KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Puji syukur kami sampaikan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul makalah ini adalah “Asfiksia Neonatorum”. Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri Sumarni, S.kep.Ns.,M.kep selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan anak. Penulis menyadari dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna memperbaiki makalah untuk di masa yang akan datang, semoga ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya tenaga kesehatan.
Sumenep, April 2019
Penulis
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia adalah keadaan diman bayi yang baru diahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dan rahim yang berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan dan setelah lahir. Word Health Organization, dalam laporannya menjelaskan bahwa asfiksia neonatorum merupakan urutan pertama penyebab kematian neonatus di Negara berkembang pada tahun 2007 yaitu sebesar 21,1%. Dilaporkan kematian neonatal adalah asfiksia neonatus (33%). Menurut laporan kelompok kerja WHO, dari 8 juta kematian bayi didunia, 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh kematian neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi umur 7 hari, yang disebabkan kematian perinatal yang salah satunya adalah askfiksia. Di Indonesia, angka kematian neonatal sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian neonatal dini (0-7 hari) sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup. Dari hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia pada tahun 2007 penyebab utama kematian neonatal dini adalah BBLR (35%), asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Sebagian kasus asfiksia pada bayi baru lahir merupakan kelanjutan dari asfiksia intrauterin. Maka dari itu, diagnosa dini pada penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Setelah bayi lahir, diagnosis asfiksia dapat dilakukan dengan menetapkan nilai APGAR. Penilaian menggunakan skor APGAR masih digunakan karena dengan cara ini derajat asfiksia dapat ditentukan sehingga penatalaksanaan pada bayi pun dapat disesuaikan dengan keadaaan bayi. Dari sumber lain juga ditemukan bahwa prematuritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia pada bayu baru lahir. Jadi, terdapat hubungan yang erat antara persalinan preterm dengan kejadian asfiksia. Di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2009 persalinan sebanyak 1972 orang dimana pada tahun tersebut terdapat 163 bayi yang lahir diantaranya mengalami asfiksia neonatorum, dan 78 bayi lahir kurang bulan dan 85 (52,6 %) diantaranya mengalami asfiksia neonatorum.
2
Dari pemaparan diatas
penulis
tertarik
mengambil
judul“ Asfiksia
neonatorum”.
1.2 Rumusan Masalah 1) Apa yang dimaksud dengan pengertian asfiksia ? 2) Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia ?
1.3 Tujuan Diharapkan mahasiswa dapat memahami rencana asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem pernafasan : asfiksia neonatorum.
3
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Asfiksia neonatorium ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir (Ilmu Kebidanan, 2002). Akibat-akibat asfiksia akan bertanbah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia. Faktor-faktor tersebut ialah: 1) etiologi dan faktor predisposisi; 2) gangguan homeostatis; 3) diagnosis asfiksia bayi; dan 4) resusitasi ( Ilmu Kebidanan, 2002)
2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Hipoksia janin yang menyebakan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas secara transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini adapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung, dan lain-lain. Pada keadaan terakhir ini pengaruh terhadap janin disebabkan oleh gangguan oksigenasi serta kekurangan penberian zat-zat makanan berhubungan dengan gangguan fungsi plasenta. Hal ini dapat dicegah atau dikurangi dengan melakukan pemerikasaan antenatal yang sempurna, sehingga perbaikan sedini-dininya dapat diusahakan. Faktor-faktor yang dimbuk dalam persalinan bersifat lebih mendadak dan hampir selalu mengakibatkan anoksia atau hioksia janin dan berakhir dengan asfiksia bayi. Faktor itu diantaranya :
4
a. Faktor-faktor dari pihak janin: 1) Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat 2) Deprei pernafasan karena obat-obat anestesia/analgetika yang diberikan kepada ibu, perdarahan intrakranial, dan kelainan bawaan b. Faktor dari pihak ibu: 1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani 2) Hiptensi mendadak pada ibu karena perdarahan 3) Hipertensi pada eklamsia 4) Gangguan mendadak pada plasenta, seperti solusio plasenta 5) Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. c. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel. d. Faktor persalinan Meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
2.3 Patofisiologi Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah rangsangan dari nervus simpatikus. Denyut jantung janin menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160x / menit atau kurang dari 100x / menit, halus dan irreguler dan menghilang, serta adanya pengeluaran mekonium. Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia:
5
a) Jika denyut jantung janin normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia b) Jika denyut jantung janin lebih dari 160x / menit dan ada mekonium : janin sedang asfiksia c) Jika denyut jantung janin kurang dari 100x / menit dan ada mekonium : janin dalam keadaan gawat. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin, dan bila kita periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru.
2.4 Pathway Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi, resentasi janin abnormal
obat-obatan narkotik
ASFIKSIA
Janin kekurangna O2 dan kadar CO2 meningkat
Paru-paru terisi cairan
Bersihan jln nafas tidak efektif
Nafas cepat
Apneu
Pola nafas tdk efektif Suplai O2 ke paru
Gg. Metabolisme & perubahan as. basa
Suplai O2 dlm darah
DJJ & TD Janin tdk bereaksi thdp rangsangan
Kerusakan otak
hipotermia
Kematian bayi
Gg. Perfusi jaringan Resiko infeksi
Proses keluarga terhenti
6
Asidosis respiratorik
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
2.5 Klasifikasi Klasifikasi klinik nilai APGAR : Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sbb: a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. c. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
Tabel. 1.1 Daftar penilaian keadaan bayi secara penilaian apgar Jumlah
Tanda
0
1
Frekwensi
Tidak ada
Kurang dari 100 Lebih dari 100
jantung Usaha
Tidak ada
bernafas Tonus otot
2
Nilai
X/menit
X/menit
Lambat,
tidak Menangis kuat
teratur Lumpuh
Ekstremitas fleksi Gerakan aktif sedikit
Refleks
Tidak ada
Gerakan sedikit
Menangis
Warna
Biru / pucat
Tubuh
Tubuh
kemerahan,
ekstremitas
ekstremitas biru
kemerahan
dan
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru
7
lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). 1) Penilaian apgar score Penilaian apgar ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan mortalitas bayi baru lahir. Patokan klinik yang dinilai adalah : a) Mengihitung frekuensi jantung b) Melihat usaha bernafas c) Melihat tinus otot d) Melihat refleks terhadap rangsangan e) Memperhatikan warna kulit.
2.6 Manifestasi Klinis Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang dalam, denyut jantung cepat, dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnue yang disebut apnue sekunder, selama apnue sekunder ini denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera. Gejala dan tanda-tanda asfiksia termasuk tidak bernafas atau bernafas megap-megap, warna kulit kebiruan, kejang, dan penurunan kesadaran.
2.7 Komplikasi Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : a) Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. b) Anuria atau oliguria
8
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. c) Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. d) Koma Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan meyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
2.8 Pemeriksaan Penunjang a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : 1) Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit. 2) Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi. 3) Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) 4) Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi. b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari : 1) pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik. 2) PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. 3) PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. 4) HCO3 (normal 24-28 mEq/L) 5) Urine
9
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari : Natrium (normal 134-150 mEq/L) Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L) Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L) 6) Photo thorax Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
2.9 Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut: a. Tindakan umum 1) Pengawasan suhu Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan : a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak. b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar. c) Bungkus bayi dengan kain kering. 2) Pembersihan jalan nafas Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir. 3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi. b. Tindakan khusus 1) Asfiksia berat (nilai apgar 0-3) Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan : a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah
10
terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa. b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB c) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan bersamaan. d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung. 2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6) Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan: a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit. b) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit. c) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit. c. Tindakan lain dalam resusitasi 1) Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan. 2) Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan.
11
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain: 1) Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10) Caranya: a) Bayi dibungkus dengan kain hangat b) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut c) Bersihkan badan dan tali pusat. d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator. 2) Asfiksia sedang (Apgar score 4-6) Caranya : a) Bersihkan jalan napas. b) Berikan oksigen 2 liter per menit. c) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag). d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat. 3) Asfiksia berat (Apgar skor 0-3) a) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag. b) Berikan oksigen 4-5 liter per menit. c) Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube) d) Bersihkan jalan napas melalui ETT. e) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
12
BAB III ASKEP TEORI
13
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NY.P DENGAN DIAGNOSA ASFIKSIA
3.1 Pengkajian 1) Identitas Nama
: Bn “P”
Tanggal lahir
: 03 Februari 2019
Nama ayah/ibu
: Tn. S / Ny. A
Pekerjaan ayah/ibu
: Buruh / IRT
Pendidikan ayah/ibu : SMA Alamat
: Delanggu, Klaten
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
2) Keluhan utama Bn. P masuk ruang perinatologi kiriman dari Rumah Sakit Rejosari Delanggu dengan keluhan nangis merintih, perut kembung, sesak nafas disertai dengan lender, akral dingin, reflek premitif positif tetapi lemah, tampak retraksi dada, keadaan umum lemah, apgar skore lahir 4/5/6. Bn. P lahir spontan dengan ekstraksi vakum usia kehamilan 39 minggu.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran A. Prenatal Ibu mengatakan sering memeriksakan kehamilannya ke bidan desa, ibu di ajurkan banyak mengkonkumsi buah dan sayur, mendapatkan penyuluhan persiapan menjelang persalinan. Selama hamil ibu mendapatkan vitamin dan suplemen penambah darah. Ibu mengalami kenaikan berat badan selama hamil adalah 10 kg. B. Natal
14
Ibu mengatakan ketuban sudah pecah sejak 15 jam, pada jam 06.00 pagi ibu sudah pembukaan 7 tapi pembukaan tidak bertambah sehingga dilakukan vakum ekstraks jam 12.30 siang, tidak ada komplikasi persalinan. Cara melahirkan dengan spontan di RS Rejosari. C. Post natal Usaha nafas bayi spontan, apgar lahir 4/5/6, obat yang diberikan pada Bn. P setelah masuk ke ruang perinatologi adalah infuse D 10 %*ml/jam, ampisilin 80 gr/12jam, O2 headbox 5 lpm, belum ada reaksi antara bayi dan orang tua, tidak ada trauma lahir.Bn. P Sudah Meconium tapi belum BAK.
4) Riwayat keluarga Genoogram
X
Keterangan : Perempuan
Serumah
Laki – laki
Keturunan
Pasien
X
Meninggal
5) Riwayat social Hubungan orang tua dengan bayi belum terjalin karena Bn. P segera di rujuk ke RSPA Boyolali karena Bn. P mengalami Asfiksia.
15
Anak yang lain : ibu mengatakan Bn P sekarang adalah anak pertama mereka. Lingkungan rumah dipedesaan yang padat penduduknya.
6) Keadaan kesehatan saat ini 1. Diagnose medis : asfiksia sedang, 2. Lahir spontan dengan indikasi vacuum ekstrasi. 3. Bn. P dipuasakan sampai jam 06.00 pagi, 4. Status cairan infuse D 10 % 10cc/jam, 5. Terapi obat mendapatkan ampisilin 80 mg/12 jam, injeksi vitamin K, aktivitas bayi sangat lemah. 6. Tindakan keperawatan yang dilakukan : a. Mengobservasi keadaan umum bayi b. Mengukur vital sign c. Mengukur antropometri d. Memberikan terapi O2 headbox e. Melakukan suction f. Memasang NGT dan infuse g. Memberikan terapi cairan infuse D 10% 10cc/jam h. Megobservasi respirasi i. Menilai Apgar skore j. Mengobservasi tanda kejang dan sianosis k. Mengganti baju dan popok bayi
7) Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum : lemah 2. Kesadaran
: apatis E2 V4 M4
3. Tanda vital
: HR : 145x/menit, RR : 66x/menit, suhu : 36 C
4. Antropometri
: BBL : 3800 gram, LiLa : 11 cm, LD : 32,5 cm,
PB:50 cm, LP : 34 cm, LK : 31,5 cm 5. Refleks
: Moro (+), menggenggam (+), isap (+), reflex
lemah. 6. Aktivitas / tonus : aktif, tanda-tanda kejang, menangis lemah
16
7. Kepala/ leher
: frontal anterior lunak, sutura sagitalis tepat,
gambaran wajah simetris, molding bersesuaian 8. Mata
: bersih, ada keduanya, reflex cahaya (+/+)
9. THT
: telinga normal, palatum normal, hidung bilateral
10. Abdomen
: kembung, tali pusat segar, lingkar perut 34 cm
11. Thorax
: simetris, terdapat retraksi dada
12. Paru-paru a. Suara nafas
: stidor sebelum di suction, terdengar di semua
lapang paru b. Respirasi
:
spontan,
tampak
sesak,
RR
66x/menit,
menggunaka headbox 13. Jantung
: bunyi jantung normal
14. Extremitas
: aktremitas bergerak semua, dan simetris, tidak ada
kelainan 15. Umbilicus
: normal
16. Genetalia
: laki-laki normal, testil turun.
17. Anus
: paten
18. Spina
: normal
19. Kulit
: warna kulit pucat, sianosis
20. Suhu
: 36 C, penghangat radian
8) Pemeriksaan tingkat perkembangan a. Kemandirian dan bergaul : bayi hanya tidur b. Motorik halus : gerakan mata ada, reflex (+) c. Kognitif dan bahasa : bayi menangis jika merasa tidak nyaman d. Motorik kasar : bayi menggerakkan kaki dan tangan jika ada respon dari sekitar. e. Kesimpulan : bayi menangis saat merasa tidak nyaman dan mengeluarkan suara saat menangis ( merintih ).
9) Informasi lain Terapi yang diberikan :
17
1. Tanggal 3 februari 2019 a. Infuse D10% 10cc/jam b. Injeksi ampisilin 2x180 mg/12jam c. Injeksi gentamicin 1x18 mg/24jam 2. Tanggal 4 februari 2019 a. Infuse D10% 10cc/jam b. Injeksi ampisilin 2x180 mg/12jam c. Injeksi gentamicin 1x18 mg/24jam
3.2 Analisa data Data
Problem
Etiologi
DS : -
Bersihan jalan nafas Penumpukkan
DO :
tidak efektif
mucus
1. Bayi tampak sulit bernafas 2. Terdapat secret dimulut 3. Bayi tampak sesak 4. Bayi terpasang O2 HB 5lpm 5. RR : 66x/menit 6. HR : 145x/menit 7. Retraksi dada (+) DS : Resiko infeksi DO : 1. Umbilicus terpasang infuse D10% 10cc/jam mulai tanggal 4 februari 2015 2. Terpasang OGT
3.3 Diagnosa keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan secret 2. Resiko infeksi b.d respon imun yang terganggu
18
Respon imun yang terganggu
3.4 Intervensi DX
TUJUAN &
INTERVENSI
RASIONAL
KRITERIA HASIL 1
Setelah dilakukan
1. Kaji tanda vital –
1. Sebagai indicator adanya
tindakan
pernafasan, nadi,
gangguan dlm system
keperawatan selama
tekanan darah.
pernafasan
3x24 jam
2. Kaji frekwensi,
2. Berguna dalam evaluasi
diharapkan jalan
kedalaman pernafasan
derajat distress pernafasan
nafas efektif,
dan tanda-tanda
dan/atau kronisnya proses
ditandai dengan :
sianosis setiap 2 jam.
penyakit..
1. Nafas Bayi
3. Dorong
3. Kental, tebal dan
kembali normal
pengeluaran sputum,
banyaknya sekresi adalah
2. Bayi aktif.
pengisapan (suction)
sumber utama gangguan
3. Pada pemeriksaan
bila diindikasikan.
pertukaran gas pada jalan
auskultasi tidak
4. Lakukan palpasi
nafas kecil, pengisapan
ditemukan lagi
fokal fremitus
dibutuhkan bila batuk tidak
bunyi tambahan
5. Kolaborasi dengan
efektif.
pernafasan
tim medis pemberian
4. Penurunan getaran
O2 sesuai dengan
vibrasi diduga ada
indikasi
pengumpulan cairan atau udara terjebak. 5. Dapat memperbaiki /mencegah memburuknya hipoksia.
19
2
Setelah dilakukan
1. Cuci tangan setiap
1. Upaya untuk
tindakan
sebelum dan sesudah
menghindari dari kuman
keperawatan selama
merawat bayi.
dari luar agar tidak terjadi
3x24 jam
2.Pakai sarung tangan
infeksi
diharapkan tidak
steril.
2. Upaya agar tidak terjadi
terjadi infeksi
3.Lakukan pengkajian
cedera
ditandai dengan :
fisik secara rutin
3. Memandirikan pasien
1. Tidak ada tanda
terhadap bayi baru
dan keluarga dalam hal
gejala infeksi
lahir, perhatikan
merawat bayi
2. Aktivitas yang
pembuluh darah tali
4. Memberikan pertahanan
tepat dari level
pusat dan adanya
yang lengkap pada bayi
perkembangan anak
anomali.
sesuai dengan waktu yang
3.Mendeskripsikan
4.Ajarkan keluarga
telah di tetapkan
teknik pertolongan
tentang tanda dan
pertama.
gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
20
3.5 Implementasi DX 1. .
IMPLEMENTASI
RESPON
1. Mengauskultasi suara nafas
1. DS : DO : Stridor
2. Memberikan O2 HB 5pm
2. DS : 3. Memonitor status O2 dan respirasi
DO :terpasang O2 HB 5 pm
4. Mempoposikan pasien
3. DS : DO :SPO2 100
5. Melakukan suction
4. DS : -
6. Mengkalaborasi dengan tim medis pemberian terapi obat
DO : kepala menengadah 5. DS: DO : terdapat lendir 5 cc 6. DS : DO :injeksi gentamicin 1x18 mg/24jam
1.2 Mencuci 2.
tangan
sebelum 1. DS : -
dan sesudah kontak dengan
DO :
bayi
perawat mencuci tangan
2. Melakukan tehnik aseptic 2. DS : dan
antiseptic
dalam
pemberian askep
DO : setiap BAB di bersihkan
3. Melakukan perawatan tali pusat
dengan savlon, sebelum injeksi IV dibersihkan
4. Menjaga kebersihan badan dan lingkungan bayi
dengan alkohol 3. DS : -
5. Mengobservasi tanda infeksi
DO betadin
:
memberikan setiap
habis
mandi 4. DS : DO : bed pasien tampak bersih
21
5. DS : DO : tidak ada tanda infeksi
3.6 Evaluasi Dx 1.
CATATAN PERKEMBANGAN S:O
:
Ku
lemah,
kesadaran
Apatis,
menangis, merintih A: Masalah teratasi sebagian P: Monitor ku dan respirasi Lanjut intervensi S:22.
O: Tidak ada infeksi, sudu 36 C, ampisilin masuk 180 mg A: Masalah teratasi sebagian P: Pantau Vs Observasi tanda infeksi Lanjut intervensi
22
23
BAB V PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian. Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun)
akan
menimbulkan
kecemasan
terhadap
kehamilan
dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
4.2 Saran Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
24
DAFTAR PUSTAKA Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono Prawirohardjo Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta. https://www.academia.edu/20592936/LP_dan_Askep_Asfiksia
25