakan dengan Vihara Culamanivarmma, namun setelah Rajendra Chola I naik tahta yang melakukan penyerangan di abad ke-11 hubungan antara Sriwijaya dan raja Balaputradewa menjadi buruk. Kemudian pada masa Kulothunga Chola I hubungan ini kembali membaik, di mana raja Sriwijaya di Kadaram mengirim utusan yang meminta diikrarkannya pengumuman pembebasan cukai di kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun pada masa ini Sriwijaya dicap telah menjadi bagian dari dinasti Chola, dari kronik Tiongkok disebutkan bahwa Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja San-fo-ts’i pada tahun 1079 ikut serta membantu perbaikan candi di dekat Kanton, pada masa dinasti Song candi ini dijuluki dengan nama Tien Ching Kuan sedangkan pada masa dinasti Yuan dijuluki dengan nama Yuan Miau Kwan.

Struktur pemerintahan

Pembentukan negara satu kesatuan dalam ukuran struktur kekuasaan politik Sriwijaya, dapat dilcari dari beberapa prasasti yang di dalamnya mengandung info penting tentang mandala, kadātuan, samaryyāda, vanua, dan bhūmi. Kadātuan dapat diartikan kawasan dātu, (tanah rumah) tempat tinggal, tempat mas disimpan dan hasil cukai (drawy) sebagai wilayah yang harus dijaga. Kadātuan ini dikelilingi vanua, yang bisa dianggap sebagai wilayah kota dari Sriwijaya yang di dalamnya terkandung vihara untuk tempat beribadah untuk masyarakatnya. Vanua dan Kadātuan ini merupakan suatu wilayah inti bagi Kerajaan Sriwijaya. Menurut Casparis, samaryyāda merupakan wilayah yang bersebrangan dengan vanua, yang terhubung ke jalan khusus (samaryyāda-patha) yang dapat dimaksudkan kawasan pedalaman. Sedangkan mandala adalah suatu kawasan yang berdiri sendiri dari bhūmi yang berada dalam kontrol kekuasaan kadātuan Sriwijaya. Penguasa Sriwijaya disebut dengan Maharaja atau Dapunta Hyang, dan dalam silsilah raja terdapat secara berurutan yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja (putra mahkota kedua) dan rājakumāra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu banyak menuturkan berbagai jabatan dalam susunan pemerintahan kerajaan di masa Sriwijaya.

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan maritim menjadi ciri Kemaharajaan Sriwijaya, mengandalkan kekuasaannya pada kekuatan armada lautnya dalam langkah menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam melindungi kapal-kapal dagang, mengawasi, mengambil cukai serta menjaga wilayah kekuasaan dan kedaulatannya. Sejarah dan bukti arkeologi mencatat, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan rebut kekuasaan di hampir seluruh kerajaan-kerajaan wilayah Asia Tenggara, antara lain: Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaya, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Dominasi atas Selat Sunda dan Selat Malaka, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali jalan perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mentarif biaya atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengumpulkan kekayaannya sebagai gudang perdagangan dan pelabuhan yang melayani pasar India dan Tiongkok,. Sriwijaya juga disebut ikut berperan dalam menghancurkan kerajaan Medang di tanah Jawa, dalam prasasti Pucangan dijelaskan sebuah peristiwa Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di tanah Jawa Timur, di mana Haji Wurawari asal Lwaram yang dimungkinkan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang yang menyebabkan terbunuhnya Dharmawangsa Teguh raja Medang terakhir.

Raja Terkenal Kerajaan Sriwijaya

Raja-raja yang diketahui pernah menjabat sebagai Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut: Raja Daputra Hyang: Cerita mengenai raja Daputra Hyang ditemukan melalui prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa kekuasaannya, Raja Dapunta Hyang telah sukses memperluas daerah kekuasaannya sampai ke tanah Jambi. Sedari awal pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang bercitacita supaya Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim. Raja Dharmasetu: Pada masa kekuasaan Raja Dharmasetu, Kerajaan Sriwijaya meluas sampai ke wilayah Semenanjung Malaya. Bahkan, Kerajaan Sriwijaya disana membangun sebuah pangkalan di

wilayah Ligor. Selain itu, Kerajaan Sriwijaya juga sanggup menjalin hubungan dengan Negri India dan China. Setiap kapal yang melayar dari China dan India selalu mampir di Bandar-bandar Sriwijaya. Raja Balaputradewa: Berita mengenai raja Balaputradewa awal diketahui dari catatan Prasasi Nalanda. Raja Balaputradewa menjabat sekitar abad ke-9, pada masa kekuasaannya, kerajaan Sriwijaya berkembang cepat menjadi kerajaan besar dan menjadi sebuah pusat agama Buddha di Asia Tenggara. Ia menjalin sebuah hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di India seperti Cola dan Nalanda. Balaputradewa merupakan keturunan dari dinas Syailendra, yaitu putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari kerajaan Sriwijaya. Raja Sri Sudamaniwarmadewa: Pada masa kekuasaan Raja Sri Sudamaniwarmadewa, Kerajaan Sriwijaya pernah mengalami serangan dari Raja Darmawangsa dari Jawa Timur. Tapi, serangan tersebut berhasil digagalkan oleh para tentara Sriwijaya. Raja Sanggrama Wijayattunggawarman: Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami sebuah serangan dari Kerajaan Chola. Yang dipimpin oleh Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola membuat serangan dan sukses merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman akhirnya ditahan. Tapi pada masa kekuasaan Raja Kulottungga I Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman kemudian dibebaskan.  Dapunta Hyang Sri Jayanasa  Sri Indravarman  Rudra Vikraman  Maharaja WisnuDharmmatunggadewa  Dharanindra Sanggramadhananjaya  Samaratungga  Samaragrawira  Balaputradewa  Sri UdayadityavarmanSe-li-hou-ta-hia-li-tan  Sri CudamanivarmadevaSe-li-chu-la-wu-ni-fu-ma-tian-hwa  Sri MaravijayottunggaSe-li-ma-la-pi  Hie-tche (Haji)  Sumatrabhumi  Sangramavijayottungga  Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo  Rajendra II  Rajendra III  Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa  Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa  Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Walaupun Sriwijaya cuma tersisa sedikit peninggalan arkeologi dan juga terlupakan dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali mengenai kemaharajaan bahari ini oleh Coedès di tahun 1920-an telah memhidupkan kesadaran bahwa dalam bentuk persatuan politik raya berbentuk kemaharajaan yang terdiri atas perpecahan kerajaan-kerajaan bahari, dulu pernah tumbuh, bangkit, dan berjaya di masa lalu. Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga memuliakan Sriwijaya sebagai sumber yang dibanggakan dan bukti kejayaan pada masa lampau Indonesia. kejayaan Sriwijaya telah menjadi suatu kebanggaan identitas daerah dan nasional, khususnya bagi para penduduk kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Keluhuran Sriwijaya bagi penduduk Palembang, telah menjadi sebuah inspirasi seni budaya, semisal lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga dialami oleh masyarakat selatan Thailand yang kembali menciptakan tarian Sevichai (Sriwijaya) yang berdasarkan pada kemuliaan seni budaya Sriwijaya. Di Indonesia, nama Sriwijaya telah diabadikan dan digunakan sebagai nama jalan di banyak kota, dan nama ini sudah melekat dengan ciri kota Sumatera Selatan dan Palembang. Universitas Sriwijaya yang berdiri pada tahun 1960 di Palembang diberikan nama berdasarkan kedatuan Sriwijaya. Demikian juga Kodam II Sriwijaya (unit komando militer), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang), PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera Selatan), Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Sriwijaya TV, Stadion Gelora Sriwijaya, dan Sriwijaya Football Club (Klab sepak bola Palembang), semua dinamakan demikian karena untuk memuliakan, menghormati, dan merayakan kejayaan kemaharajaan Sriwijaya.

KERAJAAN-KERAJAAN PADA MASA HINDU-BUDHA

Nama Anggota Kelompok 6: 1. 2. 3. 4.

Fitria Elmi Imamul Rabihatul Aula Josephine Claresta Wahyu Andika

Mata Pelajaran: Sejarah Indonesia Guru Pembimbing:

SMA Negri 2 Bangkinang Kota Jln. Dr. A Rahman Saleh, Bangkinang, Kabupaten Kampar, Riau 28436 TP.2017/2018

Related Documents


More Documents from "reyhan ammar"