Kehilangan. Pernah kita kehilangan. Seseorang. Sesuatu. Sebentar. Selamanya? Sebagian orang memilih untuk kehilangan. Sebagian orang memilih untuk tidak kehilangan. Namun kadang kita tak pernah memilih, namun memilikinya. Memiliki kehilangan seperti memiliki angin. Kita merasakannya namun kita tak melihat, tak memegang apa-apa.. Aku pernah memilikinya. Berkali-kali. Sekali yang terhebat, hingga seolah airmataku tercipta hanya untuknya. Dan tak mampu lagi menitikkan untuk yang lain. Aku pernah memilikinya. Berkali-kali. Sekali yang terhebat, aku seolah-olah tak punya apa-apa lagi selain kehilangan. Pada akhirnya, rasa kehilangan yang kita miliki pun akan hilang. Sirna. Pergi. Berganti dengan rasa berterima. Berterima. Bahwa meski tak ada sosok di samping kita, sosok tersebut ada di hati kita. Berterima. Bahwa kehilangan ada sebuah waktu jeda diantara sebuah proses yang membuat orang yang kita cintai tidak lagi hidup di dunia fisik namun kemudian secara perlahan mengambil tempat di dalam hati kita, diam disana, selamanya. Berterima. Bahwa kehilangan seseorang tidak berarti bahwa kita benar-benar kehilangannya. Aku ternyata masih memiliki mimpinya, senyumnya, suaranya, tawanya, marahnya, bahkan sebagian dari diriku adalah refleksi dari dirinya. Aku hanya tak lagi benar-benar menyentuh tangannya, aku hanya tak lagi melihat sosoknya secara nyata disini. Aku belajar dari sekali kehilangan yang terhebat. Aku menoleh kebelakang dan melihat jalan yang kutempuh penuh liku, kadang aku ciptakan sendiri,kadang itu datang sendiri. Aku menoleh ke atas. Lalu aku menoleh ke atas, menggangguk, bahkan tak mampu berkata apa-apa, karena aku tahu aku tak pernah sendiri, aku tak pernah menangis sendiri... Kehilangan. Seseorang tak pernah benar-benar pergi dari hidupmu. Ia mengambil tempat dalam hatimu. Selamanya.