Kepala Daerah dalam Perspektif Islam
SUPLEMEN
Oleh MOHAMAD JIHAD DIENULLAH PADA bulan Juni 2005 mendatang di beberapa daerah akan digelar pertama kalinya pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat setempat. Tinggal beberapa bulan saja perhelatan itu akan digelar, sudah barang tentu para calon kepala daerah sudah memasang kuda-kuda jauh-jauh hari guna memenangkan pilkada. Entah siapa yang nanti bakal muncul sebagai calon kepala daerah? Tentu pada akhirnya kita nanti akan mengetahui siapa-siapa saja bakal calon kepala daerah? Tinggal bagaimana nantinya masyarakat akan menilai kepribadian para calon kepala daerah dalam berbagai perspektif, dalam hal ini perspektif Islam. Dalam pandangan Islam banyak sekali syarat-syarat dalam menentukan, memilih atau mengangkat seorang pemimpin. Seperti ilmu pengetahuan (al-'ilm), keadilan (al-'adalah), kesanggupan (alkifayah) dan kebebasan panca indera dari sesuatu cacat yang dapat memberi bekas pada pengeluaran pendapat dan pekerjaan (assalamah). Ada pula syarat lainnya meski ada perbedaan pendapat, yaitu keturunan dari kaum Quraisy. (Ibnu Khaldun tentang Masyarakat dan Negara ditulis Osman Raliby Penerbit Bulan Bintang Jakarta). Dari syarat di atas, konstituen dalam hal ini rakyat harus pandaipandai memilih para calon kepala daerah sebagaimana syarat dalam pandangan Islam. Pertama, ilmu pengetahuan, seorang kepala daerah harus mengerti tata pemerintahan daerah yang akan dipimpinnya. Untuk itu seorang pemimpin harus berwawasan luas, baik itu masalah politik, ekonomi, budaya, pendidikan, yang ada di wilayahnya. Seperti kita ketahui, pada pemilihan umum beberapa waktu lalu syarat untuk anggota legislatif harus tamat SMA begitu pun untuk pilkada minimal harus tamat SMA agar tidak mbalelo dalam melaksanakan tugas sebagai kepala daerah. Kedua, kepala daerah harus berlaku adil, seorang kepala daerah harus bisa menempatkan diri ketika ia sudah terpilih, maka ia harus bersikap independen dan tidak memihak kepada salah satu golongan ataupun partai yang mengusungnya. Ia harus berani melepaskan "baju" dari yang melatarbelakanginya sebelumnya. Kepala daerah juga harus adil dan proporsional dalam menerapkan sistem pajak, ekonomi, pendidikan dan sektor lainnya agar tidak terjadi kecemburuan sosial. Ketiga, seorang pemimpin juga harus sanggup melaksanakan hukum-hukum yang ditetapkan undang-undang. Sudah menjadi rahasia umum, negara kita merupakan negara terkorup ke-5 di dunia. Pemberantasan korupsi bisa dilaksanakan asal ada kemauan
IKLAN
dari pemerintah (political will) dalam hal ini kepala daerah harus berani memberantas korupsi di lingkungan pemerintahannya tanpa pandang bulu (jabatan) agar tidak terjadi penyelewengan anggaran belanja daerah. Begitu pun dalam penegakan hukum lainnya harus dijalankan, misal kasus pencurian, pembunuhan, agar tidak terjadi sikap anarkis dari masyarakat yang ingin main hakim sendiri. Hal ini dikarenakan supremasi hukum tidak berjalan secara adil. Tidak sedikit orang yang punya pengaruh atau jabatan yang melanggar hukum selalu mendapat hukuman yang ringan sehingga masyarakat bersikap apatis terhadap hukum yang ada, maka dijalankanlah "hukum rimba". Keempat, guna bisa melaksanakan tugas yang maha berat, seorang kepala daerah harus sehat jasmani dan rohani artinya tidak cacat fisik maupun mental, seperti buta, bisu, tuli, dan gila. Syarat ini menjadi sangat penting dikarenakan seorang pemimpin harus bisa memantau dan melaksanakan pemerintahannya terjun ke lapangan bahkan terjun dalam memelari pertikaian di daerahnya. Hal ini tentu harus didukung oleh anggota tubuhnya yang normal agar tidak terjadi "kekurangefektifan" dalam menjalankan roda pemerintahnnya. Kelima, bila kita merujuk syarat terakhir keturunan Quraisy maka dalam pilkada berarti putera daerah, memang sudah selayaknya para calon kepala daerah pun harus putera daerah agar lebih merepresentasikan bagi warga di wilayahnya. Tentu rasa kasih sayang terhadap warga yang bukan asli daerahnya sama diperlakukannya sehingga tidak terjadi diskriminasi atau mengenyampingkan warga lainnya. Selain itu pula masyarakat harus melihat mereka dari sisi ketaatannya kepada Allah SWT. Apakah para calon kepala daerah ini taat menjalankan perintah-Nya? Bila memang mereka taat kepada Allah dan Rasul dalam perilakunya sehari-hari maka konstituen bisa memilih dan taat kepadanyanya untuk dijadikan pemimpin bagi daerahnya. Sebagaimana dalam firman Allah, "Taatlah pada Allah dan taatlah pada Rasul dan pada mereka yang dikuasakan diantara kamu." (QS. 4:59). Akhirnya kita berharap agar benar-benar terwujud daerah yang thayyibatun warabbun ghafur. Wallahu'alam bishawwab.*** Penulis alumnus Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN SGD Bandung.