KATARAK
I. PENDAHULUAN Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya. 1 Katarak umumnya merupakan penyakit
pada usia lanjut, namun dapat juga
merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacammacam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokular lainnya.1 Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak juvenile dan katarak Senil. Diantara ketiganya, katarak Senil merupakan jenis katarak yang paling sering terjadi.1 Katarak Senil adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak Senil dapat dibagi kedalam 4 stadium, yaitu katarak insipien, katak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Katarak insipient merupakan stadium katarak yang paling awal dan belum menimbulkan gangguan visus. Pada katarak imatur, kekeruhan belum mengenai seluruh bagian lensa sedangkan pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Sementara katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Selain itu, klasifikasi katarak senil berdasarkan lokasinya dalam tiga zona lensa dibagi menjadi tiga yaitu kapsul, korteks, dan nukleus. 1,2 Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.3
II. EPIDEMIOLOGI Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Sebagian besar kasus katarak yaitu ± 90% adalah katarak senil. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan prevalensi katarak sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi
1
sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan.2,4 Di Indonesia sendiri, katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0,78% dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat Satatistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Berbeda dengan kebutaan lainnya, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata yang mengakibatkan timbunan buta katarak mencapai 1,5 juta, terutama diderita oleh penduduk berpenghasilan rendah.5
III. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
Gambar 1: Bentuk dan posisi lensa. Lensa berbentuk bikonveks, berada pada fossa hyaloid, dan membagi mata menjadi segmen anterior dan posterior.4
2
Gambar 2: Anatomi Lensa ( Dikutip dari kepustakaan No.2 ) Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna dan hampir transparan sempurna yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa memiliki ukuran tebal sekitar 4 mm dan diameter 9 mm. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada humor aquous untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula zinni yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epithelium lensa, korteks dan nukleus. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel yang menyebabkan air dan elektrolit dapat masuk. Nukleus lensa lebih tebal dari korteksnya. Semakin bertambahnya usia, laminar epitel supkapsuler terus diproduksi sehingga lensa semakin besar dan kehilangan elastisitasnya. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan akomodasinya. Lewat kemampuan ini, kita mampu melihat benda yang jauh ataupun yang dekat. Namun seiring dengan bertambahnya usia, lensa dapat mengalami berbagai gangguan seperti kekeruhan, gangguan akomodasi, distorsi dan dislokasi.2,3,4,6 Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya sekitar 6,3 mm pada bidang ekuator dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat sekitar 135 mg (0-9 tahun) 255 mg (40-80 tahun). Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel 3
protein yang tidak larut. Maka lensa yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor yang berperan.4 Lensa berfungsi untuk merefraksikan sinar, mempertahankan kejelasannya, serta untuk akomodasi. Lensa dapat merefraksikan sinar karena indeks refraksinya berbeda dari aquous dan vitreus yang ada disekelilingnya (normalnya sekitar 1,3 secara sentral dan 1,36 secara perifer). Pada posisi ketika lensa tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi sebesar 10-20 Dioptri dari kira-kira 60 Dioptri dari kekuatan refraksi konvergen rata-rata mata manusia.2
Gambar 3: Bagian–bagian lensa terdiri dari kapsul, epithelium lensa, korteks dan nukleus. (dikutip dari kepustakaan No.4 ) a. Kapsul Kapsul lensa memiliki sifat elastis, terdiri dari substansia lensa yang dapat mengkerut selama proses akomodasi. Lapis terluar dari kapsul lensa adalah lamella zonularis yang berperan dalam perlengketan serat-serat zonula. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan. Bagian paling tebal dari kapsul lensa terdapat pada bagian anterior dan pre-ekuator posterior dan yang paling tipis pada daerah kutub posterior sentral yaitu sekitar 2-4 mm. Pinggir lateral lensa disebut ekuator, yaitu bagian yang dibentuk oleh gabungan kapsul anterior dan posterior yang merupakan insersi dari zonula.4 b. Serat Zonula Serat zonula lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epithelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki kapsul lensa pada region ekuatorial secara kontinue. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior.4
4
c.
Epitel lensa Epitel lensa terletak tepat di belakang kapsul anterior lensa. Terdiri dari sel-sel epithelial yang mengandung banyak organel sehingga sel-sel ini secara metabolik aktif dan dapat melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid sehingga dapat menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel epitel akan mengalami perubahan morfologis ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa yang sering disertai dengan peningkatan masa protein dan pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organel-organelnya, termasuk inti sel, mitokondria dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini dapat menguntungkan karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini, tetapi dengan hilangnya organel maka fungsi metabolik pun akan hilang sedangkan serat lensa bergantung pada energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.4
d.
Korteks dan nukleus Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellar konsentrik yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di posterior.4 Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (Na, K). Kedua kation ini berasal dari humor aquous dan vitreus. Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan posterior sedangkan kadar natrium lebih tinggi di posterior. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor vitreus, dan ion Na bergerak ke anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATP-ase. Transpor aktif asamasam amino mengambil tempat pada lensa dengan mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa natrium. Aspek fisiologis terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa. Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditemukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit sering terjadi pada katarak kortikal, dimana kadar air meningkat secara bermakna.4 Lensa manusia normal mengandung sekitar 65% air dan 33% protein dan perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih 5
terhidrasi dari pada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraseluler. Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20 mm dan konsentrasi kalium sekitar 120 mm.7 Epithelium lensa sebagai tempat transpor aktif lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion Kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari humor aquous dan vitreus disekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+), ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktivitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epithelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini bergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase. Inhibisi dari Na+, K+, ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatkan kadar air dalam lensa. Pada perkembangan katarak kortikal beberapa studi telah menunjukkan bahwa terjadi penurunan aktivitas Na+, K+ATPase, sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perubahan apapun. Dari studi-studi lain telah diperkirakan bahwa permeabilitas membran sedikit meningkat seiring dengan perkembangan katarak.4
Gambar 4 : Transparansi Lensa (diKutip dari kepustakaan No.4)
6
IV. ETIOLOGI Penyebab katarak Senil sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti dan diduga multifaktorial. Beberapa penyebab katarak diantaranya adalah:4,6 1. Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetic 2. Fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat sehingga mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa 3. Faktor imunologik 4. Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari. 5. Gangguan metabolisme umum 6. Obat-obatan. Obat yang meniduksi perubahan lensa adalah sebagai berikut: -
Kortikosteroid
-
Phenotiazine
-
Chlorpromazine
-
Amiodarone
-
Miotics
-
Aspirin
-
Obat topical glaukoma
7. Trauma Kerukakan lensa akibat trauma dapat disebabkan oleh peradangan mekanik, kekuatan fisikal (radiasi, kimia, elekrik) 8. Merokok Konsep penuaan : 1 - Teori putaran biologi (“A biologic clock”) - Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali kemudian mati - Imunologis
dengan
bertambahnya
usia
akan
bertambah
cacat
imunologik
yang
mengakibatkan kerusakan sel - Teori mutasi spontan - Teori “a free radical “ -
Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
-
Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
-
Free redical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E
7
- Teori “ a cross-link” Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi. Perubahan lensa pada usia lanjut adalah : a. Kapsul Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur,dan terlihat bahan granular. b. Epitel Makin tipis, sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat , bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata. c. Serat lensa Lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nukleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding normal. d. Korteks Tidak berwarna karena kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi dan sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
V. PATOGENESIS Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa. Patogenesis dari katarak terkait usia bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti. Dengan bertambahnya usia lensa, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nukleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba-tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan. Modifikasi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh. Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan kalsium.2, 7 Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga densitasnya akan berkurang 8
dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang akan menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada proses pembentukan katarak.8
VI. KLASIFIKASI Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam : 1 1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun 3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak traumatik, dan katarak komplikata. Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Katarak senil secara klinik dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur.2 - Katarak Insipien Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipient. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadangkadang menetap untuk waktu yang lama. 1 - Katarak imatur Sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif
9
lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. 1,4
Gambar 5: Katarak senile imatur (Dikutip dari kepustakaan No.4) - Katarak matur Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegritas melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa akan berukuran normal kembali. Sehingga iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit kalium. Bila dilakukan test bayangan iris atau “shadow test” akan terlihat negatif.1
Gambar 6 : Katarak senil mature (Dikutip dari kepustakaan No.2) - Katarak Hipermatur Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul lensa. Lensa mengeriput dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. “Shadow test” memberikan 10
gambaran pseudopositif. Akibat massa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.4
Gambar 7 : Katarak senile hipermatur (Dikutip dari kepustakaan No.2) Ada 3 tipe umum age-related cataract yaitu nuklear, kortikal, dan subkapsular posterior. Pada banyak pasien, lebih dari satu tipe bisa didapatkan.2 1. Katarak nuclear Pada dekade keempat kehidupan, produksi serat tekanan pada lensa perifer menyebabkan pengerasan keseluruhan lensa, terutama inti (nukleus).Inti berubah warna menjadi coklat kekuningan (brunescent katarak nuklir). Perubahan warna ini bervariasi dari coklat kekuningan sehingga kehitaman pada seluruh lensa (black cataract). Oleh karena meningkatnya daya bias lensa, katarak nuklear menyebabkan myopia lentikuler dan menghasilkan dua titik fokal pada lensa serta menghasilkan diplopia monokuler. Perkembangan katarak nuklear sangat lambat. Oleh karena terjadinya myopia lentikuler, visus dekat (tanpa kacamata) tetap baik untuk jangka waktu yang lama.6
Gambar 8 : Katarak Nuclear (Dikutip dari kepustakaan No.4)
11
2. Katarak kortikal Yaitu kekeruhan pada korteks lensa, ditandai oleh hidrasi lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat vakuola, fisura, pemisahan lamela, dan bentuk kuneiform. Katarak kortical berkembang lebih cepat berbanding katarak nuklear. Ketajaman visual dapat meningkat untuk sementara selama perjalanan penyakit ini. Hal ini terjadi karena efek stenopeic, dimana cahaya yang melalui daerah yang jelas diantara dua radial opasitas. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi. Gejala yang biasanya muncul yaitu silau akibat sumber cahaya yang terang.6
Gambar 9 : Katarak kortikal (Dikutip dari kepustakaan No.4) 3. Katarak Subkapsular Posterior Yaitu terjadinya kekeruhan di bagian posterior dan biasanya terletak sentral. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta penglihatan dekat menurun. Secara histologi, tipe ini berhubungan dengan migrasi sel-sel epitel lensa di bagian akuator ke permukaan dalam kapsul posterior.1 Bentuk khusus dari katarak kortikal ini dimulai pada sumbu visual. Dimulai dengan satu kelompok kecil kekeruhan pada granular, dan memperluas ke perifer membentuk seperti disc. Peningkatan opasitas ini melibatkan nukleus dan korteks. Perkembangannya sangat cepat dan memperberat ketajaman visual. Penglihatan jarak jauh
memburuk secara signifikan berbanding penglihatan jarak dekat
(bidang dekat-miosis). Penggunaan obat tetes untuk melebarkan pupil dapat meningkatkan ketajaman visual.6
12
Gambar 10 : Katarak Subkapsular posterior (Dikutip dari kepustakaan No.4)
Selain itu, sekarang lebih cenderung menggunakan Lens Opacities Classification System (LOCS) dimana lensa dinilai dari warna nuclear (NC) dan opasitas nuclear (NO), katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior (P).9
Gambar 7. Lens Opacities Classification System (LOCS) III transparancies. (Diambil dari Kepustakaan No.9)
13
Klasifikasi katarak berdasarkan maturitas dari katarak, tingkat kekeruhan atau perkembangan tidak cukup dalam epidemiologi katarak atau terapeutik studi. Sistem Klasifikasi Kekeruhan Lensa III (LOCS III) adalah sistem standar yang digunakan untuk grading dan perbandingan keparahan katarak dan type1-2. Itu berasal dari LOCS II classification 3, dan itu terdiri dari tiga set foto standar (Gambar). Klasifikasi ini mengevaluasi empat fitur: opalescence nuklear (NO) warna nuklear (NC), katarak kortikal (C), katarak posterior subcapsular (P). Nuclear opalesecence (NO) dan warna nuklir (NC) yang dinilai pada skala desimal 0,1 sampai 6,9, didasarkan pada seperangkat enam foto standar. Katarak kortikal (C) dan posterior subcapsular cataract (P) yang dinilai pada skala desimal dari 0,1 sampai 5,9, berdasarkan satu set lima foto standar masing-masing. Tidak seperti klasifikasi LOCS II, klasifikasi LOCS III mempersempit skala interval, memungkinkan perubahan kecil dalam keparahan katarak untuk diamati. Batas toleransi 95% untuk reproduktifitas dalam-kelas dan antara-kelas juga menyempit dalam klasifikasi LOCS III.9 VII.
GEJALA KLINIS
Seorang pasien dengan katarak Senil biasanya datang dengan riwayat kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang. 7 -
Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan katarak Senil.
-
Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat ke lampu pada malam hari.
-
Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior atau anterior.
-
Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak. 14
-
Noda, berkabut pada lapangan pandang.
-
Ukuran kaca mata sering berubah
VIII. DIAGNOSIS Gejala pada katarak Senil berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin kabur.2 Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.4 Diagnosis katarak Senil imatur dapat diperoleh dari gejala-gejala klinis yang dialami serta pemeriksaan oftalmologi. Pasien pada katarak Senil imatur biasanya datang dengan keluhan mata kabur serta silau. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp.1 Diagnosa dari katarak Senil dibuat atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan perkembangan katarak.8 a. Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang dimulai dengan ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat. Ketika pasien mengeluh silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang. b. Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya. Pemeriksaan yang sangat penting yaitu tes pembelokan sinar yang dapat mendeteksi pupil Marcus Gunn dan defek pupil aferent relatif yang mengindikasikan lesi saraf optik atau keterlibatan difus makula c. Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa. Tapi dapat juga struktur okular lain( konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan). -
Ketebalan kornea dan opasitas kornea seperti kornea gutata harus diperiksa hati-hati
-
Gambaran lensa harus dicatat secara teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil
-
Posisi lensa dan integritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluxasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur
15
d. Kepentingan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik dan retina dapat menilai gangguan penglihatan. Perbedaan stadium katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 1
Kekeruhan
Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur
Ringan
Sebagian
Komplit
Masif
Normal
Bertambah (air
Normal
Berkurang (air+masa
lensa Cairan Lensa
masuk)
lensa keluar)
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Bilik Mata
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Negatif
Positif
Negatif
Pseudopos
(+)
<
<<
<<<
-
Glaukoma
-
Uveitis+glaucoma
Depan Sudut Bilik Mata Shadow Test Visus Penyulit
IX. TERAPI
Katarak Senil penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan glaukoma. 2,10 Pemeriksaan yang biasanya dilakukan sebagai bagian dari tindakan preoperatif untuk menentukan kelayakan operasi, teknik operasi, pemasangan IOL, maupun untuk evaluasi postoperatif.8 -
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin, fungsi ginjal, dan fungsi hati perlu dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya seseorang dioperasi.
-
Pemeriksaan tonometri 16
Dilakukan untuk memastikan ada tidaknya penyulit seperti glaukoma. -
Biometri Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan dioptri lensa inta okular (IOL) yang sebaiknya dipasangkan pada pasien.
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) dan ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE konvensional,
SICS
(Small
Incision
Cataract
Surgery),
fakoemulsifikasi
(Phaco
Emulsification).1,3,4 1. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE) merupakan teknik pembedahan dengan cara mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonula zinni yang telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah putus. Teknik ini telah jarang digunakan. Indikasi utama yaitu jika terjadi subluksasi atau dislokasi lensa. Kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular. 4
Gambar 8: Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan. A. Jahitan pada muskulus rektus superior; B. Flap konjungtiva; C. Membuat alur; D. Memotong bagian kornea-skleral; E. Iridektomi peripheral; F. Ekstraksi kriolens; G&H. insersi IOL Kelman multiflex pada bilik mata depan; I. Jahit kornea-skleral (Dikutip dari kepustakaan 4)
17
2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa (epithelium, korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek (kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Lensa intraokuler kemudian diletakkan pada kapsul posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien dengan katarak imatur, kelainan endotel, keratoplasti, implantasi lensa intra okular posterior, implantasi sekunder lensa intra okular, kemungkinan bedah glaukoma, predisposisi prolaps vitreus, ablasi retina, dan sitoid makular edema.4
Gambar 9: Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang. A. Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener; B. Pengeluaran kapsul anterior; C. Memotong bagian kornea-skleral; D. Pengeluaran nukleus (metode pressure and counterpressure); E. Aspirasi korteks; F. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata belakang; G. Insersi PCIOL superior haptic; H. Putar IOL; I. Jahit kornea-skleral. (Dikutip dari kepustakaan 4)
3. Small Incision Cataract Surgery
(SICS) adalah modifikasi dari ekstraksi katarak
ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.4 18
Gambar 10: Teknik operasi SICS. A. Jahit muskulus rectus superior; B. Flap konjungtiva dan buka sclera; C,D&E. Insisi sclera eksterna dan membuat insisi terowong; F. terowong sclera kornea dengan pisau berbentuk bulan sabit; G. Insisi kornea interna; H. Side port entry; I. CCC besar; J. Hydrodissection; K. Prolapsus nukleus pada bilik mata depan; L. Irigasi nukleus dengan wire vectis; M. Aspirasi korteks; N. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata depan; O. Insersi superior haptic PCIOL; P. Putar IOL; Q. Reposisi dan konjungtival flap. (Dikutip dari kepustakaan 4) 4. Phaco Emulsification Fakoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Fakoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini. Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang 19
menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah.4,10
Gambar 11: Teknik operasi fakoemulsifikasi. A.Membuat kurvalinier capsulirhexis; B. Lakukan hidrodis; C. Hidrodelineasi; D&E. Emulsifikasi nukleus menggunakan alat dan teknik conquer (menghancurkan 4 kuadran); F. Aspirasi korteks (Dikutip dari kepustakaan 4)
Gambar 12. Fakoemulsifikasi menggunakan getaran ultrasonik melalui insisi 2-3 mm. ( Dikutip dari kepustakaan 10 )
20
Tindakan
Keuntungan
Kerugian
Operasi ICCE
Tidak perlu dikhawatirkan terjadinya kekeruhan Lamanya
penyembuhan,
kapsular, dapat dilakukan tanpa mikroskop lamanya rehabilitasi penglihatan, operatif. Teknik ini masih dapat digunakan jika astigmatisme yang signifikan, keutuhan zonular sangat terganggu sehingga lensa inkarserasi iris, kebocoran luka dapat dikeluarkan dengan sempurna
post-operasi, inkarserasi vitreus serta edema kornea, kehilangan sel endotelial pada ekstraksi intrakapsular
lebih
besar
dibandingkan
ekstrakapsular.
Teknik ini juga lebih sulit karena penempatan tidak
lensa
intraokular
semudah
apabila
pada
kantung
diletakkan kapsular. ECCE
insisi yang lebih kecil sehingga kemungkinan Tergantung terjadinya trauma pada endotel kornea lebih kecil. operator,
lamanya
Penempatan
lamanya
lensa
intraokuler
juga
dapat penyembuhan,
dilakukan dengan lebih baik. Syarat untuk rehabilitasi melakukan teknik ini adalah keutuhan zonular SICS
kemampuan
Penyembuhan
luka
yang
lebih
penglihatan,
astigmatisme.
cepat, Tergantung
kemampuan
astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan operator tanpa koreksi yang lebih baik Phaco
Luka
incisi
tidak
dijahit,
menghasilkan
Emulsification rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat,
Tergantung kemampuan Operator, relatif mahal
kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, dan tingkat komplikasi yang rendah
21
Lensa Intraokuler Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak.4 Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik. IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry (PCI).4
Gambar 13. Jenis-jenis IOL: A, Kelman multiflex (IOL bilik mata depan); B, Singh & Worst’s iris claw; C, IOL bilik mata belakang – Modified C-loop type) (Dikutip dari kepustakaan 4 ) Axial length adalah faktor yang paling penting dalam formula mengukur kekuatan IOL. Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung. Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan pasien diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung jawab ahli bedah untuk 22
mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata. Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif yang ditemukan selama operasi katarak, yaitu :4,6
Kamera okuli anterior dangkal atau datar
Ruptur kapsul
Edema kornea
Perdarahan atau efusi suprakoroid
Perdarahan koroid yang ekspulsif
Tertahannya material lensa
Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
Iridodialisis Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan segera selama
operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau minggu setelah operasi, yaitu : 4,10
Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
Terlepasnya koroid
Hambatan pupil
Hambatan korpus siliar
Perdarahan suprakoroid
Edem stroma dan epitel
Hipotoni
Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral jernih sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
Perdarahan koroid yang lambat
Hifema
Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya viskoelastis)
Edem makular kistoid
Terlepasnya retina 23
Endoptalmitis akut
Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH) Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam beberapa minggu atau bulan setelah operasi katarak :4,10
Jahitan yang menginduksi astigmatismus
Desentrasi dan dislokasi IOL
Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
Uveitis kronis
Endoptalmitis kronis
24
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4 . Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2011. 204-215.
2.
Lang, Gerhard K.
Opthalnology. A Short Textbook. Thieme Stuttgart : New York.
2000.p.165-168; 170-179 3.
Galloway NR, Galloway PH, Browning AC, editors. Common Eye Disease and Their management. 3rd Edition. London: Springer; 2006.p.81-90.
4.
Khurana AK, editor. Comprehensive Ophthalmology. 4th Edition. New Delhi: New Age International; 2007.p.167-172; 175-201
5.
Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Katarak Senil. Tesis Magister. Semarang: Universitas Diponegoro; 2004.hal.1-15.
6.
Sundaram V, Barsam A, Alwitry A, Khaw PT, editors. Training in Ophthalmology. New York: Oxford University Press; 2009.p.237-250.
7.
Khalilullah, Said Alvin. 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senil.
8.
Zulkifli, MS. 2009. Katarak Senil. Available from : www.blogsehat.com
9.
Chylack L.T, Wolfe J.K, Singer D.M dkk, The Lens Opacities Classifications System III, Archives of Ophthalmology, Vol 111, Juni, 1993,p. 831-836
10.
Khaw PT, Shah P, Elkinhton AR, editors. ABC of Eyes. 4th Edition. London: BMJ Books; 2004.p.40-51.
11.
Lang .G. Lens. In Ophthalmologi : A Docket Text Book Atlas secont Edition. Thieme Stutgent : germany 200Gp.170-5
12.
Coombest. A. Gartry. D. Cataract Surgery. Fundamentals of Clinical Ophalmologi . BMJ : London, 2003. P.11-15
25