Kepailitan Perusahaan dan Kepantasannya Penulis: Erick, SH, M.Si, CBV, CPA Advocate-Corporate Legal Specialist Managing Partner JMT Law House 1. Pendahuluan Undang-undang No 37 tahun 2004 tetang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(UU Kepailitan) adalah salah satu
undang-undang yang penting dalam hukum bisnis selain UndangUndang
tentang
Perseroan
Terbatas,
Undang-undang
tentang
penanaman modal, undang-undang tetang pasar modal, dan undangundang lain yang berkaitan dengan bisnis. Kalau kita melihat penamaannya, UU Kepailitan adalah undangundang yang mengatur tatacara memailitkan perusahaan dan hal-hal yang harus dilakukan oleh kurator dalam melakukan pemberesan perusahaan atau badan hukum. Menurut pengertian yang dapat kita peroleh dalam UU Kepailitan, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu keadaan dimana harta kekayaan debitur berada dalam keadaan sita umum dan debitur demi hukum
kehilangan
haknya
untuk
menguasai
dan
mengurus
kekayaannya. (pasal 21,24 UUK dan pasal 1131-1132 KUHPerdata). Satu hal yang luar biasa dalam pengertian ini adalah seluruh kekayaan debitur ada dalam keadaan sita umum, sehingga dengan demikian tidak ada pihak manapun yang berhak atas harta ini, kecuali kurator
Page 1
yang
memperoleh
penugasan
melalui
penetapan
hakim
untuk
melakukan pemberesan.
2. Proses Sidang Perkara Kepailitan Sebagaimana kita ketahui apabila kita berperkara di pengadilan umum, maka untuk memperoleh keputusan hakim bahwa kita memenangkan
perkara
tersebut
secara
final
(inkracht)
maka
diperlukan waktu yang cukup lama (asumsi optimis 5 tahun). Lamanya waktu yang diperlukan tersebut adalah untuk menempuh proses beracara di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan mahkamah agung. Sedangkan apabila kita telah memenangkan perkara dan hendak memperoleh hak kita, maka kita perlu mengajukan sita eksekusi atas jaminan atau objek yang dipersengketakan, hal ini pun memerlukan waktu yang cukup lama dan memiliki tingkat kerumitan tersendiri. Apabila kita tengok proses beracara di pengadilan niaga dalam menangani masalah kepailitan ini, maka kita dapati horizon waktu yang jauh lebih cepat untuk mempeoleh kepastian dalam masalah hukum ini, karena proses beracara dipengadilan ini yang lebih ringkas dan sifat dari putusan yang menjadikan seluruh harta debitur dalam kondisi sita umum. Secara
umum,
prosedur
beracara
di
Pengadilan
menangani permohonan kepailitan adalah sbb:
Page 2
Niaga
dalam
1. Permohonan pailit ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga tempat kedudukan hukum Debitur, yang diajukan secara tertulis dibuat rangkap 6 (enam), aslinya ditandatangani di atas materai. Apabila termohon pailit lebih dari satu, maka surat permohonan pailit ditambah sesuai dengan banyak /(jumlah) termohon pailit; 2. Permohonan pailit harus diajukan oleh seorang Advocat (pasal 7), kecuali diajukan oleh Kejaksaan , BI, Bapepam dan Menteri Keuangan; 3. melampirkan daftar bukti berikut bukti-bukti yang sudah dinazegelen dan Surat Kuasa Khusus yang harus didaftarkan terlebih dahulu di kepaniteraan Pengadilan Niaga, selanjutnya melakukan pembayaran SKUM sebagai uang panjar perkara 4. Setelah permohonan lengkap, maka panitera menyampaikan permohonan pailit kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lambat 2 (dua) hari setelah permohonan pailit didaftarkan (Pasal 6) 5. Paling lambat dalam waktu 3 (tiga) hari setelah didaftarkan maka Pengadilan harus mempelajari dan menetapkan hari sidang; 6. Atas permohonan Debitur dengan disertai alasan yang cukup maka Pengadilan dapat menunda pelaksanaan sidang paling lama 25 hari setelah permohonan didaftarkan;
Page 3
7. Pengadilan WAJIB memanggil debitur apabila permohonan diajukan oleh Kreditur, Kejaksaan, BI Bapepam dan Materi Keuangan; 8. Pengadilan DAPAT memanggil Kreditur apabila permohonan diajukan oleh Debitur secara volunteer; 9. Pemanggilan dilakukan oleh Juru Sita paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pertama dimulai, baik dengan tercatat atau diantar langsung oleh juru sita; 10. Sidang dilaksanakan paling lambat 20 hari setelah tanggal
permohonan pendaftaran; 11. Berdasarkan alasan yang cukup sidang dapat ditunda oleh
Pengadilan paling lambat 25 hari sejak didaftarkan; 12. Putusan Permohonan Pailit paling lambat 60 hari sejak didaftarkan; 13. Penyampaian
salinan
putusan
kepada
pihak
yang
berkepentingan (3 hari setelah putusan). Kalau kita hitung waktu yang diperlukan dalam proses ini untuk memperoleh putusan pengadilan berupa penetapan kepailitan, maka waktu yang diperlukan hanyalah sekitar 2 bulan saja. Bandingkan dengan proses beracara yang lazim diterpakan dalam pengadilan negeri yang memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan.
Page 4
3. Syarat-syarat Permohonan Pailit Singkatnya waktu dalam proses kepailitan diikuti oleh kesederhanaan pihak-pihak yang hendak mengajukan permohonan pailit, hal ini tercermin dari syarat-syarat yang harus dipenuhi para pihak untuk mengajukan permohonan pailit. Permohonan pernyataan pailit harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (4) UUK yaitu : 1. Debitur mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih (pasal 2 ayat (1)); 2. Terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana (sumir) bahwa kedua syarat tersebut di atas telah terpenuhi (pasal 8 ayat (4)); Apabila kita lihat pada persyaratan Nomor 1, maka dapat dipastikan hal ini mudah dipenuhi oleh kreditur, karena yang mempunyai tagihan kepada Debitur setidak-tidaknya adalah karyawan dan pemerintah dalam hal ini kantor pajak. Kedudukan pemerintah sebagai kreditur adalah mutlak, karena pemerintah
mempunyai
hak
tagih
atas
harta-harta
pailit
dan
berkedudukan sebagai kreditur preferen (kreditur yang memiliki hak tagih yang didahulukan). Dengan demikian secara toritis, seluruh perusahaan yang memiliki hutang, yang telah jatuh tempo, dapat dipastikan memiliki lebih dari
Page 5
satu kreditor. Sehingga secara teoritis tidak ada perusahaan yang bebas dari risiko pailit.
3.1 Pihak yang berhak mengajukan permohonan pailit Secara umum permohonan pailit dapat diajukan oleh : 1. Salah satu Kreditur atau secara bersama-sama; 2. Debitur (secara Volunteer); 3. Untuk kepentingan umum dapat juga diajukan oleh kejaksaan dan untuk beberapa jenis perusahaan tertentu diajukan oleh instansi terkait, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat (2),(3),(4) dan (5). Khusus untuk debitur yang mengajukan permohonan pailit, harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS yang khusus diadakan untuk hal ini. Hal ini sesuai dengan pengaturan yang ada di dalam ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas (UU no 40 tahun 2007).
3.2 Kurator Kurator adalah Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia yang memiliki keahlian khusus, yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit dan telah terdaftar di Departemen Hukum dan HAM.
Page 6
Keahlian khusus yang dimaksud, dibuktikan dengan cara yang bersangkutan telah mengikuti pendidikan khusus dan lulus ujian keahlaian sebagai kurator. Apabila kita membandingkan dengan negara-negara lain, dasar ilmu yang yang diwajibkan untuk menjadi kurator dapat berbeda, apakah dari disiplin ilmu bidang akuntansi atau dari bidang hukum. Profesi kurator di negara Belanda, berlatar belakang bidang ilmu hukum, sedangkan di negara Australia, kurator berlatar belakang ilmu akuntansi/akuntan. Sedangkan persyaratan yang berlaku di Indonesia, seseorang dapat menjadi kurator apabila berlatar belakang ilmu hukum/sarjana hukum atau ilmu ekonomi/sarjana ekonomi. Apabila telah lulus ujian sebagai kurator, maka yang bersangkutan dapat mendaftar diri sebagai curator di Departemen Hukum dan HAM, dan selanjutnya dapat berpraktek di pengadilan niaga diseluruh Indonesia.
3.3 Hakim Pengawas Dalam menjalankan tugas pemberesan harata pailit, kurator berada dalam pengawasan hakim pengawas. Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Majelis Hakim kepailitan untuk mengawasi jalannya proses kepailitan agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Page 7
Secara umum tugas hakim pengawas, selain mengawasi kurator atas proses pemberesan harta pailit, juga melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Memimpin rapat verifikasi 2. Menyetujui/menolak daftar tagihan-tagihan yang diajukan oleh kreditor; 3. Meneruskan
daftar
tagihan-tagihan
yang
tidak
dapat
diselesaikan dalam rapat verifikasi kepada majelis hakim pengadilan niaga; 4. Mendengar saksi-saksi dan para ahli yang berkaitan dengan kepailitan; 5. Memberikan atau menolak ijin untuk debitur pailit melakukan perjalanan/berpergian.
4. Pemberesan Harta Pailit Apabila perusahaan yang sudah memasuki tahap pemberesan, maka pada prinsipnya seluruh boedel pailit harus dapat dijual secara transparan. Dalam Pasal 185 ayat (1) Undang-undang No.37 Tahun 2004
tentang
Kepailitan
dan
Penundaaan
Pembayaran
Utang
ditentukan bahwa semua harta pailit harus dijual dimuka umum. Menurut hukum positif saat ini penjualan tersebut adalah secara lelang sebagaimana diatur dalam Vendu Reglement.
Page 8
Dalam hal penjualan dimuka umum dimaksud ayat (1) tidak tercapai maka penjualan dibawah tangan dapat dilakukan dengan ijin Hakim Pengawas. Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa meskipun dibolehkan adanya penjualan harta pailit dibawah tangan dengan seijin
Hakim
Pengawas,
tetapi
dalam
era
reformasi
dimana
transparansi, efisiensi dan akuntabilitas selalu dituntut di segala bidang kehidupan, kiranya penjualan melalui lelang merupakan alternative yang tepat dan cepat untuk digunkana dalam penyelesaian kepailitan. Ketentuan Pasal 185 tersebut lebih baik dan lebih pasti dibanding ketentuan pada Pasal 171 dalam Undang-undang Kepailitan yang lama yang dalam praktek juistru tidak jarang mengedepankan penjualan dibawah tangan yang tentu saja dapat merugikan kepentingan umum dan kepentingan kreditor. Hal ini terjadi karena rumusan Pasal 171 mengandung loop hole karena bunyinya adalah bahwa penjualan harta pailit dilakukan secara lelang, kecuali ada ijin hakim pengawas untuk menjual diluar lelang. Perlu diketahui bahwa salah satu pertimbangan dan tujuan dari UU Kepailitan adalah untuk mengupayakan penyelesaian yang adil, untuk itu diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara cepat, terbuka dan efektif. Kiranya dengan kebaikan-kebaikan lelang, maka lelang dapat memenuhi kebutuhan akan salah satu sarana hukum dimaksud.
Page 9
Lelang dilakukan di depan umum, dengan cara penawaran harga yang kompetititf, dan dilaksanakan oleh Pejabat Lelang selaku pejabat umum yang independent. Dengan melaksanakan penjualan harta pailit secara lelang berarti kepentingan berbagai pihak seperti debitor, kreditor maupuan pembeli lelang itu sendiri dapat terlindungi dan dapat dipertanggungjawabkan. Disamping itu dibandingkan dengan penjualan dibawah tangan, lelang adalah cara penjualan yang cepat sehingga lebih efisien.
5. Hak
Negara,
Masalah
Penagihan
Pajak
Dalam
Hal
Kepailitan Secara umum tugas dan wewenag Kurator berdasarkan UU KPKPU dan UU Perpajakan adalah sebagai berikut: (1) melakukan
pemberesan
utang
Debitor
Pailit
termasuk
pemberesan utang pajak, (2) menjalankan hak dan kewajiban Wajib Pajak sebagai Wakil
Wajib Pajak. Dalam
melakukan
pemberesan,
Kurator
berkewajiban
untuk
menyelesaikan utang Debitor Pailit, termasuk utang pajak, baik yang telah dinyatakan berdasarkan ketetapan pajak maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjensi. 5.1
Dalam hal Surat Ketetapan Pajak yang telah diterbitkan Apabila
Wajib
Pajak/Penanggung
Pajak
dengan
putusan
Pengadilan dinyatakan pailit, penagihan pajak dilakukan yang
Page 10
harus dilakukan berdasarkan UU PPSP dan UU Pailit sebagai berikut: a. bilamana belum diterbitkan Surat Paksa, Surat Ketetapan Pajak
diberitahukan
kepada
Kurator.
(Memenuhi
permintaan
verifikasi kewajiban pajak Pasal 113 ayat (1) huruf b.UU Kepailitan) b. Diterbitkan Surat Paksa, Salinan Surat Paksa dan Berita
Pemberitahuan Surat Paksa disampaikan keada kurator (Ps.10 (5) UU PPSP), c. Dilakukan penyitaan, tindakan Penagihan Pajak berdasarkan
UU PPSP s.d Lelang/pembagian hasil penjualan tetap dapat dijalankan.
5.2
Dalam hal belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Masa Pajak/Tahun Pajak sebelum pailit Sebagaimana disebutkan diata bahwa utang pajak itu timbul karena undang-undang. Perhitungan utang pajak menurut SPT adalah utang pajak menurut undang-undang. Namun demikian bilamana Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti bahwa perhitungan pajak menurut SPT tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menetapkan jumlah pajak terutang yang semestinya, Ketetapan Pajak yang timbul setelah berakhirnya kepailitan ditagih seperti semulan.
Page 11
5.3
Utang Pajak yang timbul dalam pemberesan Utang pajak yang timbul dalam pemberesan adalah utang pajak yang timbul selama proses pemberesan, yaitu dari saat Putusan Pernyataan Pailit sampai berakhirnya kepailitan. Utang pajak yang timbul dalam periode proses pemberesan akan menjadi tugas dan tanggung jawab kurator.
5.4
Kewajiban Kurator sebagai Wakil Wajib Pajak
Dalam hal terjadi kepailitan, undang-undang pajak mengatur bahwa dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan Wajib pajak diwakili dalam hal: badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan”. Oleh sebab itu Debitor (Wajib Pajak) yang dinyatakan pailit, untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan diwakili oleh Kurator. Untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban dimaksud Kurator harus memahami hak dan kewajiban Wajib Pajak dalam melaksanakan tugas berdasarkan amanah UU KUP tersebut. Wakil Wajib Pajak bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayran pajak yang terutang kecuali dapat membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal Pajak, bahwa
Page 12
mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mugkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak yang terutang tersebut.
6. Kewajiban Direksi dan Dewan Komisaris Pemegang saham atas perseroan yang pailit, hanya bertanggung jawab sebatas setoran modal yang diberikan kepada Perseroan tersebut, sehingga risiko keuangan yang ditanggung oleh Pemegang saham adalah maksimal sebesar modal/saham yang bersangkutan. Namun hal ini tidak berlaku kepada organ perseroan yang lain, yakni direksi dan dewan komisaris.
Direksi
dan dewan komisaris
bertanggung jawab atas kepailitan yang terjadi pada perseroan sampai dengan harta pribadi yang bersangkutan, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Ketentuan tentang tanggung jawab direksi atas kepailitan diatur secara khusus pada pasal 104 dan untuk komisaris pasal 115. Ketentuan atas tanggung jawab ini, tetap berlaku selama 5 tahun sejak direksi atau komisaris sudah tidak menjabat lagi. Dengan demikian, tampaknya direksi
dan
komisaris
harus
lebih
hati-hati
untuk
mengelola
perusahaan, karena apabila terjadi kepailitan, bahkan setelah 5 tahun tidak menjabat, masih bertanggung jawab atas pailitnya perusahaan.
7. Penutup
Page 13
Undang-undang Kepailitan merupakan sarana ataupun pilihan hukum bagi kreditor untuk dapat memulihkan kembali piutang-piutang mereka, sepanjang piutang-piutang tersebut telah jatuh tempo dan secara sederhana tidak memerlukan pembuktian yang rumit. Namun,
sangat
disayangkan
bahwa
keputusan
pailit
tidak
mempertimbangkan kesehatan perusahaan, khususnya dalam aspek solvabilitas. Hal ini dapat membawa konsekuensi going concern perusahaan dapat sewaktu-waktu terhenti karena adanya tuntutan pembayaran hutang sekalipun hutang tersebut bersifat immaterial. Karena UU Kepailitan tidak membatasi hak tagih yang dapat menimbulkan konsekuensi pailit. Oleh karena itu, adalah sebuah kearifan apabila keputusan pailit mempertimbangkan size dari hutang yang diperselisihkan sehingga tercapai asas kepatutan untuk perusahaan memperoleh predikat pailit.
Page 14