Penanganan Kecemasan pada Pasien Anak Abstrak Munculnya kecemasan dental berawal dari masa kanak-kanak, kemudian memuncak pada awal masa dewasa dan menurun seiring usia. Seiring meningkatnya kecemasan maka rasa sakit akan meningkat intensitasnya, sehingga akan terbentuk suatu siklus antara rasa sakit dan kecemasan yang berkelanjutan. Pengalaman yang kurang menyenangkan terhadap perawatan dental yang diceritakan oleh orang lain dapat menimbulkan perasaan cemas pada anak. Hal tersebut menyebabkan anak dihantui anggapan bahwa perawatan gigi dan mulut merupakan suatu hal yang menyeramkan.Keberhasilan perawatan gigi pada anak dapat dinilai dari kekooperatifannya dalam menjalani perawatan. Anak-anak cenderung mengalami kecemasan saat pergi ke dokter gigi. Banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi takut atau cemas saat menjalani perawatan dental. Disini, diperlukan pendekatan, teknik, dan penanganan yang tepat dari dokter gigi ke pasien anak agar anak dapat menjalankan perawatan dental dengan kooperatif. Kata kunci: anak, kecemasan, perawatan dental, penanganan
PENDAHULUAN Prinsip dan tujuan dari perawatan kedokteran gigi anak adalah pencegahan dan pengobatan dari penyakit gigi dan mulut serta manajemen dari perilaku anak agar mampu dan bersedia untuk dilakukan perawatan gigi dan mulut. Kunci keberhasilan dari perawatan gigi dan mulut pada anak
yaitu dari perilaku
kekooperatifan selama perawatan. Selain itu keterampilan dan pengetahuan dari dokter gigi juga sangat diperlukan. Peran orang tua atau keluarga dari anak juga menjadi bagian penting dalam perawatan. Lingkungan tempat perawatan juga harus diperhatikan agar anak merasa nyaman dan tenang. Setiap anak memiliki kecemasan yang berbeda-beda terhadap perawatan gigi dan mulut, ada yang bersifat kooperatif , ada yang bersedia tetapi dengan alasan-alasan tertentu, bahkan ada yang sampai menangis dan menjerit-jerit. Munculnya kecemasan dental berawal dari masa kanak-kanak, kemudian memuncak pada awal masa dewasa dan menurun seiring usia. Rasa sakit merupakan salah satu sumber kecemasan. Seiring meningkatnya kecemasan maka rasa sakit akan meningkat intensitasnya, sehingga akan terbentuk suatu siklus
antara rasa sakit dan kecemasan yang berkelanjutan. Selain menimbulkan rasa sakit, kecemasan dapat menimbulkan pembengkakan, penurunan fungsi, penurunan estetis, penurunan asupan gizi yang adekuat, dan komplikasi medis akibat masalah dental (Buchanan, 2002; Daulay, 2005). Pengalaman yang kurang menyenangkan terhadap perawatan dental yang diceritakan oleh orang lain dapat menimbulkan perasaan cemas pada anak. Hal tersebut menyebabkan anak dihantui anggapan bahwa perawatan gigi dan mulut merupakan suatu hal yang menyeramkan. Perilaku anak selama menjalani perawatan gigi lebih dipengaruhi oleh perkembangan mentalnya dibandingkan dengan usia kronologis anak, namun beberapa karakteristik berdasarkan usia kronologis tetap digunakan sebagai panduan manajemen perilaku anak. Terdapat korelasi antara usia kronologis dengan prevalensi kecemasan dental pada anak (Klinberg dkk, 2009). Kecemasan anak selama menjalani perawatan gigi dapat mempengaruhi perilaku kooperatif dan kesuksesan perawatan gigi pada pasien anak. Anak dengan usia lebih muda memiliki keterbatasan dalam mengontrol emosinya selama menjalani perawatan gigi (Limantara dkk, 2016).
PEMBAHASAN Kecemasan dan ketakutan terhadap perawatan gigi merupakan alasan utama untuk menghindari perawatan sehingga dapat memperburuk kesehatan rongga mulut seseorang(Nicolas dkk, 2010).
Gambar 1. Siklus negatif terhadap perawatan gigi Dari siklus kecemasan perawatan gigi di atas, telah terbukti bahwa kondisi pengalaman negatif seseorang terhadap perawatan gigi, akan menimbulkan gangguan kecemasan, mengakibatkan kegagalan pasien untuk berobat ke dokter gigi sehingga dapat memperburuk keadaan rongga mulut seseorang. Selain itu kecemasan terhadap perawatan gigi juga mengakibatkan perjanjian antara pasien dan dokter gigi sering dibatalkan(Nicolas dkk, 2010). Kecemasan perawatan gigi berawal dari masa anak-anak (51%) dan remaja (22%). Salah satu aspek terpenting dalam perawatan gigi ialah mengontrol rasa cemas anak. Kesehatan gigi dan mulut anak merupakan hal yang sangat penting dalam masa pertumbuhan anak. Kebutuhan perawatan gigi anak seperti tindakan preventif, aplikasi fluor, pit dan fissure sealant perlu diperkenalkan dan dilakukan pada pasien anak sebelum gigi mengalami kerusakan (Sanger dkk, 2017). Kecemasan dental dapat diukur dengan suatu skala gambar yang disebut Venham Picture Test (VPT) yang menggunakan desain non verbal dalam mengukur kecemasan dental dan dapat mengidentifikasi kecemasan anak terhadap perawatan gigi dan mulut (Limantara dkk, 2016).
Gambar 2. Venham Picture Test (VPT) Venham Picture Test (VPT) adalah skala gambar yang digunakan sebagai ukuran untuk mengidentifikasi masalah kecemasan dental pada anak dan memiliki desain non verbal. Skala ini berisikan 8 pasang figur kartun anak laki-laki sebagai stimulus, setiap pasang figur kartun menunjukkan pose cemas dan tidak cemas. Kelebihan penggunaan VPT adalah prosedur pengukuran dan penilaian yang mudah dilakukan. Prosedur pelaksanaan VPT adalah dengan menginstruksikan anak untuk memilih satu dari sepasang figur kartun yang menggambarkan perasaannya sebelum perawatan gigi. Setiap pasang gambar ditunjukkan secara urut. Untuk tiap figur kartun dengan pose cemas bernilai 1, sedangkan figur kartun dengan pose tidak cemas bernilai 0. Total perhitungan dapat mendeteksi ada atau tidaknya kecemasan dental pada anak (Limantara dkk, 2016). Kecemasan dental pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya: faktor personal (usia, tempramen, dan jenis kelamin); faktor eksternal (parental anxiety, vicarious learning, dan situasi social); faktor dental (rasa sakit
dan lingkungan dental. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rafdi tentang gambaran kecemasan anak usia 7-14 tahun terhadap perawatan gigi di SD Inpres Tamalanrea II Makassar mendapatkan frekuensi kecemasan tertinggi berdasarkan jenis kelamin pada responden perempuan sebesar 101 sampel (51,3%), dan pada responden lakilaki sebesar 96 sampel (48,7%) (Rafdi, 2014). Pada penelitian Limantara tentang perbedaan kecemasan perawatan dental pada anak 6 tahun dengan 1 tahun menyebutkan bahwa anak yang berusia 6 tahun memiliki rasa cemas yang lebih tinggi dibandingkan anak berusia 12 tahun. Anak dengan usia 6 tahun merupakan masa transisi untuk berpikir kritis. Anak mudah menangis ketika merasa cemas, sulit menerima bujukan orang lain dan mulai belajar berargumentasi secara logis. Sebaliknya anak usia 12 tahun adalah berperilaku aktif, menerima pemikiran orang dewasa, menyukai berkelompok dengan teman sebayanya, memiliki perilaku lebih dewasa berupa kontrol emosional yang baik, mudah menyesuaikan diri dengan situasi sekitar, dan berusaha mematuhi instruksi yang diberikan dokter gigi. Anak akan berusaha melakukan segala hal untuk mengurangi perasaan tidak aman atau gelisah, misalnya bertanya dan meminta penjelasan mengenai prosedur perawatan gigi yang akan dijalani (Limantara dkk, 2016). Beberapa teknik manajemen perilaku pada anak dapat digunakan oleh dokter gigi. Pemilihan teknik manajemen prilaku tergantung pada individu pasien. Beberapa tehnik manajemen prilaku juga dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan pasien. Teknik tersebut diantaranya: a. Tell – Show – Do
Teknik ini secara luas digunakan untuk membiasakan pasien dengan prosedur baru, sambil meminimalkan rasa takut. Dokter gigi menjelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan (memperhitungkan usia pasien menggunakan bahasa yang mudah dipahami). Memberikan demontrasi prosedur misalnya gerakan handpiece yang lambat pada jari) kemudian lakukan tindakan yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tellshow-do dapat mengurangi kecemasan pada pasien anak yang baru pertama ke dokter gigi (Gupta, 2014).
b. Behavior shaping
Teknik ini merupakan bentuk modifikasi perilaku yang didasarkan pada prinsipprinsip pembelajaran sosial. Prosedur ini secara bertahap akan mengembangkan perilaku dan memperkuat perilaku sosial. Behavior shaping terjadi saat perawat gigi atau dokter gigi mengajarkan anak bagaimana cara berperilaku. Anak-anak diajarkan melalui prosedur ini secara bertahap. c. Disentisasi
Disentisasi adalah jenis manajemen perilaku yang diperkenalkan oleh Joseph Wolpe berdasarkan pemahaman bahwa relaksasi dan kecemasan tidak dapat ada pada individu di saat yang bersamaan. Dalam prakteknya, untuk manajemen kecemasan dental, stimulus penghasil rasa takut dibangun, dimulai dengan stimulus dengan ancaman terendah. Namun, sebelum ini dilakukan, pasien diajarkan untuk rileks. Jika keadaan relaksasi sudah tercapai, stimulus yang menimbulkan rasa takut mulai diperkenalkan diawali dengan stimulus yang tidak menimbulkan kecemasan kemudian dapat dilanjutkan dengan stimulus yang mulai menimbulkan rasa takut (Duggal dkk., 2013). d. Sedasi
Terdapat berbagai metode untuk sedasi pada pasien anak. Obat-obatan sedatif dapat diberikan melalui inhalasi, atau melalui oral, rektal, submukosa, intramuskular, atau intravena. Penggunaan obat kombinasi dan pilihan rute pemberian tertentu bertujuan untuk memaksimalkan efek, meningkatkan keamanan, serta memaksimalkan penerimaan pada pasien. Inhalasi campuran nitrous oxide sering disertai dengan pemberian agen sedasi lain dengan rute pemberian berbeda (Dean dkk., 2011) e. Distraksi (Pengalihan Perhatian)
Beberapa jenis kegiatan dapat digunakan untuk mengalihkan perhatian anak, seperti memainkan film yang sesuai usia anak, bermain video game, dan lainnya bisa bermanfaat untuk mengalihkan perhatian anak. Namun,
berbicara dengan anak selama perawatan adalah metode yang efektif untuk mengalihkan perhatian anak (Duggal dkk., 2013). f.
Modelling Video klip dari anak-anak lain yang sedang menjalani perawatan gigi yang diputar di monitor TV dapat dijadikan sebagai model saat mereka menjalani 22 prosedur perawatan gigi. Sebagian besar studi modeling menunjukkan bahwa ada baiknya memperkenalkan anak ke dokter gigi dengan cara ini, namun tidak semua penelitian menunjukkan perilaku kooperatif yang secara statistik lebih baik pada anak-anak. Kurangnya replikasi mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam desain eksperimental, tim dokter gigi, kaset video dan film. Ini menunjukkan perlunya rekaman video atau pemilihan film yang digunakan pada kantor dokter gigi (Dean dkk., 2011; Koch dan Pulsen, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Buchannan H, Niven H, 2002, Validation of a Facial Image Scale to Assess Child Dental Anxiety, International Journal of Paediatric Dentistry, vol 12, 47-52.
Daulay, R, 2005, Rasa Cemas Dalam Perawatan Gigi pada Anak Usia 4-6 Tahun, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
Dean, Avery, McDonald, 2011, Dentistry for the Child and Adolescent, 9th ed., Mosby inc., London, hal. 52, 260-261.
Duggal, M., Cameron, A., Toumba, J., 2013, Paediatric Dentistry at a Glance, 1st ed., Blackwell Pub., Oxford, hal.21.
Gupta, A., dkk., 2014, Behaviour management of an anxious child, Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal; Vol. 16, No 1.
Klingberg G, Raadal M, Arnrup K. 2009. Pediatric Dentistry. Blackwell Publishing : Oxford
Koch, G., dan Poulsen, S., 2009, Pediatric dentistry : a clinical approach, 2nd ed, Blackwell Publishing Ltd United Kingdom, hal. 33.
Limantara G, Dwimega A, Sjahruddin L. 2016. Perbedaan Kecemasan Dental pada Anak Usia 6 Tahun dan 12 Tahun (Kajian pada SD Mahatma Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara). Seminar Nasional Cendekiawan FKG Universitas Trisakti. ISSN (E) : 2540-7589 ISSN (P) : 2460-8696.
Nicolas E, Bessadet M, Collado V, Carrasc o P, Roger L. Factor affecting dental fear in french children aged 5-12 years. Int J Paediatr Dent. 2010;20;366373.
Rafdi A. Gambaran kecemasan anak usia 7- 14 tahun terhadap perawatan gigi di SD Inpres Tamalanrea Makassar dan SDN 6 Mentirotiku Toraja Utara [Skripsi]. Makassar: Fakultas Kedokteran Gigi Univeristas Hasanuddin; 2014.
Sanger, S. Seily, dkk. Gambaran Kecemasan Anak Usia 6-12 Tahun terhadap Perawatan Gigi di SD Kristen Eben Haezar 2 Manado. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2017.