Keengganan untuk Bertaubat Abu Tamam mengisyaratkan sebuah hadits Rasulullah SAW yang bersumber dari Anas bin Malik r.a: “Setiap orang diantara kamu sekalian melakukan kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang bertaubat.” (HR. Ahmad) Taubat yang berakar dari kata taaba yang berarti kembali. Yaitu kembali kepada Allah SWT, kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari maksiat menuju taat, kembali dari yang dibenci Allah menuju yang diridhai Allah SWT. Kembali ke jalan Allah dengan bertaubat taubatan Nashuha (taubat yang sesungguhnya) adalah satu jalan menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat. Taubat merupakan rahmat Allah kepada para hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui akan kelemahanhamba-hamba-Nya. Manusia diciptakan tidak sesuci malaikat, karena manusia penuh kekurangan, diciptakan sebagai makhluk yang memiliki syahwat, keinginan dan sebagainya sehingga manusia gampang tergoda oleh bujuk rayu syetan yang selalu saja mengajaknya untuk melakukan kejahatan dan kemaksiatan. Allah Maha Mengetahui yang demikian itu ada pada diri hamba-hambaNya, maka Allah membukakan pintu taubat (maaf dan ampunan) bagi mereka. Demikianlah Allah, At Tawwab; Maha Penerima Taubat, Al Ghaffaar; Maha Pengampun, Al Ghafururrahim; Maha Pemberi Maaf & Maha Penyayang. “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah?Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui. ” (Q.S. Ali Imran: 135) Allah telah menyatakan akan kasih sayang-Nya kepada hamba-hambaNya dengan membuka lebar pintu taubat bagi mereka. Namun sayang, banyak manusia, para hamba-Nya yang enggan untuk bertaubat; kembali ke jalan-Nya. Mereka masih berada dalam kubang kenistaan, berlumpur dosa dan noda kemaksiatan. Bahkan masih saja ada yang dengan sengaja dan terang-terangan melakukan kemungkaran dan kemaksiatan tanpa ada rasa malu kepada orangorang beriman dan rasa takut kepada Allah SWT. Nampaklah dari perbuatan mereka, bahwa hidayah Allah sangat jauh dari mereka. Dalam penilaian ajaran Islam, orang yang enggan atau belum mau atau tidak ada niat dalam hatinya untuk bertaubat disebabkan banyak hal, diantaranya: Pertama: ia merasa bahwa dirinya tidak pernah berbuat dosa atau kesalahan, baik kesalahan yang berhubungan langsung dengan Allah maupun kepada sesama manusia serta lingkungannya. Orang seperti ini menjalani kehidupan dalam perbudakan hawa nafsunya. Sehingga segala perbuatan yang dipandang buruk oleh Islam dianggap baik olehnya. Di saat itu syetan merasuki jiwanya dan menguasainya sehingga lupalah ia akan Allah SWT; perintah dan larangannya. “Syetan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah, mereka itulah golongan syetan, ketahuilah, sesungguhnya golongan syetan itulah golongan yang merugi.” (Q.S. Al Mujadilah: 19) Kedua: ia hanya mengenal dunia, sehingga cintanya kepada dunia melebihi kecintaannya kepada akhirat. Ia terlalu silau oleh keindahan dan kemewahan alam fana ini, dan membuat dirinya terpikat oleh rayuannya. Kehidupannya materialistik, hedonistik. Akibatnya kenikmatan ukhrawi yang dijanjikan Allah ia campakkan begitu saja. “Maka diantara manusia ada yang mendoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia.” Dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat”. (Q.S. Al Baqarah: 200) Ketiga: ia hanya tahu kehidupan dunia sehingga lupalah ia bahwa suatu saat nanti kehidupannya akan diakhiri dengan kematian dan hari pembalasan. Kalaupun ia sadar bahwa ia akan mati, namun kecintaannya kepada dunia membuatnya terlena. Hikmah kematian tidak pernah membuka pintu hatinya
dan menyadarkannya, sehingga ia tidak pernah mempersiapkan bekal kebajikan, taqwa dan amal shaleh dalam hidupnya demi kehidupan sesudah mati. Bahkan ia menganggap bahwa ia masih jauh dari ajal kematian dan ia selalu menyangkabahwa umurnya masih panjang hingga tua bangka, karenanya tak perlu baginya untuk segera bertaubat. Bila diajak untuk bertaubat, dengan entengnya ia mengatakan: “nanti saja kalau sudah tua!” Ketika ajal menjemput secara tiba-tiba, sakaratul maut, barulah sadar ingin bertaubat dan menyesali diri dan ingin kembali kepada kehidupan untuk ia isi dengan amal dan ibadah yang di amanatkan atas dirinya. Mungkinkah itu dapat terjadi? Bukankah jika ajal telah tiba kematian mustahil ditunda ? Sungguh malang nasibnya! “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shaleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Q.S. Al mukminum: 99-100) Keempat: karena di dalam hatinya ada penyakit yang menggerogoti kebenaran dan fitrah Ilahiyah yang ada di dalamnya. Allah mengunci mati hati mereka, sehingga hatinya tidak dapat lagi menerima kebenaran-kebenaran yang disampaikan kepadanya. Demikian pula dengan pendengaran dan penglihatan mereka. Semuanya tidak berfungsi sesuai dengan hidayah atau petunjuk dari Allah SWT. Akal, pikiran, hati, pendengaran, dan penglihatannya selalu saja ia pergunakan untuk mengingkari perintah Allah dan dipergunakannya untuk kemaksiatan. Oleh karena perbuatannya itu, ia dijadikan sebagai calon penghuni neraka. Nauzubillahi min dzalik! “ Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayatayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. ” (Q.S. Al A’raf : 179)